"Mas Di ngerasa nggak enak sama Mama sama Kak Sita." ujar Diandra, ada rasa cemas dan khawatir dalam hati. Takut kebencian Mama dan Kak Sita membuat kamu menjadi.
"Di, mas malu sama kamu, selama ini kan belum beliin kamu macem macem pernah.. Ohya Mas juga punya kejutan satu lagi, buat istri tersayang Mas. Bagaimana klo kita pulang ke rumah Orang Tua kamu, Mas ambil cuti 3 hari." Bimo tampak antusias sekali.
Mata Diandra berbinar,
"Mas kamu serius...?"
"Ya Allah makasih ya Mas, Di mau Mas."
"Ya udah lusa kita berangkat ya." Ucap Bimo seraya mengacak pelan rambut istrinya.
"Iya Mas." Diandra memeluk suaminya.
Ah Mas... aku akan kuat meskipun sikap mama dayn Kak Sita ga prnh baik terhadapku selagi kamu tetap seperti ini, tapi kalau kamu ikutan kasar dan benciku, aku takut nggak akan sanggup Mas. Lamun Diandra.
***
Sekitar 3 jam perjalanan dari Cikarang, akhirnya mobil yang dikendarain Bimo dan Diandra sampai disudut kota Cilegon. Aah... Diandra begitu sempurna rumah ini. Ia terlihat begitu bahagia.
"Mang Ujang." Diandra membuka jendela mobil, memanggil mang ujang satpam rumahnya yang sedang duduk santai dihalaman rumah orang tua Diandra.
"Neng Diandra... Masya Allah Neng."
Mang Ujang nampak kaget dan sumringah melihat Diandra seraya membuka pintu gerbang. Mobil Bimo masuk ke halaman. Diandra buru buru keluar dari mobil.
"Mama ada kan Mang didalem." Tanya Diandra pada Mang Ujang.
"Iya Neng ada, ya Allah Neng Diandra, apa kabaar? kok baru kesini nengokin Tuan sama Nyonya." Tanya Mang Ujang.
"Iya Mang nih baru sempet, Diandra ke dalam dulu ya Mang."
"Ohya Neng, silahkan Mas Bimo." Mang Ujang tersenyum pada Bimo.
****
Diandra masuk kedalam rumah mencari cari dan akhirnya menemukan Mama sedang duduk di taman belakang.
"Mama... Di kangeen."
Diandra berlari ke arah Mama, lalu memeluk Mama. Mama kaget seraya menitikan air mata.
"Diandra, kamu nak..." Mama menciumi wajah putrinya. Terpancar kebahagiaan yang teramat sangat di hati Mama.
Bimo menyalami dan mencium tangan Mama mertuanya itu. Mama menerimany tanpa ekspresi...
"Ah... apa Mama masih belum bisa menerima Mas Bimo." Batin Diandra, yang melihat ekspresi Mama saat melihat Bimo.
Sungguh sangat dingin respon yang Mama berikan pada suami anaknya itu.
"Sayang kamu baik baik saja kan? kenapa baru sekarang pulang? apa kamu sudah lupa sama Orang Tua kamu." Mama nampak mencecar Diandra.
"Tidak Ma, Diandra baru sempet aja. Mas Bimo kan karyawan yang nggak bisa sembarang ambil cuti Ma, udah ahh, yang penting sekarang anak kesayangan Mama ini udah didepan mata mama yaa. Nih lagi meluk mamanya." Diandra mencoba menggoda sang ibu. Sang Mama balas dengan mempererat pelukan anaknya itu.
"Ohya Papa mana Ma, kerja yaa."
"Jyaa nanti bentar Mama telp yaa biar cepet pulang, Papa kamu juga kangen banget sama kamu"
Diandra menggangguk, tak melepaskan pelukannya didekapan Mama.
****
Mama duduk dimeja makan sedikit melihat melihat Diandra yang sangat cekatan masak dan menyiapkan semuanya.
"Ah kamu sudah berubah nak, jauh lebih dewasa semoga Mama tidak salah memberi restu untukmu." Batin Mama.
