"Di ini minum tehnya dulu terus sarapan, kamu kan cape tuh habis jemurin pakaian," ujar mama dengan lembut.
Pagi ini tak seperti biasanya mama sampai membuatkan teh dan menyuruh Diandra sarapan, biasany Mama dan kak Sita tak pernah memberikannya sarapan sebelum semua pekerjaan beres, dan itu menjelang makan siang.
"I..iyaa ma, makasih Ma." Diandra tersenyum. Entahlah apa maunya mama kali ini pikir Diandra.
"Hoam..." tak sadar Diandra menguap.
"Duh kenapa jadi ngantuk banget ya, apa karena habis makan," batin Diandra
"Kenapa kamu Di, ngantuk?" Mama nampak memperhatikan Diandra.
"Nggak kok Ma. Makasih ya Ma, udah buatin teh dan sarapan buat Di," ujar Di sembari terus menguap.
"Iya, sudah sana kamu istirahat dulu dikamar."
"Tapi ma kerjaan Di belum selesai"
"Udah ga usah dipikirin."
"Iyaa Ma.. Di ke kamar dulu ya, Di tiba tiba ngantuk banget."
Mama mengangguk seraya tersenyum penuh arti.
***
"Taraaa... liat ini Ma," ujar Sita sumringah menunjukkan kalung milik Diandra yang kini berada ditangannya.
"Ya sudah hayoo... tunggu apa lagi kita pergi sekarang Sita, kita jual ke toko mas biar uangny bisa buat kita shoping shoping," Mama nampak antusias.
"Anak-anak gimana Ma?"
"Kan Diandranya tidur, nggak bisa disuruh ngasuh anak anak, mana nyenyak banget gitu lagi. Haha... nggak akan bangun dia sampe sore juga Ma. Nanti biar Bimo lihat sendiri kelakuan istrinya Ma, nanti Mama pura-pura kayak habis ngebabu lagi ya." Sita tertawa geli, ia nampak senang sekali bisa mengerjai Diandra sedemikian rupa.
Mata Mama berbinar, "ini sih namanya sekali mendayung dua tiga pulau terlampau."
"Ya sudah kita bawa aja anak-anak, nanti mama ajak anak-anak makan, kamu yang ke toko masnya. Takut juga nanti kalau nanti anak-anak tau dan keceplosan,bisa gawat."
Sita menggangguk, menyetujui pendapat sang Ibu. "Mama pinter deh."
****
Pov Sita
Sudah beberapa hari ini aku punya rencana, untuk mengambil kalung Diandra. Enak saja dia, pake di belikan Bimo kalung mahal segala. Sementara aku sama Mama nggak dikasih.
"Tapi gimana caranya yaa, sedangkan kalungnya dipakai Diandra terus, nggak pernah dilepas. Andai itu disimpannya didalam lemari maka akan dengan sangat gampang aku mengambilnya."
Ahh...akhirnya aku punya ide, obat tidur! Yes! akhirnya berhasil.
nanti biar saja dia kira kalungnya hilang jadi nggak curiga sama sekali kalau ternyata aku yang ambil. Haha.. jenius sekali bukan ideku.
***
Pukul 17.30 wib. Bimo pulang kerja, masuk ke dalam rumah tak mendapati sang istri menyambutnya seperti biasa. Gegas ia kedalam, dilihatnya mama sedang mencuci piring dan kak Sita nampak sedang repot didepan mesin cuci.
Dua keponakannya sedang bermain di ruang tengah.
"Ma... Diandra mana kok bimo nggak liat.
Bukanny bantuin Mama sama kak Sita."
Bimo masih celingak-celinguk mencari keberadaan sang istri.
"Ehh kamu nak,kok Mama nggak denger salamnya." Mama buru buru melap tangannya. Gegas Bimo mencium tangan sang Ibu.
"Mamanya nggak denger Bimo udah salam sampai berapa kali, Ma kok diandra nggak bantuin Mama kemana dia Ma, apa dia sakit?" tanya Bimo.
"Nggak kok cuma tadi siang bilangny ngantuk pengen tidur."
"Tidur siang... sampai jam segini Ma"
Bimo nampak berang mendengar penjelasan sang mama.
"Ya udah Bimo ke kamar dulu ya Ma."
Gegas Bimo berlari menuju lantai dua menemui istrinya di kamar mereka.
