Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek

Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek

By:  CelineUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Not enough ratings
20Chapters
4views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Sejak awal, pernikahanku dan Ardi Wijaya memang dirahasiakan. Tiga tahun kami menikah secara diam-diam, aku bagaikan istri gelapnya saja. Di mata orang lain, dia itu dokter bedah terbaik di Mogowa. Dia dihormati dan disanjung banyak orang. Dia cuek dan sombong, juga tidak memedulikan orang lain. Sedangkan aku ini hanyalah seorang dokter magang anestesi biasa yang tidak berarti apa-apa baginya. Setiap malam, aku berdiri di balkon yang dingin sendirian menunggu dia pulang. Aku mengira kalau aku berusaha lebih keras dan belajar bersikap lebih lembut, suatu saat nanti dia akan tergugah melihatnya. Akan tetapi, kenyataan yang aku terima, bagaikan sebuah tamparan keras bagiku. Aku bertanya padanya dengan suara memeras sambil memohon dan menarik ujung bajunya, "Bisakah kamu tidak pergi mencari wanita itu lagi?" Dia tertawa ringan dan mencerca, "Ini hanya kawin kontrak saja. Apa kamu ketagihan berakting jadi Nyonya Wijaya?" ... Hari demi hari, aku menyaksikan bagaimana dia memperlakukan wanita itu dengan lembut. Aku tidak ingin bertengkar dengannya, juga tidak ingin mempermasalahkan apa pun yang dia lakukan. Aku meninggalkan selembar surat perceraian dan pergi. Hari itu, Kota Nowa diguyur hujan lebat. Di tengah hujan, Ardi sang dokter bedah yang tersohor itu berlutut. Dengan mata merah sembap, dia memohon untuk rujuk, "Istriku, kita tak usah bercerai, ya?" Bagiku, tetesan air matanya sudah tidak berarti sama sekali. Aku tersenyum tipis, "Jangan-jangan Dokter Ardi juga berwatak dramatis? Maaf, aku tak ada waktu buat menemanimu bermain sandiwara. Masa berlaku kontrak kita sudah habis. Kalau ingin mengejarku, silakan antre dulu."

View More

Chapter 1

Bab 1

Saat memotong kue tar, Zelda Hilmawan, adik kelasku yang satu jurusan denganku memberikan potongan kue pertama pada Ardi Wijaya yang datang tergesa-gesa.

Bagaikan orang asing yang sama sekali tidak saling kenal, Ardi sama sekali tidak memperhatikan kehadiranku. Padahal aku ini Raisa Larasati, istrinya yang setiap malam tidur seranjang dengannya.

Tiba-tiba suasana menjadi sedikit riuh, kemudian ada orang yang berseru dengan nada setengah bercanda, "Wah, Zelda, apa ini tandanya kamu mau umumin hubunganmu?"

Gadis dengan rambut tersanggul itu tampak tersipu malu memandang pria di sampingnya. Dengan terbata-bata, dia berkata, "Kak Ardi jauh-jauh datang kemari, pasti capek 'kan?"

Suara gadis itu terdengar begitu lembut, ditambah lesung pipi yang menghias di pipinya, tak heran kalau orang-orang menyayanginya.

Ucapan gadis itu memang tidak salah, jarak waktu perjalanan dari Mogowa ke Fakultas Kedokteran hampir satu setengah jam. Kali ini pun, penampilan Ardi tampak begitu formal. Dia mengenakan setelan jas kemeja dipadu dengan dasi panjang. Bahkan dasi itu pun dia posisikan dengan begitu rapi. Tampaknya Ardi sudah menghabiskan banyak waktu untuk penampilannya ini.

Padahal dua jam yang lalu, Ardi masih berada di ruang bedah.

Berlagak seperti kesatria sejati, Ardi menerima potongan kue itu. Dari gerakan tangan sampai caranya berdiri pun tampak begitu agung. Cahaya lampu di atas kepalanya semakin memancarkan pesona di wajahnya. Matanya yang biasanya tampak tegas dan tajam, kini diwarnai dengan sedikit kelembutan.

"Omong-omong, aku memang sudah lapar."

Suara Ardi terdengar sangat rendah. Saat dia berbicara, pandangan matanya tertuju pada Zelda. Nada suara Ardi terdengar begitu hangat.

