"Bisa-bisanya kamu selingkuh sama sahabatku, Erwin!” seru Ayunda dengan suara cukup keras.
Hati istri mana yang tidak sakit melihat sendiri dengan mata kepalanya saat sang suami tengah bermesraan dengan sahabatnya sendiri di kantor? Tubuh Ayunda bahkan sampai gemetaran karena tidak menyangka akan menyaksikan sendiri hal kotor ini. Dia pikir kedekatan keduanya selama ini sebatas sekretaris dan atasan saja. Siapa sangka, keduanya berkhianat? Di sisi lain, Erwin tampak tidak merasa bersalah. Pria itu bahkan menatap Ayunda sinis. "Cukup Ayunda! Nggak usah teriak-teriak!" ucap pria itu dengan suara pelan, tetapi penuh penekanan. Ayunda sontak tertawa kehilangan akal. "Aku udah berusaha jadi istri yang baik buat kamu, tapi apa yang kamu lakukan ke aku?" kecewa wanita itu. "Alah! Nggak usah mendramatisir keadaan, Ayunda atau kamu mau semua orang tahu bahwa anak itu adalah anak haram, hah?!" ucap Erwin sambil menunjuk perut buncit Ayunda, “kamu wanita murahan yang bahkan tak tahu ayah anakmu ada di mana, kan?” Deg! Ayunda terkesiap. Lima bulan pernikahan mereka, keduanya memang tidak satu kalipun melakukan hubungan suami istri. Bukan karena Ayunda menolak, tetapi Erwin yang merasa jijik padanya karena sudah mengandung anak dari pria lain. Padahal, suaminya itu jelas-jelas sudah tahu keadaannya dan meyakinkan bahwa dia memang ingin bertanggungjawab kala wanita itu tengah putus asa. Erwin yang memang selama ini mengejar Ayunda–bahkan berjanji merawat anak itu seperti anak kandungnya sendiri, hingga dia akhirnya luluh juga. Bahkan mencoba mencintai pria itu meski sulit. Tapi sekarang, pria ini memperlakukannya seperti sampah? Lantas bagaimana menjalani pernikahan yang sulit ini? "Bukankah sejak awal kamu sudah tahu keadaan aku? Justru kamu yang mengatakan siap menjadi ayah dari anak ini. Lalu kenapa—" "Waktu itu, aku khilaf kayanya. Mana mungkin ada yang sudi punya istri seperti seperti kamu, kan?” potong Erwin, tanpa peduli kata-katanya begitu kejam, “pokoknya, jangan sampai kamu bicara tentang tadi pada salah satu sahabatmu atau pada orang tuamu!” “Jika itu terjadi, maka mereka juga akan tahu tentang anak haram itu bukan anakku!" ancam Erwin lagi, "kau mau citra baik keluarga besarmu hancur? Belum lagi, betapa kecewanya mereka nanti?” Pria itu lalu tersenyum miring setelah merasa berhasil mengancam istri pajangannya itu. Ditinggalkannya Ayunda yang masih mengepalkan tangannya–menahan marah. Keluarga wanita itu memang tak ada yang tahu jika anaknya bukanlah anak Erwin, melainkan anak dari mantan kekasihnya yang pergi tanpa kabar! Air mata yang tertahan, akhirnya luruh juga di pipi putih Ayunda. Tak lama, wanita itu memutuskan pergi dari sana dan mengendarai mobilnya. Menenangkan diri meski pergi tanpa arah. Bahkan, angin yang berhembus kencang pun tak lagi terasa olehnya yang kini tanpa jaket. Sayangnya, kegundahan hati Ayunda tak kunjung reda, hingga dia pun memilih berjalan kaki. Lagi-lagi, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Perasaannya begitu sakit. Dia ditinggal kekasihnya dalam keadaan hamil seorang diri dan dijanjikan pertanggungjawaban. Tapi, pria itu pergi tanpa kabar. Belum lagi, Ayunda akhirnya dinikahi oleh Erwin, tapi berakhir dikhianati dengan wanita yang notabenenya sahabatnya sendiri. Jika begini, mengapa suaminya itu tidak menikah dengan sahabatnya saja sejak awal? Sambil melangkahkan kakinya, Ayunda merasa semakin hancur. Kini dirinya mulai bertanya-tanya, apakah dia tidak layak dicintai? Lalu, bagaimana