Menjadi cantik, kaya dan populer adalah impian setiap wanita. Dalam pandangan orang-orang, hidup seperti itu adalah suatu keberuntungan, dunia yang penuh keajaiban.
Namun bagi Anara, dunia itu adalah penjara yang dingin dan gelap disaat malam. Dan menjadi neraka yang panas membakar disaat siang.
Nama gadis itu Anara, Anara Carwen Sarendra. Putri tunggal Brama Sarendra, salah satu dari sepuluh orang paling berpengaruh di dunia. Kekayaannya tak dapat di hitung, belum lagi aset dan yayasan-yayasan yang di kelolanya. Membuat seorang Brama dan keluarganya, menjadi incaran para pencari berita.
Seharusnya gadis itu bahagia. Seharusnya dia merasa beruntung memiliki semua yang di inginkankan nya, dalam hidup. Kenyataannya, Anara merasa kesepian. Dia bahkan harus membuat janji terlebih dahulu jika ingin bertemu dengan kedua orangtuanya.
Tragis, bukan?
Begitulah kehidupan seorang Anara. Sebuah keluarga yang telah berubah menjadi orang asing.
Saya tahu, kalian pasti akan mengatakan kalau semua yang dilakukan oleh orang tua itu adalah untuk anak-anak mereka.
Baiklah!
Kalau begitu, Anara yang salah!
Bukankah sudah seharusnya dia bersyukur, dan menikmati semua jerih payah orang tuanya? Bukankah mereka melakukan ini untuknya?
Sekarang disinilah Anara berada, menikmati kehidupan yang sempurna!
***
Suara musik berdentum, menghentak-hentak memekakkan telinga. Diantara sekian banyak kursi di bar ini, Anara memilih untuk duduk di sudut paling ujung, agar tergindar dari desakan pengunjung bar yang membludak malam itu. Disodorkannya gelas ke arah bartender, dan memberi isyarat dengan jari agar bartender itu kembali mengisinya.
“Cukup An, kau sudah mabuk!” bartender bernama Bryan itu adalah teman Anara. Dia bekerja paruh waktu disini, untuk membiayai kuliahnya. Dia cowok yang cukup populer di kampus, karna darah blasteran yang mengalir dalam tubuh atletisnya. Tentu saja, wajahnya juga tampan.
“No! Aku belum mabuk Bi, seorang Anara tidak akan mabuk oleh segelas alkohol. Ceguk!” gadis itu menggoyangkan jari telunjuk ke kiri dan kanan, di depan wajahnya. Kepala terasa semakin berat, membuat gadis itu, sedikit kesusahan saat mengangkat wajah. Dibiarkannya saja tertunduk, hingga rambut panjang itu, terurai kedepan menutupi sebagian wajah.
“Kau cegukan, dan ini gelas ke sembilan. Sudahlah! Sebentar lagi jam kerja ku selesai, aku akan mengantarmu pulang.” Bryan meraih gelas di atas meja, tapi langsung ditahan dengan kedua tangan, dan membawa gelas itu ke dalam pelukannya.
“Enggak mau! Pokoknya isi! Cepat!” di hantamkan nya gelas tadi, ke meja dengan keras, membuat Bryan memutar bola matanya. Malas.
“Terserah padamu!” ucapnya, lalu menuang kembali gelas besar itu hingga penuh.
“Kau yang terbaik! Ceguk!” seulas senyum di berikan gadis itu, menonjolkan lesung pipi di samping bibir tipisnya.
“Whatever!” sahut Bryan berlalu, melayani pelanggan bar yang lain.
Musik berganti, suara DJ terdengar memprovokasi pengunjung agar turun ke lantai dansa. Lagu Anytime, oleh DJ Don Pablo, salah satu DJ vaforit, mampu membuat Anara melangkah, menuju lantai dansa. Pengaruh alkohol dan suasana hati yang kacau membuat tubuhnya menjadi ringan. Menari, meliuk-liuk dan sesekali terhuyung. Gadis dengan pakaian minim itu melompat-lompat, berteriak, tapi tak ada yang mendengar, tak ada yang perduli. Suaranya hilang ditelan alunan musik dan hiruk pikuk bar malam itu.