Ardi yang sekarang, berbeda sekali dengan Ardi yang biasanya selalu serius dan tidak pernah bercanda.

Telinga gadis itu pun terlihat memerah, dia berbisik, "Kak Ardi, semuanya sedang melihat kita, nih."

Ardi sedikit mendongak, pandangannya menyapu wajah semua orang yang menonton di sana, kemudian berhenti di wajahku. Kemudian, dia berkata dengan tenang, "Dia tampak asing."

Jemariku sedikit mengepal. Aku berpikir, padahal kami sudah menikah tiga tahun, tapi akting Ardi masih saja sebagus dulu.

Benar juga sih, sejak awal kami berdua hanya kawin kontrak. Bahkan buku nikah kami pun diurus oleh sopir Keluarga Wijaya. Ini adalah sebuah pernikahan kontrak yang nyata tapi semu. Terhadap orang luar, dia tidak ingin mengakui statusku. Sudi tak sudi, aku tetap harus menerimanya.

Aku pun meladeni aktingnya dan menjawab perkataannya tadi, "Bulan lalu, kita bertemu di perayaan hari jadi kampus."

Waktu itu Zelda juga di sana. Kepala jurusan menugaskan Zelda dan beberapa adik kelas yang lain sebagai penyambut tamu. Mereka bertugas menyambut para senior berprestasi seperti Ardi.

Setelah dipikir-pikir, kurasa Zelda dan Ardi berkenalan pada saat itu.

Kalau dihitung-hitung, mereka baru kenal selama sebulan.

Ardi tidak tertarik dengan jawabanku sama sekali, dia tidak melanjutkan ucapannya, bagaikan orang yang sudah tidak mengingatku saja.

Melihat situasi ini, Zelda buru-buru mencairkan suasana. "Kak Ardi belum tahu, 'kan? Kak Raisa itu primadona kampus yang terkenal. Dia diterima masuk ke kampus kami lewat jalur khusus karena prestasinya yang gemilang. Dia sangat hebat."

Begitu mendengar "diterima lewat jalur khusus", hatiku terasa kecut.

Delapan tahun yang lalu, hanya karena ucapan Ardi, aku tanpa berpikir panjang langsung memilih jurusan kedokteran yang sama dengan Ardi.

Delapan tahun berlalu, kami malah menjadi orang asing yang paling familier satu sama lain.

Terdengar suara batuk ringan, Ardi dengan santai bertanya, "Apa dia sehebat Kak Ardi-mu?"

Dia memberi penekanan pada "Kak Ardi-mu".

Walaupun kata-kata itu tidak kasar, tetapi kesombongannya itu terasa begitu menusuk telinga.

Dia memang pantas berkata seperti itu. Persaingan di Mogowa begitu ketat, dengan bakat belajarnya yang luar biasa, dia sudah berhasil menjadi orang nomor dua di Departemen Bedah Saraf di usia yang begitu muda. Dia adalah panutan para adik kelas di Fakultas Kedokteran.

Mahasiswa biasa sepertiku yang belajar mengandalkan ketekunan ini memang tidak sebanding dengannya.

Zelda juga memahami hal ini dengan jelas. Matanya yang selincah kancil itu melirik ke arahku lalu melirik ke arah Ardi lagi. Dia lalu berkata dengan hati-hati, "Kak Ardi, apa aku ada salah omong ...."

Sebelum selesai bicara, pria itu sudah mengangkat jari telunjuknya dan mencolek topi ulang tahun gadis itu dengan pelan.

Terlihat jelas betapa pria itu menyayangi Zelda.

Sorak-sorai kembali bergema, suasana di ruangan itu pun menjadi riuh. Namun, hatiku malah seolah tenggelam perlahan ke dasar lautan.

Aku baru sadar, pria yang sudah kukejar selama delapan tahun ini, suamiku ini ... ternyata memiliki sisi humoris seperti ini.