dengan anaknya nanti? Ayunda menghela napas. Merasa tak kuat lagi, dia pun akhirnya duduk di sisi jalanan sambil terus menangis keras berharap bisa meringankan sedikit beban. Namun, nasib sial sepertinya tidak bisa dilewatkan oleh Ayunda karena dia mendadak dihampiri oleh dua orang preman! "Kalian mau apa?" tanya Ayunda penuh rasa takut. “Hahaha….” Preman itu tertawa sambil menatap kalung di leher Ayunda. “Mau ini!” Srak! Tanpa kata, preman itu menarik kalung tersebut dengan sangat kuat sebelum kabur. Sayangnya, Ayunda langsung terdorong, hingga kepalanya pun membentur bahu jalan. Entah apa yang terjadi, Ayunda merasa tubuhnya terasa dingin. Kepala wanita itu juga memberat, sementara penglihatannya menggelap. “Anakku?” lirih Ayunda sebelum kesadarannya menghilang.Beberapa bulan lalu … keadaan Ayunda sedang tidak baik-baik saja. Gadis itu mabuk berat setelah merayakan hari ulang tahun salah satu sahabatnya di sebuah apartemen.Sepertinya, ada yang sengaja menukar koktail tanpa alkohol miliknya dengan minuman yang seharusnya tak ia minum."Ayunda…." Samar-samar, ia merasakan David–sahabat dan asisten kakaknya itu–sedang menepuk-nepuk pipinya.Pria itu memang ditugaskan untuk menjemputnya malam ini. Tentu, dia tak menolak karena Ayunda dan dirinya diam-diam menjalin hubungan.Ya, mereka terpaksa menyembunyikannya karena David terlahir dari keluarga sederhana, sementara keluarga Ayunda mencari calon menantu yang setara. Meski demikian, Ayunda berjanji akan membuka rahasia itu setelah lulus S2 di tahun depan!"Kak David, kok ganteng banget sih?" ucap Ayunda tanpa sadar. Tubuhnya yang panas seolah mendamba sentuhan David yang tampak terkesiap.Untungnya, pria itu berhasil mengendalikan diri.Setelah memastikan tidak ada yang melihat seperti apa
"Itu, Kak. Soalnya Yunda kesulitan buat thesis, Ayunda kan biasanya dibantuin Kak David, atau Kakak aja yang bantuin?" ucap Ayunda memberi alibi dengan cepat. Mendengar itu, kecurigaan Zidan pun lenyap. "Kerjain aja sendiri! Oh iya, kalau David, dia pulang ke rumah orang tuanya. Mungkin dia mau dijodohkan dengan pilihan Ibunya," jawab Zidan. "Dijodohkan?" kaget Ayunda sambil berusaha untuk terlihat tetap baik-baik saja. "Iya, sudah lama dia itu dijodohkan. Bahkan, dari kecil kayanya deh sama anak sahabat Ibunya. Tunangan sejak kecil pokoknya," kata Zidan lagi. Deg! Ayunda pun kehabisan kata-kata saat mendengar apa yang dikatakan oleh Kakaknya. Tanpa bersuara lagi, dia pun segera pergi dari sana. Sementara Zidan hanya menatap punggung Ayunda dengan santai karena adiknya itu memang datang dan pergi sesukanya selama ini. Sayangnya, pria itu tak tahu ada rasa yang berkecamuk di dada Ayunda saat ini. Bertapa runtuhnya dunia Ayunda karena mendengar ucapan sang Kakak yang tidak men
Ayunda kembali terkesiap kala menyadari tatapan David begitu dingin padanya.Kini keduanya tampak sangat asing, padahal dulunya pernah saling mencinta dan tak jarang bergenggaman tangan dengan erat. Bahkan, ucapannya juga terdengar kasar dan asing di telinga wanita itu….. Jauh berbeda dengan yang dulu. Tapi, apa yang dapat Ayunda harapkan dari suami orang? Ayunda tersenyum getir. Namun, tiba-tiba ada gerakan dari dalam perutnya membuat Ayunda terkesiap. Mata David juga tertuju pada perut Ayunda. Akan tetapi, seperti ada kebencian terhadap apa yang dia lihat saat ini.David mengepalkan tangannya menahan rasa bencinya. "Terima kasih, aku permisi," ucap Ayunda memilih tak peduli. Dicopotnya selang infus di tangannya dengan terburu-buru. Ada setitik darah yang keluar, tapi tidak masalah. Sebab, itu tidak seberapa dibandingkan luka di hati yang terpaksa wanita itu sembunyikan dari semua orang, termasuk David. Brugh! Ayunda perlahan turun dari atas ranjang. Namun, seoran