Dia baru berhenti, saat merasakan pandangan mulai mengabur. Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, saat Bryan yang sudah menyelesaikan jam kerjanya, memapah gadis itu, yang sudah tak kuat berjalan, ke area parkir dimana mobilnya tersimpan.
“Yakin, bisa pulang sendiri?” tanya cowok itu, ada nada khawatir dalam kalimatnya. Anara terpaku. Bagi seorang yang jarang mendapatkan perhatian, seperti dirinya, kalimat yang di ucapkan oleh Bryan tadi membawa pengaruh pada detak jantungnya.
“Kamu khawatir?” tanya Anara polos. Hatinya kini, bahkan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin.
“Tentu saja! Apa kau bodoh?” sahut cowok tampan itu kesal. Mendengar jawaban Bryan, Anara langsung memajukan tubuhnya agar lebih dekat, lalu, cup! Sebuah kecupan mendarat di bibir cowok itu. Hanya sekilas. Karna detik berikutnya, adalah canggung!
“Maaf!” akhirnya gadis itu mengucapkan hal nya. Buru-buru dia melempar pandangan ke arah lain, demi menghindari tatapan Bryan yang dirasanya, sangat berbeda malam itu.
Bodoh! Apa yang kau fikirkan Anara? Dia merutuk diri sendiri di dalam hati.
Digigitnya bibir bawah, agar sedikit waras. Tapi apa yang terjadi kemudian, jauh dari ekspektasi. Bryan mendekatkan wajahnya dan mencium Anara dengan lembut, membuat gadis itu terhanyut, dan bahkan membalas ciumannya.
Untuk beberapa saat lamanya mereka tetap seperti itu. Menikmati rasa, yang Anara sendiri tidak mengerti bernama apa.
“Aku akan mengantarmu pulang!” tawar Bryan kembali, setelah bisa menguasai diri. Ciuman panas yang mereka lakukan tadi, membuat wajah Anara terasa lebih panas dari sebelumnya. Dia bahkan tidak berfikir untuk pulang malam itu. Jadi, gadis itu hanya mengangguk dan menyodorkan kunci mobil, lalu masuk.
“Antarkan aku ke hotel. Aku tidak mau pulang dalam keadaan mabuk.” di alihkan nya pandangan ke arah jendela saat mengucapkan kalimat itu, agar Bryan tidak salah faham. Hanya saja, dia sedang tidak ingin sendirian malam ini.
“Baiklah!” jawab Bryan singkat, lalu menghidupkan mesin mobil.
Tak ada percakapan selama perjalanan. Bryan tampak fokus di belakang setir, sedangkan gadis itu, menikmati hembusan angin malam, yang masuk lewat kaca jendela yang terbuka, menerpa wajah. Dia berfikir, mungkin dengan begitu mabuknya akan sedikit hilang.
Sesampai di hotel, Anara meminta Bryan menunggu di lobi, sementara dia melangkah menuju meja receptionist, untuk check – in. Setelah melalui proses registrasi singkat, dia melangkah menuju lift. Diliriknya Bryan masih betah menunggu di Lobi hotel. Di biarkannya saja, sambil menunggu lift terbuka.
“Sudah selesai?” Cowok itu, sudah ada di belakang Anara. Entah kapan dia berjalan kesana. “Aku antar ke kamar.” Lanjutnya, dan lagi-lagi Anara hanya mengangguk.
Hotel ini adalah salah satu hotel milik orangtua Anara. Tapi, karyawan hotel sepertinya tidak mengenalinya, karena memang sangat jarang tampil di depan publik bersama kedua orangtuanya.
Untuk mengecoh petugas, gadis itu berbohong, mengatakan kalau dia adalah keponakan Bapak Brama Sarendra. Dan diberi akses untuk memakai kamar khusus di hotel ini. Tentu saja, kunci kamar ini hanya dimiliki oleh keluarga Sarendra, bahkan hotel tidak memiliki kunci duplikatnya. Itu sebabnya mereka percaya saja cerita gadis itu.
Mereka naik menuju lantai 8, menuju salah satu kamar suite di holet ini. Kamar itu adalah kamar khusus untuk keluarga Sarendra, tapi tidak pernah di pakai dan jadi mubazir. Anara akhirnya memakai kamar ini, jika sedang kesal atau malas pulang ke rumah.
