Share

Bab 9

Kelvin menghela napas lega. Lalu, Kelvin memprotes pada pria yang datang, "Pandu, kenapa kamu nggak datang lebih awal? Kamu sengaja mau lihat aku dipermalukan di tempatmu, ya? Awas aku laporkan kamu!"

Bam!

Mendengar nama Pandu, Cherry ketakutan hingga menjadi lemas dan bersandar ke Helen. Cherry pucat dan berkeringat dingin.

"Cherry, kamu kenapa?"

"Mampus ...." Cherry gemetar. "Pandu Handoko adalah jagoan di dunia gangster. Katanya sudah bunuh banyak orang. Klien perusahaan keluargaku pernah bermasalah dengan Pandu, lalu hilang kontak. Sampai sekarang juga nggak tahu masih hidup atau sudah mati."

"Apa?" Helen pun panik. Helen mengeluarkan ponsel dan ingin melapor polisi, tetapi sama sekali tidak ada sinyal.

Pandu tertawa terbahak-bahak. "Simpan ponselmu, sinyal sudah diblokir! Beraninya kamu membuat onar di tempatku? Besar sekali nyalimu!"

"Cukup! Jangan sok-sokan di depan cewek!" Doni menatap Pandu. "Akhirnya mau keluar, nggak bikin aku tunggu terlalu lama."

Pandu termangu. "Kamu tunggu aku?"

"Ya!"

"Kenapa kamu tunggu aku?"

"Perlihatkan satu hal padamu."

"Hal apa?"

"Hal ini." Usai berbicara, Doni langsung menendang.

Krak!

Disertai bunyi patah tulang kaki, Kelvin berlutut di lantai. "Ah! Bangsat! Pandu, bunuh dia! Bunuh dia!"

"Berengsek! Kamu cari mati!" Mata Pandu merah padam.

Pria itu mempermalukannya secara langsung!

Jika tidak membunuh pria itu, bagaimana dia bisa memimpin anak buah ke depannya?

"Mati kamu!"

Pandu dengan agresif menyerbu ke arah Doni sambil memegang pisau. Tampaknya Pandu ingin melubangi Doni dengan pisau itu.

"Ayo Kak Pandu!"

"Kak Pandu hebat!"

"Tusuk dia!"

Anak buah Pandu bersorak. Mereka semua merasa sangat terhormat karena dapat melihat Pandu bertarung secara pribadi.

Helen dan Cherry langsung memejamkan mata, tidak tega melihat Doni mati tragis.

Bam!

Terdengar bunyi dentuman.

Pandu terbang di udara sambil berputar dan jatuh dengan keras di lantai.

Doni menurunkan kaki kanannya dan menepuk-nepuk celana. Lalu, Doni berkata pada Helen, "Nggak usah takut. Dia kelihatan kekar, tapi beratnya hanya separuh dari seekor sapi."

Helen membuka mata, terbengong ketika melihat Pandu tersungkur di lantai dalam kondisi tidak jelas.

Kampungan ini ... kuat sekali. Tidak heran kampungan ini ingin menjadi tukang buruh. Kampungan ini pasti bisa mendapat bayaran lebih banyak dari orang lain kalau menjadi tukang bata.

Melihat Pandu dipukul, Cherry malah lebih takut lagi dan bergumam, "Mampus ... benar-benar mampus. Mampus kita .... Bos Pandu lebih menakutkan lagi! Nggak akan bisa selesai kalau berurusan dengan mereka! Mampus ...."

"Lindungi Kak Pandu!"

"Kak Pandu, bangun!"

Anak buah Pandu segera tersadarkan. Dengan segala upaya penyelamatan, mereka akhirnya membangunkan Pandu.

Pfft!

Pandu memuntahkan darah dan mendesis kesakitan karena rasa sakit di perutnya. Pandu memelototi Doni. "Sialan, ternyata praktisi seni bela diri! Keluarkan senjata! Langsung cincang dia! Yang cewek digilir dulu baru dicincang!"

"Siap!"

Semua anak buah serempak menyahut dan mengeluarkan senjata.

Ada pisau, parang, pipa baja, bahkan belati bermata tiga.

Kelvin memeluk kakinya seraya mengejek, "Helen, kalau kamu pasrah dan ikut aku, aku jamin kamu nggak akan mati. Kalau nggak, tunggu saja kamu dicincang!"

Sunyi sekali.

Helen dan Cherry gemetar ketakutan, tidak bisa berkata-kata.

Doni memprotes, "Kalian pintar pilih tempat, malah main ke tempat ilegal. Bagus sekali pilihan kalian!"

Kemudian, Doni menoleh pada rombongan Pandu dan tatapan matanya berangsur-angsur menjadi dingin. Masalah hari ini tidak bisa diselesaikan secara damai!

"Maju!"

Atas perintah Pandu, semua anak buah menyerang ke arah Doni dengan senjata masing-masing.

Bam! Bam! Bam!

...

Di tengah bunyi dentuman, satu per satu gangster jatuh ke lantai. Ada yang muntah darah, ada yang tidak bergerak dan entah masih hidup atau sudah mati.