"David?" Dirga, ayah dari Zidan dan Ayunda, yang telah lama tidak bertemu dengan David seketika memanggilnya. Akhirnya pria itu pun tidak bisa pergi begitu saja. "Tuan Dirga," sapanya ramah. "Ayo, masuk! Kenapa hanya duduk diam di dalam mobil? Kamu pasti mau ketemu Zidan, kan?" tebak pria paruh baya itu akrab. Dia tahu seperti apa kedekatan antara anaknya dan David. Meskipun David pernah menjadi asisten anaknya, tapi mereka sudah bersahabat sejak lama. Bahkan, sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Hal ini membuat David semakin kesulitan untuk menolak. Berjalan beriringan, keduanya pun masuk, sampai David tak sengaja melihat bingkai foto pernikahan Ayunda dan Erwin dipajang di ruang tamu…. Sejenak, pria itu bahkan mematung karenanya. "Itu adalah foto pernikahan Ayunda, kamu tidak lupa seperti apa bocah itu membuatmu sibuk karena ulahnya yang bermacam-macam?" seloroh Dirga yang tak tahu pergulatan batin David saat ini. Seketika itu juga David pun tersenyum tipis–mencoba me
Ayunda kini menuju meja makan. Perutnya sudah sangat lapar karena ternyata sejak pagi tadi belum makan sama sekali. Hanya saja, ia terkejut menemukan Erwin sudah kembali. Bahkan, David juga ikut makan malam bersama! "Yunda, duduk. Malam ini kita akan makan malam dengan tamu istimewa," ucap Wina. Ayunda pun hanya bisa mengangguk pelan menurut pada ucapan ibunya itu. Dia memilih duduk di samping Erwin dan berhadapan dengan David. "Ayunda, isi piring suamimu," ucap Wina lagi mengingatkan Ayunda akan kewajibannya sebagai istri. Ayunda kembali menganggukkan kepalanya sambil bergerak untuk mengisi piring Erwin. Isi pikirannya terlalu banyak, hingga dia tidak bisa melakukan apapun tanpa diperintahkan. "Entah kapan kita dilayani istri, ya?" keluh Zidan. "Semoga kalian juga segera nyusul, kemudian punya anak. Tidak sabar menunggu hari kelahiran calon cucu dari Ayunda dan Erwin," ucap Wina sambil tersenyum pada sang anak. Deg! Jantung Ayunda seketika berdetak lebih k
"Kalian?" Ayunda terkesiap melihat wajah Erwin, dia semakin bingung harus bagaimana. Hal yang dia takutkan akhirnya terjadi, Erwin memergoki dirinya dan David berada di dalam kamar. Sementara David terlihat santai saja, membuat Ayunda merasa bingung dengan sikap pria itu. "Erwin, aku tidak tahu kenapa dia ada di sini," terang Ayunda berusaha untuk menjelaskan pada Erwin. Karena itu adalah kenyataan sebenarnya. Lalu Erwin pun menatapnya dengan penuh intimidasi, membuat keadaan semakin sengit. "Pergi dari sini!" geram Ayunda karena David masih saja berdiri di sana tanpa bergerak sama sekali. Apa lagi mencoba untuk menjelaskan pada Erwin tentang apa yang sebenarnya terjadi, rasanya tidak mungkin. Lihat saja bukannya segera pergi David justru kembali bertanya padanya. "Tadi kamu meminta ku untuk masuk ke sini, sekarang mengusir ku?" tanya David seakan tak percaya. Ayunda pun syok mendengar ucapan David, dia pun menatap wajah Erwin sambil menggelengkan kepalanya. "K