"Mama kok ngelamun aja, Papa mana Ma." Diandra tersenyum memperhatikan Mama.
"Ohyaa nak tadi masih sholat magrib sebentar lagi juga turun." Jawab Mama.
Bimo nampak diam saja bingung dan juga segan tentunya. Dia cukup tahu diri, dulu sulit dia meluluhkan hati Ibu Mertuanya ini.
Hanya karena latar belakang keluarganya, ya... Bimo sadar siapa dia dibandingkan dengan keluarga Diandra.
"Mas Bimo kok ikutan Mama ngelamun sih." Ucap Diandra lembut namun cukup membuat Bimo tersentak.
Lalu ia tersenyum. Diandra mengambilkan nasi untuk suaminya itu
Lalu punya Mama dan Papa yang baru datang.
"Sayang... Kenapa kamu yang repot repot sih, kan ada Bi Inah." kata papa
"Tidak apa-apa Pa, Di dah biasa kok... dirumah juga Di sem.. ehh itu anu." Diandra hampir saja keceplosan, Mama tampak memandang tajam ke arah Diandra
"Apa maksudnya sayang, kamu baik saja kan sayang disana, disana apa kamu pakai pembantu." Mama tampak mencecar Diandra dan mengungkapkan tajam ke arah Bimo.
"Itu... hmm... Kayaknya nggak perlu pake pembantu kok Ma, Di seneng bisa ngelakuin semuany. Mas Bimo juga suka bantuin kok, iyakan Mas."
"Eh iya mba." Jawab Bimo
Diandra jadi salah tingkah.
"Inget ya Bimo! Diandra selamat menjadi anak kami tak pernah melakukan apapun, menderita karena apapun, kalau mama tau Diandra sampai menderita hidup bersama kamu. Nggak akan mama maafkan kamu..." Ancam Mama.
Bimo tampak diam membeku.
"Ma, kan sekarang sudah berbeda Di sudah jadi a istri. Jd dia harus bisa lebih mandiri." Papa mencoba Mama.
"Tidak kok Ma, mas Bimo memperlakukan Di dengan sangat baik... Di bahagia Ma."
Diandra menggenggam erat tangan sang Mama, ada nyeri di sudut hati, rendahnya perlakuannya terhadap Mama Mertua dan Kakak Iparnya.
Juga Mas Bimo yang tempramen. Tapi cinta dan cinta pada Bimo, yang membuat Diandra bertahan selama 7 bulan dan hidup bersama Mama mertua serta ipar.
****
"Di... maafin Mas yaa, kata2 Mama tadi menyadarkan Mas. Mas belum bisa memberikan kehidupan yang layak buat kamu, Mas juga suka kasar sama kamu. Entah Mas sering lepas kendali. Mas janji, mas tidak akan pernah menyenangkan kamu, Mas tidak akan pernah pernah bahagia. lg sama kamu." ujar Bimo memohon. Bimo bersimpuh dihadapan Diandra.
“Ya Allah Mas apa-apaan ini.” Diandra memeluk suaminya.
"Di ikhlas Mas asal Mas tetap sayang sama Di, itu sudah lebih dari cukup... tapi Mas janji yaa jangan galak dan kasar sama Di, Di takut Mas"
"Mas janji sayang. Mas janji, makasih ya sayang."
Bimo memeluk tubuh istrinya.
****
Diandra sedang menyiram tanaman dihalaman belakang rumah orang tuanya, ditemani Mama. Tanpa sengaja terlihat di lengan tangan Diandra, ada bekas luka bakar. Reflek Mama bertanya.
"Ini kenapa sayang, ini luka bakar memang kenapa kamu bisa luka seperti ini."
Di nampaknya, "itu ma.. hmm.. di ketumpahan air panas."
"Sayang, kamu jawab yg jujur ini kenapa?"
"Beneran Ma, iih Mama kok nggak percaya sama Di." ujar Diandra cemberut.
"Tidak percaya memang, Mama tau saat kamu jujur ataupun tidak bohong." Tegas mama.
"Serius Mamaku sayang, udah aahh... mama tuh terlalu sayang sama Di jadinya berlebihan gitu deh." Diandra bergelayut manja pada sang Mama
"Terus?" Tutur Mama dengan judesnya.
