Pukul 17.30 wib, Bimo yang baru pulang dari kantor kaget melihat keadaan istrinya, pipinya nampak memar biru dan dahinya diperban.
"Sayang kamu kenapa?'' tanya Bimo panik seraya menggenggam erat jemari istrinya.
"i... itu Mas Di...." Diandra bingung hendak menjawab apa.
"Diandra tadi jatuh di kamar mandi Bimo, katanya mau wudhu padahal sudah Mama bilang Mama temanin tapi Di nya nggak mau, itu sudah Mama obatin kok, udah kamu jangan terlalu khawatir ya. Kamu pasti cape baru pulang kerja," sela mama cepat. Mama nampak begitu perhatian.
"Makasih ya Ma, Mama udah begitu baik pada Diandra," ujar Bimo haru.
"Iya Bim Mama sayang sama Diandra seperti Mama sayang sama kamu."
Kak Sita datang duduk disamping Diandra yang terbaring, "gimana Di, udah enakan?" ujarnya lembut.
"U... udaah Kak, makasih ya Kak." Diandra memaksa tersenyum di depan Bimo.
Diandra merasakan sakit sekali hatinya, "Salah apa aku kepada Mama dan Kak Sita, sehingga mereka begitu membenciku dan selalu saja berpura-pura baik didepan mas Bimo," batin Diandra
"Ohya Bim, Kaka mau minta tolong boleh nggak?"
"Iyaa Kak bilang aja, Kaka mau minta tolong apa?"
"Hmm... Kaka butuh uang sekitar 150 juta, Mas Dion tadi telpon dia butuh modal lagi untuk mengembangkan usahanya, ya Bim please bantu kaka," Kak Sita memelas.
Bimo menarik nafas berat, sebenarnya dia sudah tidak punya tabungan lagi. Karena memang sudah beberapa kali suami kakanya itu meminjam uang. Pertama 30 juta, empat bulan kemudian pinjam lagi 50 juta, dan sekarang 150 juta.
"Nggak adalah kak, Bimo udah nggak punya tabungan apalagi sebanyak itu. lagi pula bimo ini kan cuma manajer produksi biasa Kak. Kakak juga tau gaji Bimo nggak lebih dari 15 juta perbulan, itu pun untuk kehidupan sehari hari kita semua dirumah ini. Mana suami Kakak yang katanya kerja-kerja, usaha-usaha tapi nggak pernah ngasih nafkah buat anak istrinya, kalaupun ngirim nggak lebih dari satu juta. Taunya pinjem modal terus."
Bimo yang memang sudah geram dengan kelakuan Kakak Iparnya itu mengeluarkan semua unek-unek di hatinya. Selama ini dia menahan agar tidak menyakiti hati Kakaknya.
Sita kaget mendengar semua kata kata adiknya.
"Sejak kapan kamu perhitungan sama Kakak Bim, aku ini Kakak kamu Kakak kandung kamu! kalau usaha suami Kakak maju tentu yang senang dan bahagia Kakak juga dan 2 keponakan kamu!"
Sita berlari meninggalkan ruangan dengan jengkel.
Bimo mengusap kasar mukanya dengan kedua telapak tangan.
"Mas memang nggak punya sama sekali ya simpenan kasihan Kak Sita Mas, Mas Dion pasti butuh banget modal itu,"
Diandra mencoba membujuk suaminya.
"Iya Bim klo kamu ada pinjamkanlah dulu nak, kamu sama Sita itu saudara kandung. Didalam tubuh kalian mengalir darah yang sama, jikalau istri ada mantannya tapi tak ada kata mantan untuk saudara," ujar Mama pelan namun penuh penekanan.
Bimo menggeleng, "Nggak ada Ma, Bimo nggak bohong."
"Apa nggak sebaiknya kamu pinjam ke kantor," Ulujar Mama tanpa beban.
Diandra dan Bimo nampak kaget menatap Mama berbarengan.
