Share

Keping 35b

Author: Puspitalagi
last update Last Updated: 2022-12-29 13:32:47

Aku melotot, tapi aku tahu ia paham.

"Aku tahu itu, jadi aku ucapkan terima kasih. By the way, kamu pucat. Pasti gula darahmu rendah lagi."

Aku hanya meringis, entahlah. Aku seperti menjauh dari makanan beberapa hari ini. Apa karena taruhan itu? Sikap Argo, sikapnya, pekerjaan yang beruntun, aku sungguh seperti tidak ingin makan apa-apa.

"Kau harus banyak makan."

Pesanan kami datang, ternyata ia memesan nasi. Aku makan nasi pecel, empal daging, ada telur, tempe tahu bali, dan peyek juga. Aku makan seolah-olah baru saja berpuasa selama berbulan-bulan.

Biru dengan wajah geli dan menahan senyum tertawa melihatku, "Aku tidak pernah melihat perempuan makan seenak kau ini, Jani."

"Oh, hobiku memang makan."

"Iya kan? Kenapa kau tak membuat channel Youtube, kau bisa membuat ASMR- di sana." Ia berseloroh.

"Aku rasanya tak makan seminggu ini, Biru. Kelaparan banget."

"Pantas wajahmu pucat."

"Benar," kataku merasa tubuhku terisi energi yang begitu banyak.

"Kau terlihat kurus belakangan ini, apa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 36a

    Saat menjelang pukul sepuluh pagi, kami sampai di jalanan beraspal kasar dan sedikit berlubang yang mengarah ke dusun Kanigoro. Itu salah satu dusun kecil, dan terletak jauh dari jalan provinsi. Melewati sekian sawah dan kebun-kebun rimbun di sepanjang jalan yang sepi.Hujan tidak meninggalkan bekas di tempat ini, hujan sudah lenyap saat kami memasuki kota Bangil, lalu masuk dan mengikuti lekukan jalan-jalan kecil meliuk dan memanjang di kecamatan Rembang.Hawa panas menyengat namun dihiasi oksigen melimpah membuat udara segar, namun itu semua terasa tidak berarti karena jantungku dari tadi sudah berdebar demikian keras. Aku takut menghadap Bapak. Duh, serem sekali siang ini.Saat azan membelah langit, kami berhenti sebentar di sebuah masjid di pinggir jalan. Biru langsung meloncat dan bergegas menunaikan Jumat. Aku terdiam di dalam mobil.Karena tidak ada yang kulakukan akhirnya aku menelpon kanjeng mami. Aku memberitahunya jika kami akan datang—iya kami. Aku dan Biru. Lalu, kukatak

    Last Updated : 2022-12-29
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 36b

    "Inilah pilihan-pilihan yang sampeyan miliki, Nak Biru." Bapak membuka wejangannya yang panjang tadi dengan menekankan kalimat seperti itu. Aku yang menguping dari balik pintu yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah merasa cemas dengan apa yang terjadi.Bapak tadi kaget, tidak marah tapi begitu kalut. Seperti biasanya, Bapak tidak mau mengambil banyak risiko yang bisa merusak reputasi keluarga, selain itu Bapak tidak mau ikut berdosa jika membiarkan anak gadisnya berurusan banyak dan berduaan selalu dengan yang bukan mahramnya."Nak Biru. Bukannya saya menolak lamaran tadi, saya sebagai bapaknya Anjani sangat bertanggungjawab dengan masa depannya. Urusan saya ini sama Gusti Allah. Jadi begini baiknya." Kudengar suara Bapak makin samar, sementara kupingku yang menempel di pintu terasa lengket dan tidak mau dilepas.Ibu yang duduk di sebelahku seperti menggeleng-nggeleng melihat tingkahku yang norak bukan kepalang."Nak Biru, saya akan menerima lamaran Nak Biru pada Jani setelah say

    Last Updated : 2022-12-29
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 37a

    Sabtu pagi.Aku duduk di depan cermin. Aku adalah salah satu pengantin paling mandiri sedunia. Tidak ada MUA-MUA dengan gayanya yang gemulai melukis wajahku. Padahal yang kunikahi adalah seorang pemiliki televisi swasta, dengan puluhan MUA di kantornya.Ya, ini memang pernikahan dadakan. Begitulah Bapak dan idealisme-nya yang selurus tiang listrik yang ada di dusun ini. Seringkali, Bapak mengomentari keponakan-keponakannya kalau-kalau ia menemukan mereka sedang pacaran atau ada apel di rumah."Ayo, Paklik akad saja ya?""Yuk akad, murmer, halal pula!""Akad saja, nanti halal ngapa-ngapain."Begitulah, terkadang. Sampai aku takut sepupuku tersinggung. Anehnya, mereka tidak tersinggung justru tersipu malu. Benar-benar deh Bapak ini.Aku tertawa mengingat seluruh kelakuan Bapak, tapi begitulah ia. Jadi, kalau sekarang aku harus menjadi salah satu target akad dadakan ini, aku harusnya tidak takut. Tapi, kenapa aku dari tadi gemetar ya?Kalau begini mana bisa melukis alis? Bisa mencong san

