Anara mengirimkan sejumlah uang yang diminta peneror itu, ke nomor rekening yang sudah di kirimkan sebelumnya, melalui pesan chat.
Ada niat, untuk mengecek, pemilik rekening itu, ke bank, tapi urung dilakukannya. Karena sudah tentu pihak Bank tidak akan semudah itu memberikan informasi bersifat pribadi, nasabahnya kepada pihak luar. Jikapun memungkinkan, Anara harus membawa bukti, kasus penipuan atau penyalahgunaan nomor rekening, pada pihak Bank. Tentu saja, hal itu tak bisa dilakukan nya.
Gak mungkin kan, aku kasih lihat bukti video ini pada pihak berwajib, untuk mendapatkan surat rekomendasi, agar pihak Bank memberikan data itu padanya?
“Arrggghh!” Anara mengacak rambutnya, frustasi. Beberapa saat lamanya, dia hanya duduk mematung di lantai kamarnya yang dialasi permadani berwarna merah muda, memikirkan langkah apa yang harus di lakukannya.
Seperti mendapat sebuah ide, gadis itu melompat dari tempat tidur, dan bergegas untuk mandi. Tak sampai setengah jam, dia sudah keluar dengan tubuh segar. Memakai blouse tanpa lengan dan celana jeans ketat. Anara memoles wajahnya dengan bedak. Menyimpan ponsel dan dompet ke dalam tas tangan, lalu keluar dari kamar.
“Non, Anara mau keluar?” tanya Bi Surti yang melihat majikan mudanya sudah rapi dan sedang memakai sepatu kets miliknya, dengan terburu-buru.
“Iya, Bi! Bibi, enggak usah masak untukku. Aku makan diluar!” gadis itu menyahut tanpa melihat lawan bicaranya. Bi Surti hanya menghela nafas berat. Wajahnya terlihat sedikit muram, dengan tatapan iba pada gadis di depannya.
“Kalau begitu, Bibi permisi dulu, Non!” Bi Surti pamit undur diri. Anara hanya menggangguk, lagi-lagi tanpa menoleh pada pengasuhnya itu.
Selesai memakai sepatu, Anara keluar, masuk ke dalam taxi online yang sudah menunggunya sejak tadi. Anara memberikan sebuah alamat pada sopir taxi, dan dibalas anggukan dari sopir, yang sudah tidak muda itu.
Hanya tiga puluh menit perjalanan, saat taxi berhenti di sebuah bengkel, di pinggi kota. Anara turun setelah membayar, dan mengucapkan terima kasih pada sopir taxi.
Gadis itu celingak-celinguk di depan bengkel. Saat seorang cowok, seumuran Anara, keluar dan terlihat sedikit terkejut, melihat Anara berdiri di disana.
“Anara?” Sapa cowok itu, memastikan dirinya tidak salah orang.
Anara tersenyum girang, menyadari cowok itu, masih mengingatnya. Dia lalu berjalan mendekat dan menyalami cowok itu.
“Hai! Bara! Gimana kabar lo!” ucapnya berbasa-basi.
“Baik! Tumben lo kemari? Udah lebih lima tahun lho kita gak saling bertukar kabar.” Jawab cowok itu sinis, membuat Anara sedikit tersindir.
“Gua sibuk! Lo tau kan, siapa Anara?” gadis itu mengedipkan sebelah matanya pada cowok tadi, membuat cowok bernama Bara itu berdecih dan berbalik badan. Mengambil dua buah kursi plastik dari dalam ruangan, lalu memberikan salah satunya untuk Anara. Anara hanya tersenyum penuh arti melihat sikap Bara.
“Lo, masih ngelakuin pekerjaan, itu?” tanya Anara hati-hati. Bara sedikit melirik, dan kembali fokus pada minuman kaleng di tangan, menyodorkan satu untuk Anara sesudah membukanya terlebih dahulu, kemudian duduk dan meneguk minumannya sendiri.
“Kenapa? Lo ada masalah?” Bara seperti dapat memahami situasi. Anara mengangguk.
“Gua sibuk!” Bara mengelak. Pandangannya menatap jauh ke seberang jalan, melewati putaran waktu, dimana dulu, dia selalu membantu setiap kesulitan Anara. Bara, bahkan rela melakukan apa saja yang disuruh gadis itu. Bukan demi uang yang selalu diberikan Anara sebagai imbalan, tapi karena cowok itu menyukai Anara. Tapi gadis itu menjauh, setelah mengetahui isi hati Bara. Dan Cowok itu merasa patah hati.
