Share

Ambil Saja Uangmu Mas!!
Ambil Saja Uangmu Mas!!
Author: Nadaaulia

Suami Perhitungan

"Mas, sabun cuci habis," ujar Ananda menengadahkan tangan pada suaminya.

"Ckk, bisanya minta uang saja. Nih,"

Selembar uang pecahan sepuluh ribu kini berpindah tangan dari Dika untuknya. Bukannya tak bersyukur, tapi selalu saja begitu. Dika hanya akan memberi uang pada Ananda kalau ia meminta lebih dulu, itu pun hanya cukup untuk keperluannya saja.

"Kok cuma sepuluh ribu Mas? Ini cukup buat sabun saja,"

"Terus harus berapa? Kan kamu mintanya buat sabun? Emang berapa harga sabun?"

"Bukan begitu Mas, tapi kan aku belum masak juga, tambahin lagi Mas,"

"Jadi istri bisanya cuma minta duit saja! Coba kamu yang cari duit, bisa gak? Kamu atur lah gimana uang yang saya kasih biar cukup buat sabun dan lauk!"

"Hmmmptt," Ananda hanya bergeming. Ia hanya bisa memandangi selembar uang berwarna ungu itu. Apakah memang dia harus bersyukur atau justru malah kesal karena hanya diberi uang sepuluh ribu?

Perlahan Ananda pergi menjauhi suaminya yang kembali melanjutkan pekerjaannya. Dika, adalah seorang penjahit pakaian yang sudah mashur di kampung mereka. Selain jahitannya rapi, bagus dan ia sangat pandai membuat berbagai macam model pakaian, sehingga dengan mudah ia mendapat banyak pelanggan. Penghasilannya bisa mencapai ratusan ribu per hari, karena tempat jahitnya selalu ramai. Tapi sayang, penghasilan itu tak bisa di nikmati oleh Ananda, istrinya sendiri.

Dengan punggung tangannya, Ananda menghapus keringat yang bercucuran di keningnya. Panasnya terik matahari, membuat ia tubuhnya basah dengan keringat asinnya.

"Permisi bang, saya mau beli sabun cucinya,"

"Berapa neng?" Tanya Pak Dirman, pemilik toko kelontong.

"Yang lima ribuan saja bang,"

"Baik neng!" Jawab Bang Dirman yang lekas membawa sabun cuci pesanan Ananda.

"Aduh si neng ini ya, padahal suaminya lho pasti besar, tapi kalau belanja paling cuma lima ribu. Hemat banget. Istri yang pinter, gak pernah hamburkan uang, belanja secukupnya aja ya neng," ujar Bang Dirman dengan seulas senyum melebar di bibirnya.

Ananda hanya tersenyum simpul mendapat pujian dari Bang Dirman. Bukannya ia tak mau seperti orang lain yang belanja bulanan, tapi apa boleh buat, Dika tak pernah memberinya kesempatan untuk memegang uang besar.

"Ah iya bang, kan biar uangnya cepet kumpul bang, biar bisa beli rumah dan enggak ngontrak terus," jawab Ananda menutupi. Lekas ia kembali ke warung sayur. Sisa uang hanya tinggal satu lembar lima ribuan. Matanya tertuju pada sepapan tempe di depannya.

"Siang ini makan sama tempe goreng saja, dengan nasi hangat pasti enak," pikirnya. Segera ia potong satu papan tempe yang sudah ia beli. Dengan bersemangat, ia memberi bumbu dan menggorengnya.

Aroma wangi goreng tempe memenuhi ruangan dapur dan memancing perutnya untuk segera di isi.

Ananda Mengambil sebuah piring dan meletakkan secentong nasi hangat yang masih mengepulkan asap diatas piring itu.

"Alhamdulillah ya Allah aku masih bisa makan hari ini. Walaupun hanya dengan tempe goreng, tapi aku bersyukur perutku masih bisa terisi,"

Ananda berbicara sendiri. Kemudian dengan lahapnya perempuan itu makan nasi beserta lauk tempe goreng.

"Oh jadi gitu ya kelakuan kamu, suami lagi kerja kamu makan sendirian?? Enak-enakan sendiri emang siapa yang cari duit?"

"Ah Mas. Kamu mau makan juga?" Tanya Ananda, yang lekas berdiri dan menarik kursi yang tengah ia duduki.

