“Ada apa, sayang? Kok kamu melamun aja? Apa ada masalah?”Teguran dari suaminya itu meleburkan lamunan Soraya. Membuatnya dengan cepat melirik ke arah pria itu yang kini telah berada di hadapannya lagi setelah jauh selama tiga hari ini. Dalam masa tiga hari yang paling sulit di hidup wanita itu.Bagaimana tidak?Tiga hari ini Soraya mendapatkan bisikan kalau kehidupan yang dijalaninya selama ini adalah sebuah kebohongan, di mana suaminya ternyata sempat berselingkuh dan bahkan diam-diam menyelundupkan anak ke dalam rumah tangga mereka. Belum lagi karena Soraya juga curiga kalau Indah sang mertua juga terlibat dengan ini semua, sehingga membuatnya tak bisa percaya pada siapapun.Dua hari yang lalu, perempuan itu memutuskan untuk membuktikan sendiri ucapan Ratu. Dia telah mengambil sampel dari kedua anaknya serta sampel dirinya sendiri sebagai perbandingan, lalu telah dibawa ke rumah sakit pilihannya. Namun, dia masih harus menunggu selama dua bulan sampai hasilnya keluar. Sehingga itu
[Staf Rumah Sakit Cahaya Medika: Selamat siang, Bu. Kami dari Cahaya Medika ingin menyampaikan kalau hasil pemeriksaan tes DNA yang Anda ajukan telah keluar. Oleh sebab itu mohon untuk mengambil hasilnya mulai dari besok di jam kerja dari jam 9-16. Kami hanya memberi waktu satu bulan untuk Anda mengambilnya, sebab kalau tidak data mungkin akan kami musnahkan sesuai prosedur. Terima kasih.]Hati Soraya jadi tak karuan lagi saat mendapat pemberitahuan itu. Aneh sekali. Padahal selama empat belas hari ini dia gelisah karena ingin segera tahu hasilnya. Namun sekarang setelah saat itu datang kenapa dia malah takut sendiri?‘Tidak. Aku harus berani. Ini harus dihadapi agar aku tahu yang sebenarnya terjadi. Sehingga dengan begitulah aku bisa mengambil keputusan dan melanjutkan hidup.’Tekad itu terus dia tanamkan di kepalanya yang penuh dengan kebimbangan ini.Suara pintu kamar mandi pun terbuka. Dari dalamnya sang suami tampak keluar dalam kondisi segar dengan jubah mandi. Namun, walau begi
Perasaan campur aduk itu juga Soraya rasakan saat menemani anak-anaknya bermain saat ini. Setelah tadi mereka sarapan bersama dan mengantar kepergian sang kepala keluarga bekerja, kini mereka menghabiskan waktu bercengkerama sejenak di beranda belakang. Tentu saja juga ada Indah bersama mereka.Sama seperti saat menatap Vino, khusus hari ini memandang kedua anaknya terasa janggal di dadanya. Keresahan atas hasil yang akan diterimanya nanti membuatnya sulit mengendalikan ekspresinya. Sehingga lagi-lagi hanya senyuman palsu yang terlihat di sana.‘Aku bahkan tak bisa membayangkannya, namun… dari semua kebohongan ini kuharap ocehan Ratu soal anak-anaklah yang tidak benar. Aku mungkin akan bisa menerima dan tabah kalau memang hati Mas Vino bisa beralih dariku, tapi aku tak yakin sanggup menerima kenyataan kalau ternyata salah satu dari kedua malaikat ini bukan anak kandungku.’Soraya memikirkan itu sambil membelai wajah Nala dan Naka secara bergantian. Di mana mereka kini sibuk menyusun p