“Mau masuk dulu?” gadis itu, mencoba untuk berbasa basi. Merasa tak sopan, jika langsung menyuruhnya untuk pulang. Tak disangka Bryan malah kelihatan senang, lalu melangkah masuk, melewati Anara yang masih berdiri di pintu.
Gadis itu menyalakan lampu, membuat ruangan seketika menjadi terang. Di sipitkannya mata, untuk beradaptasi, lalu menghempaskan tubuh di sofa. Tangan gadis itu mulai asik memainkan remote televisi, mencari chanel yang menarik untuk di tonton.
“Kenapa televisi?” kening Bryan berkerut melihat tingkah gadis yang selalu merepotkannya itu. Dia lantas berjalan ke dapur kecil yang menyatu dengan ruangan ini. Mencari sesuatu di dalam lemari pendingin.
“Aku tak suka kesepian! Rasanya memuakkan!” Anara menjawab, sambil melongokkan kepala, mencari tahu apa yang dilakukan cowok itu, pada kulkasnya.
“Hum! Boleh minta air dingin?” ternyata cowok tampan itu sudah berdiri di atas Anara, tepat di balik sofa yang ditidurinya. Wajah tampan itu, memandang ke bawah, sementara kedua siku bertumpu pada sandaran sofa, sesaat pandangan mereka bertemu, ketika gadis igu menengadahkan wajah, mendengar Bryan bicara.
“Lakukan sesukamu!” di kibaskannya tangan, lalu cepat-cepat menutup mata.
Terasa seperti ada sebuah benda tepat di depan wajah, saat gadis yang mulai merasakan detak jantung tak normal itu, membuka mata. Bryan sudah menempelkan bibirnya ke bibir Anara, hingga gadis itu tak mampu berkata apapun. Perlahan dia malah menikmati perlakuan Bryan padanya. Awalnya pasif, tapi kemudian, entah dorongan darimana, gadis muda itu, mulai aktif dalam permainan panas mereka.
Tangan Bryan mulai bergerilya di tubuh Anara, menciptakan sensasi aneh, seperti tersengat aliran listrik dengan voltase rendah. Sedikit menggelitik. Anara yang berusaha untuk tetap sadar, tak mampu menahan pesona seorang Bryan, dan kembali terhanyut, dengan mata terpejam, menikmati setiap sentuhan yang dia berikan.
Gadis polos itu tak tahu, kapan dia melepaskan seluruh pakaian yang di kenakannya. Kini tubuh polosnya berada dalam posisi bride style, menuju tempat tidur oleh Bryan yang juga dalam keadaan polos. Hatinya berkata ini adalah kesalahan, dan tidak boleh terjadi. Tapi kenikmatan ini tidak bisa ditolaknya, dia menyukainya. Baru kali ini, Anara merasa begitu di cintai dan di istimewakan. Dan dia rela memberikan semua yang dimilikinya demi mendapatkan kebahagiaan itu. Malam ini, gadis itu telah kehilangan kehormatan, sebagai seorang gadis.