Mama menggangguk.
Mama dan Sita saling pandang seraya tersenyum penuh kemenangan.
"Rasain kamu Di," batin Sita senang.
****
"Diandra...bangun! Bimo mengguncang bahu istrinya itu dengan sedikit kencang, sungguh benar-benar emosi rasanya melihat tingkah Diandra kali ini. "Semalam tiba-tiba saja meminta pindah dari rumah ini, entah apa alasannya. Sepertinya kamu memang nggak mau tinggal bersama Mama dan Kak Sita. Padahal Mama dan Kakak ku tak pernah jahat padamu... ada apa dengan kamu Diandra!" batin Bimo "Diandra bangun!" kali ini suara Bimo meninggi, karena melihat Diandra hanya menggeliat. "Mas... Mas Bimo udah pulang." Diandra yang baru bangun nampak kaget melihat suaminya sudah didepan matany Dia mengucek matanya dan menguap beberapa kali. "Perasaan baru tidur sebentar kok taunya sudah sore aja," Diandra menggumam sendiri Bimo hanya memandang istrinya itu dengan pandangan tak suka "Kamu tidur dari jam berapa memangnya?" tanya Bimo sinis
Pulang kerja, lagi dan lagi Bimo melihat pemandangan seperti kemarin. Diandra hanya tidur dan tidur dikamar. Tak bisa lagi mengendalikan emosinya Bimo membangunkan Diandra dengan suara baritonnya."Diandra bangun kamu, Suami pulang kerja bukannya dilayani malah enak enakan tidur, kamu fikir Ibu dan Kakakku tinggal disini buat jadi pembantu kamu,hah!" ujar Bimo setengah berteriak.Diandra terbangun dan kaget, kepalanya nampak berat sekali seluruh tubuhnya terasa nyeri."Ahh keterlaluan sekali kak Sita, nggak aku nggak mau terus terusan diperlakukan semena-mena lagi seperti ini," batin Diandra.Tanpa sadar Diandra menangis, entah kali ini rasany sudah cukup kesabarannya. Selalu di perlakukan dengan buruk oleh Ipar dan Mertua.Bimo yang kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun, tiba-tiba kaget melihat muka istrinya itu penuh memar. Dia nampak begitu terkejut dan khawatir
Minggu pagi, Bimo mengajak Mama dan Kakaknya juga Diandra berkumpul diruang tengah. Semalaman Bimo tidak bisa tidur karena mendengar semua pengakuan Diandra. Entah siapa yang harus dipercayanya, dan pada siapa dia harus berpihak. "Tapi aku harus mengungkap kebenarannya," batin Bimo. Sita yang sudah tau maksud dan tujuan Bimo, mendahului berbicara. "Pasti istri kamu semalam udah ngadu yang macam-macam kan Bim, sama kamu?" Kak Sita tersenyum sinis ke arah Diandara. "Sudah aku duga! istri kamu ini pasti akan cari muka sama kamu," ujar Kak Sita menatap Diandra dengany penuh kebencian "Kamu mau tau alasannya, kenapa Kaka sampai bisa menghajar istri kamu ini. Pertama dia udah nuduh kakak yang ambil kalungnya, padahal jelas-jelas kalung itu ada dilehernya, dan Kakak nggak terima dong, dia yang menampar Kakak duluan ya Kakak bales lah," Diandra terke
"Mas... kamu... kamu tega ngusir aku?kamu nggak percaya sedikitpun sama aku Mas? kamu sudah liat semua luka-luka ditubuh aku! dan aku sudah jelasin semua ke kamu mas, tapi hati kamu tetap tertutup!" suara Diandra mulai meninggi."Kamu jangan memfitnah aku Diandara, luka-lukamu itu semua bukankah di sebabkan karena kecerobohan kamu sendiri, pinter banget kamu bersandiwara didepan adikku," bela kak Sita sengit."Cukup ya kak, kali ini Diandra nggak akan pernah diam menerima semua perlakuan kakak juga Mama," balas Diandra tak kalah sengit."Cukup Diandra!" Bimo berteriak."Kalau kamu sudah nggak bisa baik sama Mama dan Kakakku silahkan kamu pergi dari rumah ini silahkan pulang ke rumah orang tuamu yang sombong itu! dengar Diandra bagiku keluargaku adalah segala-galanya, sebagai istri yang baik harusnya kamu bisa menerima keluargaku. Bukan malah mempengaruhiku dan terus terusan menebar fitnah...