[+62812XXXXXXX9: Bagian Laboraturium Rumah Sakit Cahaya Medika. Mbak Soraya hari ini akan mengambil hasil tes DNA antara dirinya dengan si kembar Nala dan Naka. Kamu nggak ingin ikut untuk melihat hasilnya?]Arvino benar-benar seperti terkena sambaran petir di siang bolong. Tentu saja ini tak pernah terlintas di benaknya walau sedikitpun, walaupun dia tahu betapa Ratu begitu mengganggunya.Untuk sejenak sempat pria itu termangu karena rasa panik yang dia rasakan. Sebelum kemudian deringan ponsel kembali meleburkan lamunan itu. Dilihatnya perempuan gila itu kembali berusaha untuk menghubunginya. Kali ini Vino putuskan untuk mengangkatnya.“Berhenti bermain omong kosong. Bisakah kamu berhenti untuk menggangguku? Apa kamu benar-benar nggak takut aku membongkar perbuatan yang kamu lakukan?” seru Vino dengan suara yang begitu bergetar.‘Aku nggak main-main kok, Mas. Kamu bahkan bisa tanya langsung lho sama istri kamu yang tercinta itu. Walau kayaknya… dia nggak bakal mengangkat panggilan k
Tiba di titik awal cerita.“Mama, Mama kenapa? Kenapa Mama ninggalin Naka di sana?”Lamunan Soraya buyar saat Nala menanyakan itu padanya. Karena pikiran yang tengah kacau, dia sampai tak menyadari kalau kini dia telah berada di kamar dengan menarik Nala bersamanya. Dia bahkan juga refleks mengunci pintu agar Vino tak menyusulnya ke sini.Dialihkannya pandangan pada sang putri, di mana gadis itu memandangnya dengan heran dan penasaran. Ekspresinya tampak polos bertanya-tanya, bercampur dengan rasa khawatir entah kepada Mamanya ini atau pada saudara – yang dia pikir – kembarannya.‘Tapi Naka….’Bisikan itu muncul di dadanya, bersama dengan rasa sesak. Sekilas dia ingat betapa antusiasnya bocah itu hendak menunjukkan gambar padanya, yang kemudian berubah jadi kecewa saat Soraya mengabaikannya dan hanya membawa pergi Nala, dia bahkan ingat panggilan sedih bocah itu kepadanya.Hatinya hancur sekali. Di satu sisi dia menyalahkan dirinya karena berlaku sekeras itu kepada bocah yang tak tahu
“Ini hasil pemeriksaan lab atas nama Alfarizky Evander, Pak.”Evan menerima amplop kuning dari petugas lab di Rumah Sakit Cahaya Medika itu. Dilayangkannya senyuman pada perempuan muda itu.“Terima kasih ya, Sus.”“Sama-sama, Pak.”Dengan langkah yang sedikit berat, Evan pun bergerak menuju sebuah bangku yang terletak tak jauh dari meja front office rumah sakit tadi. Dia pun mengeluarkan surat yang ada di dalamnya. Lantas matanya dengan cepat meringkas setiap kalimat yang terpampang di sana.Subjek A, Alfarizky Evander, didiagnosis memiliki gejala penyakit Thalasemia yang diturunkan dari Objek Pembanding B atas nama Evalina Megita selaku ibu biologis dari Subjek A.Helaan napas berat pun semakin terlihat di wajah pria itu. Kepalanya tampak tertunduk dengan cukup dalam dan bersedih.‘Malang sekali sih kamu, Nak. Kamu terlahir ke dunia tanpa ibu, lalu sekarang juga divonis penyakit seperti ini. Dan, sayang… tidak, kuharap kamu di atas sana tidak menyalahkan dirimu juga atas semua yang t
Keadaan kediaman Bentala benar-benar terasa sangat berbeda hari ini. Karena sosok Soraya yang biasanya paling aktif mengisi rumah ini dengan kehebohannya, kini malah mengurung dirinya selama berjam-jam di dalam kamar. Tentu saja seketika langsung mengambil alih keceriaan dari orang-orang yang ada di dalamnya.“Mama kenapa masih nggak keluar kamar lalu nggak ikut makan malam dengan kita sih? Kan aneh kalau kita makan duluan kayak gini.”Seluruh perhatian semua orang beralih pada si bungsu Naka yang mengomel dari tempat duduknya. Yang langsung disambut helaan napas berat dan prihatin dari para manusia dewasa.“Tch, kan tadi Kakak udah bilang kalau Mama itu lagi sedih karena teman perempuannya menipu dia. Sehingga itu sebabnya Mama tadi hanya membawa Kakak pergi saja untuk membahas percakapan antara sesama perempuan.” Nala menyahut dengan polosnya. “Kamu kan tadi bilang kalau kamu mengerti dan nggak marah sama Mama karena nyuekin kamu. Kok sekarang udah merengek lagi.”“Naka nggak mereng
