Di atas motor, Anara kembali ke kenangan beberapa tahun lalu, saat dirinya masih dekat dengan Bara. Dulu, cowok itu selalu memprioritaskan dirinya. Selalu ada, kapanpun Anara butuh. Dia tidak pernah protes ataupun marah, tidak pernah sekalipun! Anara merasa sangat berdosa sudah melukai cowok sebaik Bara.
Mengingat hal itu, mata Anara sedikit berembun. Di peluknya pinggang cowok itu, dari belakang, dan menyandarkan kepalanya, pada punggung kekar itu, sebagai ungkapan rasa bersalah di hatinya.
Mereka memilih restoran cepat saji, berlogo gambar orang tua, yang terkenal dengan ayam goreng nya itu. Setelah memesan dan duduk, mereka menikmati makan siang yang terlambat itu dengan sesekali di iringi canda tawa, mengenang masa-masa indah dulu.
“An!” seru Bara, sambil tetap mengunyah makanan di dalam mulutnya.
“Hmm!” sahut Anara, dengan mulut penuh ayam.
“Lo, harus jujur sama gua, kalo lo, mau gua bantu lo, secara maksimal. Lo ngerti, kan! Maksud gue.” Bara menatap Anara, yang tiba-tiba kesulitan menelan makanan di mulutnya. Bara menyodorkan air cola pada gadis itu.
Setelah meminum cola nya sampai tandas, Anara meletakkan ayam yang tadi dipegangnya. Membersihkan tangan dengan tissue, lalu menatap Bara intens.
“Gua gak bisa cerita sama lo, Bara! Setidak nya, secara langsung!” ucap Anara dengan mimik wajah serius.
“Apa sesulit itu? Sama gua?” Bara sedikit tersinggung.
“Bukan! Bukan karena lo! Tapi karna gua! Gua malu!” akhirnya Anara membuat pengakuan. Dia takut, Bara akan berubah fikiran dan tidak mau membantunya. Kalau sudah begitu, Anara sudah tidak punya harapan untuk membereskan masalah itu.
“Oke! Tapi lo bisa kan, kirim video itu ke gua!” mata Anara hampir keluar dari tempatnya, saat mendengar permintaan sahabatnya itu. Tapi kemudian, gadis itu mengangguk, ragu. Bara tersenyum puas, melihat Anara bisa diajak kerja sama.
Selesai makan, Bara mengantar Anara pulang, dan disambut dengan suka cita oleh Bi Surti, yang sangat menyukai Bara. Dulu Bi Surti juga berharap kalau nona mudanya itu, mendapatkan Bara sebagai pasangannya.
“Ayo, Den Bara, masuk dulu!” ucap Bi Surti melambaikan tangan, ke arah cowok yang masih nangkring di motornya itu, agar masuk ke dalam rumah. Bara yang merasa tidak enak, lalu mematikan mesin motor dan mengikuti langkah Anara masuk ke dalam rumah.
“Silahkan duduk, Den! Bibi buatkan minum, ya!” Bi Surti sudah langsung ngeloyor ke dapur, meninggalkan Bara dan Anara di sofa ruang tamu yang luas itu. Anara pun meminta izin untuk berganti pakaian sebentar.
Tak berapa lama Bi Surti datang dan menyuguhkan minuman dingin, serta camilan. Kepala Bi Surti celingak-celinguk mencari keberadaan nona mudanya.
“Kenapa, Bi?” Bara merasa heran melihat sikap Bi Suti.
“Ssstt! Jangan keras-keras, Den! Nanti Non Anara dengar, Bibi bisa kena marah!” Bi Surti menempelkan telunjuk di bibirnya, meminta agar Bara tidak bersuara dengan keras.
Setelah kembali memeriksa, Bi Surti pun mendekat ke Bara dan berbisik,” Non, Anara sekarang jauh berubah. Kerjaannya tiap hari mabuk dan pulang pagi. Malah kadang, tidak pulang sama sekali, Den! Bibi, khawatir!” Bara sedikit terkejut mendengar penuturan asisten rumah tangga itu.
“Terus, Non Anara sekarang punya pacar, tapi Bibi gak suka lihat pacar Non Anara.” Dia kembali melanjutkan.
