Semenjak kejadian malam itu, Anara dan Bryan menjadi dekat. Bahkan setelah satu bulan, mereka resmi menjadi pasangan kekasih. Hari-hari, sekarang terasa sangat menyenangkan. Bryan mampu memberikan semua perhatian yang tidak pernah Anara dapatkan sebelumnya. Memperlakukannya bak seorang putri yang harus mendapatkan semua yang di inginkan.
Bryan memang bukan dari kalangan orang berada, dan keyakinan mereka juga berbeda. Tapi bagi Anara, itu bukan suatu hambatan. Bukankah cinta memiliki kekuatan yang hebat?
“Non Anara, ada tamu untuk Nona!” suara Bi Surti asisten rumah tangga di rumah Anara, membuyarkan khayalannya pagi itu. Mencatut wajah di cermin, lalu menyemprotkan sedikit parfum ke pergelangan tangan juga leher, kembali memandang cermin, dan tersenyum. Sempurna!
Bergegas, gadis itu turun, menemui tamu yang sudah bisa ditebak. Siapa lagi, kalau bukan Bryan. Kekasihnya.
“Kita berangkat?” ucap Bryan dengan senyum dikulum. Gadis itu mengangguk.
“Kita mau kemana?” digandengnya lengan kekar itu menuju mobil yang terparkir di luar. Mobil Anara! Memang, dia membiarkan kekasihnya membawa salah satu mobil miliknya, agar lebih gampang untuk datang menjemput dan mengantarkannya. Lagipula akan terasa memalukan jika kekasih seorang Anara carwen, tidak memiliki mobil. Apa kata teman-temannya nanti.
“Ke sebuah tempat yang bakalan kamu kenang selamanya.” Bisik Bryan di telinga gadis itu, membuat bulu-bulu halus di sekitar lehernya mulai meremang. Dicubitnya pinggang cowok yang telah merebut hatinya itu, dan merebahkan kepala di lengan kekarnya.
“Iya tapi kemana?”di ulanginya pertanyaan yang sama, setelah duduk dengan nyaman di dalam mobil.
“Jimbaran, Bali!” bola mata Anara membulat sempurna, mendengar kata Bali. Gadis itu menoleh ke arah Bryan yang kelihatan tenang-tenang saja, dibelakang setir.
“Kamu gak lagi bercanda, kan, Bi?” cowok itu malah senyam-senyum penuh arti. Membuat jantung Anara berdetak lebih kencang daripada sebelumnya.
“Kamu gak usah khawatir, kali ini aku yang traktir. Aku baru gajian.” Dikedipkannya sebelah mata ke arah gadis itu, tapi Anara langsung merengut marah. Dia tak suka jika kekasihnya menyebut-nyebut soal materi. Anara tak pernah meminta apapun dari cowok itu. Anara hanya mau Bryan, dan semua pesona yang ada pada dirinya.
“Kenapa?” Bryan terkekeh melihat ekspresi wajah Anara yang ditekuk, dengan bibir mengerucut. Dipalingkannya wajah, memandang ke arah lain. Merajuk!
“Iya deh, honey, sayang! Aku minta maaf. Tadi aku keceplosan. Maaf ya!” Cowok itu mengelus pipi Anara, menyebabkan sensasi aneh itu datang lagi. Anara perhatikan wajah tampan itu, lalu senyum kembali merekah di wajahnya. Tapi otak gadis itu masih tidak bisa berhenti memikirkan alasan Bryan mengajaknya ke Jimbaran. Dengan mengendarai mobil, pula! Kenapa tidak naik pesawat saja, lebih cepat dan tidak tidak ribet.
“Aku hanya ingin menghabiskan waktuku bersamamu.” Bryan seolah bisa membaca fikirannya. menciptakan semburat merah, dan lekung di wajah yang berusaha disembunyikannya.
“Kita jemput teman-temanku dulu, oke!” Bryan mengecup punggung tangan gadis itu, dengan satu tangan, sementara tangan satunya memegang kendali setir.
“Teman?” kening Anara berkerut. Refleks menarik kembali tangan yang masih berada dalam genggaman cowok sejuta pesona itu.