Dalam sekejap, separuh gangster terbaring di lantai.

Sisanya tidak berani menyerang lagi.

Pria dari mana itu? Kuat sekali!

Ekspresi Pandu menjadi suram.

Pandu sungguh dilema!

Jika membiarkan Doni pergi, ketenaran Pandu di dunia gangster akan rusak.

Namun, mencegat Doni?

Bagaimana bisa?

Ketika Pandu sedang dilema, terdengar suara seseorang.

"Pandu! Kelvin! Dasar kalian bajingan, cepat keluar dan ketemu aku! Sudah kutelepon beberapa kali, tapi nggak bisa dihubungi! Kalian mau mati?"

Pandu bergembira karena sang penyelamat sudah datang!

Pandu tersenyum bengis pada Doni. "Kamu pasti mati!"

...

Doni menoleh ke arah datangnya suara itu. Dua puluhan pria kekar menyerbu ke dalam dari pintu, dipimpin oleh seorang gadis dengan penampilan anak punk.

Rambutnya dikepang dengan warna-warni. Gadis itu memakai baju tanpa lengan dan celana pendek. Kakinya yang panjang dan putih dibungkus stoking jala, sertai memakai sepatu boot.

Melihat gadis itu, senyuman tersungging di bibir Doni. Kebetulan, gadis itu adalah Melisa.

Di belakang Melisa, ada seorang pria separuh baya berkulit hitam yang berjalan dengan tegap dan bernapas stabil.

Doni memicingkan mata.

Jagoan! Gadis ini punya latar belakang yang luar biasa!

Pandu berteriak bagai bertemu dengan kerabatnya, "Nona, tolong aku! Tempatku diserang!"

Kelvin juga berteriak, "Nona, kakiku dipatahkan. Saudara-saudaraku juga! Nona harus membalas dendam untuk kami!"

Melisa memandang keadaan porak-poranda di sekeliling dan marah. "Siapa pelakunya? Beraninya melukai saudaraku? Kubunuh seluruh keluarganya!"

Mendengar Melisa mengancam dengan suara anak muda, Doni tidak bisa menahan tawa. "Masih kecil sudah berani mengancam seperti itu?"

Pandu dan Kelvin serempak menunjuk Doni.

"Nona! Dia orangnya!"

"Kejam sekali dia! Beberapa saudara pun lumpuh!"

"Nona, jangan biarkan dia pergi dengan selamat hari ini!"

"Nona, dia bahkan memandang rendah padamu! Harus bunuh dia!"

Melisa menoleh ke sana. Tubuhnya membeku ketika dia mengenali Doni.

Ternyata pria itu!

Dokter tampan yang telah menyembuhkan penyakit jantungnya!

Pria itu bisa menjatuhkan begitu banyak orang dengan sendirian!

Kuat sekali! Bagus!

Orang seperti itu harus bergabung dengan Keluarga Bonardi!

Melisa menoleh pada Pandu yang terus mengadu dan langsung menamparnya.

Plak!

Pandu memegang pipinya dengan bengong.

Melisa mendengkus. "Cerewet sekali, bikin jengkel saja! Kamu mengatur-ngatur aku?"

"Nggak, nggak berani ...."

Pandu menciut. Melisa terkenal karena sembrono dan bertindak di luar nalar. Pandu tidak berani menyinggung Melisa.

Terlepas dari ayah Melisa, Yogi Bonardi, pria hitam di belakang Melisa adalah binatang buas!

Orang-orang di dunia gangster mengakui kekejaman Pandu, tetapi Pandu sangat patuh di depan pria hitam itu.

"Nona ...." Kelvin buru-buru membela Pandu dan menunjuk Doni. "Mereka yang membuat onar dan menyerang kita. Nona ...."

Plak!

Kelvin juga ditampar sebelum selesai berbicara. Kelvin pun tercengang.

"Memangnya aku suruh kamu bicara? Nggak tahu aturan!"

Kelvin diam dan tampak murung.

Suasana hati Nona hari ini mungkin sedang jengkel.

Pada saat ini, pria hitam berbisik pada Melisa, "Nona, kaki Kelvin patah tulang total, sedangkan luka dalam Pandu sangat parah dan pada dasarnya sudah lumpuh. Pria itu jagoan, jangan terlalu dekat dengannya."

Mata Melisa berbinar. "Sehebat itu? Baguslah!"

Pria hitam itu termangu.

Bagus? Apanya yang bagus?

"Kelvin, kamu boleh bicara sekarang." Melisa bertanya, "Apa yang terjadi?"

Kelvin langsung menjawab, "Mereka yang membuat onar di tempat kami dan menyerang kami!"

Melisa mencibir. Pelanggan di sana adalah para "aristokrat", bagaimana mungkin akan mencari masalah secara inisiatif?

Tanpa menghiraukan Kelvin, Melisa menoleh pada Helen dan Cherry yang berdiri di belakang Doni. Melisa bertanya, "Dua cewek itu! Kalian yang menyerang lebih dulu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status