Pagi harinya Ayunda mencoba untuk bangkit kembali dari keterpurukannya, dia ingin memperbaiki semuanya. Termasuk hubungannya dengan Erwin. Tidak ada kata terlambat untuk memulai semuanya bukan? Meskipun semalaman Erwin tidak pulang ke rumah dia tetap akan berusaha untuk bersikap baik. Dia juga sangat yakin jika kini Erwin berada di kantornya. Sambil berdiri di depan cermin, Ayunda terus memperhatikan wajahnya dengan mata yang bengkak akibat menangis semalaman, sekaligus menatap dirinya sendiri dengan perut buncitnya yang begitu jelas terlihat. Mengelus perutnya dan merasakan gerakan dari dalam sana. Janin tersebut adalah semangat terhebatnya, dia bisa bangkit kembali karena janin tersebut. Tujuan Ayunda kini terlebih dahulu menemui Lisa, ataupun sahabatnya yang telah berkhianat dengan suaminya sendiri. Ayunda ingin meminta Lisa meninggalkan suaminya. "Kamu bisa Ayunda, kamu adalah wanita yang kuat!" ucap Ayunda memberikan semangat pada dirinya sendiri. Dia bahkan
Dunia Ayunda benar-benar berubah berantakan setelah kesalahan satu malam yang dia lakukan. Andai waktu bisa diputar kembali mungkin dia tidak akan pernah melakukan hal itu. Andai hari itu tidak pernah terjadi apa-apa, tentu saja saat ini tidak akan menikahi Erwin karena terdesak oleh keadaannya. Andai dan andai hanya itulah yang bisa terucap didalam hatinya, sisa-sisa penyesalan ini begitu menyiksanya. Sadisnya lagi kini Erwin menjadikan rahasianya sebagai senjata untuk melakukan apa saja yang dia inginkan. Sungguh tak pernah terpikirkan sebelumnya jika dirinya akan diperlakukan seperti ini. Bahkan malam ini dia harus rela menemui seorang pria yang katanya adalah seorang CEO dari perusahaan raksasa sebagai syarat bekerja sama dengan perusahaan Erwin. Apakah dia sedang dijual untuk mendapatkan tujuan? Suami menjual istrinya sendiri? Ini tidak masuk akal. Tapi Ayunda hanya bisa pasrah, melakukan semua ini dengan kepasrahan. Entah sampai kapan dirinya terus seperti
David pun kembali memutar badannya dan menatap wajah Ayunda. "Kau butuh uang?" tanya David. Ayunda pun tercengang mendengar pertanyaan David. Dia bertanya-tanya apakah yang akan dikatakan selanjutnya oleh David padanya. "Aku tanya, kau butuh uang?" David pun kembali mengulangi pertanyaannya. Karena Ayunda hanya diam saja padahal sebelumnya mengatakan bahwa dia butuh uang. Ayunda meneguk saliva pahit mendengar pertanyaan David untuk yang kedua kalinya. Tapi kali ini dia pun mengangguk pelan, dia membenarkan apa yang dikatakan oleh David. Melihat anggukan kepala Ayunda seketika menciptakan senyuman pada bibir David. "Aku yang akan membeli mu kalau begitu!" kata David dengan entengnya. Sedangkan kakinya bergerak kearah pintu hingga tertutup dengan rapat. Degh! Jantung Ayunda berdegup 10 kali lebih kencang, sepertinya tidak menyangka jika David akan berkata demikian. "Kenapa? Berapa uang yang kau butuhkan?" tanya David lagi sambil berjalan mendekati Ayunda. Ses
Ciittttttt!!!! David pun mengerem mendadak saat melihat seseorang yang tiba-tiba saja melintas di jalan. Tapi David merasa mengenali wanita tersebut, Ayunda yang berlari terburu-buru membuat David penasaran. Bahkan saat ini Ayunda pergi tanpa anaknya, sesaat Ayunda kembali berlari David pun menyusulnya. David memicingkan matanya melihat Ayunda memasuki sebuah hotel. "Hotel?" David pun bertanya-tanya mengapa Ayunda memasuki hotel tersebut. Tak lama kemudian David ikut masuk dan sampai di lobi. Dia berhenti melangkah saat melihat dari kejauhan secara jelas Ayunda bertemu dengan seorang pria. Tak lama kemudian keduanya pun memasuki lift. Entah mengapa David masih saja mengikutinya, sesaat kemudian dia pun segera memasuki lift. Tak sulit baginya untuk bisa masuk karena dia adalah pemilik hotel tersebut, meskipun orang-orang tidak banyak yang tahu. Sampai di lantai 5 David pun keluar dari lift, matanya melihat Ayunda bersama dengan seorang pria tengah berdiri di depan