“Iya, aku akan mengenalkanmu pada teman-temanku. Kamu pasti menyukai mereka.” Cowok itu sangat bersemangat. Terlalu bersemangat bahkan, sampai tidak menyadari perubahan yang terjadi pada diri gadis itu. Tiba-tiba saja Anara ingin pulang.
***
Gadis dengan pakaian dress mini, warna maroon motif bunga itu, keluar dari dalam mobil, setelah Bryan mematikan mesin. Dijejerinya langkah cowok berpakaian casual itu, masuk ke dalam sebuah cafe kecil, dekat pom bensin.
Tempat ini lebih mirip rest area, daripada sebuah cafe. Dia memutar bola mata. Malas.
Seorang pelayan, segera menyambut kedatangan mereka dan menyodorkan buku menu, sesaat telelah Anara menjatuhkan bokong di kursi. Bryan menerima buku menu dari tangan pelayan, dan memesan. Dia lalu menyamakan pesanan dengan cowok itu, untuk menghemat waktu. Sejujurnya, gadis itu paling benci berbaur dan berbasa-basi.
Dua orang cowok dan tiga orang cewek, kini menatap Anara penuh rasa ingin tahu. Membuat gadis itu merasa jengah diperlakukan seperti itu.
“Hi, gaes! Udah lama?” Bryan membuka percakapan dan melakukan tos ala pria, lalu cipika cipiki dengan teman ceweknya. Hei! Yang benar saja! Anara merasa cemburu, tapi berusaha untuk maklum. Siapa tahu mereka sangat akrab, layaknya saudara, mungkin?
Well, dia sendiri tidak yakin!
Diedarkan pandangannya ke sekeliling, menghindari tatapan buas teman cowok Bryan. Mereka layaknya segerombolan serigala yang siap menelan Anara hidup-hidup, kapan saja. Gadis itu sedikit melirik dengan ekor mata, dan ketahuan oleh cowok di seberang meja, yang juga tengah menatapnya intens. Cepat-cepat dia mengalihkan pandangan kembali, mengikuti aktifitas pelayan cafe yang sibuk hilir mudik, melayani pelanggan.
“Kenalkan, ini Anara. Kekasihku.” Ucap Bryan mengenalkan, pada teman-temannya, yang disambut oleh suitan para cowok, dan lambaian tangan oleh cewek. Mereka menyebut nama masing-masing.
David, cowok yang tadi menatap dengan intens, postur tubuh sempurna, dengan dada dan dagu di hiasi rambut-rambut halus, membuat dia terlihat macho. Dia memakai kaos boxer gombrong dan celana jeans belel.
Jordan, sepertinya lebih pendiam, dan dingin. Kata-katanya juga datar dan tanpa ekspresi, terkesan kasar. Wajah tampan dan fashionable menjadi nilai plus untuknya.
Cindi, cewek berambut pirang, dengan dada besar dan seksi membuat dia menjadi bahan tontonan para pria. Suaranya juga agak serak menambah kesan binal pada dirinya.
Manda, wajahnya seperti malaikat. Cantik tanpa polesan. Kulitnya semulus porselen dengan gaya berpakaian feminim. Menjadikannya wanita anggun dan terlihat berkelas. Setidaknya, Anara tidak perlu malu, jika berjalan bersisian dengannya.
Terakhir, ada Angel. Cewek ini sangat seksi dengan tubuh proporsial, padat dan berisi. Rambut hitam panjangnya menambah kecantikan cewek itu. Tapi Anara tidak menyukai caranya berbicara pada Bryan, kekasihnya. Dia terlalu manja.
Anara mengangkat tangan sebatas telinga, sedikit melambai, lalu tersenyum kaku. “Hi!” gadis itu menyapa. Ini kali pertama dia dihadapkan pada situasi tidak menyenangkan seperti ini. Tanpa sadar, Anara menghela nafas panjang, dan berusaha menghabiskan minuman yang dipesan walaupun sangat sulit. Setelah menghabiskan makanan, mereka membayar dan keluar, menuju sebuah swalayan tak jauh dari sana. Cukup berjalan kaki sekitar lima puluh meter.