Bersambung
Semenjak kejadian malam itu, Anara dan Bryan menjadi dekat. Bahkan setelah satu bulan, mereka resmi menjadi pasangan kekasih. Hari-hari, sekarang terasa sangat menyenangkan. Bryan mampu memberikan semua perhatian yang tidak pernah Anara dapatkan sebelumnya. Memperlakukannya bak seorang putri yang harus mendapatkan semua yang di inginkan.Bryan memang bukan dari kalangan orang berada, dan keyakinan mereka juga berbeda. Tapi bagi Anara, itu bukan suatu hambatan. Bukankah cinta memiliki kekuatan yang hebat?“Non Anara, ada tamu untuk Nona!” suara Bi Surti asisten rumah tangga di rumah Anara, membuyarkan khayalannya pagi itu. Mencatut wajah di cermin, lalu menyemprotkan sedikit parfum ke pergelangan tangan juga leher, kembali memandang cermin, dan tersenyum. Sempurna!Bergegas, gadis itu turun, menemui tamu yang sudah bisa ditebak. Siapa lagi, kalau bukan Bryan. Kekasihnya.“Kita berang
Suara bel terdengar, membuat Bryan menghentikan aksinya, dan berjalan menuju pintu, dengan Anara yang mengekor dari belakang. Lewat intercom, gadis itu melihat wajah orang yang tadi membunyikan bel.Angel? Mau apa cewek itu kemari?Saat pintu terbuka, tiba-tiba saja Angel menubruk Bryan, dengan wajah penuh air mata. Kedua lengannya melingkar di pinggang cowok, yang sudah resmi menjadi kekasih Anara itu, seraya membenamkan wajah di dada bidangnya, dan menangis disana.“Hei! Apa-apaan –“ merasa tak terima dengan sikap Angel, Anara bermaksud menariknya, agar melepaskan pelukan terhadap Bryan. Tapi reaksi cowok itu, malah membuat amarah gadis itu memuncak.“Sstt!” Bryan memberi isyarat padanya dengan jari telunjuk di depan bibir, untuk diam. Kemudian tangan itu melambai, menyuruh agar gadis itu sedikit menjauh. Benar-benar memuakkan. Cowok yang selama ini d
Anara merasakan sebuah pergerakan disamping tubuhnya. Dia yang masih belum sepenuhnya sadar, mencoba untuk tetap berpura-pura pingsan. Kembali dia merasakan sentuhan halus di kaki, merambat ke paha. Refleks gadis itu bergerak, menghindar, saat merasakan ada tangan yang meraba bagian bawah tubuhnya.Mencoba untuk membuka mata, dan sangat terkejut melihat Jordan berada disana. Anara berusaha untuk bangkit tapi rasa pusing masih menyerang, hingga dia kembali terjatuh ke atas tempat tidur. Jordan yang melihat Anara sudah sadar, langsung terkekeh dan mendekatkan wajahnya.“Kau, sudah sadar sayang? Apa, sekarang kita sudah bisa mulai bermain-main?” ucapnya dengan seringai menakutkan. Anara bergidik ngeri dan beringsut ke sudut tempat tidur. Mata gadis itu menatap sekeliling ruangan, tidak ada siapapun disana, kecuali dirinya dan Jordan. Anara merasakan ada keanehan.Melihat wajah Anara yang kebingungan, Jordan pun
“Apa-apaan, ini!”Anara memicingkan mata, mencoba mengumpulkan kesadarannya, saat melihat Bryan berdiri di sisi temoat tidur, dengan wajah merah padam.“Bry- an?” Anara tampak gugup, dan sedikit bingung. Gadis itu bangkit dan berusaha untuk duduk, tapi kemudia dia sangat terkejut mendapati dirinya dalam keadaan telanjang dan Jordan yang tertidur pulas di sampingnya, juga dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.“Apa, yang terjadi?” ucap Anara terbata. Dia berusaha mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di dalam ruangan itu.“Seharusnya, aku yang bertanya padamu! Kenapa kau lakukan ini padaku, Hah!” Bryan mengguncang tubuh Anara dengan kuat, membuat gadis itu semakin bingung. Jordan yang mendengar ribut-ribut, pun bangun dan tersenyum ke arah Bryan.“Kau sudah datang! Pacarmu, sangat nikmat kawan!” Ditepuknya pundak Jorda
Anara mengirimkan sejumlah uang yang diminta peneror itu, ke nomor rekening yang sudah di kirimkan sebelumnya, melalui pesan chat.Ada niat, untuk mengecek, pemilik rekening itu, ke bank, tapi urung dilakukannya. Karena sudah tentu pihak Bank tidak akan semudah itu memberikan informasi bersifat pribadi, nasabahnya kepada pihak luar. Jikapun memungkinkan, Anara harus membawa bukti, kasus penipuan atau penyalahgunaan nomor rekening, pada pihak Bank. Tentu saja, hal itu tak bisa dilakukan nya.Gak mungkin kan, aku kasih lihat bukti video ini pada pihak berwajib, untuk mendapatkan surat rekomendasi, agar pihak Bank memberikan data itu padanya?“Arrggghh!” Anara mengacak rambutnya, frustasi. Beberapa saat lamanya, dia hanya duduk mematung di lantai kamarnya yang dialasi permadani berwarna merah muda, memikirkan langkah apa yang harus di lakukannya.Seperti mendapat sebuah ide
Di atas motor, Anara kembali ke kenangan beberapa tahun lalu, saat dirinya masih dekat dengan Bara. Dulu, cowok itu selalu memprioritaskan dirinya. Selalu ada, kapanpun Anara butuh. Dia tidak pernah protes ataupun marah, tidak pernah sekalipun! Anara merasa sangat berdosa sudah melukai cowok sebaik Bara.Mengingat hal itu, mata Anara sedikit berembun. Di peluknya pinggang cowok itu, dari belakang, dan menyandarkan kepalanya, pada punggung kekar itu, sebagai ungkapan rasa bersalah di hatinya.Mereka memilih restoran cepat saji, berlogo gambar orang tua, yang terkenal dengan ayam goreng nya itu. Setelah memesan dan duduk, mereka menikmati makan siang yang terlambat itu dengan sesekali di iringi canda tawa, mengenang masa-masa indah dulu.“An!” seru Bara, sambil tetap mengunyah makanan di dalam mulutnya.“Hmm!” sahut Anara, dengan mulut penuh ayam.