“Pacar Non Anara, kelihatan, bukan cowok baik-baik! Pakai anting dan tato juga. Pokoknya Bibi enggak suka! Den Bara harus nasehati Non Anara. Ya! Bibi mohon, den!” wanita yang sudah berusia lanjut itu, tampak memelas saat menceritakan perihal Anara pada Bara. Dia berharap Bara bisa membantu Anara kembali menjadi Anara yang dulu. Anara yang baik dan lembut, tidak seperti sekarang. Kasar dan murung.
“Bara, akan coba Bi!” akhirnya cowok itu menyanggupi permintaan, wanita sepuh di depannya.
“Kalian membicarakan apa?” Anara tiba-tiba saja sudah muncul dengan terusan berbahan kaos selutut, dan rambut di sanggul ke atas.
“Eh, enggak kok, Non! Enggak sedang ngomongin apa-apa!” Bi Surti menjawab gugup, dengan kepala tertunduk.
“gua nanya, apa lo udah punya pacar!” Bara mencari alasan, agar Bi Surti tidak disalahkan. Anara hanya terkikik kecil. Bi Surti langsung pamit, saat melihat kesempatan, untuk menjauh dari sana. Dia takut kena omelan majikannya.
“gua udah punya pacar, tapi saat ini sedang break!” sahut Anara menjawab pertanyaan Bara tadi! Lagian, lo nanya nya sama Bi Surti, mana tahu dia!” Anara terkikik geli, membayangkan Bara dan Bi Surti membahas tentang pacarnya.
“Kenapa, break?” lagi, pertanyaan itu tak bisa Anara jawab.
“Mungkin sekarang, lo belum siap buat cerita. Tapi, lo tau kan, kalau gua akan selalu ada buat lo!” Bara menggenggam tangan gadis itu dengan kedua telapak tangannya. Anara mengangguk, haru.
“Lo, yang terbaik, Bara!” ucap Anara tersenyum tulus.
“Tapi, lo tetap gak bisa buat buka hati lo untuk gua! Hehehe!” Bara tertawa garing, disusul oleh Anara.
“well, gua pamit. Salam buat Bi Surti, bilang makasih buat minumannya!” Bara pun pamit pulang, dan mereka berjanji akan bertemu lagi besok, untuk membicarakan tentang peneror itu.
***
Dddrrrtt
Sebuah pesan masuk, dari Bryan. Anara membuka pesan itu, dan membaca isinya.
[Sayang] disertai emot love dan cium.
[Ya] balas Anara.
[Irit amat hurufnya, yank!] emot menutup mulut tertawa.
[Kangen.] emot love berbaris dan wajah menangis.
[Aku juga] emot love sebiji.
[Aku tunggu di club, malam ini.] emot cium.
[Oke!]
Anara meletakkan posel ke atas nakas, dan memandang wajahnya di cermin. Gadis itu merasa heran, karena dia tidak lagi merasakan debaran jantung yang berirama saat berinteraksi dengan Bryan. Biasanya dia akan merasakan debar aneh dan desir halus saat berkirim pesan dengan Bryan. Tak jarang, dia malah senyum-senyum sendiri. Tapi, hari ini dia tidak merasakan hal itu.
Apa yang terjadi padaku? Kemana perasaan menggebu yang dulu sangat disukainya itu?
Anara menyisir rambut panjangnya yang hitam. Lalu memejamkan mata, mencari sosok Bryan, tapi malah wajah Bara yang tercetak jelas dalam khayalannya. Gadis itu menggeleng, menghapus bayang Bara dari sana.
Diambilnya kembali ponsel, dan mencari nomor Bara. Anara meminta cowok itu, untuk mengikutinya ke club, malam itu. Bara pun menyanggupi, setelah mendapatkan alamat club dari Anara, Bara meluncur kesana terlebih dahulu.
Malam itu, Anara memakai mini dress kuning gading, diatas lutut. Model lengan panjang jatuh, yang terbuka di bagian atas dan tali di pundak, dengan karet di bagian pinggang, membuat Anara tampil sangan cantik. Dia juga memoles wajahnya dengan riasan natural dan hanya sedikit memakai lipp gloss. Tak lupa farpum kesukaannya, disemprotkan ke lengan dan leher jenjangnya. Dia tersenyum melihat bayangan dirinya di cermin.
Dia turun dengan menenteng high heels di tangan, lalu menunggu taxi online langganan yang sudah di ordernya. Tak berapa lama taxi yang ditunggu, tiba. Anara masuk, setelah terlebih dahulu berpamitan pada Bi Surti.
