Suara bel terdengar, membuat Bryan menghentikan aksinya, dan berjalan menuju pintu, dengan Anara yang mengekor dari belakang. Lewat intercom, gadis itu melihat wajah orang yang tadi membunyikan bel.
Angel? Mau apa cewek itu kemari?
Saat pintu terbuka, tiba-tiba saja Angel menubruk Bryan, dengan wajah penuh air mata. Kedua lengannya melingkar di pinggang cowok, yang sudah resmi menjadi kekasih Anara itu, seraya membenamkan wajah di dada bidangnya, dan menangis disana.
“Hei! Apa-apaan –“ merasa tak terima dengan sikap Angel, Anara bermaksud menariknya, agar melepaskan pelukan terhadap Bryan. Tapi reaksi cowok itu, malah membuat amarah gadis itu memuncak.
“Sstt!” Bryan memberi isyarat padanya dengan jari telunjuk di depan bibir, untuk diam. Kemudian tangan itu melambai, menyuruh agar gadis itu sedikit menjauh. Benar-benar memuakkan. Cowok yang selama ini dia puja, berubah menjadi sosok yang sangat menyebalkan saat ini.
Anara menyambar tas tangan, dan keluar dari neraka itu. Mengambil mobil dan mengendarainya tak tentu arah. Terlihat dari kaca spion, jip milik david mengejar dari belakang. Berkali-kali mobil itu membunyikan klakson, agar Anara menepi. Tapi dia abaikan!
Memangnya, siapa mereka, berani memperlakukanku begini?
Mobil jip itu, akhirnya bisa menyalip, setelah melewati rute yang panjang, dan saling kejar-kejaran, dengan mobil yang dikendarainya Anara memarkir mobil di pinggir jalan yang sepi, lalu keluar. Bukan Bryan, tapi David yang mengejar. Brengsek! Kemana cowok itu? Padahal tadi, gadis itu sempat berfikir, Bryan memakai jip David, untuk menyusul. Tapi ternyata, tidak!
Kedua tangan Anara bersilang di depan dada, lalu bersandar pada body mobil.
“Ada apa?” raut wajah Anara terlihat datar.
“Aku hanya melihatmu mengendarai mobil dengan ceroboh. Jadi kufikir, pasti ada sesuatu.” Gadis itu mengalihkan pandangan ke arah lain, dengan bibir sedikit, terangkat miring, dia berdecih.
Menyetir dengan bodoh, katanya? Pintar sekali dia Mencari Alasan.
“Aku hanya iseng. Tidak ada apa-apa, jangan khawatir.” diturunkannya tangan, dan bermaksud membuka pintu mobil, saat tangan David mencekal pergelangan tangan gadis itu dengan kasar.
“Apa-apaan kau!” ditepisnya tangan kekar berbulu itu, dan segera berbalik, masuk kedalam mobil, dan menghidupkan mesin. Tapi Anara masih sempat melihat seringai menakutkan di wajahnya, dari sudut mata, sebelum kemudian mobil kembali melaju di jalan raya.
Apa ini, yang dikatakan Bryan dengan teman-teman yang baik? Yang asik? Bulshitt!
***
Handpone di dalam tas kembali berdering. Ini sudah yang ke sembilan kali. Enggan, Anara mengangkat panggilan ke sepuluh. Suara bariton Bryan terdengar di seberang sana, menanyakan keberadaan gadis ith sekarang. Dia memberitahu, sedang berada dekat pantai Jimbaran. Tepatnya di sebuah resto masakan laut, terkenal di sini. Resto Bintang Laut, nama yang sempat di bacanya di famplet bagian depan bangunan.
Anara memutuskan panggilan telepon, setelah memberitahu tempat dan nama resto, dimana dia saat ini berada. Tak sampai 20 menit Bryan datang dengan taxi. Cowok itu langsung memeluk, dan meminta maaf karena tadi telah bersikap tidak sopan.
“Maafkan aku sayang. Aku tidak bermaksud untuk mengabaikanmu, tapi tadi benar-benar ada keadaan yang mendesak.” Gadis itu mengernyitkan dahi mencoba mencerna maksud ucapan kekasihnya.
