Share

Bab 3

Doni termenung dan menggaruk kepala. "Kakek Seno, ini ... ini terlalu terburu-buru, 'kan?"

Seno tersenyum seraya menjawab, "Nggak buru-buru. Dua puluh tahun lalu, Kakek sudah sepakat dengan gurumu! Dengarkan Kakek saja!"

Bernard yang duduk di samping tidak tahan lagi. Bernard menunjuk Doni sambil berseru, "Ayah! Kalau Ayah nikahkan Helen dengan ... orang desa ini, apa seperti apa pandangan kerabat-kerabat yang lain? Keluarga kita akan menjadi bahan tertawaan di Kota Timung!"

"Ya ...." Sherline bergegas menambahkan, "Selain itu, kurasa kepribadian orang ini juga bermasalah! Baru pertama kali datang, dia bahkan hanya membawa dua kaleng daun teh! Apa Keluarga Kusmoyo di matanya?"

Doni menyela dengan tenang, "Bibi, ini teh hijau berkualitas tinggi."

"Teh? Berkualitas?" tukas Sherline dengan sarkas.

"Bagaimana mungkin kampungan dari desa sepertimu bisa punya daun teh berkualitas semacam ini? Kalau kubilang, ini pasti daun teh liar yang kamu asal petik."

"Cukup!" Teriakan marah Seno memotong perkataan Sherline. "Sherline, ini menantumu. Mana bisa kamu bicara begini? Apapun hadiah yang dibawa oleh Doni, itu niat baiknya."

"Cepat panggil Helen ke sini! Dia dan Doni harus pergi daftarkan pernikahan!"

"Ini ... huh!" Sherline mengembuskan napas berat. Lalu, dengan enggan Sherline pergi memanggil putrinya.

Seno memiliki kekuatan absolut di Keluarga Kusmoyo. Bernard dan Sherline tidak berani membangkang Seno secara terang-terangan.

Akan tetapi, mereka diam-diam memutuskan, mereka harus mencari cara untuk membatalkan pernikahan itu.

Beberapa menit kemudian, Sherline kembali ke ruang tamu bersama Helen.

Helen juga sangat tidak menyetujui pernikahan tersebut. Jika tidak, Helen tidak akan pergi ke bar untuk bersenang-senang kemarin.

Kaki Helen masih pegal karena persetubuhan dengan Doni kemarin malam. Jadi, Helen melampiaskan kejengkelannya pada calon suami yang belum pernah dia temui.

Helen sudah membuat keputusan. Dia tidak bisa mengubah pikiran kakek, maka dia akan menyiksa kampungan itu setelah sudah mendaftarkan pernikahan agar kampungan itu tahu seberapa besar kesenjangan di antara mereka, agar kampungan itu tahu diri dan mengajukan perceraian!

Namun, ekspresi Helen membeku ketika melihat Doni yang duduk di sofa.

"Kok kamu?"

Doni juga tampak canggung. Wah, konyol sekali.

Tak terpikirkan oleh Doni bahwa wanita kaya yang dia tiduri semalam ternyata adalah calon istrinya.

"Helen, kalian kenal?"

Orang-orang Keluarga Kusmoyo kebingungan.

"Sudah ketemu saat datang ke sini. Benar, 'kan?" Doni tersenyum pada Helen. Doni menggerutu dalam hati, 'Nggak mungkin aku bilang kami sudah tidur bersama, 'kan?'

"Ya, pernah ketemu." Helen mengangguk dan kembali bersikap dingin.

"Hahaha!" Seno sama sekali tidak curiga. "Sudah kubilang kalian pasangan takdir! Ini namanya jodoh! Sudah sore, cepat pergi daftarkan pernikahan! Helen, bawa mobilmu!"

Bernard masih ingin menghentikan pernikahan itu. Bernard berkata, "Ayah ... Ayah benaran mau Helen nikah ...."

"Cukup!" Seno melambaikan tangan dengan ekspresi masam. "Masalah ini sudah mutlak! Helen, Doni, cepat kalian berangkat. Jangan menunda waktu."

...

Di dalam mobil Helen, Doni merenggangkan pinggang. "Ini mobil, ya .... Kursinya empuk seperti sofa, nyaman sekali."

Kampungan!

Helen mendengkus terhadap aksi Doni. Helen makin tidak menyukai Doni.

Doni tidak hanya kampungan, tetapi juga pria bajingan yang mencari wanita di bar, bahkan ... sudah merebut keperawanannya.