“Gua tau, lo marah sama gua! Gua minta maaf! Gua, gak bermaksud –“
“Gua udah lupain itu!” Bara menyela ucapan Anara dengan cepat.
“Gua gak mau nyakitin lo! Lo satu-satunya sahabat terbaik gua, dan gua –“ Anara tak sanggup menyelesaikan kalimatnya. Suaranya berhenti di tenggorokan.
Dia memang sangat menyayangi sahabatnya itu, tapi dia tidak memiliki perasaan cinta, dan Anara takut Bara akan tersakiti, jika mereka memaksakan untuk berhubungan. Itulah sebabnya Anara menjauh.
Dan sejujurnya Bara mengerti itu! Dia hanya belum bisa move on dari Anara, dan takut jika mereka dekat kembali, usahanya untuk melupakan gadis itu selama lima tahun ini akan sia-sia.
Bulir kristal bening, sudah lolos dari sudut mata Anara. Gadis itu menyekanya dengan ujung tangan, membuat Bara tak tega.
“Lo mau, gua ngelakuin apa?” Bara akhirnya luluh. Dia tidak akan sanggup melihat cewek di depannya ini menangis.
Anara memandangnya dengan mata berbinar. “Lo mau bantu gua?” tanya gadis itu, masih kurang yakin.
“Iya! Cepetan, bilang gua harus ngapain. Keburu berubah fikiran, nih!” Bara berpura-pura akan bangkit dari duduknya, dan dengan cepat di cegah oleh Anara.
“Iya! Tunggu. Ehm, begini, -“ Anara menarik nafas sebentar, kemudian berdehem, untuk menetralisir perasaan senang dalam hatinya.
“Aku di teror seseorang!” Anara memulai cerita.
“Dia mengirimkan sebuah video yang, direkamnya secara ilegal sewaktu aku berlibur ke Bali, ber-sa-ma, pacar-ku!” gadis itu, menyebut kata ‘pacarku’ dengan sangat lirih. Dia takut akan menyinggung perasaan Bara. Di liriknya cowok itu, dengan ekor mata, untuk melihat reaksinya. Tapi tampaknya cowok itu baik-baik saja. Anara pun bernafas lega, dan melanjutkan cerita.
“peneror itu meminta uang sebesar lima puluh juta, padaku, dan sudah aku transfer. Tapi aku yakin, ini baru awalnya saja. Peneror itu, pasti akan meminta lagi, dan lagi, padaku. Lebih dari itu, aku khawatir video itu akan tersebar!” Anara menyelesaikan ceritanya dengan kepala menunduk, memandang ujung sepatunya.
“Kenapa lo kelihatan takut, video itu akan tersebar. Emangnya, lo ngapain disana?” ucapan Bara barusan membuat Anra tersedak minumannya sendiri.
“Uhk!” cepat-cepat gadis itu menyeka bekas minuman yang tertumpah di celana dan tas nya, dengan tangan.
“Bisa numpang ke toilet, sebentar?” tanyanya, pada Bara yang langsung menunjuk arah toilet berada. Dari sikap Anara, Bara tahu, cewek itu pasti telah melakukan satu kesalahan fatal. Dia pun bertekad untuk membantu cewek itu.
Anara keluar dari toilet, setelah membersihkan bajunya. Sejenak dia terlihat sedikit canggung.
“Baiklah! Gua bantu lo!” hampir saja, Anara menabrak Bara, untuk memeluk cowok itu saking senangnya, tapi gerakannya terhenti, dan dia kembali bersikap biasa saja. Bara geleng kepala dan mengacak rambut panjang Anara dengan gemas.
“Kenapa? Lo gak mau, peluk gua lagi?” cowok itu mengangkat kedua alisnya, dan tersenyum jahil. Melihat itu, Anara langsung menghambur padanya, hingga cowok itu hampir terjengkang.
“Pelan-pelan, An! Gua bisa patah pinggang, kalo jatuh. Badan lo udah gak kecil lagi tau!” di tekannya kening gadis itu dengan jari telunjuk, pelan. Membuat gadis itu terkekeh riang.
“Gua traktir makan! Hayo!” Anara mulai dengan kebiasaannya, mengeksploitasi Bara. Sama seperti dulu.
“Bengkel gua!” Bara mengelak, walaupun dia tau, itu akan sia-sia.