    Last Updated : 2022-12-29
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 37b

    Biru mengulurkan tangannya, aku menerima tangan itu dan mencium punggung tangannya yang wangi. Kapan dia tidak wangi, kalau biasanya aku masih tahu diri tak mengharapkan membayangkan apa dengan parfumnya yang terasa maskulin dan mengintimidasi, sekarang malah pikiranku melayang-layang lagi.Duh, Jani. Inget dong!Aku tersenyum, ia menatapku lembut. Mata cokelatnya, tampak menghitam kelam. Aku tahu, jika ia sedang begitu serius dan antusias begitulah matanya berkilat-kilat. Apa yang ada di pikiran Biru sekarang?Ingat, Jani. Sekarang, banyak orang kamu harus jadi pengantin yang anggun dan kalem, jangan loncat-loncat seperti biasanya.Biru tersenyum sekali lagi, sementara di sekitarku saudara-saudara sepupuku seperti terpana melihat siapa suamiku sekarang. Oh, apa mereka tidak tahu skilku dalam mencari jodoh, duh jadi sombong.Biru menundukkan kepalanya, dan berbisik di telingaku, rasa-rasanya itu tidak mungkin mengingat di sini terasa ramai."Kamu cantik, kamu selalu cantik."Duh, jadi

    Last Updated : 2022-12-29
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 38a

    Mas.Emas.Aku baru saja teringat mahar Biru tadi, saat ia menyebutnya dengan lantang dan meyakinkan di ruang tamu eh—ruang akad. Begitu. Dari mana ia mendapatkan emas murni dengan berat 230 gram secepat itu? Apa ia punya asisten khusus di sini? Apa justru dia malah sudah menyiapkannya.Semua itu berputar di kelapaku dan aku merasa berdenging mengingat ini."Apa kau sudah menyiapkan semua?" aku mengerjap, menatap binar mata Biru yang cokelat dan terasa sedikit menghitam karena sinar temaram dan kekuningan di kamarku yang sempit. Ranjang besiku yang berkeriut ramai, dan kelambu putih tipis yang berkibar-kibar lebai karena tertiup angin dari kipas besar yang menempel di tembok."Apanya, Jani?" ia seperti tertawa. Aku merasa sangat bodoh saat ini. Apa yang harus kulakukan? Aku tidak ingin malam ini kacau, tapi aku tahu ia pasti mengingat syarat ketika aku dan dia menikah sirri dahulu.Aku masih belum mau bercampur.Aku menggeser tubuhku yang terasa panas dan gugup, sedikit ke samping men

    Last Updated : 2022-12-29
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 38b

    Aku meremas pundak Biru, dan merasakan betapa liat setiap inchi kulit tubuhnya. Apa dia begitu gemar berolahraga? Gawat, aku harus sering-sering lari atau ke gym sekarang!Aku mencoba beringsut, namun kurasakan jari-jari Biru menekan pinggangku dan menekan tubuhku ke daun jendela. Beruntung jendela ini besar, dan berdesain mirip jendela-jendela di rumah-rumah era colonial. Ada teralis besi, dan tembok melengkung yang bisa digunakan Biru untuk menggodaku."Terima kasih, itu pujian jujur dari istri yang baik."Aku seperti mendengar embusan napasnya mendekat, aku seperti tersihir. Ini terasa menggelisahkan, apa yang akan ia lakukan?Aku membuka mataku, menemukan hidungnya ada di sana. Di depan hidungku!Salah satu jemarinya, mengusap daun telingaku dengan lembut, aku bergidik. Tubuhku meremang.Tahan! Tahan Jani, surat sah belum jadi!Tapi, aku seperti tidak sadarkan diri. Aku terbengong di depan mata cokelatnya."Jani. Anjani."Ia menyebutkan namaku dengan begitu manis."Kau jangan bert

    Last Updated : 2022-12-29
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 39a