Untuk perjalanan jauh seperti ini, mereka memang membutuhkan beberapa barang-barang penting, seperti, obat-obatan, dan makanan. Selesai berbelanja mereka berangkat dengan dua mobil. Anara, Bryan, dan Angel harus berada di satu mobil. Sedangkan yang lainnya, memilih menumpang di mobil jip milik David. Gadis itu sungguh kesal, tapi tak dapat berbuat apa-apa.
Anara harus kembali merasa kesal, saat Bryan memintanya, untuk duduk di belakang, menemani Angel, dengan alasan agar mereka semakin akrab. Terpaksa gadis itu menurut dan pindah ke samping cewek, yang tersenyum penuh arti padanya. Dia lalu menghempaskan tubuh dengan kasar, ke jok mobil, lalu memasang earphone. Mendengarkan lagu-lagu yang yang diminati, hingga tertidur. Masa bodoh dengan mereka.
Anara memicingkan mata saat mobil menyusuri jalan, masuk tol Jakarta, lalu kembali tidur. Masuk tol Cikampek, Cikopo sampai Palimanan. Lalu ke pelabuhan Ketapang, menyeberang ke pelabuhan Gilimanuk.
Dia hanya makan dan minum sekedarnya saja, dan menghabiskan waktu sekitar 24 jam berkendara, hanya dengan tidur, membuat mood gadis itu, benar-benar hancur.Tapi Bryan dan teman-temannya tampak masih segar bugar. Mungkin mereka sudah terbiasa melakukan perjalanan seperti ini. Ah, sial! Anara merasa seperti di permainkan!
***
Sebuah villa di atas bukit di kawasan Jimbaran, Nusa dua, Bali. Menghadap langsung ke arah tanjung Benoa. Villa yang mengusung konsep mediterania ini, memiliki pemandangan yang sangat indah.
Tak butuh waktu lama, saat check in, karena Bryan ternyata sudah memesan tempat disini jauh-jauh hari. Kali ini, pilihan Bryan tidak mengecewakan. Setelahnya, Anara, Bryan, dan teman-temannya berpisah, menuju kamar masing-masing.
Bryan membuka pintu kamar, dan mempersilahkan untuk masuk, dengan gaya khas pelayan di jaman kerajaan, membuat bibir Anara tak bisa menahan senyum. Diletakkannya tas tangan di sembarang tempat, karena mata gadis itu terpaku pada tontonan menakjubkan yang terpampang dengan jelas dari ruang tamu villa.
Memandang laut, dari atas bukit ternyata sangat manakjubkan. Gadis itu membuka pintu sliding lebar-lebar, menghilangkan satu-satunya sekat antara ruang tamu dan kolam renang di bagian belakang villa.
Mengangkat kedua tangan ke atas, dan meregangkannya. Menghirup udara, sebanyak-banyaknya, sambil memejamkan kedua mata. Sangat menyegarkan.
Dalam posisi seperti itu, Bryan datang, dan memeluk pinggang ramping Anara dari belakang. Menyapu leher dengan nafasnya yang hangat, menciptakan desir dalam dada. Jantung memompa lebih cepat, dan wajah gadis itu, terasa memanas. Tiba-tiba saja dia merasa gerah.
Pelan, bibir Bryan sudah menempel disana. Sedikit menyesap, menimbulkan rasa geli dan menyengat. Tubuh Anara kaku. Makin lama, sesapan dan gigitannya semakin kuat, hingga mata gadis itu mulai sayu, kemudian terpejam menikmati permainan Bryan. Tangan kekar cowok itu sekarang sudah menyusup masuk kedalam blouse Anara, dan meremas benda kenyal di dalam sana. Hampir saja gadis itu mendesah, saat suara bel tiba-tiba berbunyi. Bryan menghentikan aksinya, dan berjalan menuju pintu, dengan Anara yang mengekor dari belakang. Lewat intercom, Anara melihat wajah orang yang tadi membunyikan bel.
Angel? Mau apa cewek itu kemari?