"Hehe... makasih Mama ku sayang." Diandra menciumi pipi Mama.
Aah andai Mama tau yang sebenarnya, mungkin Mama akan langsung menyuruhku bercerai dengan mas Bimo, luka ini karena kak Sita Ma...
Ketika itu Diandra sedang menjemur pakain, tetapi Kak Sita berteriak-teriak minta dibuatkan teh hangat. Diandra berlari dengan terburu-buru membuatkan teh Kak Sita. Dan ketika memberikannya di depan Kak Sita, tehnya tumpah dan tumpahan tehnya mengenai kaki Kak Sita. Tetapi tidak sampai luka atau pun melepuh. Kak sita marah besar laluur mengambil air panaskan ke arah Diandra, reflek Diandra menutup tubuhny dengan kedua tangannya hingga mengenai bagian lengan sampai ke tangan.
Kejam sekali memang perlakuan Kak Sita. tapi bodohnya aku tak bisa melawannya sama sekali. Diandra melamun.
***
POV Mama
Ah... mimpi apa aku kedatangan anakku, bahagianya ya Rabb. Yah 7bulan berlalu sejak menikah dengan laki-laki yang awalnya tidak kusetujui itu, tak pernah sekalipun datang menjenguk. Terasa sakit memang, benar-benar merasa kehilangan. Tapi lihatlah sekarang sosok anak manja ini telah berubah total jadi lebih rajin bahkan semua pekerjaan rumah dia sekarang. Bukan, bukan aku tak senang sebagai ibu tapi lebih tepatnya sedih.. Dia yang biasa dilayani sekarang harus melayani. Entah rasanya sedikit tak terima. Apalagi mereka tak punya pembantu.
Satu lagi luka bakar ditangan Diandra. Aku masih tak percaya dengan penjelasan Diana. Jelas itu luka seperti disiram, satu lagi di dahinya seperti ada bekas luka jg. Biarlah akan kuselidiki sendiri, liat saja.
Bimo andai kau tak memeperlakukan putriku dengan baik siap kaui kehilangannya. Dan aku kupenjarakan km!
****
Byurrr... Kak Sita mengambil air yang digunakan Diandra untuk mengepel lantai, lalu mengguyurnya ke tubuh Diandra dengan air kotor tersebut. Diandra nampak terkejut dan gelagapan. Bukanny iba kak Sita malah tertawa sinis. "Kenapa kamu! mau marah hah... berani sm aku." Kak Sita berkacak pinggang. "Enak ya habis dibeliin kalung, terus diajak pulang jalan jalan." Ujarnya sinis nampak sekali penuh dengan kebencian. "Kak, Di buat salah apa lagi sama Kakak." Diandra mulai terisak. Air pel an mengguyur seluruh tubuhnya, membuat tubuhnya kedinginan. "Mau tau salah kamu apa, baiklah! aku benci kamu nikah sama Bimo. Aku benci kamu menjadi istri Bimo, ngerti kamu!" Ujar Kak Sita dengan berteriak. "Tapi Kak, apa salah Di jadi istri mas Bimo. Mas Bimo sayang sama Di, dan Di juga sayang sama mas Bimo." Jawab Diandra pelan. Sungguh dia sudah tidak ada tenaga untuk sekedar menjawab kak Sita. Sudah terlalu letih tub
"Di ini minum tehnya dulu terus sarapan, kamu kan cape tuh habis jemurin pakaian," ujar mama dengan lembut. Pagi ini tak seperti biasanya mama sampai membuatkan teh dan menyuruh Diandra sarapan, biasany Mama dan kak Sita tak pernah memberikannya sarapan sebelum semua pekerjaan beres, dan itu menjelang makan siang. "I..iyaa ma, makasih Ma." Diandra tersenyum. Entahlah apa maunya mama kali ini pikir Diandra. "Hoam..." tak sadar Diandra menguap. "Duh kenapa jadi ngantuk banget ya, apa karena habis makan," batin Diandra "Kenapa kamu Di, ngantuk?" Mama nampak memperhatikan Diandra. "Nggak kok Ma. Makasih ya Ma, udah buatin teh dan sarapan buat Di," ujar Di sembari terus menguap. "Iya, sudah sana kamu istirahat dulu dikamar." "Tapi ma kerjaan Di belum selesai" "Udah ga usah dipikirin."
