Share

Bab 4

Pada saat yang sama, Hayden sudah berkumpul kembali dengan Naomi.

Naomi tidak tahu masalah besar apa yang sudah ditimbulkan Hayden. Saat melihat Hayden berlari kembali, dia bertanya dengan khawatir, “Hayden, kamu ke mana saja? Mama sudah cari kamu dari tadi.”

Melihat sikap ibunya, Hayden tahu bahwa ibunya yang polos itu pasti belum tahu apa yang sudah terjadi. Dia pun menjawab sambil tersenyum, “Mama, nggak usah khawatir. Karena baru pertama kali datang, aku pun penasaran, jadi aku jalan-jalan ke sekeliling. Tempat ini ramai banget, ya!”

“Tentu saja! Ini adalah salah satu kota terbesar di negara ini! Jadi, kamu nggak boleh keluyuran, ya! Kalau kamu diculik orang, bagaimana dengan Mama, Braden, dan Jayden?”

Hayden memukul dadanya sembari menjawab, “Mama, nggak usah khawatir. Kalau ada penculik yang ingin menangkapku, seharusnya Mama khawatir sama penculiknya. Siapa suruh mamaku melahirkan anak sepintar aku. Mana mungkin aku bisa diculik?”

“Kamu memang paling jago melawan!” tegur Naomi. Namun, ekspresinya tidak terlihat galak, malah penuh dengan kasih sayang.

Hayden pun berkata dengan manja, “Ya sudah. Mama, nggak usah khawatir lagi. Bukannya aku sudah kembali dengan selamat? Ayo kita pergi makan dulu! Aku sudah hampir mati kelaparan! Kak Braden dan Jayden pasti juga sudah lapar.”

Hayden ingin segera pergi karena khawatir wanita jahat tadi akan menyusulnya, lalu membuat ibunya marah.

Naomi pun tertawa dan menjawab, “Oke, Mama akan bawa kalian pergi makan enak!”

“Emm!” seru ketiga bocah kecil itu sambil mengangguk.

Braden langsung mengambil alih koper yang sedang dipegang Naomi dan berkata, “Mama, biar aku saja.”

Sementara itu, Hayden buru-buru mengambil tas ransel Naomi dan berkata, “Wanita cantik hanya perlu santai-santai. Serahkan semua pekerjaan berat pada pria!”

Jayden juga mengulurkan tangannya dan berkata, “Mama, Jayden gandeng Mama, ya.”

Naomi merasa dirinya bagaikan seorang putri. Dia tersenyum bahagia dan menggandeng tangan kecil Jayden, lalu membawa ketiga putranya meninggalkan stasiun kereta api.

Tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa ada seseorang yang sedang mengamati mereka dari kejauhan dengan tatapan sinis. Jelas-jelas orang itu sedang tersenyum, tetapi senyumannya terlihat sangat menakutkan.

...

Berhubung membawa koper ke restoran agak menyusahkan, Naomi terlebih dahulu mencari sebuah penginapan kecil di dekat stasiun kereta api. Saat ini, dia masih belum mulai bekerja lagi. Jadi, uangnya tidak cukup untuk tinggal di hotel bagus.

Naomi berencana untuk terlebih dahulu mengurus perceraiannya dengan Caden dan akta kelahiran anak-anaknya. Setelah itu, dia baru akan membawa ketiga putranya menetap di sebuah kota yang cuacanya bagus sepanjang tahun dan mencari pekerjaan di sana.

“Mama, apa kita tinggal di sini hari ini?” tanya Braden.

Naomi tahu Braden sangat mementingkan kebersihan dan pasti tidak suka dengan lingkungan di penginapan kecil ini. Dia pun menghibur, “Uang Mama nggak cukup untuk pesan hotel yang lebih bagus. Jadi, kita hanya bisa tinggal dulu di sini. Jangan khawatir, nanti Mama akan bersihkan kamarnya, lalu ganti seprainya dengan seprai kita sendiri. Kita nggak akan tinggal lama di sini kok. Habis semua masalah selesai ditangani, kita akan langsung pindah dari sini.”

Setelah memikirkan uang ratusan triliun yang dimilikinya, Braden merasa agak tidak berdaya. Ibunya memang baik, tetapi agak bodoh.

Dua tahun yang lalu, Braden pernah memberikan sejumlah uang kepada Naomi. Itu adalah penghasilan pertamanya. Namun, Naomi merasa sangat terkejut setelah melihat uang berjumlah 200 juta itu. Dia tidak percaya seorang anak kecil bisa menghasilkan uang sebanyak itu dengan mudah dan mengira itu adalah cara baru yang digunakan penculik untuk membohongi anak-anak.

Hal ini membuat Naomi merasa sangat khawatir hingga insomnia selama berhari-hari. Pada saat itu, dia juga kehilangan senyumannya untuk beberapa saat.

Saat menghasilkan penghasilan kedua sebesar 2 miliar, Braden pun merasa sangat ragu untuk memberi tahu Naomi atau tidak. Berhubung khawatir ibunya berpikir sembarangan lagi, apalagi penghasilannya makin banyak, dia pun menyimpan seluruh uang yang dihasilkannya selama ini di bank dan masih belum sempat menggunakannya.

Saat hendak turun gunung dan dan melihat Naomi tidak memiliki uang, Braden diam-diam menyuruh Hayden memberikan 10 juta kepada Naomi. Mereka mengatakan uang itu didapatkan dari memenangkan undian di supermarket kecil yang terletak di kaki gunung.