“Kau tahu, seseorang berusaha untuk melecehkan Angel, sewaktu dia pergi berjalan-jalan di sekitar Villa.” Wajah Anara kembali menegang mendengar Bryan mengucapkan kata Angel. Melihat reaksi gadisnya, buru-buru Bryan kembali meminta maaf.
“Aku minta maaf! Sungguh! Aku berjanji tidak akan mengungkit, nama Angel lagi selama kita bersama.” Bryan menggenggam kedua tangan kekasihnya, dan menatap wajah gadis ity lekat-lekat, seolah berusaha meyakinkan, bahwa apa yang baru saja di diucapkannya tadi, benar-benar keluar dari lubuk hati yang paling dalam.
Anara menganggukkan kepala, mencoba menerima permintaan maaf cowok itu. Walau hati masih merasa sakit, tapi harus diakui kalau Anara masih menyayanginya. Setelah makan malam romantis yang tidak direncanakan, mereka pulang ke kamar hotel, saat waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Suasana agak sepi malam itu, saat mereka melangkah masuk ke dalam kamar. Anara mencari sakelar lampu, dan, tak!, lampu menyala. Tapi yang membuat gadis itu terkejut adalah dekorasi kamar yang ditata sangat indah. Bunga mawar memenuhi ranjang dengan bentuk hati. Nakas disamping tempat tidur berisi sebuket bunga segar yang sangat cantik. Anara mendekat dan mencium aroma bunga yang sangat khas. Sungguh, dia sangat bahagia malam ini. Bryan benar-benar bisa membuatnya melupakan kejadian tadi sore yang menyebalkan. Lalu di atas meja, sudah ada sebotol anggur juga dua buah gelas, dan beberapa jenis buah. Ini sempurna!
Mata gadis itu berbinar melihat kejutan yang diberikan Bryan. “Apa kau bahagia?” ucap Bryan, yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Anara, dengan senyum menghias wajah, yang belum mandi sejak kedatangan kami sore tadi. Seketika dia menutup mulut, karena membayangkan tubuhnya yang bau keringat.
“Kau, kenapa?” tanya Bryan yang heran melihat tingkah kekasihnya yang aneh.
“Aku belum mandi.” Ucap Anara malu-malu.
“Kau tetap terlihat sangat cantik, walaupun belum mandi.” Bryan menaikkan kedua alisnya, dengan senyum menggoda. Cowok itu mendekat, dan melingkarkan tangannya di Pinggang Anara. Menarik tubuh gadis itu lebih rapat padanya. Kini gadis itu bisa mendengar desahan nafas berat Bryan. Matanya seketika terpejam saat bibir Bryan mulai menyentuh bibirnya, basah dan hangat.
Anara hampir kehabisan nafas dan mendorong pelan tubuh Bryan, agar ciuman mereka terhenti. “Kau sangat nakal.” Ucap Anara manja, memukul pelan dada penuh otot itu. Bryan hanya tersenyum, tapi tangannya mulai membuka kancing baju gadis di depannya satu persatu. Sementara bibirnya sudah kembali melumat bibir itu dengan ganas, dan menyesapnya dengan kuat. Tubuh gadis itu mundur perlahan, karena tak sanggup menahan desakan tubuh Bryan yang sudah mulai liar, hingga kaki kecilnya terantuk sisi tempat tidur dan jatuh terduduk.
Bryan tidak melepaskannya begitu saja. Tangan kekar itu kini merengkuh leher jenjang Anara, agar tak keluar dari permainan. Tubuhnya terus saja mendesak, hingga kini Anara terbaring dalam keadaan terlentang. Bryan kemudian membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya, dengan buru-buru, dan langsung naik ke atas tubuh Anara yang sudah mulai terhanyut.
Menemukan benda ranum yang menonjol sempurna disana, Bryan lalu menyesapnya dengan lahap, seolah sedang menyesap es krim.
Ugh! Ini hebat! Sangat nikmat!
Anara mengelus rambut Bryan dan sedikit menekan kepala itu, saat rasa nikmat mulai memuncak.