"Diandra...bangun! Bimo mengguncang bahu istrinya itu dengan sedikit kencang, sungguh benar-benar emosi rasanya melihat tingkah Diandra kali ini. "Semalam tiba-tiba saja meminta pindah dari rumah ini, entah apa alasannya. Sepertinya kamu memang nggak mau tinggal bersama Mama dan Kak Sita. Padahal Mama dan Kakak ku tak pernah jahat padamu... ada apa dengan kamu Diandra!" batin Bimo "Diandra bangun!" kali ini suara Bimo meninggi, karena melihat Diandra hanya menggeliat. "Mas... Mas Bimo udah pulang." Diandra yang baru bangun nampak kaget melihat suaminya sudah didepan matany Dia mengucek matanya dan menguap beberapa kali. "Perasaan baru tidur sebentar kok taunya sudah sore aja," Diandra menggumam sendiri Bimo hanya memandang istrinya itu dengan pandangan tak suka "Kamu tidur dari jam berapa memangnya?" tanya Bimo sinis
Pulang kerja, lagi dan lagi Bimo melihat pemandangan seperti kemarin. Diandra hanya tidur dan tidur dikamar. Tak bisa lagi mengendalikan emosinya Bimo membangunkan Diandra dengan suara baritonnya."Diandra bangun kamu, Suami pulang kerja bukannya dilayani malah enak enakan tidur, kamu fikir Ibu dan Kakakku tinggal disini buat jadi pembantu kamu,hah!" ujar Bimo setengah berteriak.Diandra terbangun dan kaget, kepalanya nampak berat sekali seluruh tubuhnya terasa nyeri."Ahh keterlaluan sekali kak Sita, nggak aku nggak mau terus terusan diperlakukan semena-mena lagi seperti ini," batin Diandra.Tanpa sadar Diandra menangis, entah kali ini rasany sudah cukup kesabarannya. Selalu di perlakukan dengan buruk oleh Ipar dan Mertua.Bimo yang kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun, tiba-tiba kaget melihat muka istrinya itu penuh memar. Dia nampak begitu terkejut dan khawatir
Minggu pagi, Bimo mengajak Mama dan Kakaknya juga Diandra berkumpul diruang tengah. Semalaman Bimo tidak bisa tidur karena mendengar semua pengakuan Diandra. Entah siapa yang harus dipercayanya, dan pada siapa dia harus berpihak. "Tapi aku harus mengungkap kebenarannya," batin Bimo. Sita yang sudah tau maksud dan tujuan Bimo, mendahului berbicara. "Pasti istri kamu semalam udah ngadu yang macam-macam kan Bim, sama kamu?" Kak Sita tersenyum sinis ke arah Diandara. "Sudah aku duga! istri kamu ini pasti akan cari muka sama kamu," ujar Kak Sita menatap Diandra dengany penuh kebencian "Kamu mau tau alasannya, kenapa Kaka sampai bisa menghajar istri kamu ini. Pertama dia udah nuduh kakak yang ambil kalungnya, padahal jelas-jelas kalung itu ada dilehernya, dan Kakak nggak terima dong, dia yang menampar Kakak duluan ya Kakak bales lah," Diandra terke
"Mas... kamu... kamu tega ngusir aku?kamu nggak percaya sedikitpun sama aku Mas? kamu sudah liat semua luka-luka ditubuh aku! dan aku sudah jelasin semua ke kamu mas, tapi hati kamu tetap tertutup!" suara Diandra mulai meninggi."Kamu jangan memfitnah aku Diandara, luka-lukamu itu semua bukankah di sebabkan karena kecerobohan kamu sendiri, pinter banget kamu bersandiwara didepan adikku," bela kak Sita sengit."Cukup ya kak, kali ini Diandra nggak akan pernah diam menerima semua perlakuan kakak juga Mama," balas Diandra tak kalah sengit."Cukup Diandra!" Bimo berteriak."Kalau kamu sudah nggak bisa baik sama Mama dan Kakakku silahkan kamu pergi dari rumah ini silahkan pulang ke rumah orang tuamu yang sombong itu! dengar Diandra bagiku keluargaku adalah segala-galanya, sebagai istri yang baik harusnya kamu bisa menerima keluargaku. Bukan malah mempengaruhiku dan terus terusan menebar fitnah...
