Share

Jebakan

Suara bel terdengar, membuat Bryan menghentikan aksinya, dan berjalan menuju pintu, dengan Anara yang mengekor dari belakang. Lewat intercom, gadis itu melihat wajah orang yang tadi membunyikan bel.

Angel? Mau apa cewek itu kemari?

Saat pintu terbuka, tiba-tiba saja Angel menubruk Bryan, dengan wajah penuh air mata. Kedua lengannya melingkar di pinggang cowok, yang sudah resmi menjadi kekasih Anara itu, seraya membenamkan wajah di dada bidangnya, dan menangis disana.

“Hei! Apa-apaan –“ merasa tak terima dengan sikap Angel, Anara bermaksud menariknya, agar melepaskan pelukan terhadap Bryan. Tapi reaksi cowok itu, malah membuat amarah gadis itu memuncak.

“Sstt!” Bryan memberi isyarat padanya dengan jari telunjuk di depan bibir, untuk diam. Kemudian tangan itu melambai, menyuruh agar gadis itu sedikit menjauh. Benar-benar memuakkan. Cowok yang selama ini dia puja, berubah menjadi sosok yang sangat menyebalkan saat ini.

Anara menyambar tas tangan, dan keluar dari neraka itu. Mengambil mobil dan mengendarainya tak tentu arah. Terlihat dari kaca spion, jip milik david mengejar dari belakang. Berkali-kali mobil itu membunyikan klakson, agar Anara menepi. Tapi dia abaikan!

Memangnya, siapa mereka, berani memperlakukanku begini?

Mobil jip itu, akhirnya bisa menyalip, setelah melewati rute yang panjang, dan saling kejar-kejaran, dengan mobil yang dikendarainya Anara memarkir mobil di pinggir jalan yang sepi, lalu keluar. Bukan Bryan, tapi David yang mengejar. Brengsek! Kemana cowok itu? Padahal tadi, gadis itu sempat berfikir, Bryan memakai jip David, untuk menyusul. Tapi ternyata, tidak!

Kedua tangan Anara bersilang di depan dada, lalu bersandar pada body mobil.

“Ada apa?” raut wajah Anara terlihat datar.

“Aku hanya melihatmu mengendarai mobil dengan ceroboh. Jadi kufikir, pasti ada sesuatu.” Gadis itu mengalihkan pandangan ke arah lain, dengan bibir sedikit, terangkat miring, dia berdecih.

Menyetir dengan bodoh, katanya? Pintar sekali dia Mencari Alasan.

“Aku hanya iseng. Tidak ada apa-apa, jangan khawatir.” diturunkannya tangan, dan bermaksud membuka pintu mobil, saat tangan David mencekal pergelangan tangan gadis itu dengan kasar.

“Apa-apaan kau!” ditepisnya tangan kekar berbulu itu, dan segera berbalik, masuk kedalam mobil, dan menghidupkan mesin. Tapi Anara masih sempat melihat seringai menakutkan di wajahnya, dari sudut mata, sebelum kemudian mobil kembali melaju di jalan raya.

Apa ini, yang dikatakan Bryan dengan teman-teman yang baik? Yang asik? Bulshitt!

***

Handpone di dalam tas kembali berdering. Ini sudah yang ke sembilan kali. Enggan,  Anara mengangkat panggilan ke sepuluh. Suara bariton Bryan terdengar di seberang sana, menanyakan keberadaan gadis ith sekarang. Dia memberitahu, sedang berada dekat pantai Jimbaran. Tepatnya di sebuah resto masakan laut, terkenal di sini. Resto Bintang Laut, nama yang sempat di bacanya di famplet bagian depan bangunan.

Anara memutuskan panggilan telepon, setelah memberitahu tempat dan nama resto, dimana dia saat ini berada. Tak sampai 20 menit Bryan datang dengan taxi. Cowok itu langsung memeluk, dan meminta maaf karena tadi telah bersikap tidak sopan.

“Maafkan aku sayang. Aku tidak bermaksud untuk mengabaikanmu, tapi tadi benar-benar ada keadaan yang mendesak.” Gadis itu mengernyitkan dahi mencoba mencerna maksud ucapan kekasihnya.

“Kau tahu, seseorang berusaha untuk melecehkan Angel, sewaktu dia pergi berjalan-jalan di sekitar Villa.” Wajah Anara kembali menegang mendengar Bryan mengucapkan kata Angel. Melihat reaksi gadisnya, buru-buru Bryan kembali meminta maaf.

“Aku minta maaf! Sungguh! Aku berjanji tidak akan mengungkit, nama Angel lagi selama kita bersama.” Bryan menggenggam kedua tangan kekasihnya, dan menatap wajah gadis ity lekat-lekat, seolah berusaha meyakinkan, bahwa apa yang baru saja di diucapkannya tadi, benar-benar keluar dari lubuk hati yang paling dalam.

