Share

Bab 5

Begitu pintu dibuka, ada aroma yang wangi. Doni masuk dan menarik napas dalam-dalam. Lalu, Doni berkata dalam hati, "Ternyata begini kamar cewek! Wangi sekali! Entah berapa kali lipat lebih baik dari rumah batuku di gunung!"

Helen duduk di ranjang dengan wajah masam dan melirik Doni dengan cuek.

"Kakek suruh kamu tinggal di sini, tapi kamu jangan punya pikiran macam-macam!"

Helen menunjuk selimut di lantai. "Kamu tidur di sana!"

"Nggak masalah!" Doni tersenyum sambil menggelar selimut di lantai, melepas sandal dan masuk ke dalam selimut. Timbul ekspresi menikmati di wajah Doni.

"Nyaman sekali! Selimut ini empuk!"

"Wangi! Dikasih parfum, ya?"

"Selimut empuk ini pasti dari bulu angsa!"

"Kampungan!" Helen memutar mata.

Tidur memakai selimut bulu angsa di musim ini?

Kampungan, biar kamu mati kepanasan!

Helen mematikan lampu dengan jengkel. Tiba-tiba, Helen menegang.

Mereka telah melewati malam yang vulgar itu, tetapi Helen kehilangan akal sehat pada saat itu sehingga tidak bisa mengontrol diri.

Helen tidak pernah tidur sekamar dengan seorang pria.

Helen sangat khawatir, di tengah malam ... apakah Doni akan melakukan sesuatu padanya?

Doni yang tidak tahu malu pasti akan melakukan sesuatu!

Pikiran itu menghilangkan rasa kantuk Helen. Helen mengepalkan tangan dan napasnya menjadi cepat karena gugup. Helen khawatir Doni akan menerjang ke ranjang ketika dia sudah terlelap.

Beberapa menit kemudian, Helen tiba-tiba mendengar suara dengkur dari arah Doni. Helen menyalakan lampu samping ranjang dengan gerakan pelan. Doni sudah tidur dengan posisi mengapit selimut di selangkangan.

"Sikapnya berandal, posisi tidurnya juga berantakan! Kampungan!"

Helen mencemooh, tetapi hatinya menjadi lega. Lalu, Helen mematikan lampu samping ranjang.

Terpikir bahwa keperawanannya telah diambil oleh pria sampah seperti Doni, Helen sangat kesal hingga ingin muntah darah.

Walau kesal, Helen selalu memikirkan kejadian malam itu. Perasaan unik itu membuat napas Helen menjadi tidak teratur lagi.

Saking galau, Helen menyalakan lampu dan mengambil majalah untuk dibaca. Saat hampir selesai membaca majalah itu, Helen baru merasa mengantuk dan berbaring di ranjang.

Ketika hendak terlelap, Helen tiba-tiba melihat bahwa Doni berdiri di sisi ranjangnya. Rasa kantuk Helen hilang seketika. Helen bangkit duduk di ranjang.

"Kamu mau apa? Jangan macam-macam! Ini rumahku!"

"Kalau kamu berani macam-macam, Kakek nggak akan ampuni kamu!"

Doni menguap dengan jengkel.

"Kamu gila? Omong kosong apa kamu?"

"Orang di kota nggak matikan lampu saat tidur? Cahaya lampu kena wajahku! Bagaimana aku bisa tidur?"

Helen terdiam.

Helen merasa canggung, tetapi segera kembali bersikap dingin. "Kalau nggak terbiasa, tidur di luar sana!"

"Kalau tidur dengan lampu menyala, itu akan berpengaruh pada sekresi hormon. Nggak heran kamu grogi terus. Mungkin karena tidur dengan lampu menyala! Bikin repot saja!" Doni ingin pindah ke tempat yang tidak terkena cahaya lampu. Tepat saat itu, Doni menepuk jidat. Doni mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku dan meletakannya di meja samping ranjang. "Oh, ya, hampir lupa. Kukembalikan cek ini."

Helen terbengong. "Kembalikan? Kenapa?"

"Aku nggak bisa ambil uangmu ini," jawab Doni dengan tegas.

Istri mana yang membayar suaminya karena bersetubuh? Bercanda?

Helen berpikir sejenak. "Kamu masih punya uang?"

"Nggak ada."

"Kamu nggak punya pemasukan sekarang, simpan saja."

Doni melambaikan tangan dengan jengkel. "Sudah kubilang! Aku bisa menghasilkan uang! Nggak perlu uang darimu. Sudah, sudah, sudah malam, cepat tidur!"