"Akh... ampuun Mas... ampun, apa salah Di Mas." Bimo yang baru pulang dari kantor langsung menarik rambut Diandra yang sedang tertidur di kamarnya, menyeretnya keluar lalu melemparkan tubuhnya kelantai hingga bersimpuh di kaki sang Ibu. "Minta maaf sama Mama, seenaknya kamu tidur tiduran dikamar sementara Mamaku yang harus membersihkan rumah dan mengerjakan semuanya!" Diandra menatap wajah Ibu Mertuanya, ada senyum licik terurai disana. Dalam hati Diandra membatin, "Mas Bimo andai engkau tau yang sebenarnya. Ah, sudahlah tak mungkin juga dia lebih percaya kepadaku daripada ibunya." Gegas Diandra mencium tangan ibu mertuanya itu. "Maafkan Di ma, Di ketiduran," ujarnya seraya menghapus air mata. "Bangun Di, sudah nggak apa apa, Bimo kamu juga jangan keterlaluan sama Diandra, Mama nggak apa apa kok. Sudah menjadi kewajiban Mama juga bukan, karena mama cuma numpang disini." Sang ibu memasang mimik muka sedih.
Pukul 17.30 wib, Bimo yang baru pulang dari kantor kaget melihat keadaan istrinya, pipinya nampak memar biru dan dahinya diperban. "Sayang kamu kenapa?'' tanya Bimo panik seraya menggenggam erat jemari istrinya. "i... itu Mas Di...." Diandra bingung hendak menjawab apa. "Diandra tadi jatuh di kamar mandi Bimo, katanya mau wudhu padahal sudah Mama bilang Mama temanin tapi Di nya nggak mau, itu sudah Mama obatin kok, udah kamu jangan terlalu khawatir ya. Kamu pasti cape baru pulang kerja," sela mama cepat. Mama nampak begitu perhatian. "Makasih ya Ma, Mama udah begitu baik pada Diandra," ujar Bimo haru. "Iya Bim Mama sayang sama Diandra seperti Mama sayang sama kamu." Kak Sita datang duduk disamping Diandra yang terbaring, "gimana Di, udah enakan?" ujarnya lembut. "U... udaah Kak, makasih ya Kak." Diandra memaksa tersenyum di depan Bimo. Diandra merasakan sakit sekali hatinya, "Salah apa aku kepada Ma
"Mas... kamu... kamu tega ngusir aku?kamu nggak percaya sedikitpun sama aku Mas? kamu sudah liat semua luka-luka ditubuh aku! dan aku sudah jelasin semua ke kamu mas, tapi hati kamu tetap tertutup!" suara Diandra mulai meninggi."Kamu jangan memfitnah aku Diandara, luka-lukamu itu semua bukankah di sebabkan karena kecerobohan kamu sendiri, pinter banget kamu bersandiwara didepan adikku," bela kak Sita sengit."Cukup ya kak, kali ini Diandra nggak akan pernah diam menerima semua perlakuan kakak juga Mama," balas Diandra tak kalah sengit."Cukup Diandra!" Bimo berteriak."Kalau kamu sudah nggak bisa baik sama Mama dan Kakakku silahkan kamu pergi dari rumah ini silahkan pulang ke rumah orang tuamu yang sombong itu! dengar Diandra bagiku keluargaku adalah segala-galanya, sebagai istri yang baik harusnya kamu bisa menerima keluargaku. Bukan malah mempengaruhiku dan terus terusan menebar fitnah...