    Aku terbangun karena hawa panas dan suara-suara pujian dari dusun terdengar begitu saja. Lagi pula, aku tidak bisa tidur. Nyamuk-nyamuk ini kok ya tahu kalau sekarang ini malam yang penting, walaupun sudah diberi obat nyamuk bakar, tetap saja mendengung dengan begitu genit.Aku ingin tahu, bagaimana Biru merasakan situasi seperti ini. Apakah ia bisa betah berada di rumahku yang sangat terbatas dan aneh begini. Namun, sejauh yang kutahu, ia malah sering tertawa-tawa. Begitulah Biru sekarang. Entah kenapa aku melihat wajahnya begitu ceria.Apa ia begitu senang sudah menikahiku?Duh, jadi kepedean. Harusnya, aku dong yang berteriak histeris ke sekeliling kampungku yang berdebu, panas, dan ndeso ini. Mengumumkan pada orang-orang yang seringkali mengghibahiku mengenai statusku dulu, dan menyayangkan kalau aku menggugat Argo.Well, bagiku perselingkuhan itu tidak ada ampun, sama dengan KDRT. Perempuan walaupun seabsurd dan seaneh diriku ini, setidaknya punya sedikit batasanlah kalau dizalim

    Last Updated : 2022-12-29
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 39b

    "Silakan," kataku agak formal. Hanya ada cahaya lilin berkedip-kedip yang membuatku teringat penyinaran di sebagian kafe-kafe besar. Mirip sekali. Ia melepas kemejanya, aku menutup sebagian mulutku dengan jemari. Aku tidak menyangka ia punya badan sebagus itu—maksudku lengan sebagus itu. Dia sekarang hanya memakai celana panjang dan kaus putih tanpa lengan. "Lenganmu, bagus." "Terima kasih," ia tersenyum, "apa kau tergoda untuk menyentuhnya, Jani?" ia menantangku.Aku menggeleng, "Nanti saja, saat sudah resmi." Sementara itu aku menahan liurku."Sekarang kan sudah halal."Aku memalingkan pandanganku, ke atap yang gelap. Aku harus menyembunyikan wajah bernafsuku.Aku tidak sadar ia berjalan mendekatiku, tidak ada barang-barang jatuh karena sinar temaram lumayan baik untuk rumah gelap gulita di dusun kecil seperti ini.Dia duduk di sisi ranjangku. Ranjang besi tua sialan ini berkeriut lagi, sungguh menjengkelkan. Padahal kami tidak melakukan apa-apa. Sungguh ranjang pembohong gila da

    Last Updated : 2022-12-29

Latest chapter

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 84b

    Anjani RahmaSangat menawan dengan jas putih sempurna. Dengan bunga kecil di saku atas jasnya. Rambutnya tampak berkilau ditimpa sinar lampu, aku mengingat rambut itu. Mirip rambut aktor Jepang. Dulu, saat aku kecil, aku merasa ia penjelmaan tokoh manga.Ketika aku sudah mendekat padanya. Aku mengenali wangi parfum kesukaannya. Ketika pandangan kami bertemu, beberapa detik waktu membeku. Seolah ada yang lepas begitu saja dari dalam diriku. Seperti gumpalan kertas yang menggelinding. Ada kelegaan dan rasa nyaman.Tentu saja, kami akan selalu bersama-sama, iya kan?Kami akan baik-baik saja.Aku tersenyum, ia pun demikian. Lalu, ia membimbingku.Aku menyerahkan buket bungaku pada Lupita. Jemari Biru meremas tanganku lembut. Aku menatapnya, seperti sedang kecanduan sesuatu.Jani, ingat ini di hall masih banyak orang."Mas.""Sst, jangan ngobrol dulu, Jani. Ini masih jalan.""Eh, iya.""Kamu cantik."Aku tersipu-sipu, dan seketika itu semua orang di dalam hall terasa lenyap.Baiklah, aku h

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 84a

    Anjani RahmaTentu saja aku terperangah. Itu aku. Iya, itu aku.Perempuan dalam balutan kebaya dengan ekor dua meter itu, aku. Nyaris saja aku lupa bagaimana wajahku. Ya, bagaimana sih. Ini seperti tampilan artis begitu. Tampaknya terlalu cantik dan glamour. Namun, begitulah aku sekarang.Sebentar lagi, aku akan turun di hall utama Plaza Athena. Ada ribuan pasang mata yang akan mengamati gerak gerikku. Tentu saja mungkin ada yang penasaran karyawan seperti apa yang bisa memikat bos CEO-nya. Apakah kejadian itu ada di alam nyata, tidak sekadar dalam cerita-cerita fiksi ala platform?Setidaknya, tadi sudah hampir satu jam aku berada di suite mempelai perempuan. Menyiapkan diri untuk tampil sebaik mungkin di malam bersejarah ini.Aku menelan ludah canggung.Rasa-rasanya mustahil rencanaku berhasil, tapi sejauh ini kurasa cukup lancar. Aku masih belum membayangkan bagaimana reaksi Biru, karena kata Ibu tidak boleh bertemu dulu dengan mempelai laki—biar nggak sial. Padahal, kata Ibu juga i

