Share

Bab 7

“Rayden ....”

“Kamu keluar saja. Aku mau tenangkan diri.”

Caden merasa tidak berdaya dan hanya bisa meninggalkan Rayden untuk sementara. Begitu keluar dari kamar, ekspresinya langsung berubah. Baru saja dia hendak pergi ke rumah Jessica, Jessica yang berlinang air mata tiba-tiba muncul di ruang tamu lantai 1.

Begitu melihat Caden keluar dari kamar Rayden, Jessica buru-buru menghampirinya dan bertanya dengan penuh perhatian, “Caden, bagaimana keadaan Rayden?”

Ekspresi Caden sangat dingin, tetapi dia tidak langsung meluapkan emosinya. Bagaimanapun juga, Jessica adalah penyelamat Rayden.

Dulu, Jessica yang menemukan Rayden di depan pintu sehingga berhasil menyelamatkan nyawanya. Caden pernah curiga apakah benar ada kejadian yang begitu kebetulan? Dia sempat berpikir mungkin saja demi mendekatinya, Jessica menyembunyikan ibu kandung Rayden, lalu sengaja meletakkan Rayden yang baru lahir di depan pintunya dan berpura-pura menyelamatkan Rayden agar dia merasa berterima kasih pada Jessica. Di drama-drama, plot seperti ini sudah sangat lumrah.

Namum, setelah menyelidiki hal ini dengan jelas, Caden menemukan bahwa Jessica memang hanya kebetulan menyadari keberadaan Rayden. Hilangnya ibu kandung Rayden juga tidak berhubungan dengan Jessica. Jadi, meskipun tidak menyukai Jessica, Caden tetap bersikap sopan terhadapnya.

Demi memberikan kasih sayang seorang ibu kepada Rayden, Caden juga tidak pernah menghalangi Jessica datang ke rumah untuk menjenguk Rayden. Hal ini menyebabkan orang luar mengira dia menyukai Jessica. Bahkan, ada rumor yang mengatakan bahwa Jessica adalah ibu kandung Rayden.

Kenyataannya hanya diketahui orang di sekitar Caden. Dalam hatinya, hanya ada ibu kandung Rayden seorang. Jadi, dia tidak mungkin bersama Jessica dan tidak pernah memberi harapan apa pun kepada Jessica. Seperti ucapannya pada putranya tadi, dia sama sekali tidak menyukai Jessica.

Caden berjalan menuruni tangga dengan ekspresi dingin. Begitu melihat lengan Jessica yang dibalut perban, dia berkata, “Maaf, Rayden sudah melukaimu.”

Jessica buru-buru berkata, “Nggak apa-apa. Aku cuma khawatir sama Rayden. Dia kenapa? Hari ini, begitu melihatku, dia langsung ngamuk. Apa karena aku pergi syuting terlalu lama, makanya dia jadi merasa asing terhadapku?”

Jessica menunjukkan ekspresi khawatir dan berpura-pura bodoh. Namun, Caden tahu jelas bahwa penyakit Rayden bisa kambuh karena Jessica mengatakan bahwa mereka akan menikah. Dia hanya melirik Jessica, lalu menjawab dengan dingin, “Bukan, dia rindu sama ibu kandungnya.”

Begitu mendengar jawaban Caden, Jessica pun diam-diam mengepalkan tangannya. Dia tahu Caden dan Rayden merindukan wanita yang sama. Jadi, dia merasa sangat cemburu.

Setelah secara tidak sengaja menyelamatkan Rayden, Jessica merasa sangat gembira. Dia merasa dirinya akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mendekati Caden. Saat Caden hendak membalas budi, dia pernah mengatakan bahwa lingkungan tanpa orang tua lengkap tidak baik untuk perkembangan fisik dan mental anak. Jadi, dia berharap Caden bisa menikahinya dan bahkan bisa menerima meskipun itu hanyalah status belaka.

Alhasil, Caden langsung menolak dengan mengatakan bahwa istri sahnya itu masih belum bercerai dengannya. Berhubung masih berstatus menikah, dia tidak bisa menikahi Jessica dan hanya bisa memberi imbalan dengan cara lain.

Hal ini benar-benar membuat Jessica merasa sangat kesal. Selain gagal memenangkan hati Caden, dia juga tidak bisa mendapatkan status apa pun. Bukankah hal ini sangat mengesalkan?

Selama hidupnya, ada 3 orang yang paling dibenci Jessica. Orang pertama adalah ibu kandung Rayden, yang kedua adalah istri sah Caden, dan yang terakhir adalah Rayden. Setiap hari, dia hanya berpikiran untuk membunuh mereka bertiga.

Meskipun mengeluh dalam hati, Jessica malah menunjukkan sikap menyalahkan diri dan berkata, “Ini semua salahku. Karena aku kurang beri kasih sayang ibu pada Rayden, dia baru merindukan ibu kandungnya dan jadi sakit karenanya.”

“Ini bukan salahmu. Wajar saja seorang anak merindukan ibu kandungnya. Kamu itu bukan ibu kandungnya. Seberapa besar usahamu, kamu juga nggak akan bisa beri dia kasih sayang ibu yang diinginkannya.”

Caden memang selalu berkata jujur dan kata-katanya itu langsung menghancurkan hati Jessica. Jessica bukanlah ibu kandung Rayden dan itu adalah kenyataan yang tidak bisa diubah.

Baru saja Jessica hendak mengatakan sesuatu, Caden pun menyela, “Kondisi Rayden sekarang sangat buruk. Kelak, jangan datang ke rumahku lagi kalau bukan ada urusan penting. Kalau memang harus datang, kamu juga harus meneleponku dulu.”