Anara menganggukkan kepala, mencoba menerima permintaan maaf cowok itu. Walau hati masih merasa sakit, tapi harus diakui kalau Anara masih menyayanginya. Setelah makan malam romantis yang tidak direncanakan, mereka pulang ke kamar hotel, saat waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Suasana agak sepi malam itu, saat mereka melangkah masuk ke dalam kamar. Anara mencari sakelar lampu, dan, tak!, lampu menyala. Tapi yang membuat gadis itu terkejut adalah dekorasi kamar yang ditata sangat indah. Bunga mawar memenuhi ranjang dengan bentuk hati. Nakas disamping tempat tidur berisi sebuket bunga segar yang sangat cantik. Anara mendekat dan mencium aroma bunga yang sangat khas. Sungguh, dia sangat bahagia malam ini. Bryan benar-benar bisa membuatnya melupakan kejadian tadi sore yang menyebalkan. Lalu di atas meja, sudah ada sebotol anggur juga dua buah gelas, dan beberapa jenis buah. Ini sempurna!

Mata gadis itu berbinar melihat kejutan yang diberikan Bryan. “Apa kau bahagia?” ucap Bryan, yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Anara, dengan senyum menghias wajah, yang belum mandi sejak kedatangan kami sore tadi. Seketika dia menutup mulut, karena membayangkan tubuhnya yang bau keringat.

“Kau, kenapa?” tanya Bryan yang heran melihat tingkah kekasihnya yang aneh.

“Aku belum mandi.” Ucap Anara malu-malu.

“Kau tetap terlihat sangat cantik, walaupun belum mandi.” Bryan menaikkan kedua alisnya, dengan senyum menggoda. Cowok itu mendekat, dan melingkarkan tangannya di Pinggang Anara. Menarik tubuh gadis itu lebih rapat padanya. Kini gadis itu bisa mendengar desahan nafas berat Bryan. Matanya seketika terpejam saat bibir Bryan mulai menyentuh bibirnya, basah dan hangat.

Anara hampir kehabisan nafas dan mendorong pelan tubuh Bryan, agar ciuman mereka terhenti. “Kau sangat nakal.” Ucap Anara manja, memukul pelan dada penuh otot itu. Bryan hanya tersenyum, tapi tangannya mulai membuka kancing baju gadis di depannya satu persatu. Sementara bibirnya sudah kembali melumat bibir itu dengan ganas, dan menyesapnya dengan kuat. Tubuh gadis itu mundur perlahan, karena tak sanggup menahan desakan tubuh Bryan yang sudah mulai liar, hingga kaki kecilnya terantuk sisi tempat tidur dan jatuh terduduk.

Bryan tidak melepaskannya begitu saja. Tangan kekar itu kini merengkuh leher jenjang Anara, agar tak keluar dari permainan. Tubuhnya terus saja mendesak, hingga kini Anara terbaring dalam keadaan terlentang. Bryan kemudian membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya, dengan buru-buru, dan langsung naik ke atas tubuh Anara yang sudah mulai terhanyut.

Menemukan benda ranum yang menonjol sempurna disana, Bryan lalu menyesapnya dengan lahap, seolah sedang menyesap es krim.

Ugh! Ini hebat! Sangat nikmat!

Anara mengelus rambut Bryan dan sedikit menekan kepala itu, saat rasa nikmat mulai memuncak.

“Ough!” dia mulai meracau.

Bryan sangat menikmati benda ranum itu, bergantian. Kini dia menjilati ujung satunya, seperti anak kecil menjilat permen loly, kadang di emut dan digigit-gigit kecil, membuat gadis itu menjerit tertahan, karena rasa kesetrum yang ditimbulkannya sampai ke bagian inti tubuhnya.

Kepala itu, sekarang mulai turun ke perut, dan pusar. Mencium dan menyesap setiap inci tubuh Anara yang putih bagai porselen, membuat tubuhnya bergerak kesana kemari, seperti cacing kepanasan. Lalu Anara merasakan sapuan di bagian bawah tubuhnya. Seketika seluruh otot tubuhnya menegang. Lidah Bryan sudah bermain disana, membuat inti tubuh gadis itu, berkedut semakin cepat. Tak berhenti disana, sekarang, lidah Cowok itu mulai memasuki rongga, yang telah basah sejak tadi.

“Bi, kau sungguh, ough! Aku, hmft ..! Aku –“

Teeettttt

Suara bel di pintu, kembali terdengar. Membuyarkan semua aktifitas dan kenikmatan yang hampir saja berhasil direguknya.

Bryan masih berada di bagian bawah tubuh Anara. Mendongakkan kepala, dengan raut wajah kesal, menatap ke arahnya, seolah bertanya, siapa? Gadis itu mengangkat bahu, lalu duduk dan mengumpulkan baju, yang berserakan di lantai. Bel kembali berbunyi, Anara memberi isyarat agar Bryan memakai celana piyama saja, sementara dirinya, dengan perasaan dongkol melangkah ke kamar mandi, setelah terlebih dahulu mengambil baju ganti.

Tak berapa lama, gadis itu mendengar ramai suara di dalam kamar. Itu pasti teman-teman Bryan.

Tak bisakah mereka memberi privasi?

Diguyur nya tubuh dengan air dari shower, saat terdengar ketukan di pintu kamar mandi.

“Kenapa, Bi? Apa kau butuh sesuatu? Sebentar lagi, aku akan selesai!” gadis itu bersuara, tapi tak ada jawaban. Karena merasa penasaran, dia membuka sedikit pintu kamar mandi, lalu sebuah tangan membekap mulutnya, dengan sebuah saputangan. Anara menghirup bau menyengat, yang membuat kepala terasa sedikit pusing. Kemudian, dia tak ingat apa-apa lagi.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status