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 83b

    Anjani Rahma "Sabar, Jani. Nanti giliranmu keluar, kita menunggu aba-aba dari sekretaris EO ya," Ibu seperti mengerti pikiranku.Semua ini terasa begitu glamour, memang ini bukan gayaku. Namun, ini adalah lifestyle relasi Biru dan budaya di kalangan mereka. Jadi, menurutku tidak mengapa. Hal yang masih kupikirkan adalah adanya pesan dari Mbak Wati, yang sedang menunggu Pak Menkes di halaman kantor Gubernur.Well, iya. Aku masih minta bantuan divisi Aneh Tapi Nyata, kan mereka juga sahabat sejati. Ada juga tim dari acara Talk Show Kesehatan yang sudah bersiap di rooftop yang disulap seperti studio tertutup yang sangat lux, agar kalau Pak Menkes datang. Saat acara berlangsung angin besar tidak mengganggu."Keluarga Biru sudah datang, Nduk," Ibu tersenyum begitu manis.Aku merasa kaget, "Siapa saja Bu?""Lho ya keluarga Biru, semua anggota keluarganya.""Papa juga?""Ya harus to. Kan ini putra kesayangan Dokter Mada."Kesayangan. Ya, semoga saja deh Bu. Aku sedikit nyengir, namun hatiku

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 83a

    Anjani RahmaBaik. Baiklah. Aku tidak boleh panik.Rencana ini akan berhasil, namun sebenarnya aku cemas juga."Jani, aku rasa rencana itu terlalu berani," bisik Lupita di telingaku.Aku sedang menggenggam gawai, dan jemariku berkeringat karena udara dingin dalam ruangan di tepi langit ini. Bukan, ini bukan apartemen atap langit. Melainkan, Plaza Athena, tempat resepsi pernikahan kami berlangsung malam ini.Beberapa hari kemarin, semua sudah dirancang dengan baik oleh EO dan juga beberapa kerabat yang datang dari seluruh nusantara. Tentu saja, Ibu dan Bapak, serta Mas Seno ikut membantu. Karena, Biru seorang diri di sini. Maksudku, kerabatnya sudah diundang, hanya saja sepertinya tidak ada budaya rewang ya. Sebab itu, Biru sangat mengandalkan EO. Tapi, kan selalu ada yang harus dibenahi ini dan itu."Jangan pesimis begitu dong, Pit." Kataku sedikit kesal, kalau aku sedang dirias mungkin MUA, mungkin dia akan terbelalak melihat ekspresiku ini. Karena bisa-bisa merusak riasan.Oh iya,

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 82b

    Anjani Rahma Maka, karena aku tidak punya siapa-siapa yang bisa diganggu di jam begini. Aku menelpon Lupita."Jani, ampun dah, jam berapa ini?" katanya serak sembari menguap di telepon yang kugenggam."Dah, ah. Kamu kan masih jones, jadi sesekali bantu aku kan nggak apa-apa, Pit.""Jones sih jones, Jani. Tapi besok aku kerja. Belum ada yang ngasih aku nafkah kayak kamu begitu. Aku masih berbentuk dendeng yang harus terus berimprovisasi agar survive di sini," keluhnya."Lha sekarang, kok malah kamu yang curhat sih, Pit?"Dia terdiam, "Eh, iya juga sih ya." Lalu ia tertawa terbahak-bahak sampai telingaku sakit."Jangan ngikik kayak kuntilanak begitu dong, Pit. Bayiku nanti nggak bisa tidur.""Heleh, bayimu masih di perut."Aku bersimpuh di karpet tebal yang terletak di ruang tengah. "Gini, Pit. Sepertinya Papa Biru itu nggak bisa datang. Padahal, kan Biru ngarepin banget ortunya datang semua.""Oh, kok begitu sih?""Ya, kan aku pernah cerita.""Sekilas.""Iya, memang. Sekilas saja sih.