“Apa, Pa? Nala dan Naka nggak boleh sekolah dulu? Kenapa, Pa?”Dengan ekspresi yang sangat kecewa, Nala menanyakan itu kepada sang ayah. Tepat setelah Arvino mengatakan sebuah perubahan baru terkait pendidikan kedua buah hatinya.“Hm… bukannya nggak boleh, sayang. Tapi… tapi….” Sambil memutar otak, Vino curi-curi pandang pada Indah yang duduk di seberang meja. Di mana perempuan itu tampak juga memasang ekspresi serius seperti dirinya. “Tapi… kalian hanya rehat sejenak. Karena seperti yang kalian tahu kan, Mama… saat ini sedang nggak enak badan. Jadi kalian lebih baik temani sampai menunggu Mama pulih dulu ya, sayang. Nantinya… kalian bisa sekolah lagi.”Kedua bocah itu serempak saling bertatapan. Lalu kemudian menghela napas dengan berat.“Memangnya apa sakit Mama parah? Apa Mama akan sakit lama?” Nakalah yang saat ini bertanya dengan gelisah. “Lalu kenapa Mama masih tidak ikut sarapan dengan kita hari ini dan harus diantarkan oleh Bibi ke kamar? Mama sebenarnya sakit apa? Kenapa Mama
Delapan bulan kemudian.“Papa!!!”Vino yang awalnya bersandar pada badan mobil tampak langsung mengangkat wajahnya. Ekspresi wajahnya tampak berubah cerah saat melihat Nala dan Naka yang berlari-lari kecil ke arahnya. Di belakangnya tampak sang wali kelas yang mengiringi sambil memperingatkan untuk berhati-hati.Menggunakan tongkat yang selalu dipegangnya, Vino pun juga berusaha mendekati mereka. Hanya beberapa langkah saja sebelum mereka berhadapan.“Sudah sering dibilangin jangan lari-larian. Tuh, denger juga Bu guru Farida sampe kesusahan mengejar kalian begitu,” ucap Vino menasehati mereka. Dengan gemas mengacak rambut mereka secara bergantian.“Habisnya kami senang karena dijemput sama Papa lagi. Mama kan bilang kalau ini terakhir kalinya sebelum Papa kembali masuk kerja,” sahut Naka sambil cemberut.“Iya. Kalau Papa udah kerja kan Papa bakal sibuk banget sehingga nggak bisa antar jemput kami lagi,” sambung Nala ikut cemberut.“Ini artinya kalian nggak suka dijemput Mama begitu?
Sosok yang biasa terlihat glamor itu tampak berantakan. Dengan baju tahanan yang terpasang di tubuhnya, dia duduk di sudut sel dengan memeluk kakinya. Mengabaikan hiruk pikuk dari napi lain yang berbagi ruangan dengannya.“Tahanan nomor 1036, Anda mendapatkan kunjungan!”Seorang sipir wanita berteriak dari luar sel, namun beliau tak didengarkan. Baik oleh sosok penyendiri tadi ataupun para napi yang asyik bergosip itu.“Tahanan nomor 1036, Anda mendapatkan kunjungan!”Di satu titik salah satu napi yang sibuk bergosip itu melayangkan pandangannya menuju napi yang menyendiri tadi. “Hey, 1036. Ada yang manggil lo tuh. Tuli ya?”Sosok itu masih diam.“Siapa sih dia namanya? Oh, ya, Ratu! Bu sipir manggil lo tuh.”Baru di saat itulah wanita itu bereaksi. Dia mengangkat wajahnya memandang ke arah lawan bicaranya.“Ada yang manggil lo. Dasar ya, belum juga terbiasa sama nomor lo sendiri. Lo hapalin tuh karena itu nama yang bakal lo pake selama bertahun-tahun setelah apa yang lo lakuin ke ana