Mata Anara menyapu seluruh ruangan, mencari sosok bara. Terlihat sedikit senyum, yang berusaha disembunyikan gadis itu, saat melihat Bara berada di salah satu meja, sedang bersantai menikmati musik.Gadis itu kemudian mendekati Bryan, yang sedang bekerja.“Hai!” sapanya. Bryan melambaikan tangan, karena tidak sempat menjawab sapaan Anara. Dia kelihatan sangat sibuk meramu minuman untuk para pengunjung.Anara memilih duduk di tempat biasa, di pojok meja bar. Menopang dagu dan memperhatikan gerak-gerik Bryan. Sebelumnya, dia sangat menyukai kegiatan itu. Di mata nya, Bryan kelihatan sangat keren saat mengocok minuman, atau saat mencampur yang satu dengan lainnya, hingga menciptakan rasa yang berbeda, dan nikmat. Sekarang, dia malah sedikit bosan. Diliriknya Bara, cowok itu ternyata sedang memperhatikan dirinya. Walaupun tidak terlihat jelas. Diam-diam, Anara mengambil ponsel dan mengirim pesan, kepada Bara, aga
Dari salah satu dahan, lewat fentilasi udara di atas jendela, Bara bisa melihat Bryan dan dua orang temannya sedang duduk di kursi ruang tamu rumah itu dengan jelas. Di hadapan mereka ada sebuah laptop, dan minuman kaleng, serta camilan.Cowok itu, merogoh saku bagian dalam jaketnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Setelah membuat mode senyap, dia menyalakan video, merekam pembicaraan tiga orang itu.“Jadi cewek jalang itu, mutusin lo?” salah satu teman Bryan yang memakai kaos oblong hitam tertawa terbahak, setelah mendengar Bryan mengatakan Anara memutuskannya.“Diam lo! Ini semua gara-gara kegoblokan lo juga!” Bryan melempar temannya itu dengan kaleng bekas minuman.“Sudah, kalian gak perlu ribut! Biar saja cewek itu meminta mobil dan atm nya kembali. Lo, kan bisa minta lebih dari Itu, Bro!” mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan temannya b
Anara membelalakkan mata, saat bibir Bara menyentuh bibirnya. Awalnya gadis itu tidak tahu harus berbuat apa, karena kejadiannya sangat cepat. Gadis itu bahkan tidak menyadari kapan pria disampingnya bergerak, dan mengubah posisi. Kini tubuhnya berada dibawah pria itu, yang sekarang sedang menikmati ruas bibirnya dengan lembut.Akhirnya Anara pasrah dan membalas perlakuan Bara. Setidaknya dia harus berterima kasih pada pria yang sudah banyak membantunya. Lagipula tak enak jika menolak, karena dia sendiri yang memulai permainan ini tadi. Gadis itu merasa sedikit menyesal sudah menggoda Bara dengan lelucon yang salah. Sekarang dia malah terperangkap dalam gairah yang membara dari seorang Bara.Cukup lama Bara mengecap rasa manis bibirnya. Hingga pria itu kemudian menarik diri dengan nafas terengah-engah. Dipegangnya kedua pundak Anara, dengan ujung kepala saling bertemu satu sama lain. Wajah pria itu memerah, dan kedua matanya terpejam.