Di sepanjang jalan, Helen sama sekali tidak ingin berbicara dengan Doni.

Setelah keluar dari kantor disdukcapil, Helen menyimpan akta nikahnya.

"Doni, aku menikah denganmu atas perintah Kakek dan aku nggak bisa tolak. Tapi ada beberapa hal yang harus kita bicarakan dulu!"

"Sekalipun sudah daftarkan pernikahan, aku nggak akan mengaku kamu adalah suamiku! Sedangkan tadi malam, itu kecelakaan! Jangan harap kamu bisa mengancamku dengan itu!"

"Ingat, kita dari dunia yang berbeda! Nggak akan bisa bersama."

Suara Helen dingin dan tidak berperasaan.

Doni menyeringai sinis. "Dari dunia yang berbeda? Kamu dari dunia mana? Dunia di mana membayar pria untuk bersenang-senang?"

"Kamu! Ya, aku suka membayar pria untuk bersenang-senang. Kamu pulang sendiri saja!" Helen terdiam karena tidak bisa membantah.

Helen langsung masuk ke mobil dan dengan marah melaju pergi.

"Dasar gadis ini." Doni juga sangat jengkel.

...

Begitu Doni pulang ke rumah Keluarga Kusmoyo dan masuk, Doni melihat Sherline keluar dari dapur membawa basi sambil menggerutu.

"Daun teh busuk apa ini? Hambar sekali rasanya, bahkan nggak bisa dipakai untuk masak telur rebus teh! Doni, jangan-jangan daun teh dari kamu ini bekas pakai? Kamu masih bohong dan bilang ini teh berkualitas? Mana bisa telur rebus teh ini dimakan?"

Helen langsung melirik Doni dengan jijik. Buruk sekali kepribadian Doni, sampai menjadikan barang palsu sebagai hadiah!

"Sherline, ada apa?" Seno menoleh ke sana.

"Ayah!" Sherline mengadu, "Master Terry suka telur rebus teh buatanku, 'kan? Dia akan datang ke rumah nanti. Jadi, aku ingin buatkan telur rebus teh untuk master Terry. Tapi daun teh yang Doni kasih terlalu hambar, juga nggak pekat warnanya. Aku curiga daun itu sudah dipakai dan dikeringkan lagi! Mana bisa aku kasih Master Terry makan ini?"

Seno mengernyit. "Kenapa kamu masak telur rebus teh pakai hadiah dari Doni?"

Sherline melirik Doni dengan jijik. "Kalau nggak masak telur rebus teh, daun teh palsu begitu hanya bisa dibuang. Dia benar-benar ...."

Sebelum Sherline selesai berbicara, terdengar suara tawa yang lantang. Seorang pria tua seumuran Seno dituntun ke dalam oleh pelayan.

Seno tidak lagi menghiraukan Sherline dan segera menyambut tamu. "Hahaha, Terry, pas kamu datang hari ini! Doni, ayo sini. Perkenalkan, ini Master Terry Christian, master kaligrafi yang terkenal di seluruh negara. Lukisan kaligrafi yang digantung di ruang perjamuan kenegaraan adalah karyanya!"

Alih-alih menyahut, Terry mengendus-ngendus. "Teh ini berkualitas tinggi! Hahaha! Benar nggak? Seno, hebat kamu! Bisa-bisanya kamu dapatkan teh ini dan menjamuku, memang setia kawan! Setia kawan kamu! Di mana tehnya? Di sana, ya ... yang Sherline pegang itu ...."

Melihat basi yang mengepulkan uap panas, Terry bergegas berjalan ke sana dengan ekspresi heran. Lalu, ekspresinya berubah seketika. Terry mengentakkan kaki. "Ini ... ini, ini! Ini mubazir! Buang-buang! Boros ...."

Sherline kebingungan. "Master Terry, kenapa? Ini telur rebus teh yang khusus kubuatkan untukmu. Bukannya Master Terry suka?"

Seno juga merasa heran. "Terry, Sherline bahkan masak banyak karena tahu kamu suka."

Terry mengentakkan kaki. "Telur rebus teh! Telur rebus teh! Memangnya keluarga kalian punya tambang emas? Sekalipun ada tambang emas juga nggak bisa boros begini! Masak telur rebus teh dengan teh hijau berkualitas semacam ini! Hari ini aku benar-benar tahu apa namanya mubazir! Apa namanya kaya! Ternyata kamu bohong kamu sedang dalam krisis uang! Dasar tua bangka, kamu pura-pura kasihan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status