“Ough!” dia mulai meracau.
Bryan sangat menikmati benda ranum itu, bergantian. Kini dia menjilati ujung satunya, seperti anak kecil menjilat permen loly, kadang di emut dan digigit-gigit kecil, membuat gadis itu menjerit tertahan, karena rasa kesetrum yang ditimbulkannya sampai ke bagian inti tubuhnya.
Kepala itu, sekarang mulai turun ke perut, dan pusar. Mencium dan menyesap setiap inci tubuh Anara yang putih bagai porselen, membuat tubuhnya bergerak kesana kemari, seperti cacing kepanasan. Lalu Anara merasakan sapuan di bagian bawah tubuhnya. Seketika seluruh otot tubuhnya menegang. Lidah Bryan sudah bermain disana, membuat inti tubuh gadis itu, berkedut semakin cepat. Tak berhenti disana, sekarang, lidah Cowok itu mulai memasuki rongga, yang telah basah sejak tadi.
“Bi, kau sungguh, ough! Aku, hmft ..! Aku –“
Teeettttt
Suara bel di pintu, kembali terdengar. Membuyarkan semua aktifitas dan kenikmatan yang hampir saja berhasil direguknya.
Bryan masih berada di bagian bawah tubuh Anara. Mendongakkan kepala, dengan raut wajah kesal, menatap ke arahnya, seolah bertanya, siapa? Gadis itu mengangkat bahu, lalu duduk dan mengumpulkan baju, yang berserakan di lantai. Bel kembali berbunyi, Anara memberi isyarat agar Bryan memakai celana piyama saja, sementara dirinya, dengan perasaan dongkol melangkah ke kamar mandi, setelah terlebih dahulu mengambil baju ganti.
Tak berapa lama, gadis itu mendengar ramai suara di dalam kamar. Itu pasti teman-teman Bryan.
Tak bisakah mereka memberi privasi?
Diguyur nya tubuh dengan air dari shower, saat terdengar ketukan di pintu kamar mandi.
“Kenapa, Bi? Apa kau butuh sesuatu? Sebentar lagi, aku akan selesai!” gadis itu bersuara, tapi tak ada jawaban. Karena merasa penasaran, dia membuka sedikit pintu kamar mandi, lalu sebuah tangan membekap mulutnya, dengan sebuah saputangan. Anara menghirup bau menyengat, yang membuat kepala terasa sedikit pusing. Kemudian, dia tak ingat apa-apa lagi.
Bersambung.
Anara merasakan sebuah pergerakan disamping tubuhnya. Dia yang masih belum sepenuhnya sadar, mencoba untuk tetap berpura-pura pingsan. Kembali dia merasakan sentuhan halus di kaki, merambat ke paha. Refleks gadis itu bergerak, menghindar, saat merasakan ada tangan yang meraba bagian bawah tubuhnya.Mencoba untuk membuka mata, dan sangat terkejut melihat Jordan berada disana. Anara berusaha untuk bangkit tapi rasa pusing masih menyerang, hingga dia kembali terjatuh ke atas tempat tidur. Jordan yang melihat Anara sudah sadar, langsung terkekeh dan mendekatkan wajahnya.“Kau, sudah sadar sayang? Apa, sekarang kita sudah bisa mulai bermain-main?” ucapnya dengan seringai menakutkan. Anara bergidik ngeri dan beringsut ke sudut tempat tidur. Mata gadis itu menatap sekeliling ruangan, tidak ada siapapun disana, kecuali dirinya dan Jordan. Anara merasakan ada keanehan.Melihat wajah Anara yang kebingungan, Jordan pun
“Apa-apaan, ini!”Anara memicingkan mata, mencoba mengumpulkan kesadarannya, saat melihat Bryan berdiri di sisi temoat tidur, dengan wajah merah padam.“Bry- an?” Anara tampak gugup, dan sedikit bingung. Gadis itu bangkit dan berusaha untuk duduk, tapi kemudia dia sangat terkejut mendapati dirinya dalam keadaan telanjang dan Jordan yang tertidur pulas di sampingnya, juga dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.“Apa, yang terjadi?” ucap Anara terbata. Dia berusaha mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di dalam ruangan itu.“Seharusnya, aku yang bertanya padamu! Kenapa kau lakukan ini padaku, Hah!” Bryan mengguncang tubuh Anara dengan kuat, membuat gadis itu semakin bingung. Jordan yang mendengar ribut-ribut, pun bangun dan tersenyum ke arah Bryan.“Kau sudah datang! Pacarmu, sangat nikmat kawan!” Ditepuknya pundak Jorda