Bersambung
Suara bel terdengar, membuat Bryan menghentikan aksinya, dan berjalan menuju pintu, dengan Anara yang mengekor dari belakang. Lewat intercom, gadis itu melihat wajah orang yang tadi membunyikan bel.Angel? Mau apa cewek itu kemari?Saat pintu terbuka, tiba-tiba saja Angel menubruk Bryan, dengan wajah penuh air mata. Kedua lengannya melingkar di pinggang cowok, yang sudah resmi menjadi kekasih Anara itu, seraya membenamkan wajah di dada bidangnya, dan menangis disana.“Hei! Apa-apaan –“ merasa tak terima dengan sikap Angel, Anara bermaksud menariknya, agar melepaskan pelukan terhadap Bryan. Tapi reaksi cowok itu, malah membuat amarah gadis itu memuncak.“Sstt!” Bryan memberi isyarat padanya dengan jari telunjuk di depan bibir, untuk diam. Kemudian tangan itu melambai, menyuruh agar gadis itu sedikit menjauh. Benar-benar memuakkan. Cowok yang selama ini d
Anara merasakan sebuah pergerakan disamping tubuhnya. Dia yang masih belum sepenuhnya sadar, mencoba untuk tetap berpura-pura pingsan. Kembali dia merasakan sentuhan halus di kaki, merambat ke paha. Refleks gadis itu bergerak, menghindar, saat merasakan ada tangan yang meraba bagian bawah tubuhnya.Mencoba untuk membuka mata, dan sangat terkejut melihat Jordan berada disana. Anara berusaha untuk bangkit tapi rasa pusing masih menyerang, hingga dia kembali terjatuh ke atas tempat tidur. Jordan yang melihat Anara sudah sadar, langsung terkekeh dan mendekatkan wajahnya.“Kau, sudah sadar sayang? Apa, sekarang kita sudah bisa mulai bermain-main?” ucapnya dengan seringai menakutkan. Anara bergidik ngeri dan beringsut ke sudut tempat tidur. Mata gadis itu menatap sekeliling ruangan, tidak ada siapapun disana, kecuali dirinya dan Jordan. Anara merasakan ada keanehan.Melihat wajah Anara yang kebingungan, Jordan pun
“Apa-apaan, ini!”Anara memicingkan mata, mencoba mengumpulkan kesadarannya, saat melihat Bryan berdiri di sisi temoat tidur, dengan wajah merah padam.“Bry- an?” Anara tampak gugup, dan sedikit bingung. Gadis itu bangkit dan berusaha untuk duduk, tapi kemudia dia sangat terkejut mendapati dirinya dalam keadaan telanjang dan Jordan yang tertidur pulas di sampingnya, juga dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.“Apa, yang terjadi?” ucap Anara terbata. Dia berusaha mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di dalam ruangan itu.“Seharusnya, aku yang bertanya padamu! Kenapa kau lakukan ini padaku, Hah!” Bryan mengguncang tubuh Anara dengan kuat, membuat gadis itu semakin bingung. Jordan yang mendengar ribut-ribut, pun bangun dan tersenyum ke arah Bryan.“Kau sudah datang! Pacarmu, sangat nikmat kawan!” Ditepuknya pundak Jorda
Anara mengirimkan sejumlah uang yang diminta peneror itu, ke nomor rekening yang sudah di kirimkan sebelumnya, melalui pesan chat.Ada niat, untuk mengecek, pemilik rekening itu, ke bank, tapi urung dilakukannya. Karena sudah tentu pihak Bank tidak akan semudah itu memberikan informasi bersifat pribadi, nasabahnya kepada pihak luar. Jikapun memungkinkan, Anara harus membawa bukti, kasus penipuan atau penyalahgunaan nomor rekening, pada pihak Bank. Tentu saja, hal itu tak bisa dilakukan nya.Gak mungkin kan, aku kasih lihat bukti video ini pada pihak berwajib, untuk mendapatkan surat rekomendasi, agar pihak Bank memberikan data itu padanya?“Arrggghh!” Anara mengacak rambutnya, frustasi. Beberapa saat lamanya, dia hanya duduk mematung di lantai kamarnya yang dialasi permadani berwarna merah muda, memikirkan langkah apa yang harus di lakukannya.Seperti mendapat sebuah ide
Di atas motor, Anara kembali ke kenangan beberapa tahun lalu, saat dirinya masih dekat dengan Bara. Dulu, cowok itu selalu memprioritaskan dirinya. Selalu ada, kapanpun Anara butuh. Dia tidak pernah protes ataupun marah, tidak pernah sekalipun! Anara merasa sangat berdosa sudah melukai cowok sebaik Bara.Mengingat hal itu, mata Anara sedikit berembun. Di peluknya pinggang cowok itu, dari belakang, dan menyandarkan kepalanya, pada punggung kekar itu, sebagai ungkapan rasa bersalah di hatinya.Mereka memilih restoran cepat saji, berlogo gambar orang tua, yang terkenal dengan ayam goreng nya itu. Setelah memesan dan duduk, mereka menikmati makan siang yang terlambat itu dengan sesekali di iringi canda tawa, mengenang masa-masa indah dulu.“An!” seru Bara, sambil tetap mengunyah makanan di dalam mulutnya.“Hmm!” sahut Anara, dengan mulut penuh ayam.