Tanpa bantuan David, ataupun orang yang bekerja di rumah David kini dia pun sampai di sebuah rumah sakit dengan menumpangi ojek. Rumah sakit terdekat karena keadaan anaknya sudah sangat memprihatinkan, beruntung kini anaknya tak lagi menangis setelah dokter memeriksanya. "Ibu, bayi anda terkena DBD dan harus dirawat," ucap sang dokter. Ayunda pun mengangguk lemah, dia pasrah pada keadaannya saat ini yang terpenting anaknya bisa kembali pulih. "Untuk biaya bagaimana ya, Dok?" tanya Ayunda. Dia masih memiliki uang, akan tetapi dia tidak yakin uang di tabungannya cukup untuk pengobatan sang anak selama dirawat di rumah sakit. "Saya tidak mengerti untuk itu, silahkan kebagian admistrasi, Bu," jawab sang dokter. Ayunda pun kembali menganggukkan kepalanya sambil berpikir keras dari mana bisa mendapatkan uang dengan jalan cepat. Apa lagi setelah bagian admistrasi mengatakan berapa kira-kira tagihan pengobatan yang harus dibayarkan. Jika Ayunda nekat membawa pulang anaknya denga
"Ya ampun kamu demam, sayang," Ayunda pun terus saja mengayunkan tangannya berharap sang bayi bisa segera tertidur. Tapi sampai saat ini pun baby Ken masih saja menangis. Suhu tubuhnya juga terasa panas, sejak beberapa hari ini baby Ken sangat rewel. Ayunda juga mulai kewalahan untuk menenangkannya. Ditambah lagi dia belum berpengalaman sama sekali dalam mengurus bayi. Hidup sendiri diantara keramaian orang tanpa ada perhatian dari keluarga adalah hal yang sangat menyakitkan untuk seorang perempuan. Sekuat apapun seorang perempuan dia sangat membutuhkan kekuatan dari orang sekitarnya, sayangnya tidak semua orang bisa merasakan. Bahkan untuk sekedar pulang demi melepaskan beban sejenak saja tidak bisa. Tidak punya tempat untuk pulang itu sangat menyedihkan. Hanya orang-orang seperti Ayunda yang merasakan kesedihan ini. Mengenaskan. Hingga Ayunda menyadari bahwa ada bintik-bintik merah yang muncul di kulit baby Ken. "Kok ada bintik-bintik merah ya?" Ayunda pun
Ayunda melakukan pekerjaannya seperti biasanya, bahkan sambil menggendong putranya.Kenzie sangat rewel dan badannya sedikit hangat, Ayunda yakin jika kini putranya sedang dalam keadaan normal dimana masa pertumbuhan bayi yang sering demam. Tapi saat dia sedang sibuk bekerja Yogi pun datang menghampirinya. "Selamat pagi," sapa Yogi. "Selamat pagi juga," balad Ayunda. "Kamu kerja sambil menggendong bayi?" "Iya," jawab Ayunda. "Kasihan dia kalau kena debu, sini bayinya aku gendong aja," pinta Yogi. "Nggak usah, makasih," tolak Ayunda dia sedang bersedih karena ucapan David semalam.Ucap yang benar-benar sulit untuk dia lupakan, bahkan Ayunda sendiri merasa bersalah pada putranya.Andai saja malam itu dia tidak mabuk parti ini tidak terjadi padanya, bayi tanpa dosa di gendongannya tak harus merasakan kejamnya dunia saat dia baru saja terlahir ke dunia ini. Bahkan Ayunda masih mengingat jelas kalimat hinaan yang dilontarkan pada putranya. Ayunda tidak lagi ingin mendenga