Anara mengirimkan sejumlah uang yang diminta peneror itu, ke nomor rekening yang sudah di kirimkan sebelumnya, melalui pesan chat.Ada niat, untuk mengecek, pemilik rekening itu, ke bank, tapi urung dilakukannya. Karena sudah tentu pihak Bank tidak akan semudah itu memberikan informasi bersifat pribadi, nasabahnya kepada pihak luar. Jikapun memungkinkan, Anara harus membawa bukti, kasus penipuan atau penyalahgunaan nomor rekening, pada pihak Bank. Tentu saja, hal itu tak bisa dilakukan nya.Gak mungkin kan, aku kasih lihat bukti video ini pada pihak berwajib, untuk mendapatkan surat rekomendasi, agar pihak Bank memberikan data itu padanya?“Arrggghh!” Anara mengacak rambutnya, frustasi. Beberapa saat lamanya, dia hanya duduk mematung di lantai kamarnya yang dialasi permadani berwarna merah muda, memikirkan langkah apa yang harus di lakukannya.Seperti mendapat sebuah ide
Di atas motor, Anara kembali ke kenangan beberapa tahun lalu, saat dirinya masih dekat dengan Bara. Dulu, cowok itu selalu memprioritaskan dirinya. Selalu ada, kapanpun Anara butuh. Dia tidak pernah protes ataupun marah, tidak pernah sekalipun! Anara merasa sangat berdosa sudah melukai cowok sebaik Bara.Mengingat hal itu, mata Anara sedikit berembun. Di peluknya pinggang cowok itu, dari belakang, dan menyandarkan kepalanya, pada punggung kekar itu, sebagai ungkapan rasa bersalah di hatinya.Mereka memilih restoran cepat saji, berlogo gambar orang tua, yang terkenal dengan ayam goreng nya itu. Setelah memesan dan duduk, mereka menikmati makan siang yang terlambat itu dengan sesekali di iringi canda tawa, mengenang masa-masa indah dulu.“An!” seru Bara, sambil tetap mengunyah makanan di dalam mulutnya.“Hmm!” sahut Anara, dengan mulut penuh ayam.
Mata Anara menyapu seluruh ruangan, mencari sosok bara. Terlihat sedikit senyum, yang berusaha disembunyikan gadis itu, saat melihat Bara berada di salah satu meja, sedang bersantai menikmati musik.Gadis itu kemudian mendekati Bryan, yang sedang bekerja.“Hai!” sapanya. Bryan melambaikan tangan, karena tidak sempat menjawab sapaan Anara. Dia kelihatan sangat sibuk meramu minuman untuk para pengunjung.Anara memilih duduk di tempat biasa, di pojok meja bar. Menopang dagu dan memperhatikan gerak-gerik Bryan. Sebelumnya, dia sangat menyukai kegiatan itu. Di mata nya, Bryan kelihatan sangat keren saat mengocok minuman, atau saat mencampur yang satu dengan lainnya, hingga menciptakan rasa yang berbeda, dan nikmat. Sekarang, dia malah sedikit bosan. Diliriknya Bara, cowok itu ternyata sedang memperhatikan dirinya. Walaupun tidak terlihat jelas. Diam-diam, Anara mengambil ponsel dan mengirim pesan, kepada Bara, aga