“Di file lah, judulnya bali!” Jordan merasa kesal, karena Bryan terlihat sangat bodoh di matanya.“Udah gua liat goblok! Tapi kagak ada!” Bryan melempar sisa puntung rokoknya kepada Jordan, yang menangkisnya dengan bantal kursi.“Sialan lo! Kalo gua kebakar gimana, njir!” umpat cowok itu semakin geram melihat tingkah Bryan yang Bossy.“Lo liat ndiri deh! Gua males liat muka lo, dari tadi ngasih penjelasan absurd banget! Nih!” disodorkannya laptop ke arah Jordan, kemudian bangkit dari duduk, dan masuk ke bagian dalam rumah.“Mau kemana lo?” David menghembuskan asap rokok ke arah Bryan yang lewat dari hadapannya.“Mau ke toilet, ikut!”“Ogah!” David mengangkat sebelah ujung bibir, kemudian berdecih pelan.Sementara Jordan kelihatan panik, setelah mengotak at
Seorang cowok berjaket hitam, topi pet, dan kacamata hitam, juga masker, berjalan mondar-mandir di sekitar taman. Pakaian cowok itu, terlihat sedikit mencolok, untuk orang yang sedang bersantai di taman.Cowok itu, kemudian duduk di salah satu bangku taman, dan memperhatikan orang yang berlalu lalang. Pandangannya terhenti pada seorang gadis yang baru saja keluar dari dalam mobil. Membawa sebuah tas plastik hitam, dan berjalan dengan tergesa-gesa. Gadis itu kemudian melihat ke sekeliling, sebelum memasukkan tas plastik hitam yang tadi di bawanya.Setelah meletakkan tas plastik, gadis itu menggunakan ponselnya, lalu dengan cepat pergi dari tempat itu.Cowok berjaket hitam, berjalan mendekati tong sampah tempat gadis tadi memasukkan tas plastik yang di bawanya. Setelah memastikan tidak ada orang yang memperhatikan, Cowok itu segera mengambil tas itu, dan berjalan dengan cepat, menemui temannya yang sudah menunggu di sudut
Terkirim. Centang dua, lalu berubah menjadi biru. Anara menunggu dengan dada berdebar kencang, memperhatikan tulisan ‘mengetik' di layar ponsel. Beberapa detik berikutnya, sebuah chat masuk.[Lo kira gua bodoh.]Anara menatap Bara, kemudian memperlihatkan isi chat tadi. Cowok itu membacanya, lalu menyerahkan ponsel, kembali pada Anara.“Mereka tau, kita mau menjebak mereka!” ucap Bara, dengan pandangan menerawang jauh. Otak nya terus mencari solusi.“Lo bilang, gak bisa transfer uangnya karena jumlahnya terlalu besar. Dan nyokap bokap lo, bakalan di hubungi pihak bank jika mentransfer uang sebanyak itu.”Kembali Anara mengikuti intruksi dari cowok di depannya, dan mulai mengetik di layar ponsel.[Gua gak bisa transfer sebanyak Itu. Pihak bank akan menghubungi bokap gua kalo begitu.]terkirim, dan centang dua biru
Dari salah satu dahan, lewat fentilasi udara di atas jendela, Bara bisa melihat Bryan dan dua orang temannya sedang duduk di kursi ruang tamu rumah itu dengan jelas. Di hadapan mereka ada sebuah laptop, dan minuman kaleng, serta camilan.Cowok itu, merogoh saku bagian dalam jaketnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Setelah membuat mode senyap, dia menyalakan video, merekam pembicaraan tiga orang itu.“Jadi cewek jalang itu, mutusin lo?” salah satu teman Bryan yang memakai kaos oblong hitam tertawa terbahak, setelah mendengar Bryan mengatakan Anara memutuskannya.“Diam lo! Ini semua gara-gara kegoblokan lo juga!” Bryan melempar temannya itu dengan kaleng bekas minuman.“Sudah, kalian gak perlu ribut! Biar saja cewek itu meminta mobil dan atm nya kembali. Lo, kan bisa minta lebih dari Itu, Bro!” mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan temannya b