Dia ingat bahwa ini adalah hari ulang tahun Zelda. Pria itu bahkan sampai rela menerjang hujan demi hadir di sini. Namun, dia sama sekali tidak ingat, ini juga hari ulang tahun istrinya, hari ulang tahunku.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
20 Chapters
Bab 1
Saat memotong kue tar, Zelda Hilmawan, adik kelasku yang satu jurusan denganku memberikan potongan kue pertama pada Ardi Wijaya yang datang tergesa-gesa.Bagaikan orang asing yang sama sekali tidak saling kenal, Ardi sama sekali tidak memperhatikan kehadiranku. Padahal aku ini Raisa Larasati, istrinya yang setiap malam tidur seranjang dengannya.Tiba-tiba suasana menjadi sedikit riuh, kemudian ada orang yang berseru dengan nada setengah bercanda, "Wah, Zelda, apa ini tandanya kamu mau umumin hubunganmu?"Gadis dengan rambut tersanggul itu tampak tersipu malu memandang pria di sampingnya. Dengan terbata-bata, dia berkata, "Kak Ardi jauh-jauh datang kemari, pasti capek 'kan?"Suara gadis itu terdengar begitu lembut, ditambah lesung pipi yang menghias di pipinya, tak heran kalau orang-orang menyayanginya.Ucapan gadis itu memang tidak salah, jarak waktu perjalanan dari Mogowa ke Fakultas Kedokteran hampir satu setengah jam. Kali ini pun, penampilan Ardi tampak begitu formal. Dia mengenaka
Read more
Bab 2
Di tengah hiruk pikuk suara sorak gembira, aku meninggalkan tempat itu sebelum acara selesai.Saat sampai di rumah, hari sudah larut malam.Di luar jendela, hujan masih belum berhenti. Permukaan kaca jendela terlihat berlapis embun. Suasana seperti ini semakin terasa pilu, ada kesepian yang menyusup di relung hatiku.Rumah ini cukup luas, dari balkon dapat terlihat pemandangan tepi sungai yang indah. Lingkungan di sekeliling apartemen ini memang sudah yang terbaik, apalagi harga tanah di Nowa tidaklah murah. Rumah ini adalah rumah idaman banyak orang.Namun, di rumah yang semewah dan senyaman ini, hampir sepanjang tahun, hanya aku sendiri saja yang menghuninya.Perlahan-lahan jarum jam pun menunjukkan waktu sudah tengah malam. Aku tahu, malam ini Ardi juga tidak akan pulang.Namun, tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka.Aku melihat ke arah pintu dengan penasaran. Terlihat sosok seorang pria yang berjalan mendekat dengan langkah terhuyung.Ternyata Ardi habis minum.Saat lengannya yang
Read more
Bab 3
Tiga tahun lalu, ayahku sedang berobat di rumah sakit. Namun, karena suatu masalah, dia secara tak terduga mengadang pisau yang ditodongkan ke arah Ardi, yang kala itu baru naik jabatan.Atas keberanian ayahku yang telah menolong Ardi, Keluarga Wijaya berjanji akan membalas jasa ayahku sebagai tanda terima kasih. Namun, tanpa diduga, ayahku malah mengusulkan pernikahan antara kedua keluarga.Keluarga Wijaya adalah salah satu keluarga kaya dan terpandang di Nowa, sedangkan ayahku hanyalah seorang manajer biasa di salah satu perusahaan farmasi kecil. Jadi bagi Keluarga Wijaya, gagasan pernikahan ini adalah bentuk pemerasan dengan mengatasnamakan balas budi.Saat semua itu terjadi, aku tak ada di sana. Namun, kemudian Ardi menemui dengan membawa surat perjanjian pranikah, tatapan matanya tampak asing dan angkuh. Dia berkata, "Waktu perjanjian pernikahannya tiga tahun, langsung berakhir begitu tenggat waktunya tiba. Kalau tidak ada masalah lain, besok pagi kita bertemu di Kantor Dinas Cata
Read more
Bab 4