Dari salah satu dahan, lewat fentilasi udara di atas jendela, Bara bisa melihat Bryan dan dua orang temannya sedang duduk di kursi ruang tamu rumah itu dengan jelas. Di hadapan mereka ada sebuah laptop, dan minuman kaleng, serta camilan.Cowok itu, merogoh saku bagian dalam jaketnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Setelah membuat mode senyap, dia menyalakan video, merekam pembicaraan tiga orang itu.“Jadi cewek jalang itu, mutusin lo?” salah satu teman Bryan yang memakai kaos oblong hitam tertawa terbahak, setelah mendengar Bryan mengatakan Anara memutuskannya.“Diam lo! Ini semua gara-gara kegoblokan lo juga!” Bryan melempar temannya itu dengan kaleng bekas minuman.“Sudah, kalian gak perlu ribut! Biar saja cewek itu meminta mobil dan atm nya kembali. Lo, kan bisa minta lebih dari Itu, Bro!” mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan temannya b
Terkirim. Centang dua, lalu berubah menjadi biru. Anara menunggu dengan dada berdebar kencang, memperhatikan tulisan ‘mengetik' di layar ponsel. Beberapa detik berikutnya, sebuah chat masuk.[Lo kira gua bodoh.]Anara menatap Bara, kemudian memperlihatkan isi chat tadi. Cowok itu membacanya, lalu menyerahkan ponsel, kembali pada Anara.“Mereka tau, kita mau menjebak mereka!” ucap Bara, dengan pandangan menerawang jauh. Otak nya terus mencari solusi.“Lo bilang, gak bisa transfer uangnya karena jumlahnya terlalu besar. Dan nyokap bokap lo, bakalan di hubungi pihak bank jika mentransfer uang sebanyak itu.”Kembali Anara mengikuti intruksi dari cowok di depannya, dan mulai mengetik di layar ponsel.[Gua gak bisa transfer sebanyak Itu. Pihak bank akan menghubungi bokap gua kalo begitu.]terkirim, dan centang dua biru
Seorang cowok berjaket hitam, topi pet, dan kacamata hitam, juga masker, berjalan mondar-mandir di sekitar taman. Pakaian cowok itu, terlihat sedikit mencolok, untuk orang yang sedang bersantai di taman.Cowok itu, kemudian duduk di salah satu bangku taman, dan memperhatikan orang yang berlalu lalang. Pandangannya terhenti pada seorang gadis yang baru saja keluar dari dalam mobil. Membawa sebuah tas plastik hitam, dan berjalan dengan tergesa-gesa. Gadis itu kemudian melihat ke sekeliling, sebelum memasukkan tas plastik hitam yang tadi di bawanya.Setelah meletakkan tas plastik, gadis itu menggunakan ponselnya, lalu dengan cepat pergi dari tempat itu.Cowok berjaket hitam, berjalan mendekati tong sampah tempat gadis tadi memasukkan tas plastik yang di bawanya. Setelah memastikan tidak ada orang yang memperhatikan, Cowok itu segera mengambil tas itu, dan berjalan dengan cepat, menemui temannya yang sudah menunggu di sudut
Anara membelalakkan mata, saat bibir Bara menyentuh bibirnya. Awalnya gadis itu tidak tahu harus berbuat apa, karena kejadiannya sangat cepat. Gadis itu bahkan tidak menyadari kapan pria disampingnya bergerak, dan mengubah posisi. Kini tubuhnya berada dibawah pria itu, yang sekarang sedang menikmati ruas bibirnya dengan lembut.Akhirnya Anara pasrah dan membalas perlakuan Bara. Setidaknya dia harus berterima kasih pada pria yang sudah banyak membantunya. Lagipula tak enak jika menolak, karena dia sendiri yang memulai permainan ini tadi. Gadis itu merasa sedikit menyesal sudah menggoda Bara dengan lelucon yang salah. Sekarang dia malah terperangkap dalam gairah yang membara dari seorang Bara.Cukup lama Bara mengecap rasa manis bibirnya. Hingga pria itu kemudian menarik diri dengan nafas terengah-engah. Dipegangnya kedua pundak Anara, dengan ujung kepala saling bertemu satu sama lain. Wajah pria itu memerah, dan kedua matanya terpejam.