Setelah itu, Doni menggeser selimut ke tempat lain dan berbaring di sana. Hanya sebentar saja, Doni sudah mendengkur.

Helen berpikir sejenak dan acuh tak acuh.

Kampungan ini berpendirian teguh, tetapi terlalu sombong!

Menghasilkan uang? Bagaimana kampungan ini bisa menghasilkan uang?

Di Kota Timung, kampungan seperti Doni hanya bisa menjadi tukang buruh, bahkan tukang bata yang tidak membutuhkan keterampilan. Bekerja belasan jam setiap hari sangat melelahkan, tetapi atasan mungkin akan mengutang gaji buruh!

Apa kampungan ini tidak tahu diri?

Apa kampungan ini tidak sadar diri?

...

Helen berbaring di ranjang, tetapi makin tidak bisa tidur karena kekagetan barusan. Dengkuran Doni juga membuat Helen jengkel. Jadi, Helen mengambil ponselnya dan memprotes pada teman bernama Cherry Wijaya di WhatsApp.

Di jam ini, Cherry juga belum tidur. Cherry pun mengobrol bersama Helen.

"Jangan takut! Aku bantu kamu habisi dia!"

"Bawa dia keluar besok, aku akan memberinya pencerahan."

"Biar dia tahu dia bukan dari dunia yang sama dengan kita!"

"Besok kita ...."

...

Usai sarapan esoknya, Helen berkata, "Doni, nanti ikut aku. Ada acara dengan temanku. Kamu juga bisa kenalan dengan temanku."

Sebelum Doni sempat menjawab, Seno tertawa girang. "Ini baru benar! Cucuku memang pengertian! Kalian bersenang-senang saja hari ini! Anak muda cepat jadi dekat! Tugas kalian hari ini adalah percepat proses berkenalan kalian melalui acara ini! Secepatnya lahirkan cicit Kakek!"

"Kakek! Apa yang Kakek katakan?" protes Helen. Kakek makin menjadi-jadi!

Dikarenakan keantusiasan Seno, Doni hanya bisa mengangguk dan setuju. Sebenarnya, Doni berencana pergi melakukan sebuah hal besar hari ini. Sepertinya hanya bisa ditunda.

Setelah bersiap-siap, Doni dan Helen berangkat. Helen memakai pakaian kasual. Celana panjang yang ketat menonjolkan kaki Helen yang ramping dan seksi. Doni duduk di kursi penumpang depan sambil melamun karena mengingat kembali perasaan ketika dia mengangkat kedua kaki itu ke bahunya kemarin malam.

"Kamu lihat apa?"

Suara Helen yang dingin membangunkan Doni dari imajinasi.

Doni langsung menjawab, "Kaki!"

"Nggak tahu malu!"

"Aku jujur! Memangnya kamu mau aku bohong?"

"Cih! Aku juga jujur!"

Helen mengabaikan Doni. Lalu, Helen menginjak pedal gas untuk menambah kecepatan.

...

Mobil tiba di Balai Anggar Astra. Cherry sudah menunggu di depan pintu. Cherry yang seksi memakai gaun ketat putih dan stoking hitam. Cherry juga cantik dan menawan. Tidak banyak wanita cantik seperti itu.

Cherry berjalan kemari seraya melambai pada Helen. Cherry mengamati Doni dengan tatapan mata jijik. Benar saja, pria itu adalah kampungan dari desa! Sama sekali tidak cocok dengan Helen!

"Doni, ini teman baikku, Cherry Wijaya. Kalian kenalan dulu," kata Helen dengan cuek.

Doni tersenyum seraya mengulurkan tangan pada Cherry. "Halo."

Cherry memutar mata pada Doni dan mengabaikannya. Cherry langsung menggandeng lengan Helen seraya berjalan ke dalam, sama sekali tidak menghiraukan Doni. "Helen, ayo! Kami sudah tunggu dari tadi!"

Helen melirik Doni sekilas. "Kamu ikut masuk saja. Lain kali, jangan berinisiatif menjabat tangan wanita. Itu tidak sopan! Ingat baik-baik!"

Doni mengangkat bahu. Kamu benaran pikir aku mau bersikap antusias?

Saat berjalan ke dalam, Cherry berbisik di telinga Helen, "Helen, jangan khawatir. Kampungan itu pasti akan malu besar hari ini! Dia pasti akan sadar diri dan nggak berani berada di dekatmu lagi!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status