Share

Bab 2

Doni duduk dan mengamati gadis stoking jala hitam itu. "Kamu yang menawarkan bayaran tinggi untuk bisa punya anak? Siapa namamu?"

"Panggil saja aku Lisa."

"Lisa, dari usia tulangmu, kamu seharusnya baru genap 18 tahun, nggak sama dengan keterangan di brosur!"

Gadis itu termangu. "Bodoh sekali kamu, kampungan. Kamu benar-benar pikir ada hal seperti itu?"

"Masuk!" Lisa bertepuk tangan.

Bam!

Pintu kamar didobrak dari luar. Lalu, tiga pria kekar menyerbu ke dalam.

Pria berambut pendek yang memimpin berteriak, "Beraninya kamu macam-macam dengan wanita bos? Kamu cari mati? Cepat berlutut! Suruh keluargamu bayar empat ratus juta. Kalau nggak, mereka hanya akan mendapat mayatmu!"

"Sudah kuduga, mana ada hal bagus datang dua kali berturut-turut? Ternyata ini penipuan." Doni menyeringai sinis. Lalu, Doni menendang.

Pria berambut pendek tidak siaga sehingga jatuh di lantai.

Doni meninjunya lagi. Pria berambut pendek tergeletak di lantai dan tidak bisa bergerak.

Dua pria lain tersadarkan. Mereka bergegas menyerang Doni.

Dengan dua tendangan, dua pria itu menabrak dinding hotel.

"Nona, cepat pergi. Dia bukan orang biasa."

Pria berambut pendek yang tergeletak di lantai memperingatkan.

Lisa tersadarkan dan segera berlari ke arah pintu.

Baru dua langkah, Lisa sudah ditangkap oleh Doni.

"Lepaskan, lepaskan aku."

Lisa panik sehingga memukul dan menendang-nendang.

Nama asli Lisa adalah Melisa Bonardi, putri bungsu dari Yogi Bonardi, pemimpin dunia gangster Kota Timung. Melisa sangat usil dari kecil, tetapi kali ini menemui lawan tangguh.

"Ayahku Yogi Bonardi. Kalau kamu macam-macam denganku, ayahku nggak akan mengampunimu!"

Doni melempar Melisa ke ranjang dan bertanya, "Yogi Bonardi? Dia sangat hebat? Karena kalian berkecimpung di dunia gangster, kalian harus punya persiapan untuk membayar harga atas perbuatan kalian."

Setelah itu, Doni menyeringai sinis dan hendak menangkap Melisa.

"Ah! Jangan!"

"Jangan kemari!"

"Minggir!"

Melisa terus mundur ke sudut ranjang sambil menendang-nendang menggunakan kakinya yang dibungkus stoking jala.

Gaun Melisa sangat pendek. Kaki Melisa sangat putih. Melisa bahkan memakai celana dalam renda. Doni melihat semua itu.

Tiba-tiba, Melisa memegang dada dengan ekspresi kesakitan. Lalu, Melisa memejamkan mata dan ambruk ke ranjang.

"Pura-pura mati? Sepertinya ada yang nggak beres!" Doni melakukan pemeriksaan palpasi pada Melisa. "Astaga! Penyakit jantung bawaan! Untung kamu ketemu aku!"

Kondisi Melisa sangat kritis, mungkin bisa mati kapan saja.

Doni tidak berani bertele-tele dan langsung merobek gaun Melisa.

Doni mendesis kaget ketika melihat buah dada Melisa yang berkulit putih. Apa yang dimakan oleh gadis zaman sekarang?

Setelah menenangkan diri, Doni meletakkan kedua tangan di dada Melisa untuk mengirim energi sejati murni ke dalam tubuh Melisa dan menutrisi jantung Melisa yang nyaris layu.

Tangan Doni perlahan bergerak menyusuri tubuh Melisa untuk melancarkan peredaran darah. Darah Melisa yang hampir membeku kembali mengalir dengan lancar.

Satu jam pun berlalu. Doni menarik kembali tangannya. Doni menyelimuti Melisa dengan jubah mandi di ranjang. Lalu, Doni duduk di sofa di samping dan mengatur pernapasan.

Melisa berangsur-angsur siuman. Begitu menoleh ke samping dan melihat Doni, wajah Melisa memerah.

Walau pingsan, Melisa dapat merasakan gerakan Doni. Pria itu meraba sekujur tubuhnya.

Melisa tahu Doni sedang menyelamatkan nyawanya. Melisa menderita penyakit jantung bawaan sehingga dokter selalu berpesan padanya untuk menjaga kesehatan. Jika kambuh, peluang kematian bahkan mencapai seratus persen dan tak tertolongkan.

Namun, sekarang, rasa sakit di jantung Melisa menghilang dan napasnya lancar. Sekujur tubuh Melisa diselubungi rasa rileks yang belum pernah ada sebelumnya.

Penyakit Melisa sudah disembuhkan!