Mata Anara menyapu seluruh ruangan, mencari sosok bara. Terlihat sedikit senyum, yang berusaha disembunyikan gadis itu, saat melihat Bara berada di salah satu meja, sedang bersantai menikmati musik.Gadis itu kemudian mendekati Bryan, yang sedang bekerja.“Hai!” sapanya. Bryan melambaikan tangan, karena tidak sempat menjawab sapaan Anara. Dia kelihatan sangat sibuk meramu minuman untuk para pengunjung.Anara memilih duduk di tempat biasa, di pojok meja bar. Menopang dagu dan memperhatikan gerak-gerik Bryan. Sebelumnya, dia sangat menyukai kegiatan itu. Di mata nya, Bryan kelihatan sangat keren saat mengocok minuman, atau saat mencampur yang satu dengan lainnya, hingga menciptakan rasa yang berbeda, dan nikmat. Sekarang, dia malah sedikit bosan. Diliriknya Bara, cowok itu ternyata sedang memperhatikan dirinya. Walaupun tidak terlihat jelas. Diam-diam, Anara mengambil ponsel dan mengirim pesan, kepada Bara, aga
Di atas motor, Anara kembali ke kenangan beberapa tahun lalu, saat dirinya masih dekat dengan Bara. Dulu, cowok itu selalu memprioritaskan dirinya. Selalu ada, kapanpun Anara butuh. Dia tidak pernah protes ataupun marah, tidak pernah sekalipun! Anara merasa sangat berdosa sudah melukai cowok sebaik Bara.Mengingat hal itu, mata Anara sedikit berembun. Di peluknya pinggang cowok itu, dari belakang, dan menyandarkan kepalanya, pada punggung kekar itu, sebagai ungkapan rasa bersalah di hatinya.Mereka memilih restoran cepat saji, berlogo gambar orang tua, yang terkenal dengan ayam goreng nya itu. Setelah memesan dan duduk, mereka menikmati makan siang yang terlambat itu dengan sesekali di iringi canda tawa, mengenang masa-masa indah dulu.“An!” seru Bara, sambil tetap mengunyah makanan di dalam mulutnya.“Hmm!” sahut Anara, dengan mulut penuh ayam.
Anara mengirimkan sejumlah uang yang diminta peneror itu, ke nomor rekening yang sudah di kirimkan sebelumnya, melalui pesan chat.Ada niat, untuk mengecek, pemilik rekening itu, ke bank, tapi urung dilakukannya. Karena sudah tentu pihak Bank tidak akan semudah itu memberikan informasi bersifat pribadi, nasabahnya kepada pihak luar. Jikapun memungkinkan, Anara harus membawa bukti, kasus penipuan atau penyalahgunaan nomor rekening, pada pihak Bank. Tentu saja, hal itu tak bisa dilakukan nya.Gak mungkin kan, aku kasih lihat bukti video ini pada pihak berwajib, untuk mendapatkan surat rekomendasi, agar pihak Bank memberikan data itu padanya?“Arrggghh!” Anara mengacak rambutnya, frustasi. Beberapa saat lamanya, dia hanya duduk mematung di lantai kamarnya yang dialasi permadani berwarna merah muda, memikirkan langkah apa yang harus di lakukannya.Seperti mendapat sebuah ide
“Apa-apaan, ini!”Anara memicingkan mata, mencoba mengumpulkan kesadarannya, saat melihat Bryan berdiri di sisi temoat tidur, dengan wajah merah padam.“Bry- an?” Anara tampak gugup, dan sedikit bingung. Gadis itu bangkit dan berusaha untuk duduk, tapi kemudia dia sangat terkejut mendapati dirinya dalam keadaan telanjang dan Jordan yang tertidur pulas di sampingnya, juga dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.“Apa, yang terjadi?” ucap Anara terbata. Dia berusaha mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di dalam ruangan itu.“Seharusnya, aku yang bertanya padamu! Kenapa kau lakukan ini padaku, Hah!” Bryan mengguncang tubuh Anara dengan kuat, membuat gadis itu semakin bingung. Jordan yang mendengar ribut-ribut, pun bangun dan tersenyum ke arah Bryan.“Kau sudah datang! Pacarmu, sangat nikmat kawan!” Ditepuknya pundak Jorda