"Akh... ampuun Mas... ampun, apa salah Di Mas." Bimo yang baru pulang dari kantor langsung menarik rambut Diandra yang sedang tertidur di kamarnya, menyeretnya keluar lalu melemparkan tubuhnya kelantai hingga bersimpuh di kaki sang Ibu. "Minta maaf sama Mama, seenaknya kamu tidur tiduran dikamar sementara Mamaku yang harus membersihkan rumah dan mengerjakan semuanya!" Diandra menatap wajah Ibu Mertuanya, ada senyum licik terurai disana. Dalam hati Diandra membatin, "Mas Bimo andai engkau tau yang sebenarnya. Ah, sudahlah tak mungkin juga dia lebih percaya kepadaku daripada ibunya." Gegas Diandra mencium tangan ibu mertuanya itu. "Maafkan Di ma, Di ketiduran," ujarnya seraya menghapus air mata. "Bangun Di, sudah nggak apa apa, Bimo kamu juga jangan keterlaluan sama Diandra, Mama nggak apa apa kok. Sudah menjadi kewajiban Mama juga bukan, karena mama cuma numpang disini." Sang ibu memasang mimik muka sedih.
Pukul 17.30 wib, Bimo yang baru pulang dari kantor kaget melihat keadaan istrinya, pipinya nampak memar biru dan dahinya diperban. "Sayang kamu kenapa?'' tanya Bimo panik seraya menggenggam erat jemari istrinya. "i... itu Mas Di...." Diandra bingung hendak menjawab apa. "Diandra tadi jatuh di kamar mandi Bimo, katanya mau wudhu padahal sudah Mama bilang Mama temanin tapi Di nya nggak mau, itu sudah Mama obatin kok, udah kamu jangan terlalu khawatir ya. Kamu pasti cape baru pulang kerja," sela mama cepat. Mama nampak begitu perhatian. "Makasih ya Ma, Mama udah begitu baik pada Diandra," ujar Bimo haru. "Iya Bim Mama sayang sama Diandra seperti Mama sayang sama kamu." Kak Sita datang duduk disamping Diandra yang terbaring, "gimana Di, udah enakan?" ujarnya lembut. "U... udaah Kak, makasih ya Kak." Diandra memaksa tersenyum di depan Bimo. Diandra merasakan sakit sekali hatinya, "Salah apa aku kepada Ma
"Sayang, Mas punya kejutan buat kamu, liat deh apa yang Mas bawa." Bimo yang baru pulang kerja nampak sumringah, seraya menunjukkan sesuatu pada Diandra. "Sini, duduk. Di buka ya." Diandra membelalakkan mata, terkejut tak percaya. "Mas, ini cantik sekali." Ujarnya terkagum-kagum melihatnya. Sebuah kalung emas berbandul liontin. "Mas pakai kan ya." Bimo memasangkan kalung tersebut dileher jenjang istrinya, seraya mencium kening istrinya. "Maafin Mas ya Di, selama kita menikah nggak pernah bisa ngasih apa-apa sama kamu." Ujar Bimo lirih. "Mas Bimo ngomong apa sih, makasih yaa Mas, ehmm...." Belum selesai Diandra berbicara tiba-tiba Kak Sita datang. "Bagus ya Bim, kemarin Kakak pinjam uang untuk modal usaha Mas Dion kamu bilang nggak ada, hari ini tiba-tiba bisa beliin kalung buat istri kamu." Kak Sita yang baru datang langsung menghampiri Bimo dan Diandra diruang tengah. "Kamu itu lebi
"Mas Di ngerasa nggak enak sama Mama sama Kak Sita." ujar Diandra, ada rasa cemas dan khawatir dalam hati. Takut kebencian Mama dan Kak Sita membuat kamu menjadi. "Di, mas malu sama kamu, selama ini kan belum beliin kamu macem macem pernah.. Ohya Mas juga punya kejutan satu lagi, buat istri tersayang Mas. Bagaimana klo kita pulang ke rumah Orang Tua kamu, Mas ambil cuti 3 hari." Bimo tampak antusias sekali. Mata Diandra berbinar, "Mas kamu serius...?"