"Kamu lupa sekarang jam berapa? Lihat sebentar lagi zuhur, udah waktunya suami kamu makan. Harusnya kamu tuh kasih tahu dulu aku kalau nasi sama lauknya udah matang jangan langsung makan sendirian begitu!" Sungut Dika masih tak terima. Ananda hanya menunduk, ia tak mau bertengkar kemana-mana. Mengalah, mungkin itu lebih baik saat ini.

Ia hanya berdiri dari kejauhan, berpura mencuci perabotan bekas masak, bersandiwara biasa saja saat mendapat perlakuan tak menyenangkan dari suaminya.

"Tadi Mas kasih kamu uang 30rb kenapa lauknya cuma tempe saja?" Sela Dika ditengah makannya.

"Gas dan beras kan habis juga Mas. Sisa 5 ribu saja, lalu aku harus beli apa dengan uang 5 ribu?" Ananda mencoba menjelaskan.

"Ya udah, aku habisin semua ini ya, tanggung juga cuma satu papan. Kamu makan sama apa terserah lah, jatah hari ini sudah Mas kasih,"

"Kok begitu Mas?" Protes Ananda.

"Gak usah protes! Masih bisa makan nasi saja sudah beruntung! Makanya jadi perempuan jangan cuma bisanya jadi beban saja, lihat tuh si Lisna, si Wati! Itu temen kamu kan? Mereka biar pun jadi istri tapi masih bisa sambil cari uang. Lah kamu?" Lagi, Dika selalu membandingkan istrinya dengan perempuan lain. Sudah biasa, Ananda mendapat perlakuan seperti itu. Andai saja ia masih punya keluarga, mungkin Ananda lebih memilih untuk pulang. Namun, ia hanya sebatang kara didunia ini, hanya Dika lah tempatnya bergantung saat ini. Jadi mau tak mau, dia harus kuat menahan semuanya.

Dika bersendawa setelah ia selesai makan. Perutnya kini sudah kenyang, dan waktunya ia beristirahat sebentar sebelum melanjutkan lagi pekerjaannya.

"Aku mau tidur dulu, nanti bangunkan jam 2 ya. Jangan bangunkan aku sebelum jam 2, aku lelah sekali. Masih banyak kerjaan yang harus aku selesaikan, jadi tubuh dan mataku ini harus fresh," ujarnya sembari membaringkan tubuhnya yang lelah diatas ranjang.

"Iya Mas," jawab Ananda lemah.

"Semoga suatu saat aku bisa mencari uang sendiri, agar aku tak lagi menjadi beban suamiku" lirihnya lagi.

Selesai membereskan piring, terdengar suara ketukan pintu didepan rumah. Lekas Ananda berjalan ke arah pintu.

"Mas Dika nya ada Mbak?" Tanya Asep, tetangga nya.

"Ah beliau lagi tidur Mas Asep. Ada perlu apa ya?" Tanya Ananda.

"Ah ini aku mau bikin baju mbak," jawab Asep memperlihatkan kain didalam keresek di tangannya.

"Ya sudah, nanti saya sampaikan kalau Mas Dika udah bangun ya Mas," jawab Ananda mengambil kain yang Asep berikan. Dia menyimpannya didalam lemari, dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang terpotong tadi.

***

Waktu menunjukkan pukul 2 siang. Sudah saatnya Ananda membangunkan suaminya yang masih terlelap.

"Mas bangun," Ananda menggoyangkan tubuh Dika. Tak sulit, lelaki itu pun lekas bangun dari tidurnya.

Suara dering handphone milik Dika berbunyi.

"Kenapa Sep?"

"Udah bangun Mas? Anu tadi saya mau jahit baju, Mas nya lagi tidur. Saya kasihkan kainnya ke Mbak Ananda,"

"Oh iya Sep. Nanti kamu ke tempat jahit Mas aja ya,"

"Oke Mas," Dika dan Asep menghentikan panggilan mereka.

"Ananda, kamu tadi gak bilang ada Asep mau jahit baju? Kenapa kamu gak bangunin Mas?" Tanya Dika membuat Ananda kebingungan.

"Mas bilang jangan bangunkan Mas sebelum jam 2 siang kan?"

"Ya tapi lain lagi kalau mau ada yang jahitin baju, kamu gimana sih?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status