Di dalam taxi, Anara kembali menghubungi Bara, menanyakan keberadaan cowok itu. Senyum terkembang di wajahnya, saat mendapatkan jawaban, Bara sudah berada di club yang sedang ditujunya.
Bersambung.
Mata Anara menyapu seluruh ruangan, mencari sosok bara. Terlihat sedikit senyum, yang berusaha disembunyikan gadis itu, saat melihat Bara berada di salah satu meja, sedang bersantai menikmati musik.Gadis itu kemudian mendekati Bryan, yang sedang bekerja.“Hai!” sapanya. Bryan melambaikan tangan, karena tidak sempat menjawab sapaan Anara. Dia kelihatan sangat sibuk meramu minuman untuk para pengunjung.Anara memilih duduk di tempat biasa, di pojok meja bar. Menopang dagu dan memperhatikan gerak-gerik Bryan. Sebelumnya, dia sangat menyukai kegiatan itu. Di mata nya, Bryan kelihatan sangat keren saat mengocok minuman, atau saat mencampur yang satu dengan lainnya, hingga menciptakan rasa yang berbeda, dan nikmat. Sekarang, dia malah sedikit bosan. Diliriknya Bara, cowok itu ternyata sedang memperhatikan dirinya. Walaupun tidak terlihat jelas. Diam-diam, Anara mengambil ponsel dan mengirim pesan, kepada Bara, aga
Dari salah satu dahan, lewat fentilasi udara di atas jendela, Bara bisa melihat Bryan dan dua orang temannya sedang duduk di kursi ruang tamu rumah itu dengan jelas. Di hadapan mereka ada sebuah laptop, dan minuman kaleng, serta camilan.Cowok itu, merogoh saku bagian dalam jaketnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Setelah membuat mode senyap, dia menyalakan video, merekam pembicaraan tiga orang itu.“Jadi cewek jalang itu, mutusin lo?” salah satu teman Bryan yang memakai kaos oblong hitam tertawa terbahak, setelah mendengar Bryan mengatakan Anara memutuskannya.“Diam lo! Ini semua gara-gara kegoblokan lo juga!” Bryan melempar temannya itu dengan kaleng bekas minuman.“Sudah, kalian gak perlu ribut! Biar saja cewek itu meminta mobil dan atm nya kembali. Lo, kan bisa minta lebih dari Itu, Bro!” mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan temannya b
Terkirim. Centang dua, lalu berubah menjadi biru. Anara menunggu dengan dada berdebar kencang, memperhatikan tulisan ‘mengetik' di layar ponsel. Beberapa detik berikutnya, sebuah chat masuk.[Lo kira gua bodoh.]Anara menatap Bara, kemudian memperlihatkan isi chat tadi. Cowok itu membacanya, lalu menyerahkan ponsel, kembali pada Anara.“Mereka tau, kita mau menjebak mereka!” ucap Bara, dengan pandangan menerawang jauh. Otak nya terus mencari solusi.“Lo bilang, gak bisa transfer uangnya karena jumlahnya terlalu besar. Dan nyokap bokap lo, bakalan di hubungi pihak bank jika mentransfer uang sebanyak itu.”Kembali Anara mengikuti intruksi dari cowok di depannya, dan mulai mengetik di layar ponsel.[Gua gak bisa transfer sebanyak Itu. Pihak bank akan menghubungi bokap gua kalo begitu.]terkirim, dan centang dua biru
Seorang cowok berjaket hitam, topi pet, dan kacamata hitam, juga masker, berjalan mondar-mandir di sekitar taman. Pakaian cowok itu, terlihat sedikit mencolok, untuk orang yang sedang bersantai di taman.Cowok itu, kemudian duduk di salah satu bangku taman, dan memperhatikan orang yang berlalu lalang. Pandangannya terhenti pada seorang gadis yang baru saja keluar dari dalam mobil. Membawa sebuah tas plastik hitam, dan berjalan dengan tergesa-gesa. Gadis itu kemudian melihat ke sekeliling, sebelum memasukkan tas plastik hitam yang tadi di bawanya.Setelah meletakkan tas plastik, gadis itu menggunakan ponselnya, lalu dengan cepat pergi dari tempat itu.Cowok berjaket hitam, berjalan mendekati tong sampah tempat gadis tadi memasukkan tas plastik yang di bawanya. Setelah memastikan tidak ada orang yang memperhatikan, Cowok itu segera mengambil tas itu, dan berjalan dengan cepat, menemui temannya yang sudah menunggu di sudut