Jessica pun membelalak setelah mendengar ucapan Caden. Gara-gara Rayden membuat keributan, dia jadi tidak boleh keluar masuk rumah Caden sesuka hatinya lagi? Jika begitu, apa bedanya dia dengan wanita luar yang mendambakan Caden? Dia tentu saja tidak terima.

“Caden, aku ....”

“Aku harus mementingkan Rayden. Kita putuskan begini saja,” ujar Caden dengan dingin. Setelah itu, dia langsung menyuruh Yahya untuk mengantar Jessica keluar. Ini adalah hukuman yang diberikannya pada Jessica karena Jessica sudah sembarangan bicara di hadapan Rayden.

Padahal, Caden sudah dengan jelas mengatakan bahwa dirinya tidak akan menikahi Jessica. Namun, Jessica masih berani sembarangan berbicara dan membuat Rayden marah. Lagi pula, Caden pada dasarnya memang tidak ingin Jessica datang ke rumahnya.

Jessica merasa sangat sedih. Akan tetapi, Caden sepertinya sudah benar-benar marah kali ini. Jadi, dia tidak berani membantah Caden dan hanya bisa pergi.

Setelah itu, Caden berkata pada Yahya, “Kalau dia datang ke rumah lagi kelak, jangan biarkan dia langsung masuk. Kamu harus hubungi aku dulu.”

“Baik!”

Tidak lama kemudian, Robbin Lukman datang ke rumah Caden dengan tergesa-gesa. Robbin adalah sahabat Caden dan juga seorang dokter. Mereka sering berdiskusi mengenai keadaan Rayden.

Setelah mendengar cerita Caden, Robbin juga mengusulkan untuk melarang Jessica mendekati Rayden untuk sementara. Kemudian, dia berkata, “Kalau dinilai dari perilaku Rayden hari ini, penyakit bipolarnya seharusnya sudah makin parah. Kalau begini terus, situasinya sangat nggak menggembirakan.”

“Dia jelas-jelas tetap makan obat dengan teratur.”

“Ini bukan masalah obat. Masalah utama Rayden adalah mentalnya. Obsesinya terhadap ibu kandungnya terlalu mendalam. Kalau ibu kandungnya bisa kembali dan menemaninya, masalahnya seharusnya bisa diselesaikan.”

Caden menyalakan sebatang rokok dengan ekspresi kesal. Jika bisa menemukan wanita itu, apa dia masih perlu pusing? Dia bahkan pernah bertanya bagaimana sosok seorang ibu di hati Rayden, lalu mencari seseorang sesuai deskripsinya itu untuk menyamar sebagai ibu kandungnya. Namun, Rayden sangat cerdas dan langsung mengetahuinya. Setelah itu, Rayden juga mengamuk hebat.

Berhubung memahami situasi Caden, Robbin juga hanya bisa menghela napas tidak berdaya. Dia memberi usul, “Bagaimana kalau kamu cari seorang ahli psikologi anak yang juga bisa bertindak sebagai pengasuh Rayden? Selama Rayden nggak menolaknya, dia mungkin bisa komunikasi sama Rayden, lalu menyembuhkan luka hati Rayden.”

“Biarpun nggak bisa sembuh, setidaknya ada yang awasi Rayden dan bisa mencegah kondisinya bertambah parah. Selain itu, kalau kejadian seperti hari ini terulang lagi, setidaknya ada orang yang bisa menemaninya saat penyakitnya kambuh,” tambah Robbin.

Caden mengangguk dan bertanya, “Apa kamu punya kandidat yang cocok?”

“Untuk sementara masih belum ada. Tapi, kalau kamu bisa terima seorang wanita asing tinggal di rumahmu, aku akan coba mencarinya.”

“Kamu nggak usah pedulikan aku. Yang terpenting itu Rayden,” jawab Caden. Demi putranya, dia bahkan rela mengorbankan nyawanya.

“Oke, kalau begitu, aku akan bantu kamu cari orang yang cocok.”

“Emm,” jawab Caden. Kemudian, ponselnya tiba-tiba berdering.

“Bos, gawat! Bu Naomi sudah kabur!”

“Kabur?”

“Iya, pendeteksi kebakaran gedung tiba-tiba berbunyi, lalu semua orang dalam gedung buru-buru lari keluar. Bu Naomi memanfaatkan kesempatan saat situasinya kacau untuk kabur.”

“Kalian bahkan nggak mampu awasi seorang wanita? Dasar nggak berguna!” maki Caden. Suasana hatinya yang buruk pun menjadi makin buruk. Kemudian, dia melonggarkan dasinya dan bertanya dengan suara berat, “Kenapa pendeteksi kebakaran bisa tiba-tiba berbunyi?”

“Ada orang yang menyalakan bom asap di ruang bawah tanah untuk mengaktifkan alarm. Tapi, kami nggak menemukan tersangkanya. Re ... rekaman CCTV juga sudah dimusnahkan.”

Begitu mendengar jawaban itu, ada kilatan dingin yang melintasi mata Caden. Selain menyalakan bom asap untuk menolong orang, rekaman CCTV-nya juga dimusnahkan. Dengan kata lain, pasti ada orang di belakang wanita itu. Awalnya, dia sudah tidak curiga pada Naomi. Namun, sepertinya dia terlalu meremehkan musuh.

“Cari lokasinya dan tangkap dia kembali!”

“Baik!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status