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 82a

    Anjani RahmaAku terpaku menatap Biru yang terlelap di sampingku. Ini sudah agak larut sebenarnya, tadi pukul sembilan, Biru baru pulang. Sedikit terlambat tidak seperti hari biasanya memang. Konon, proyek pembukaan cabang baru JMTV begitu menyita perhatiannya. Ia tampak lelah. Tidak mudah untuk membuka dua cabang sekaligus, di Batam dan Jakarta.Ia pulang dengan wajah kusut, lalu begitu saja ia berbicara perlahan, "Jani, kalau nanti orang tuaku tidak bisa datang. Tidak apa-apa ya. Kan kemarin kita juga sudah bertemu mereka di pernikahan Samu."Lalu Biru meneguk segelas air di meja makannya. Aku hanya terdiam lama mendengarkan hal tersebut, bagaimana ya. Aku sebenarnya tidak kaget, tapi kalau mertuaku turut hadir rasa-rasanya akan istimewa. Bukankah dulu, di Kanigoro orang tua Biru juga tidak menampakkan diri?"Mas, apa Papa dan Mama tahu kalau aku juga sedang hamil?""Iya.""Mereka senang tidak sih mau punya cucu?""Mama sangat bahagia, tapi Mama tidak bisa ke sini.""Papa kenapa?""

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 81b

    Anjani Rahma Tanpa kusadari sejak kehamilan ini, aku jadi sering melupakan hal-hal penting. Karena sepertinya aku terlampau fokus, bisa jadi karena euphoria sudah begitu lama menginginkan bayi, dan bayi itu dari benih Biru!Ups, jangan begitu. Namanya juga takdir, tapi ini juga cara Allah menunjukkan kalau aku memang sebaiknya berjodoh dengan Biru kan ya?"Piit, aku udahan ya," aku menutup gawai dan meletakkan punggungku yang pegal di atas sofa putih keabuan yang besar dan empuk. Pikiranku melayang pada orang tuaku dan Mas Seno.Oh, no! Kenapa aku belum menelpon mereka ya?Aku mengetik pesan instan karena sedikit malas menelpon. Aku tentu saja akan melepon Ibu karena aku harus yakin, kalau sudah memberitahu mereka. Mengundang juga keluarga dari Kanigoro.Kemudian kunyalakan televisi, dan kulihat iklan-iklan popok bayi berseliweran ke sana ke mari. Kembali aku mengingat Nawang dan bayinya. Persalinannya yang heboh, rahim kecil yang bisa terbuka lebar ketika kepala bayi keluar.Oh, ter

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 81a

    Anjani RahmaAku bergegas menaiki tangga menuju lift ke atas atap langit. Itu sebutan untuk penthouse kami, sebenarnya menyebut penthouse juga kurang menyenangkan bisa mengundang orang-orang jahat dan sok tahu. Jadi, kami—maksudku aku dan Biru memutuskan untuk menyebutnya rumah atap langit. Seperti nama kesayanganku, Biru. Duh, aku bucin nggak sih!Setelah seminggu kemarin aku membantu Nawang bersalin, lalu kembali pulih karena Biru merawatku—bayangkan suami yang membantumu pulih. Bagaimana bisa aku tidak jatuh hati padanya? Hanya saja, ya begitulah. Terkadang, aku agak kesulitan menebak apa yang diinginkan Biru. Apa rencananya. Apa juga yang dia inginkan.Bagiku, bahkan hingga aku menjadi istrinya—Biru masih tetap misterius dan penuh teka teki. Bukan—bukannya aku tidak memercayai Biru ya. Tapi, aku merasa ia agak kesulitan membuka diri. Apa karena trauma masa kecil, atau bagaimana. Tumbuh menjadi itik buruk rupa di rumahnya. Padahal, kan dia itu kan ganteng banget! Kalau dibandingin

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 80b

    Langit Biru"Harusnya Mama dan Papa datang.""Tapi, Mama bisa kan?""Insya Allah Mama bisa, Sayang.""Kalau Papa?"Terdengar hening sebentar di ujung sana.Aku sudah terbiasa dengan ini semua, jadi aku tidak merasa sedih ataupun sakit hati jika Papa tidak bersedia datang. Aku memang bukan anak emas Papa. Entahlah, mungkin karena secara genetik bakatku tidak mirip Papa dan Mama."Semoga Papa bisa datang ya Nak."Tentu saja, selalu perkataan itu. Seperti halnya pernikahan pertamaku dahulu, Papa telat datang—kalau-kalau ia tidak tahu itu adalah anak dari relasinya, seorang tokoh politik yang sekarang juga menjadi besannya."Baik, Ma. Tidak apa-apa."Aku menelan ludahku, dan merasa kesal setengah mati. Tapi, biarkan saja. Aku harus kembali bekerja, ada berderet meeting di hari ini, sampai sore mungkin hingga malam menjelang. Itu akan lebih baik ketimbang bayangan Papa dan semua hal tentangnya menghantuiku setelah percakapan pahit ini. OOO"Menurut Mas terapi apa si Argo?" tanya Anjani d

DMCA.com Protection Status