“Kenapa Bi Yuyun pergi dari rumah kita, Mama? Apa Bi Yuyun beneran nggak bakal kembali?” tanya Naka padanya dengan ekspresi polos. Di mana langsung diangguki oleh gadis kecil di sampingnya.“Iya, Mama. Bi Yuyun kan selalu bersama kita. Bi Yuyun juga sering nemenin Nala dan Dek Naka saat Mama nggak ada. Kami sedih deh kalau Bi Yuyun nggak ada.”Soraya menghela napas pelan mendengar curhatan para malaikat perginya setelah melihat kepergiaan Bi Yuyun beberapa menit yang lalu. Ya, seperti yang sudah disarankan oleh Vino tiga hari yang lalu, Soraya langsung mengecek gerak-gerik Bi Yuyun di rumah ini melalui rekaman CCTV. Dari sana baru disadarinya kalau selama ini sang ART ternyata sering melakukan hal-hal yang mencurigakan.Tentu saja beliau sudah tak bisa kerja di sini lagi. Apalagi karena Bi Yuyun akhirnya mengakui segala tuduhan itu. Walaupun dia minta maaf sambil memohon dan berjanji tak mengulangi tapi nasi telah menjadi bubur. Apalagi mengingat dampak yang terjadi karena ulah beliau
“Udah empat hari sejak kejadian itu, tapi… Vino belum sadar juga.”Soraya langsung mengelus pundak Indah saat mendengar hal itu. Lantas dia mengalihkan pandangannya menuju ranjang pasien di mana suaminya berbaring.Vino saat ini masih dirawat di ruang ICU, namun keluarga akhirnya diizinkan menjenguk mulai dari kemarin. Walaupun mereka harus dipastikan steril dan mengenakan jubah khusus. Serta hanya boleh sekitar lima belas menit saja di dalamnya.“Apa semuanya akan baik-baik saja? Apakah dia akan sadar? Mama nggak bakal kuat kalau Vino juga harus pergi seperti Papa --““Sst, Ma. Jangan mikir gitu. Mas Vino pasti kuat kok, Ma. Dia pasti akan segera sadar. Sebab itulah yang sedang dia perjuangkan dengan terus bertahan seperti sekarang. Jadi… dia pasti akan bangun, Ma. Mas Vino kan orangnya kuat dan pemberani.”Soraya mengatakan itu dengan penuh keyakinan dan semangat, walaupun ada celah di dalam hatinya yang malah berpikir sebaliknya. Nyatanya dia juga mempunya ketakutan yang besar meli
Seluruh tubuh Soraya langsung bergetar hebat saat mendengar kabar di telepon. Dia sampai tak tahu harus bicara apa.“Ada apa, Bu? Apa ada masalah?” tanya babysitter Ekky yang awalnya bercengkerama ringan dengannya di ruang tamu apartemennya Evan. Sekitar beberapa menit setelah mereka menidurkan si kecil.Soraya tak mampu menjawab pertanyaan itu. Dia terlalu syok dan kebingungan dengan semua ini. Rasa takut juga langsung melingkupinya.“Bu?” tanya babysitter itu lagi dengan khawatir.“S-Saya… saya pulang dulu ya, Sus. A-Ada masalah di rumah. S-Saya titip E-Ekky… nanti saya telepon Evan juga buat kasih tahu. S-Saya permisi.”Dengan tubuh masih bergetar Soraya bangkit dari sana. Tampak kebingungan sendiri dengan apa yang dia lakukan. Untungnya sang babysitter tadi dengan sigap mengambilkan tas Soraya yang tertinggal di atas sofa.“Ini, Bu. Nanti ketinggalan.”“O-Oh ya. Makasih ya, Sus. S-Saya pulang dulu.”“Y-Ya, Bu. Hati-hati.”Soraya bergegas meninggalkan unit apartemen itu dengan tubu
Vino tak bisa menepis perasaan di hatinya. Ia benar-benar yakin kalau memang ada penyusup di antara pegawainya berdasarkan pengamatannya belakangan ini, namun sayangnya ia belum sempat memastikan hal itu sama sekali. Sehingga kini itu jadi ganjalan baru di tengah pekerjaannya.‘Haruskah aku mengambil cuti sejenak untuk sekadar memastikan? Aku benar-benar kepikiran dan khawatir kalau firasat ini benar. Tapi masalahnya kan sekarang lagi banyak kerjaan.’Di saat itu tiba-tiba ia jadi kepikiran tentang apa yang menimpanya saat Fadly berkhianat. Vino sangat ingat bagaimana itu semua itu terjadi tanpa peringatan sama sekali, seperti hujan badai yang datang di siang hari yang awalnya cerah. Vino tak akan pernah melupakan perasaan itu. Ia tak akan pernah lupa rasanya ditikam dari belakang oleh orang begitu ia percayai. Lalu saat tersadar semuanya benar-benar sudah terlambat.‘Enggak. Aku harus memastikannya sekarang. Aku nggak boleh jatuh ke lubang yang sama.’Kala memikirkan itu Vino segera