Suasana tiba-tiba menjadi hening sejenak.Beberapa saat kemudian, Ardi berjalan mendekat perlahan, dia menatap ibu mertuaku dan bertanya, "Ibu sudah makan?"Suara Ardi begitu datar, tidak ada emosi yang meluap di wajahnya. Aku juga tidak bisa menebak suasana hatinya saat ini.Ibu mertuaku melirikku sekilas, kemudian suaranya pun meninggi, "Sudah begini, mana ada nafsu makan lagi? Ardi, istrimu sudah hebat sekarang, ya? Bukannya jadi Nyonya Keluarga Wijaya yang baik, malah ngotot mau melamar kerja. Profesi dokter selalu sibuk setiap harinya. Kalau begini terus, aku dan ayahmu bisa gagal lagi momong cucu."Tahun ini?Mendengar dua kata itu, aku pun merasa sesak di dada.Mungkin karena aktingku dan Ardi sangat bagus, sehingga kami berhasil menyembunyikan kebenaran dari orang tua kami. Mereka mengira kami adalah pasangan suami istri sungguhan.Namun, mereka tidak tahu, pernikahan yang diawali dengan kesalahan ini, sudah hampir tiba tenggat waktunya."Ardi, katakanlah sesuatu." Melihat Ardi
Read more
Bab 5
Begitu kata "batu loncatan" itu keluar dari mulut Ardi, aku tersedak dan tidak bisa berkata apa-apa untuk waktu yang lama.Benar sekali. Ayahku memang salah karena mengatasnamakan "balas budi" untuk mengajukan pernikahan kepada Keluarga Wijaya, tapi sebagai gantinya ayahku juga sudah terbaring di sanatorium selama tiga tahun.Sedangkan aku, toh aku menandatangani perjanjian pranikah itu sesuai keinginannya. Apalagi status pernikahan kami tidak diketahui pihak ketiga kecuali anggota kedua keluarga.Cincin kawin ini pun dibeli secara asal-asalan di butik aksesoris dekat kampus. Tidak ada undangan, tidak ada resepsi pernikahan, bahkan foto pernikahan pun tidak ada. Satu-satunya foto bersama yang kami miliki hanya tertempel di buku nikah kami. Jadi, apa keuntungan yang sudah kuterima dari Keluarga Wijaya?Tidak ada.Oh ya, jika tinggal di apartemen Ardi yang berpemandangan sungai terbaik di Nowa juga dianggap sebagai menikmati keuntungan ... maka dengan mencuci pakaian, memasak, serta mela
Read more
Bab 6
Diam-diam aku meninggalkan ruang rapat itu, sementara orang-orang masih berkerumun melihat mereka.Namun siapa yang menyangka, baru dua langkah, aku malah berpapasan muka dengan Rian Pratama.Dia melihatku dan menyapaku dengan suara yang lembut, "Nona Raisa, apakah kamu tidak melihat Dokter Ardi?"Rian Pratama dan Ardi adalah rekan kerja. Mereka seumuran, tetapi Rian masuk ke Departemen Bedah Saraf satu tahun setelah Ardi. Sampai sekarang, dia masih berstatus dokter residen.Kami saling mengenal. Itu juga karena aku tak sengaja kedapatan olehnya saat beberapa kali mengantarkan makanan dan bubur untuk Ardi.Setelah itu karena Ardi sering sibuk, dia pun memintaku untuk menghubungi dan menyerahkannya pada Rian. Seiring dengan berjalannya waktu, kami pun menjadi saling kenal satu sama lain.Setelah kupikir-pikir, aku rasa Ardi tidak benar-benar sibuk, dia hanya tidak ingin bertemu denganku.Namun, Rian sepertinya tidak terlalu terkejut melihat aku ikut ujian tertulis di Mogowa?"Oh, tadi s
Read more
Bab 7
Kami berempat pun berdiri di tempat yang sama.Mungkin karena sosok Ardi terlalu mencolok, sehingga perhatian banyak orang pun tertuju ke sini.Aku merasa kurang nyaman dipandang orang-orang di sekeliling. Ketika mataku menyapu Zelda, gadis itu tampak terkagum menatap Ardi, posisinya jauh lebih baik dariku.Aku tahu, itu adalah rasa kepercayaan diri yang timbul dari perasaan dilindungi."Kak Ardi bilang sudah menjelang waktu makan siang, dia ingin mentraktirku makan di kantin rumah sakit," ujarnya dengan nada polos.Rian menatapku dengan bingung, lalu menatap Zelda yang berdiri di sebelah Ardi dan berkata, "Dokter Ardi, kok tak dikenalkan?"Ardi memperkenalkan secara singkat, "Zelda, adik kelasku dari Fakultas Kedokteran."Zelda mengedipkan matanya yang jeli itu, lalu melirik kartu nama Rian dan berkata, "Halo, Dokter Rian. Perkenalkan, aku Zelda Hilmawan."Rian mengangguk dan tersenyum canggung, matanya sesekali menatap ke arahku. Ada rasa simpati yang terlihat di matanya."Kak Raisa,