Penyakit yang bahkan tidak dapat disembuhkan oleh para dokter terkenal!

Pria ini menguasai ilmu kedokteran yang ajaib, terampil dalam seni bela diri, wajahnya ... sangat cocok dengan selera Melisa. Makin melihatnya, Melisa makin menyukainya! Wajah Melisa menjadi lebih merah lagi.

Melihat Melisa sudah siuman, Doni datang untuk melakukan pemeriksaan palpasi. "Penyakit jantungmu sudah sembuh. Jangan olahraga berat dalam waktu dua bulan. Ingat transfer biaya konsultasi."

Suara Melisa menjadi lemah saat berkata, "Berapa ... berapa banyak?"

Doni mendengkus. Lalu, Doni menegur dengan ekspresi tegas, "Masih muda sudah sembrono. Begini saja, transfer uang yang kalian dapatkan dengan penipuan ini, anggap sebagai biaya konsultasi."

"Sebenarnya, ini aksi pertama kami," gumam Melisa dengan wajah memerah. "Aku hanya melakukan penipuan ini karena taruhan dengan teman. Nggak nyangka, baru pertama kali melakukan penipuan ...."

"Orang zaman sekarang pintar semua."

Barulah Doni tahu sama sekali tidak ada orang yang memercayai iklan di pinggir jalan. Doni menggelengkan kepala.

"Kalau begitu, anggap saja aku baik hati. Jangan menipu orang lagi lain kali. Aku pergi dulu."

"Tunggu sebentar."

Tidak sampai sepuluh menit, Melisa kembali dengan sebuah kantong. Melisa menyerahkan kantong itu kepada Doni. "Aku nggak mau berutang budi. Ini untukmu."

Doni membuka kantong itu. Isinya adalah dua kaleng daun teh.

Daun teh itu adalah teh hijau berkualitas tinggi.

Ini barang bagus! Doni harus membawa sesuatu saat menemui calon istrinya untuk pertama kali.

Doni mengangguk dengan puas. "Ini bagus, aku ambil."

...

Membawa dua kaleng daun teh, Doni naik taksi dari Hotel Jupiter menuju rumah Keluarga Kusmoyo untuk menemui calon istrinya.

Setelah dilaporkan, Doni mengikuti pelayan memasuki vila Keluarga Kusmoyo.

Di ruang tamu, patriark Keluarga Kusmoyo, Seno Kusmoyo, duduk di kursi utama. Melihat Doni masuk ke ruang tamu, Seno langsung berdiri dan berkata dengan suara lantang, "Hahaha, cucu menantuku, aku sudah menunggumu beberapa hari. Kamu akhirnya datang!"

Seno berumur sekitar 70 tahun. Di belakangnya, ada seorang pria dan seorang wanita yang berumur 40 atau 50-an tahun, serta berpenampilan mewah. Mereka adalah putra Seno, Bernard Kusmoyo, dan menantu Seno, Sherline Limanta.

Dibandingkan dengan Seno yang antusias, ekspresi mereka jauh lebih cuek.

Bernard dan Sherline sangat tidak menyetujui pernikahan sembrono itu.

Konyol sekali! Putri mereka, Helen Kusmoyo, adalah wanita tercantik di Kota Timung. Entah berapa banyak keluarga elite yang mengajukan lamaran pada Keluarga Kusmoyo.

Bagaimana mungkin Keluarga Kusmoyo menikahkan Helen dengan seorang pria desa yang tidak jelas diketahui latar belakangnya? Bernard dan Sherline bahkan curiga Seno mengidap penyakit alzheimer!

Doni juga baru pertama kali bertemu dengan Seno. Doni hanya pernah mendengar guru bercerita bahwa Seno adalah orang yang menjunjung tinggi keadilan dan berpendirian teguh. Jika guru memberi penilaian seperti itu pada Seno, berarti Seno pasti memiliki suatu kelebihan. Doni memberi hormat pada Seno dan menyapa seraya tersenyum, "Halo, Tuan Seno, namaku Doni Jonathan."

"Hahaha, Doni! Nggak usah sungkan, anggap saja di rumah sendiri." Seno tersenyum dan berucap, "Gurumu benar, kamu memang unggul! Sini, sini, cepat duduk!"

Doni tersentuh oleh keantusiasan Seno sehingga tersenyum sembari berucap, "Terima kasih, Tuan Seno. Aku baru datang pertama kali, juga nggak punya sesuatu yang layak diberikan. Mohon terima dua toples teh ini."

"Yang penting kamu datang, buat apa bawa barang?" Seno menyuruh pelayan menyimpan daun teh itu. Seno tersenyum dan berkata, "Doni! Hari ini hari yang bagus. Mumpung waktu masih keburu, kamu dan Helen bisa pergi daftarkan pernikahan!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fajar Panogoro
mantap ceritanya semakin menarik saja
goodnovel comment avatar
Joni Soto
wow ............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status