“Di file lah, judulnya bali!” Jordan merasa kesal, karena Bryan terlihat sangat bodoh di matanya.“Udah gua liat goblok! Tapi kagak ada!” Bryan melempar sisa puntung rokoknya kepada Jordan, yang menangkisnya dengan bantal kursi.“Sialan lo! Kalo gua kebakar gimana, njir!” umpat cowok itu semakin geram melihat tingkah Bryan yang Bossy.“Lo liat ndiri deh! Gua males liat muka lo, dari tadi ngasih penjelasan absurd banget! Nih!” disodorkannya laptop ke arah Jordan, kemudian bangkit dari duduk, dan masuk ke bagian dalam rumah.“Mau kemana lo?” David menghembuskan asap rokok ke arah Bryan yang lewat dari hadapannya.“Mau ke toilet, ikut!”“Ogah!” David mengangkat sebelah ujung bibir, kemudian berdecih pelan.Sementara Jordan kelihatan panik, setelah mengotak at
Seorang cowok berjaket hitam, topi pet, dan kacamata hitam, juga masker, berjalan mondar-mandir di sekitar taman. Pakaian cowok itu, terlihat sedikit mencolok, untuk orang yang sedang bersantai di taman.Cowok itu, kemudian duduk di salah satu bangku taman, dan memperhatikan orang yang berlalu lalang. Pandangannya terhenti pada seorang gadis yang baru saja keluar dari dalam mobil. Membawa sebuah tas plastik hitam, dan berjalan dengan tergesa-gesa. Gadis itu kemudian melihat ke sekeliling, sebelum memasukkan tas plastik hitam yang tadi di bawanya.Setelah meletakkan tas plastik, gadis itu menggunakan ponselnya, lalu dengan cepat pergi dari tempat itu.Cowok berjaket hitam, berjalan mendekati tong sampah tempat gadis tadi memasukkan tas plastik yang di bawanya. Setelah memastikan tidak ada orang yang memperhatikan, Cowok itu segera mengambil tas itu, dan berjalan dengan cepat, menemui temannya yang sudah menunggu di sudut
Terkirim. Centang dua, lalu berubah menjadi biru. Anara menunggu dengan dada berdebar kencang, memperhatikan tulisan ‘mengetik' di layar ponsel. Beberapa detik berikutnya, sebuah chat masuk.[Lo kira gua bodoh.]Anara menatap Bara, kemudian memperlihatkan isi chat tadi. Cowok itu membacanya, lalu menyerahkan ponsel, kembali pada Anara.“Mereka tau, kita mau menjebak mereka!” ucap Bara, dengan pandangan menerawang jauh. Otak nya terus mencari solusi.“Lo bilang, gak bisa transfer uangnya karena jumlahnya terlalu besar. Dan nyokap bokap lo, bakalan di hubungi pihak bank jika mentransfer uang sebanyak itu.”Kembali Anara mengikuti intruksi dari cowok di depannya, dan mulai mengetik di layar ponsel.[Gua gak bisa transfer sebanyak Itu. Pihak bank akan menghubungi bokap gua kalo begitu.]terkirim, dan centang dua biru
Dari salah satu dahan, lewat fentilasi udara di atas jendela, Bara bisa melihat Bryan dan dua orang temannya sedang duduk di kursi ruang tamu rumah itu dengan jelas. Di hadapan mereka ada sebuah laptop, dan minuman kaleng, serta camilan.Cowok itu, merogoh saku bagian dalam jaketnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Setelah membuat mode senyap, dia menyalakan video, merekam pembicaraan tiga orang itu.“Jadi cewek jalang itu, mutusin lo?” salah satu teman Bryan yang memakai kaos oblong hitam tertawa terbahak, setelah mendengar Bryan mengatakan Anara memutuskannya.“Diam lo! Ini semua gara-gara kegoblokan lo juga!” Bryan melempar temannya itu dengan kaleng bekas minuman.“Sudah, kalian gak perlu ribut! Biar saja cewek itu meminta mobil dan atm nya kembali. Lo, kan bisa minta lebih dari Itu, Bro!” mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan temannya b