Read more
Bab 8
Ardi memilih tempat di sebelahku dan duduk.Dalam waktu singkat, mangkuk dan piring di hadapanku sudah terisi penuh oleh ibuku. Sambil membereskan piring-piring, dia berkata dengan nada khawatir, "Kamu pasti sibuk dengan pekerjaan di rumah sakit. Lihatlah, kamu kurusan sekarang."Pujian yang dia berikan pada menantu laki-lakinya masih tetap sama.Namun, dia lupa kalau Ardi tidak makan tomat.Aku menatap alis lelaki itu yang sedikit mengernyit, dia mengambil sendok dan memilah-milah tomat dengan telur.Melihat ini, Nyonya Larasati menarik sudut bibirnya dengan canggung dan berkata, "Astaga, aku memang tidak seperhatian Raisa."Ardi mencibir dan berkata singkat, "Ibu meminta kami datang ke sini hari ini, apa ada sesuatu yang ingin Ibu sampaikan pada kami?"Nyonya Larasati melirik ke arahku dan berkata sambil tersenyum, "Memangnya bisa ada apa? Kita sudah lama sekali tidak bertemu. Aku ingin makan bersama kalian."Setelah selesai berbicara, ibu menatapku, mengisyaratkan kalau aku harus mi
Read more
Bab 9
Pertunjukan bagus?Setelah tertegun sesaat, aku pun memahami sindiran dalam kata-kata Ardi.Jadi menurut pendapat dia, semua yang terjadi malam ini adalah bagian dari konspirasi Nyonya Larasati denganku untuk menjebaknya.Dengan tujuan bisa hamil anak Keluarga Wijaya?Untuk itu, kami bahkan menggunakan trik memalukan seperti pakaian dalam seksi?Untuk sesaat, aku tidak tahu apakah aku harus menangis atau harus tertawa. Memikirkan kembali sikap lembutnya barusan, aku merasa seolah baru saja bermimpi indah selama beberapa detik."Sia-sia saja usahamu itu." Saat aku mendengar ejekannya itu, tatapan mata Ardi menjadi semakin dingin.Aku memelototinya, pandanganku jatuh pada jakun pria itu yang menonjol dan berkata dengan tenang, "Dokter Ardi yang suci, kok kali ini bisa terjebak sih?"Seolah-olah jalan pikirannya terkuak, Ardi sedikit mengernyit. Dia mencibir kemudian melangkah dari sisi badanku dan pergi meninggalkanku.Ketika suara pintu ditutup terdengar, air mataku mengalir keluar. Aku
Read more
Bab 10
Mendengar ucapan ini, Ardi sedikit kebingungan. Setelah beberapa detik kemudian dia baru mengucapkan, "Bagi setengah?"Dia sepertinya tidak menyangka.Rian tidak menyembunyikannya lagi, dia menjelaskan, "Ini adalah hadiah yang diberikan oleh Nona Raisa sebagai tanda terima kasih karena sudah meminjamkan payung. Dokter Ardi, harap jangan cemburu."Dalam satu kalimat, dia tidak hanya menjelaskannya untukku, tetapi juga menghilangkan rasa canggung Ardi. Aku harus mengakui kalau Rian memiliki EQ yang tinggi."Kenapa aku harus cemburu?" Ardi berkata dengan nada meremehkan, "Toh ini hanya makan siang, lagi pula ...."Dia berhenti sejenak, matanya tertuju pada kotak makan siang itu dan berkata dengan sombong, "Setiap kali juga hanya itu-itu saja. Aku sudah bosan memakannya."Sudah bosan.Setelah mendengar kata-kata ini, hatiku penuh duka.Memikirkan kembali selama tiga tahun terakhir ini, aku tidur lebih awal dan bangun pagi-pagi setiap hari. Aku pergi ke pasar untuk memilih bahan-bahan yang
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status