[Staf Rumah Sakit Cahaya Medika: Selamat siang, Bu. Kami dari Cahaya Medika ingin menyampaikan kalau hasil pemeriksaan tes DNA yang Anda ajukan telah keluar. Oleh sebab itu mohon untuk mengambil hasilnya mulai dari besok di jam kerja dari jam 9-16. Kami hanya memberi waktu satu bulan untuk Anda mengambilnya, sebab kalau tidak data mungkin akan kami musnahkan sesuai prosedur. Terima kasih.]Hati Soraya jadi tak karuan lagi saat mendapat pemberitahuan itu. Aneh sekali. Padahal selama empat belas hari ini dia gelisah karena ingin segera tahu hasilnya. Namun sekarang setelah saat itu datang kenapa dia malah takut sendiri?‘Tidak. Aku harus berani. Ini harus dihadapi agar aku tahu yang sebenarnya terjadi. Sehingga dengan begitulah aku bisa mengambil keputusan dan melanjutkan hidup.’Tekad itu terus dia tanamkan di kepalanya yang penuh dengan kebimbangan ini.Suara pintu kamar mandi pun terbuka. Dari dalamnya sang suami tampak keluar dalam kondisi segar dengan jubah mandi. Namun, walau begi
Perasaan campur aduk itu juga Soraya rasakan saat menemani anak-anaknya bermain saat ini. Setelah tadi mereka sarapan bersama dan mengantar kepergian sang kepala keluarga bekerja, kini mereka menghabiskan waktu bercengkerama sejenak di beranda belakang. Tentu saja juga ada Indah bersama mereka.Sama seperti saat menatap Vino, khusus hari ini memandang kedua anaknya terasa janggal di dadanya. Keresahan atas hasil yang akan diterimanya nanti membuatnya sulit mengendalikan ekspresinya. Sehingga lagi-lagi hanya senyuman palsu yang terlihat di sana.‘Aku bahkan tak bisa membayangkannya, namun… dari semua kebohongan ini kuharap ocehan Ratu soal anak-anaklah yang tidak benar. Aku mungkin akan bisa menerima dan tabah kalau memang hati Mas Vino bisa beralih dariku, tapi aku tak yakin sanggup menerima kenyataan kalau ternyata salah satu dari kedua malaikat ini bukan anak kandungku.’Soraya memikirkan itu sambil membelai wajah Nala dan Naka secara bergantian. Di mana mereka kini sibuk menyusun p
[+62812XXXXXXX9: Bagian Laboraturium Rumah Sakit Cahaya Medika. Mbak Soraya hari ini akan mengambil hasil tes DNA antara dirinya dengan si kembar Nala dan Naka. Kamu nggak ingin ikut untuk melihat hasilnya?]Arvino benar-benar seperti terkena sambaran petir di siang bolong. Tentu saja ini tak pernah terlintas di benaknya walau sedikitpun, walaupun dia tahu betapa Ratu begitu mengganggunya.Untuk sejenak sempat pria itu termangu karena rasa panik yang dia rasakan. Sebelum kemudian deringan ponsel kembali meleburkan lamunan itu. Dilihatnya perempuan gila itu kembali berusaha untuk menghubunginya. Kali ini Vino putuskan untuk mengangkatnya.“Berhenti bermain omong kosong. Bisakah kamu berhenti untuk menggangguku? Apa kamu benar-benar nggak takut aku membongkar perbuatan yang kamu lakukan?” seru Vino dengan suara yang begitu bergetar.‘Aku nggak main-main kok, Mas. Kamu bahkan bisa tanya langsung lho sama istri kamu yang tercinta itu. Walau kayaknya… dia nggak bakal mengangkat panggilan k
Tiba di titik awal cerita.“Mama, Mama kenapa? Kenapa Mama ninggalin Naka di sana?”Lamunan Soraya buyar saat Nala menanyakan itu padanya. Karena pikiran yang tengah kacau, dia sampai tak menyadari kalau kini dia telah berada di kamar dengan menarik Nala bersamanya. Dia bahkan juga refleks mengunci pintu agar Vino tak menyusulnya ke sini.Dialihkannya pandangan pada sang putri, di mana gadis itu memandangnya dengan heran dan penasaran. Ekspresinya tampak polos bertanya-tanya, bercampur dengan rasa khawatir entah kepada Mamanya ini atau pada saudara – yang dia pikir – kembarannya.‘Tapi Naka….’Bisikan itu muncul di dadanya, bersama dengan rasa sesak. Sekilas dia ingat betapa antusiasnya bocah itu hendak menunjukkan gambar padanya, yang kemudian berubah jadi kecewa saat Soraya mengabaikannya dan hanya membawa pergi Nala, dia bahkan ingat panggilan sedih bocah itu kepadanya.Hatinya hancur sekali. Di satu sisi dia menyalahkan dirinya karena berlaku sekeras itu kepada bocah yang tak tahu