Braden menatap ibunya sambil berdesah dalam hati, lalu berkata dengan wajah penuh kasih sayang, “Mama nggak usah pikir terlalu banyak. Aku cuma tanya doang, bukan nggak suka tempat ini. Asalkan bersama Mama, aku akan senang di mana pun kita tinggal.”

Setelah mendengar perkataan Braden, Naomi pun tersenyum dan menjawab, “Sayang, jangan khawatir. Kelak, Mama akan kerja keras supaya hidup kita bisa lebih baik lagi!”

“Emm, semangat, Ma!”

“Mama paling hebat!”

Hayden dan Jayden juga memberi semangat pada Naomi.

Senyum di wajah Naomi pun bertambah lebar. Dia berkata, “Ya sudah, ayo kita letakkan dulu kopernya di dalam. Habis itu, Mama bawa kalian pergi makan!”

“Oke!”

Setelah makan malam, 3 bocah itu pergi mandi, sedangkan Naomi mengganti seprai di luar.

“Tok! Tok! Tok!”

Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu.

Naomi mengira itu adalah karyawan penginapan. Dia pun membuka pintu sambil bertanya, “Ada ....” (Urusan apa?)

“Bawa pergi!”

Sebelum Naomi menyelesaikan ucapannya, pria berpakaian hitam yang berdiri di paling depan langsung memberi perintah kepada 2 pria di belakangnya.

Begitu ditangkap oleh 2 pria itu, Naomi pun bertanya dengan panik, “Siapa kalian? Apa mau kalian? Lepaskan aku! Kalian ... umph ....”

Mulut Naomi dibekap, lalu dia dibawa paksa meninggalkan penginapan kecil itu. Tidak lama kemudian, dia tiba di sebuah gedung perusahaan. Saat ini, Caden ada di dalam. Dia adalah tipikal pecandu kerja. Selain putranya, dia hanya tertarik pada pekerjaan.

Setelah mengantar Jessica pulang tadi, Caden segera datang untuk melakukan survei terhadap gedung ini karena ingin membelinya. Saat sedang membaca dokumen di kantor, Steven mengetuk pintu sebelum berjalan masuk.

“Kak Caden, aku sudah selidiki semuanya dengan jelas. Keempat ban itu diledakkan dengan bahan peledak skala kecil, tapi latar belakang anak itu sangat biasa. Dia sudah kehilangan ayahnya sejak kecil dan hidup di desa bersama 2 saudara dan ibunya. Hari ini, mereka baru tiba di Jawhar. Nggak ada yang aneh sama mereka sekeluarga. Kami sudah bawa ibunya datang. Saat ini, dia ada di ruang rapat,” ujar Steven.

Caden pun mengerutkan keningnya, bahan peledak skala kecil? Setelah itu, dia meletakkan dokumen yang sedang dibacanya dan berjalan ke arah ruang rapat.

Steven juga mengikuti Caden. Dia sangat memahami sifat Caden. Hari ini, bom itu hanya menghancurkan ban mobil, tetapi sama sekali tidak melukai badan mobil ataupun orang yang berada di dalam mobil. Sangat jelas bahwa dosis bahan peledak itu dikontrol dengan sangat tepat. Seorang anak kecil tidak mungkin memiliki keahlian sehebat itu.

Steven tahu bosnya curiga bahwa ada orang di yang berada di balik anak itu. Bagaimanapun juga, ada terlalu banyak orang yang hendak membunuh Caden dalam beberapa tahun terakhir. Jadi, dia mau tak mau harus hati-hati.

Di dalam ruang rapat, Naomi masih tidak mengerti apa yang sedang terjadi dan merasa sangat ketakutan. Dia bertanya, “Siapa kalian? Buat apa kalian membawaku kemari? Kalian ....”

“Krek!” Pintu ruang rapat tiba-tiba dibuka. Kemudian, Caden berjalan ke hadapan semua orang dengan memancarkan aura mengesankan. Dia terlihat bak seorang raja.

Berhubung memiliki tinggi badan 190 sentimeter, Caden sangat menarik perhatian sehingga pandangan Naomi langsung tertuju padanya. Selanjutnya, Naomi pun membelalak dan tanpa sadar menahan napas. Dia mengamati Caden sekali lagi dan langsung tercengang.

Pria ini ... sangat mirip dengan Braden dan Hayden! Apa dia itu ayahnya anak-anak dan pria bajingan yang menghancurkan hidupnya dulu?

Begitu memikirkan hal ini, Naomi pun mengerutkan kening dan tanpa sadar mengepalkan tangannya. Tensi darahnya juga langsung melejit naik dan napasnya mulai menjadi kacau.

Naomi sudah tidak ingin mengingat masa lalu, apalagi malam itu sudah menghancurkan seluruh hidupnya. Berhubung hamil, reputasinya pun tercoreng dan dia juga dicaci maki oleh orang-orang dengan kata-kata tidak sedap seperti wanita jalang, wanita murahan, dan pelacur.

Sebagai seorang ibu, Naomi memang merasa sangat bahagia karena memiliki 3 putra yang bagaikan malaikat. Namun, dia telah menanggung penderitaan yang bahkan tidak dapat dideskripsikan dengan kata-kata. Semua penderitaannya disebabkan oleh pria bajingan itu!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status