Minggu pagi, Bimo mengajak Mama dan Kakaknya juga Diandra berkumpul diruang tengah. Semalaman Bimo tidak bisa tidur karena mendengar semua pengakuan Diandra. Entah siapa yang harus dipercayanya, dan pada siapa dia harus berpihak.
"Tapi aku harus mengungkap kebenarannya," batin Bimo.
Sita yang sudah tau maksud dan tujuan Bimo, mendahului berbicara.
"Pasti istri kamu semalam udah ngadu yang macam-macam kan Bim, sama kamu?" Kak Sita tersenyum sinis ke arah Diandara.
"Sudah aku duga! istri kamu ini pasti akan cari muka sama kamu," ujar Kak Sita menatap Diandra dengany penuh kebencian
"Kamu mau tau alasannya, kenapa Kaka sampai bisa menghajar istri kamu ini.
Pertama dia udah nuduh kakak yang ambil kalungnya, padahal jelas-jelas kalung itu ada dilehernya, dan Kakak nggak terima dong, dia yang menampar Kakak duluan ya Kakak bales lah,"
Diandra terke
"Mas... kamu... kamu tega ngusir aku?kamu nggak percaya sedikitpun sama aku Mas? kamu sudah liat semua luka-luka ditubuh aku! dan aku sudah jelasin semua ke kamu mas, tapi hati kamu tetap tertutup!" suara Diandra mulai meninggi."Kamu jangan memfitnah aku Diandara, luka-lukamu itu semua bukankah di sebabkan karena kecerobohan kamu sendiri, pinter banget kamu bersandiwara didepan adikku," bela kak Sita sengit."Cukup ya kak, kali ini Diandra nggak akan pernah diam menerima semua perlakuan kakak juga Mama," balas Diandra tak kalah sengit."Cukup Diandra!" Bimo berteriak."Kalau kamu sudah nggak bisa baik sama Mama dan Kakakku silahkan kamu pergi dari rumah ini silahkan pulang ke rumah orang tuamu yang sombong itu! dengar Diandra bagiku keluargaku adalah segala-galanya, sebagai istri yang baik harusnya kamu bisa menerima keluargaku. Bukan malah mempengaruhiku dan terus terusan menebar fitnah...
"Akh... ampuun Mas... ampun, apa salah Di Mas." Bimo yang baru pulang dari kantor langsung menarik rambut Diandra yang sedang tertidur di kamarnya, menyeretnya keluar lalu melemparkan tubuhnya kelantai hingga bersimpuh di kaki sang Ibu. "Minta maaf sama Mama, seenaknya kamu tidur tiduran dikamar sementara Mamaku yang harus membersihkan rumah dan mengerjakan semuanya!" Diandra menatap wajah Ibu Mertuanya, ada senyum licik terurai disana. Dalam hati Diandra membatin, "Mas Bimo andai engkau tau yang sebenarnya. Ah, sudahlah tak mungkin juga dia lebih percaya kepadaku daripada ibunya." Gegas Diandra mencium tangan ibu mertuanya itu. "Maafkan Di ma, Di ketiduran," ujarnya seraya menghapus air mata. "Bangun Di, sudah nggak apa apa, Bimo kamu juga jangan keterlaluan sama Diandra, Mama nggak apa apa kok. Sudah menjadi kewajiban Mama juga bukan, karena mama cuma numpang disini." Sang ibu memasang mimik muka sedih.