“Di file lah, judulnya bali!” Jordan merasa kesal, karena Bryan terlihat sangat bodoh di matanya.“Udah gua liat goblok! Tapi kagak ada!” Bryan melempar sisa puntung rokoknya kepada Jordan, yang menangkisnya dengan bantal kursi.“Sialan lo! Kalo gua kebakar gimana, njir!” umpat cowok itu semakin geram melihat tingkah Bryan yang Bossy.“Lo liat ndiri deh! Gua males liat muka lo, dari tadi ngasih penjelasan absurd banget! Nih!” disodorkannya laptop ke arah Jordan, kemudian bangkit dari duduk, dan masuk ke bagian dalam rumah.“Mau kemana lo?” David menghembuskan asap rokok ke arah Bryan yang lewat dari hadapannya.“Mau ke toilet, ikut!”“Ogah!” David mengangkat sebelah ujung bibir, kemudian berdecih pelan.Sementara Jordan kelihatan panik, setelah mengotak at
Anara membelalakkan mata, saat bibir Bara menyentuh bibirnya. Awalnya gadis itu tidak tahu harus berbuat apa, karena kejadiannya sangat cepat. Gadis itu bahkan tidak menyadari kapan pria disampingnya bergerak, dan mengubah posisi. Kini tubuhnya berada dibawah pria itu, yang sekarang sedang menikmati ruas bibirnya dengan lembut.Akhirnya Anara pasrah dan membalas perlakuan Bara. Setidaknya dia harus berterima kasih pada pria yang sudah banyak membantunya. Lagipula tak enak jika menolak, karena dia sendiri yang memulai permainan ini tadi. Gadis itu merasa sedikit menyesal sudah menggoda Bara dengan lelucon yang salah. Sekarang dia malah terperangkap dalam gairah yang membara dari seorang Bara.Cukup lama Bara mengecap rasa manis bibirnya. Hingga pria itu kemudian menarik diri dengan nafas terengah-engah. Dipegangnya kedua pundak Anara, dengan ujung kepala saling bertemu satu sama lain. Wajah pria itu memerah, dan kedua matanya terpejam.
Menjadi cantik, kaya dan populer adalah impian setiap wanita. Dalam pandangan orang-orang, hidup seperti itu adalah suatu keberuntungan, dunia yang penuh keajaiban.Namun bagi Anara, dunia itu adalah penjara yang dingin dan gelap disaat malam. Dan menjadi neraka yang panas membakar disaat siang.Nama gadis itu Anara, Anara Carwen Sarendra. Putri tunggal Brama Sarendra, salah satu dari sepuluh orang paling berpengaruh di dunia. Kekayaannya tak dapat di hitung, belum lagi aset dan yayasan-yayasan yang di kelolanya. Membuat seorang Brama dan keluarganya, menjadi incaran para pencari berita.Seharusnya gadis itu bahagia. Seharusnya dia merasa beruntung memiliki semua yang di inginkankan nya, dalam hidup. Kenyataannya, Anara merasa kesepian. Dia bahkan harus membuat janji terlebih dahulu jika ingin bertemu dengan kedua orangtuanya.Tragis, bukan?Begitulah kehidupan seorang Anar
Semenjak kejadian malam itu, Anara dan Bryan menjadi dekat. Bahkan setelah satu bulan, mereka resmi menjadi pasangan kekasih. Hari-hari, sekarang terasa sangat menyenangkan. Bryan mampu memberikan semua perhatian yang tidak pernah Anara dapatkan sebelumnya. Memperlakukannya bak seorang putri yang harus mendapatkan semua yang di inginkan.Bryan memang bukan dari kalangan orang berada, dan keyakinan mereka juga berbeda. Tapi bagi Anara, itu bukan suatu hambatan. Bukankah cinta memiliki kekuatan yang hebat?“Non Anara, ada tamu untuk Nona!” suara Bi Surti asisten rumah tangga di rumah Anara, membuyarkan khayalannya pagi itu. Mencatut wajah di cermin, lalu menyemprotkan sedikit parfum ke pergelangan tangan juga leher, kembali memandang cermin, dan tersenyum. Sempurna!Bergegas, gadis itu turun, menemui tamu yang sudah bisa ditebak. Siapa lagi, kalau bukan Bryan. Kekasihnya.“Kita berang