Minggu pagi, Bimo mengajak Mama dan Kakaknya juga Diandra berkumpul diruang tengah. Semalaman Bimo tidak bisa tidur karena mendengar semua pengakuan Diandra. Entah siapa yang harus dipercayanya, dan pada siapa dia harus berpihak. "Tapi aku harus mengungkap kebenarannya," batin Bimo. Sita yang sudah tau maksud dan tujuan Bimo, mendahului berbicara. "Pasti istri kamu semalam udah ngadu yang macam-macam kan Bim, sama kamu?" Kak Sita tersenyum sinis ke arah Diandara. "Sudah aku duga! istri kamu ini pasti akan cari muka sama kamu," ujar Kak Sita menatap Diandra dengany penuh kebencian "Kamu mau tau alasannya, kenapa Kaka sampai bisa menghajar istri kamu ini. Pertama dia udah nuduh kakak yang ambil kalungnya, padahal jelas-jelas kalung itu ada dilehernya, dan Kakak nggak terima dong, dia yang menampar Kakak duluan ya Kakak bales lah," Diandra terke
Pulang kerja, lagi dan lagi Bimo melihat pemandangan seperti kemarin. Diandra hanya tidur dan tidur dikamar. Tak bisa lagi mengendalikan emosinya Bimo membangunkan Diandra dengan suara baritonnya."Diandra bangun kamu, Suami pulang kerja bukannya dilayani malah enak enakan tidur, kamu fikir Ibu dan Kakakku tinggal disini buat jadi pembantu kamu,hah!" ujar Bimo setengah berteriak.Diandra terbangun dan kaget, kepalanya nampak berat sekali seluruh tubuhnya terasa nyeri."Ahh keterlaluan sekali kak Sita, nggak aku nggak mau terus terusan diperlakukan semena-mena lagi seperti ini," batin Diandra.Tanpa sadar Diandra menangis, entah kali ini rasany sudah cukup kesabarannya. Selalu di perlakukan dengan buruk oleh Ipar dan Mertua.Bimo yang kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun, tiba-tiba kaget melihat muka istrinya itu penuh memar. Dia nampak begitu terkejut dan khawatir
"Diandra...bangun! Bimo mengguncang bahu istrinya itu dengan sedikit kencang, sungguh benar-benar emosi rasanya melihat tingkah Diandra kali ini. "Semalam tiba-tiba saja meminta pindah dari rumah ini, entah apa alasannya. Sepertinya kamu memang nggak mau tinggal bersama Mama dan Kak Sita. Padahal Mama dan Kakak ku tak pernah jahat padamu... ada apa dengan kamu Diandra!" batin Bimo "Diandra bangun!" kali ini suara Bimo meninggi, karena melihat Diandra hanya menggeliat. "Mas... Mas Bimo udah pulang." Diandra yang baru bangun nampak kaget melihat suaminya sudah didepan matany Dia mengucek matanya dan menguap beberapa kali. "Perasaan baru tidur sebentar kok taunya sudah sore aja," Diandra menggumam sendiri Bimo hanya memandang istrinya itu dengan pandangan tak suka "Kamu tidur dari jam berapa memangnya?" tanya Bimo sinis
"Di ini minum tehnya dulu terus sarapan, kamu kan cape tuh habis jemurin pakaian," ujar mama dengan lembut. Pagi ini tak seperti biasanya mama sampai membuatkan teh dan menyuruh Diandra sarapan, biasany Mama dan kak Sita tak pernah memberikannya sarapan sebelum semua pekerjaan beres, dan itu menjelang makan siang. "I..iyaa ma, makasih Ma." Diandra tersenyum. Entahlah apa maunya mama kali ini pikir Diandra. "Hoam..." tak sadar Diandra menguap. "Duh kenapa jadi ngantuk banget ya, apa karena habis makan," batin Diandra "Kenapa kamu Di, ngantuk?" Mama nampak memperhatikan Diandra. "Nggak kok Ma. Makasih ya Ma, udah buatin teh dan sarapan buat Di," ujar Di sembari terus menguap. "Iya, sudah sana kamu istirahat dulu dikamar." "Tapi ma kerjaan Di belum selesai" "Udah ga usah dipikirin."