"Kenapa kamu membawanya ke sini?" tanya David. "Untuk membunuhnya," jawab Adel dengan suara beratnya. David pun dibuat tercengang mendengar ucapan Adel. "Apa kau gila?!" tanya David tidak pernah. "Nggak aku masih waras, tapi aku nggak suka kamu pegang bayi ini," jelas Adel. David pun tidak membalas ucapan Adel, dia memilih untuk melihat ke arah depan sana. "Tapi kalau dilihat-lihat wajahnya--" Adel pun menggantungkan ucapanan melihat lirikan mata David yang sangat tajam. David tahu apa yang akan dikatakan oleh Adel. "Tidak sudi anak ini mirip dengan ku, anak haram!" paparnya. "David, seharusnya kau tidak berkata seperti itu!" kata Adel menegur David. "Kembalikan pada ibunya, menjijikkan!" kata David lagi. Dia terlihat sangat murka saat Adel membawa bayi itu padanya. Dengan kesal Adel pun segera menuju kamar tidur Ayunda untuk mengembalikan baby Ken. *** Malam harinya... "Sayang," Ayunda pun berusaha untuk menenangkan bayinya yang terus saja menangis sejak
Dua hari telah berlalu, selama dua hari ini David berada di luar kota. Untungnya hari ini dia telah kembali ke rumah, akan tetapi selama berada di luar kota justru pikirannya masih saja tentang bayi Ayunda. Wajah bayi mungil itu tak dapat hilang dari ingatannya. Bahkan, saat sampai di rumah dia seperti ingin segera melihat dan memeluknya meskipun tidak mungkin. Hingga akhirnya secara diam-diam mencoba untuk melihatnya secara langsung. Dari kejauhan dia melihat Ayunda tengah memangku bayinya di taman belakang. Bayi itu sedang minum susu dan ibunya mengajaknya untuk berbicara. Wajah bayi itu tampak sangat meneduhkan hati David. Entah bagaimana caranya tapi dia ingin kembali menggendongnya. Meskipun dari jarak yang cukup jauh tapi David masih bisa melihat dengan jelas apa yang tengah dilakukan oleh Ayunda. Tanpa sadar bibirnya pun tersenyum menyaksikannya. "Aku kenapa?" gumamnya. Masih tak percaya dirinya bisa merindukan bayi Ayunda. Dia pun mengacak rambutnya karena
"Kamu kenapa?" tanya Adel karena melihat David yang begitu gelisah. Sejak tadi David terus saja mengusap wajahnya dan sesekali memijat kepalanya. Namun, bukannya menjawab pertanyaan Adel dia justru lebih memilih untuk pergi mencari angin segar. Padahal malam semakin larut, udara pun terasa begitu dingin. Tapi dia lebih suka berada di luar. Pikirannya masih saja tentang bayi Ayunda. Dia pun diam-diam mendatangi kamar Ayunda untuk kembali melihat wajah baby Ken. Ada rasa yang berbeda saat melihat wajah bayi tersebut entah apa sebabnya. Sayangnya David hanya bisa berdiri di depan daun pintu saja. Pintu yang tertutup rapat membuatnya tak bisa melihat ke dalam sana.Kemudian dia pun mulai berpikir jernih dan bertanya-tanya mengapa bisa ke sana.David pun segera pergi dan tidak ingin ada yang sampai melihatnya.Apa lagi Ayunda yang melihatnya, sudah pasti akan merasa hebat.Tidak.David tidak akan menurunkan harga dirinya sendiri.Ayunda bukan siapa-siapa lagi dalam hidupnya.Ayund
"Faktor genetik?" Kini kepala David terasa hampir pecah, semua yang diucapkan oleh Yogi semakin membuatnya menjadi tidak tenang. Awalnya pun dibuat penasaran, karena ucapan Yogi, sehingga memintanya untuk segera mendapatkan penjelasan lebih dalam dari Yogi bermaksud untuk menenangkan pikirannya. Ternyata yang terjadi malah semakin kacau, David mulai merasa menyesal telah bertanya pada Yogi.Jawabnya tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.Bagaimana jika benar anak itu adalah anaknya?Maksudnya Ayunda hamil setelah malam panas bersamanya terjadi?"Tidak!" David pun menepis isi pikirannya.Kemudian dia pun mengingat bahwa Ayunda telah menikah dengan Erwin."Tidak mungkin wanita itu tidak pernah disentuh suaminya itu kan?" gumamnya.Ya, itu tidak masuk akal bagi David.Ayunda terlalu banyak memiliki hubungan dengan laki-laki di luar sana hingga akhirnya hamil tanpa jelas siapa ayahnya. "Sudah pasti itu bukan anak ku, mana mungkin itu anak ku. Kalau itu anak ku pasti wanita it