“Ini hasil pemeriksaan lab atas nama Alfarizky Evander, Pak.”Evan menerima amplop kuning dari petugas lab di Rumah Sakit Cahaya Medika itu. Dilayangkannya senyuman pada perempuan muda itu.“Terima kasih ya, Sus.”“Sama-sama, Pak.”Dengan langkah yang sedikit berat, Evan pun bergerak menuju sebuah bangku yang terletak tak jauh dari meja front office rumah sakit tadi. Dia pun mengeluarkan surat yang ada di dalamnya. Lantas matanya dengan cepat meringkas setiap kalimat yang terpampang di sana.Subjek A, Alfarizky Evander, didiagnosis memiliki gejala penyakit Thalasemia yang diturunkan dari Objek Pembanding B atas nama Evalina Megita selaku ibu biologis dari Subjek A.Helaan napas berat pun semakin terlihat di wajah pria itu. Kepalanya tampak tertunduk dengan cukup dalam dan bersedih.‘Malang sekali sih kamu, Nak. Kamu terlahir ke dunia tanpa ibu, lalu sekarang juga divonis penyakit seperti ini. Dan, sayang… tidak, kuharap kamu di atas sana tidak menyalahkan dirimu juga atas semua yang t
Keadaan kediaman Bentala benar-benar terasa sangat berbeda hari ini. Karena sosok Soraya yang biasanya paling aktif mengisi rumah ini dengan kehebohannya, kini malah mengurung dirinya selama berjam-jam di dalam kamar. Tentu saja seketika langsung mengambil alih keceriaan dari orang-orang yang ada di dalamnya.“Mama kenapa masih nggak keluar kamar lalu nggak ikut makan malam dengan kita sih? Kan aneh kalau kita makan duluan kayak gini.”Seluruh perhatian semua orang beralih pada si bungsu Naka yang mengomel dari tempat duduknya. Yang langsung disambut helaan napas berat dan prihatin dari para manusia dewasa.“Tch, kan tadi Kakak udah bilang kalau Mama itu lagi sedih karena teman perempuannya menipu dia. Sehingga itu sebabnya Mama tadi hanya membawa Kakak pergi saja untuk membahas percakapan antara sesama perempuan.” Nala menyahut dengan polosnya. “Kamu kan tadi bilang kalau kamu mengerti dan nggak marah sama Mama karena nyuekin kamu. Kok sekarang udah merengek lagi.”“Naka nggak mereng
“Apa, Pa? Nala dan Naka nggak boleh sekolah dulu? Kenapa, Pa?”Dengan ekspresi yang sangat kecewa, Nala menanyakan itu kepada sang ayah. Tepat setelah Arvino mengatakan sebuah perubahan baru terkait pendidikan kedua buah hatinya.“Hm… bukannya nggak boleh, sayang. Tapi… tapi….” Sambil memutar otak, Vino curi-curi pandang pada Indah yang duduk di seberang meja. Di mana perempuan itu tampak juga memasang ekspresi serius seperti dirinya. “Tapi… kalian hanya rehat sejenak. Karena seperti yang kalian tahu kan, Mama… saat ini sedang nggak enak badan. Jadi kalian lebih baik temani sampai menunggu Mama pulih dulu ya, sayang. Nantinya… kalian bisa sekolah lagi.”Kedua bocah itu serempak saling bertatapan. Lalu kemudian menghela napas dengan berat.“Memangnya apa sakit Mama parah? Apa Mama akan sakit lama?” Nakalah yang saat ini bertanya dengan gelisah. “Lalu kenapa Mama masih tidak ikut sarapan dengan kita hari ini dan harus diantarkan oleh Bibi ke kamar? Mama sebenarnya sakit apa? Kenapa Mama
Salah satu Asisten Rumah Tangga yang sedang membersihkan rumah langsung mendongakkan kepala saat mendengar suara pintu kamar majikannya yang terbuka. Membuatnya menghentikan langkah sejenak, lalu melirik ke arah sana. Matanya tampak membesar saat dilihatnya Soraya menampakkan dirinya dari sana setelah mengunci pintu selama sekitar tiga hari.“Nyonya, akhirnya Anda keluar kamar juga? Apa Anda baik-baik saja?” Walaupun perhatiannya langsung tertuju pada penampilan Soraya yang tampak rapi seakan hendak pergi ke luar. “A-Anda mau ke mana, Nyonya?”“Di mana anak-anak, Bi?” tanya Soraya dengan ekspresi yang terlihat muram. Rona wajahnya juga terlihat sedikit pucat dan tak secerah biasanya.“Mereka ada di belakang sama Ibu, Nyah. Apa perlu perlu saya panggilkan --““Tidak perlu.” Soraya menyela sebelum wanita itu bergerak. “Saya mau pergi. Baguslah kalau mereka ada di belakang, sehingga mereka mungkin nggak akan menyadarinya.”“Tapi, Nyah….”Perempuan paruh baya itu tak bisa menyelesaikan uc