Byurrr... Kak Sita mengambil air yang digunakan Diandra untuk mengepel lantai, lalu mengguyurnya ke tubuh Diandra dengan air kotor tersebut. Diandra nampak terkejut dan gelagapan. Bukanny iba kak Sita malah tertawa sinis. "Kenapa kamu! mau marah hah... berani sm aku." Kak Sita berkacak pinggang. "Enak ya habis dibeliin kalung, terus diajak pulang jalan jalan." Ujarnya sinis nampak sekali penuh dengan kebencian. "Kak, Di buat salah apa lagi sama Kakak." Diandra mulai terisak. Air pel an mengguyur seluruh tubuhnya, membuat tubuhnya kedinginan. "Mau tau salah kamu apa, baiklah! aku benci kamu nikah sama Bimo. Aku benci kamu menjadi istri Bimo, ngerti kamu!" Ujar Kak Sita dengan berteriak. "Tapi Kak, apa salah Di jadi istri mas Bimo. Mas Bimo sayang sama Di, dan Di juga sayang sama mas Bimo." Jawab Diandra pelan. Sungguh dia sudah tidak ada tenaga untuk sekedar menjawab kak Sita. Sudah terlalu letih tub
"Mas Di ngerasa nggak enak sama Mama sama Kak Sita." ujar Diandra, ada rasa cemas dan khawatir dalam hati. Takut kebencian Mama dan Kak Sita membuat kamu menjadi. "Di, mas malu sama kamu, selama ini kan belum beliin kamu macem macem pernah.. Ohya Mas juga punya kejutan satu lagi, buat istri tersayang Mas. Bagaimana klo kita pulang ke rumah Orang Tua kamu, Mas ambil cuti 3 hari." Bimo tampak antusias sekali. Mata Diandra berbinar, "Mas kamu serius...?"
"Sayang, Mas punya kejutan buat kamu, liat deh apa yang Mas bawa." Bimo yang baru pulang kerja nampak sumringah, seraya menunjukkan sesuatu pada Diandra. "Sini, duduk. Di buka ya." Diandra membelalakkan mata, terkejut tak percaya. "Mas, ini cantik sekali." Ujarnya terkagum-kagum melihatnya. Sebuah kalung emas berbandul liontin. "Mas pakai kan ya." Bimo memasangkan kalung tersebut dileher jenjang istrinya, seraya mencium kening istrinya. "Maafin Mas ya Di, selama kita menikah nggak pernah bisa ngasih apa-apa sama kamu." Ujar Bimo lirih. "Mas Bimo ngomong apa sih, makasih yaa Mas, ehmm...." Belum selesai Diandra berbicara tiba-tiba Kak Sita datang. "Bagus ya Bim, kemarin Kakak pinjam uang untuk modal usaha Mas Dion kamu bilang nggak ada, hari ini tiba-tiba bisa beliin kalung buat istri kamu." Kak Sita yang baru datang langsung menghampiri Bimo dan Diandra diruang tengah. "Kamu itu lebi
Pukul 17.30 wib, Bimo yang baru pulang dari kantor kaget melihat keadaan istrinya, pipinya nampak memar biru dan dahinya diperban. "Sayang kamu kenapa?'' tanya Bimo panik seraya menggenggam erat jemari istrinya. "i... itu Mas Di...." Diandra bingung hendak menjawab apa. "Diandra tadi jatuh di kamar mandi Bimo, katanya mau wudhu padahal sudah Mama bilang Mama temanin tapi Di nya nggak mau, itu sudah Mama obatin kok, udah kamu jangan terlalu khawatir ya. Kamu pasti cape baru pulang kerja," sela mama cepat. Mama nampak begitu perhatian. "Makasih ya Ma, Mama udah begitu baik pada Diandra," ujar Bimo haru. "Iya Bim Mama sayang sama Diandra seperti Mama sayang sama kamu." Kak Sita datang duduk disamping Diandra yang terbaring, "gimana Di, udah enakan?" ujarnya lembut. "U... udaah Kak, makasih ya Kak." Diandra memaksa tersenyum di depan Bimo. Diandra merasakan sakit sekali hatinya, "Salah apa aku kepada Ma