[SPY: Terima kasih atas uangnya. Aku selalu tahu kamu akan menepati janjimu. Sekarang… berusahalah sebaik mungkin untuk sisa rencanamu itu. Sementara aku… akan segera meninggalkan negeri ini dulu untuk menghambur-hamburkan uang yang kudambakan seperti ini. Jangan menghubungiku lagi karena nomor ini akan kusingkirkan. Dan yang sangkutpautkan aku dengan apapun yang tengah kamu kerjakan. Good luck!]Ratu mematikan layar ponselnya kembali setelah membaca pesan singkat tersebut. Dia lalu melemparkan benda tersebut begitu saja ke atas jok mobil di sampingnya.Omong-omong saat ini perempuan itu kembali berada di jalan yang menghubungkan kompleks perumahan elit yang ditinggali keluarga Bentala menuju jalan raya. Tepatnya beberapa ratus meter dari pos penjagaan di mana sebelumnya dia pernah dua kali mencegat Vino yang hendak pergi bekerja.‘Di sini terakhir kali kita bertemu. Selanjutnya di mana? Aku nggak keberatan kalau harus bertemu denganmu di persidangan atau sebagainya. Yang jelas… kamu
“Hari ini Bu Farida akan datang lagi untuk mengajar ke rumah ini. Tapi nantinya… setelah kita dapat sekolah lagi, Bu Farida tak akan ke sini lagi. Nala sedih deh kalau memikirkannya,” celoteh Nala di tengah sarapan mereka pagi ini. Di mana hari yang baru dan cerah telah kembali menyapa di rumah kediaman yang penuh cinta ini.“Nggak apa-apa, Kakak. Kan kita akan tetap bertemu dengan Bu Farida di sekolah. Begitu juga dengan guru-guru kita yang lainnya, seperti: Bu Arin, Bu Mega, Bu Helen, Bu --““Dan ibu guru cantik Miss Ratu!”Baik Soraya maupun Vino sama-sama langsung tersedak mendengar ucapan polos Naka itu. Serempak mereka saling berpandangan, sebelum beralih pada kedua bocah yang terus mengobrol dengan riang gembira itu. Sementara Indah juga tampak memasang ekspresi prihatin di wajahnya.“Pokoknya aku udah nggak sabar buat ketemu semua guru dan teman-teman. Aku ingin agar dapat segera sekolah.”“Naka juga, Kak.”Dan akhirnya pembicaraan itu terhenti juga karena kini mereka mulai me
‘Soraya benar-benar harus dikasih pelajaran. Dia tak seharusnya cari gara-gara padaku seperti ini.’Setelah diam membisu selama berjam-jam lamanya, setelah dia benar-benar panik akibat serangan tak terduga dari Soraya, di suatu titik Ratu akhirnya menarik kesimpulan. Setelah tadi dia benar-benar hanya diam saja sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan di tengah krisis ini.Lalu apa keputusannya?Bukannya merasa kapok dan mundur agar rahasianya itu bisa aman, dia malah berfokus tentang bagaimana caranya memberi pelajaran terhadap Soraya. Sebab Ratu merasa Soraya bukanlah orang yang seharusnya memperlakukannya begini. Sampai kapanpun wanita itu bukanlah tandingannya sama sekali.‘Aku akan membuatnya menyesal karena telah cari gara-gara denganku. Lihat saja, hal yang dia sebut senjata ini pada akhirnya akan berbalik melukai dirinya sendiri.’Berhenti menenggak minuman keras yang terus saja dia masukkan ke dalam tubuhnya, Ratu segera meraih ponselnya untuk menghubungi Fadly. Dia memin