“Tutup! Ayo, Bara!” gadis itu menarik-narik tangan Bara seperti anak kecil minta dibelikan mainan.
“Iya, bawel! Tunggu, disini!” Bara akhirnya bangkit dan menutup bengkelnya. Hari ini asisten sekaligus satu-satunya karyawan bengkel itu, sedang tidak masuk karena ada kepentingan mendesak.
Bersambung.
Di atas motor, Anara kembali ke kenangan beberapa tahun lalu, saat dirinya masih dekat dengan Bara. Dulu, cowok itu selalu memprioritaskan dirinya. Selalu ada, kapanpun Anara butuh. Dia tidak pernah protes ataupun marah, tidak pernah sekalipun! Anara merasa sangat berdosa sudah melukai cowok sebaik Bara.Mengingat hal itu, mata Anara sedikit berembun. Di peluknya pinggang cowok itu, dari belakang, dan menyandarkan kepalanya, pada punggung kekar itu, sebagai ungkapan rasa bersalah di hatinya.Mereka memilih restoran cepat saji, berlogo gambar orang tua, yang terkenal dengan ayam goreng nya itu. Setelah memesan dan duduk, mereka menikmati makan siang yang terlambat itu dengan sesekali di iringi canda tawa, mengenang masa-masa indah dulu.“An!” seru Bara, sambil tetap mengunyah makanan di dalam mulutnya.“Hmm!” sahut Anara, dengan mulut penuh ayam.
Mata Anara menyapu seluruh ruangan, mencari sosok bara. Terlihat sedikit senyum, yang berusaha disembunyikan gadis itu, saat melihat Bara berada di salah satu meja, sedang bersantai menikmati musik.Gadis itu kemudian mendekati Bryan, yang sedang bekerja.“Hai!” sapanya. Bryan melambaikan tangan, karena tidak sempat menjawab sapaan Anara. Dia kelihatan sangat sibuk meramu minuman untuk para pengunjung.Anara memilih duduk di tempat biasa, di pojok meja bar. Menopang dagu dan memperhatikan gerak-gerik Bryan. Sebelumnya, dia sangat menyukai kegiatan itu. Di mata nya, Bryan kelihatan sangat keren saat mengocok minuman, atau saat mencampur yang satu dengan lainnya, hingga menciptakan rasa yang berbeda, dan nikmat. Sekarang, dia malah sedikit bosan. Diliriknya Bara, cowok itu ternyata sedang memperhatikan dirinya. Walaupun tidak terlihat jelas. Diam-diam, Anara mengambil ponsel dan mengirim pesan, kepada Bara, aga
Dari salah satu dahan, lewat fentilasi udara di atas jendela, Bara bisa melihat Bryan dan dua orang temannya sedang duduk di kursi ruang tamu rumah itu dengan jelas. Di hadapan mereka ada sebuah laptop, dan minuman kaleng, serta camilan.Cowok itu, merogoh saku bagian dalam jaketnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Setelah membuat mode senyap, dia menyalakan video, merekam pembicaraan tiga orang itu.“Jadi cewek jalang itu, mutusin lo?” salah satu teman Bryan yang memakai kaos oblong hitam tertawa terbahak, setelah mendengar Bryan mengatakan Anara memutuskannya.“Diam lo! Ini semua gara-gara kegoblokan lo juga!” Bryan melempar temannya itu dengan kaleng bekas minuman.“Sudah, kalian gak perlu ribut! Biar saja cewek itu meminta mobil dan atm nya kembali. Lo, kan bisa minta lebih dari Itu, Bro!” mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan temannya b
Terkirim. Centang dua, lalu berubah menjadi biru. Anara menunggu dengan dada berdebar kencang, memperhatikan tulisan ‘mengetik' di layar ponsel. Beberapa detik berikutnya, sebuah chat masuk.[Lo kira gua bodoh.]Anara menatap Bara, kemudian memperlihatkan isi chat tadi. Cowok itu membacanya, lalu menyerahkan ponsel, kembali pada Anara.“Mereka tau, kita mau menjebak mereka!” ucap Bara, dengan pandangan menerawang jauh. Otak nya terus mencari solusi.“Lo bilang, gak bisa transfer uangnya karena jumlahnya terlalu besar. Dan nyokap bokap lo, bakalan di hubungi pihak bank jika mentransfer uang sebanyak itu.”Kembali Anara mengikuti intruksi dari cowok di depannya, dan mulai mengetik di layar ponsel.[Gua gak bisa transfer sebanyak Itu. Pihak bank akan menghubungi bokap gua kalo begitu.]terkirim, dan centang dua biru