Mata Anara menyapu seluruh ruangan, mencari sosok bara. Terlihat sedikit senyum, yang berusaha disembunyikan gadis itu, saat melihat Bara berada di salah satu meja, sedang bersantai menikmati musik.Gadis itu kemudian mendekati Bryan, yang sedang bekerja.“Hai!” sapanya. Bryan melambaikan tangan, karena tidak sempat menjawab sapaan Anara. Dia kelihatan sangat sibuk meramu minuman untuk para pengunjung.Anara memilih duduk di tempat biasa, di pojok meja bar. Menopang dagu dan memperhatikan gerak-gerik Bryan. Sebelumnya, dia sangat menyukai kegiatan itu. Di mata nya, Bryan kelihatan sangat keren saat mengocok minuman, atau saat mencampur yang satu dengan lainnya, hingga menciptakan rasa yang berbeda, dan nikmat. Sekarang, dia malah sedikit bosan. Diliriknya Bara, cowok itu ternyata sedang memperhatikan dirinya. Walaupun tidak terlihat jelas. Diam-diam, Anara mengambil ponsel dan mengirim pesan, kepada Bara, aga
Dari salah satu dahan, lewat fentilasi udara di atas jendela, Bara bisa melihat Bryan dan dua orang temannya sedang duduk di kursi ruang tamu rumah itu dengan jelas. Di hadapan mereka ada sebuah laptop, dan minuman kaleng, serta camilan.Cowok itu, merogoh saku bagian dalam jaketnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Setelah membuat mode senyap, dia menyalakan video, merekam pembicaraan tiga orang itu.“Jadi cewek jalang itu, mutusin lo?” salah satu teman Bryan yang memakai kaos oblong hitam tertawa terbahak, setelah mendengar Bryan mengatakan Anara memutuskannya.“Diam lo! Ini semua gara-gara kegoblokan lo juga!” Bryan melempar temannya itu dengan kaleng bekas minuman.“Sudah, kalian gak perlu ribut! Biar saja cewek itu meminta mobil dan atm nya kembali. Lo, kan bisa minta lebih dari Itu, Bro!” mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan temannya b
Terkirim. Centang dua, lalu berubah menjadi biru. Anara menunggu dengan dada berdebar kencang, memperhatikan tulisan ‘mengetik' di layar ponsel. Beberapa detik berikutnya, sebuah chat masuk.[Lo kira gua bodoh.]Anara menatap Bara, kemudian memperlihatkan isi chat tadi. Cowok itu membacanya, lalu menyerahkan ponsel, kembali pada Anara.“Mereka tau, kita mau menjebak mereka!” ucap Bara, dengan pandangan menerawang jauh. Otak nya terus mencari solusi.“Lo bilang, gak bisa transfer uangnya karena jumlahnya terlalu besar. Dan nyokap bokap lo, bakalan di hubungi pihak bank jika mentransfer uang sebanyak itu.”Kembali Anara mengikuti intruksi dari cowok di depannya, dan mulai mengetik di layar ponsel.[Gua gak bisa transfer sebanyak Itu. Pihak bank akan menghubungi bokap gua kalo begitu.]terkirim, dan centang dua biru