Mata Anara menyapu seluruh ruangan, mencari sosok bara. Terlihat sedikit senyum, yang berusaha disembunyikan gadis itu, saat melihat Bara berada di salah satu meja, sedang bersantai menikmati musik.Gadis itu kemudian mendekati Bryan, yang sedang bekerja.“Hai!” sapanya. Bryan melambaikan tangan, karena tidak sempat menjawab sapaan Anara. Dia kelihatan sangat sibuk meramu minuman untuk para pengunjung.Anara memilih duduk di tempat biasa, di pojok meja bar. Menopang dagu dan memperhatikan gerak-gerik Bryan. Sebelumnya, dia sangat menyukai kegiatan itu. Di mata nya, Bryan kelihatan sangat keren saat mengocok minuman, atau saat mencampur yang satu dengan lainnya, hingga menciptakan rasa yang berbeda, dan nikmat. Sekarang, dia malah sedikit bosan. Diliriknya Bara, cowok itu ternyata sedang memperhatikan dirinya. Walaupun tidak terlihat jelas. Diam-diam, Anara mengambil ponsel dan mengirim pesan, kepada Bara, aga
Di atas motor, Anara kembali ke kenangan beberapa tahun lalu, saat dirinya masih dekat dengan Bara. Dulu, cowok itu selalu memprioritaskan dirinya. Selalu ada, kapanpun Anara butuh. Dia tidak pernah protes ataupun marah, tidak pernah sekalipun! Anara merasa sangat berdosa sudah melukai cowok sebaik Bara.Mengingat hal itu, mata Anara sedikit berembun. Di peluknya pinggang cowok itu, dari belakang, dan menyandarkan kepalanya, pada punggung kekar itu, sebagai ungkapan rasa bersalah di hatinya.Mereka memilih restoran cepat saji, berlogo gambar orang tua, yang terkenal dengan ayam goreng nya itu. Setelah memesan dan duduk, mereka menikmati makan siang yang terlambat itu dengan sesekali di iringi canda tawa, mengenang masa-masa indah dulu.“An!” seru Bara, sambil tetap mengunyah makanan di dalam mulutnya.“Hmm!” sahut Anara, dengan mulut penuh ayam.
Anara mengirimkan sejumlah uang yang diminta peneror itu, ke nomor rekening yang sudah di kirimkan sebelumnya, melalui pesan chat.Ada niat, untuk mengecek, pemilik rekening itu, ke bank, tapi urung dilakukannya. Karena sudah tentu pihak Bank tidak akan semudah itu memberikan informasi bersifat pribadi, nasabahnya kepada pihak luar. Jikapun memungkinkan, Anara harus membawa bukti, kasus penipuan atau penyalahgunaan nomor rekening, pada pihak Bank. Tentu saja, hal itu tak bisa dilakukan nya.Gak mungkin kan, aku kasih lihat bukti video ini pada pihak berwajib, untuk mendapatkan surat rekomendasi, agar pihak Bank memberikan data itu padanya?“Arrggghh!” Anara mengacak rambutnya, frustasi. Beberapa saat lamanya, dia hanya duduk mematung di lantai kamarnya yang dialasi permadani berwarna merah muda, memikirkan langkah apa yang harus di lakukannya.Seperti mendapat sebuah ide
“Apa-apaan, ini!”Anara memicingkan mata, mencoba mengumpulkan kesadarannya, saat melihat Bryan berdiri di sisi temoat tidur, dengan wajah merah padam.“Bry- an?” Anara tampak gugup, dan sedikit bingung. Gadis itu bangkit dan berusaha untuk duduk, tapi kemudia dia sangat terkejut mendapati dirinya dalam keadaan telanjang dan Jordan yang tertidur pulas di sampingnya, juga dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.“Apa, yang terjadi?” ucap Anara terbata. Dia berusaha mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di dalam ruangan itu.“Seharusnya, aku yang bertanya padamu! Kenapa kau lakukan ini padaku, Hah!” Bryan mengguncang tubuh Anara dengan kuat, membuat gadis itu semakin bingung. Jordan yang mendengar ribut-ribut, pun bangun dan tersenyum ke arah Bryan.“Kau sudah datang! Pacarmu, sangat nikmat kawan!” Ditepuknya pundak Jorda