Seorang cowok berjaket hitam, topi pet, dan kacamata hitam, juga masker, berjalan mondar-mandir di sekitar taman. Pakaian cowok itu, terlihat sedikit mencolok, untuk orang yang sedang bersantai di taman.Cowok itu, kemudian duduk di salah satu bangku taman, dan memperhatikan orang yang berlalu lalang. Pandangannya terhenti pada seorang gadis yang baru saja keluar dari dalam mobil. Membawa sebuah tas plastik hitam, dan berjalan dengan tergesa-gesa. Gadis itu kemudian melihat ke sekeliling, sebelum memasukkan tas plastik hitam yang tadi di bawanya.Setelah meletakkan tas plastik, gadis itu menggunakan ponselnya, lalu dengan cepat pergi dari tempat itu.Cowok berjaket hitam, berjalan mendekati tong sampah tempat gadis tadi memasukkan tas plastik yang di bawanya. Setelah memastikan tidak ada orang yang memperhatikan, Cowok itu segera mengambil tas itu, dan berjalan dengan cepat, menemui temannya yang sudah menunggu di sudut
“Di file lah, judulnya bali!” Jordan merasa kesal, karena Bryan terlihat sangat bodoh di matanya.“Udah gua liat goblok! Tapi kagak ada!” Bryan melempar sisa puntung rokoknya kepada Jordan, yang menangkisnya dengan bantal kursi.“Sialan lo! Kalo gua kebakar gimana, njir!” umpat cowok itu semakin geram melihat tingkah Bryan yang Bossy.“Lo liat ndiri deh! Gua males liat muka lo, dari tadi ngasih penjelasan absurd banget! Nih!” disodorkannya laptop ke arah Jordan, kemudian bangkit dari duduk, dan masuk ke bagian dalam rumah.“Mau kemana lo?” David menghembuskan asap rokok ke arah Bryan yang lewat dari hadapannya.“Mau ke toilet, ikut!”“Ogah!” David mengangkat sebelah ujung bibir, kemudian berdecih pelan.Sementara Jordan kelihatan panik, setelah mengotak at
Anara membelalakkan mata, saat bibir Bara menyentuh bibirnya. Awalnya gadis itu tidak tahu harus berbuat apa, karena kejadiannya sangat cepat. Gadis itu bahkan tidak menyadari kapan pria disampingnya bergerak, dan mengubah posisi. Kini tubuhnya berada dibawah pria itu, yang sekarang sedang menikmati ruas bibirnya dengan lembut.Akhirnya Anara pasrah dan membalas perlakuan Bara. Setidaknya dia harus berterima kasih pada pria yang sudah banyak membantunya. Lagipula tak enak jika menolak, karena dia sendiri yang memulai permainan ini tadi. Gadis itu merasa sedikit menyesal sudah menggoda Bara dengan lelucon yang salah. Sekarang dia malah terperangkap dalam gairah yang membara dari seorang Bara.Cukup lama Bara mengecap rasa manis bibirnya. Hingga pria itu kemudian menarik diri dengan nafas terengah-engah. Dipegangnya kedua pundak Anara, dengan ujung kepala saling bertemu satu sama lain. Wajah pria itu memerah, dan kedua matanya terpejam.
Menjadi cantik, kaya dan populer adalah impian setiap wanita. Dalam pandangan orang-orang, hidup seperti itu adalah suatu keberuntungan, dunia yang penuh keajaiban.Namun bagi Anara, dunia itu adalah penjara yang dingin dan gelap disaat malam. Dan menjadi neraka yang panas membakar disaat siang.Nama gadis itu Anara, Anara Carwen Sarendra. Putri tunggal Brama Sarendra, salah satu dari sepuluh orang paling berpengaruh di dunia. Kekayaannya tak dapat di hitung, belum lagi aset dan yayasan-yayasan yang di kelolanya. Membuat seorang Brama dan keluarganya, menjadi incaran para pencari berita.Seharusnya gadis itu bahagia. Seharusnya dia merasa beruntung memiliki semua yang di inginkankan nya, dalam hidup. Kenyataannya, Anara merasa kesepian. Dia bahkan harus membuat janji terlebih dahulu jika ingin bertemu dengan kedua orangtuanya.Tragis, bukan?Begitulah kehidupan seorang Anar