Pukul 17.30 wib, Bimo yang baru pulang dari kantor kaget melihat keadaan istrinya, pipinya nampak memar biru dan dahinya diperban. "Sayang kamu kenapa?'' tanya Bimo panik seraya menggenggam erat jemari istrinya. "i... itu Mas Di...." Diandra bingung hendak menjawab apa. "Diandra tadi jatuh di kamar mandi Bimo, katanya mau wudhu padahal sudah Mama bilang Mama temanin tapi Di nya nggak mau, itu sudah Mama obatin kok, udah kamu jangan terlalu khawatir ya. Kamu pasti cape baru pulang kerja," sela mama cepat. Mama nampak begitu perhatian. "Makasih ya Ma, Mama udah begitu baik pada Diandra," ujar Bimo haru. "Iya Bim Mama sayang sama Diandra seperti Mama sayang sama kamu." Kak Sita datang duduk disamping Diandra yang terbaring, "gimana Di, udah enakan?" ujarnya lembut. "U... udaah Kak, makasih ya Kak." Diandra memaksa tersenyum di depan Bimo. Diandra merasakan sakit sekali hatinya, "Salah apa aku kepada Ma
"Sayang, Mas punya kejutan buat kamu, liat deh apa yang Mas bawa." Bimo yang baru pulang kerja nampak sumringah, seraya menunjukkan sesuatu pada Diandra. "Sini, duduk. Di buka ya." Diandra membelalakkan mata, terkejut tak percaya. "Mas, ini cantik sekali." Ujarnya terkagum-kagum melihatnya. Sebuah kalung emas berbandul liontin. "Mas pakai kan ya." Bimo memasangkan kalung tersebut dileher jenjang istrinya, seraya mencium kening istrinya. "Maafin Mas ya Di, selama kita menikah nggak pernah bisa ngasih apa-apa sama kamu." Ujar Bimo lirih. "Mas Bimo ngomong apa sih, makasih yaa Mas, ehmm...." Belum selesai Diandra berbicara tiba-tiba Kak Sita datang. "Bagus ya Bim, kemarin Kakak pinjam uang untuk modal usaha Mas Dion kamu bilang nggak ada, hari ini tiba-tiba bisa beliin kalung buat istri kamu." Kak Sita yang baru datang langsung menghampiri Bimo dan Diandra diruang tengah. "Kamu itu lebi
"Mas Di ngerasa nggak enak sama Mama sama Kak Sita." ujar Diandra, ada rasa cemas dan khawatir dalam hati. Takut kebencian Mama dan Kak Sita membuat kamu menjadi. "Di, mas malu sama kamu, selama ini kan belum beliin kamu macem macem pernah.. Ohya Mas juga punya kejutan satu lagi, buat istri tersayang Mas. Bagaimana klo kita pulang ke rumah Orang Tua kamu, Mas ambil cuti 3 hari." Bimo tampak antusias sekali. Mata Diandra berbinar, "Mas kamu serius...?"
Byurrr... Kak Sita mengambil air yang digunakan Diandra untuk mengepel lantai, lalu mengguyurnya ke tubuh Diandra dengan air kotor tersebut. Diandra nampak terkejut dan gelagapan. Bukanny iba kak Sita malah tertawa sinis. "Kenapa kamu! mau marah hah... berani sm aku." Kak Sita berkacak pinggang. "Enak ya habis dibeliin kalung, terus diajak pulang jalan jalan." Ujarnya sinis nampak sekali penuh dengan kebencian. "Kak, Di buat salah apa lagi sama Kakak." Diandra mulai terisak. Air pel an mengguyur seluruh tubuhnya, membuat tubuhnya kedinginan. "Mau tau salah kamu apa, baiklah! aku benci kamu nikah sama Bimo. Aku benci kamu menjadi istri Bimo, ngerti kamu!" Ujar Kak Sita dengan berteriak. "Tapi Kak, apa salah Di jadi istri mas Bimo. Mas Bimo sayang sama Di, dan Di juga sayang sama mas Bimo." Jawab Diandra pelan. Sungguh dia sudah tidak ada tenaga untuk sekedar menjawab kak Sita. Sudah terlalu letih tub
"Di ini minum tehnya dulu terus sarapan, kamu kan cape tuh habis jemurin pakaian," ujar mama dengan lembut. Pagi ini tak seperti biasanya mama sampai membuatkan teh dan menyuruh Diandra sarapan, biasany Mama dan kak Sita tak pernah memberikannya sarapan sebelum semua pekerjaan beres, dan itu menjelang makan siang. "I..iyaa ma, makasih Ma." Diandra tersenyum. Entahlah apa maunya mama kali ini pikir Diandra. "Hoam..." tak sadar Diandra menguap. "Duh kenapa jadi ngantuk banget ya, apa karena habis makan," batin Diandra "Kenapa kamu Di, ngantuk?" Mama nampak memperhatikan Diandra. "Nggak kok Ma. Makasih ya Ma, udah buatin teh dan sarapan buat Di," ujar Di sembari terus menguap. "Iya, sudah sana kamu istirahat dulu dikamar." "Tapi ma kerjaan Di belum selesai" "Udah ga usah dipikirin."
"Diandra...bangun! Bimo mengguncang bahu istrinya itu dengan sedikit kencang, sungguh benar-benar emosi rasanya melihat tingkah Diandra kali ini. "Semalam tiba-tiba saja meminta pindah dari rumah ini, entah apa alasannya. Sepertinya kamu memang nggak mau tinggal bersama Mama dan Kak Sita. Padahal Mama dan Kakak ku tak pernah jahat padamu... ada apa dengan kamu Diandra!" batin Bimo "Diandra bangun!" kali ini suara Bimo meninggi, karena melihat Diandra hanya menggeliat. "Mas... Mas Bimo udah pulang." Diandra yang baru bangun nampak kaget melihat suaminya sudah didepan matany Dia mengucek matanya dan menguap beberapa kali. "Perasaan baru tidur sebentar kok taunya sudah sore aja," Diandra menggumam sendiri Bimo hanya memandang istrinya itu dengan pandangan tak suka "Kamu tidur dari jam berapa memangnya?" tanya Bimo sinis