"Nggak Ma, Bimo nggak mau, terus yang harus bayar Bimo gitu Ma. Mana mungkin menantu kesayangan Mama itu yang bayar," ujar Bimo kesal.
Mama nampak menarik nafas dalam, lalu berlalu meningkalkan Diandra dan Bimo.
Entahlah Bimo benar-benar jengkel kali ini, tak habis fikir kenapa Mama dan Kak Sita begitu mempercayai Si Dion brengsek itu. Jelas-jelas selama ini laki-laki yang berjuluk Ayah serta suami itu tidak pernah bertanggung jawab pada anak dan istrinya. Hanya dengan modal janji dari mulut manisnya hingga membuat mama dan kak Sita percaya saja.
Selama ini juga semua kebutuhan dua keponakannya itu semua Bimo yang menanggung.
Arghh, Bimo menahan kesalnya.
Diandra mengelus punggung tangan suaminya. Bermaksud menenangkan pikiran suaminya itu.
***
"Di, maafin Mas yaa kemarin udah kasar banget sama kamu, Mas bener-bener emosi, udahlah pulang kantor dijalan macet macetan. Ehh, dapat wa dari Kak Sita, ngaduin kamu yang enak-enakan tidur sementara Mama yang mengerjakan semuanya. Kak Sita bilang kamu manja dan memperlakukan Mama seperti pembantu, kamu jangan seperti itu lagi ya. kamu tau kan Mas sayang banget sama Mama melebihin apapun, karena Mama membesarkan Mas dan Kak Sita seorang diri semenjak kepergian Papa, dan Mama itu juga sayang banget sama kamu," ujar Bimo lembut sembari membelai rambut Diandra.
Diandra nampak kaget mendengar penuturan suaminya tersebut.
"Hmm, pantas saja Mas Bimo semarah itu kemarin, rupanya kak Sita sudah mengadukanku yang tidak-tidak."
Diandra menarik nafas panjang.
"Mas... andai aku ceritakan yang sebenarnya apa kamu percaya sama aku, selama ini kamu nggak pernah percaya sama aku, Mas," batin Diandra, dia mulai terisak.
Bukan karena dia tak menyayangi Mama mertuanya itu selama ini. Tetapi karena memang Ibu Mertuanya itu tak pernah benar-benar menerimanya sebagai menantu. Entah apa alasannya, padahal semua kebutuhan Mama dan Kak Sita semua sudah dipenuhi Mas Bimo, bahkan uang belanja pun Mama yang mengatur. Ya... itu semua Mama yang meminta dan merengek kepada Mas Bimo. Dan sebagai istri Diandra tak pernah benar-benar menikmati uang suaminya, bahkan untuk sekedar ke salon murah sekalipun atau untuk membeli baju sepotong.
"Sudahlah maafkan Mas yaa." Bimo mencium kening Diandra, memecahkan lamunan Diandra.
Diandra menggangguk pelan, ada yg sakit disudut hatinya.
***
pov Diandra
Ma... apa ini karma untuk Diandra, karena sedari awal memang Mama tak pernah merestui hubunganku dengan Mas Bimo.
Alasannya? karena asal-usul keluarga mas Bimo! Ayahnya Mas Bimo seorang residivis, pecandu juga bandar narkoba. Bahkan Ayahnya meninggal ditembak polisi ketika hendak ditangkap. Tetapi itu terjadi ketika Mas Bimo kecil.
Mas Bimo tumbuh menjadi seorang anak yatim yang ulet dan rajin bekerja sembari kuliah. Hingga bisa seperti sekarang.
Saat itu entah karena memang aku amat mencintai Mas Bimo, hingga berani menentang Mama. Berhari hari mengurung diri dikamar tanpa makan hingga jatuh sakit sampai harus dilarikan ke rumah sakit, akhirnya Mama luluh dan merestui pernikahanku.
Ah, ternyata firasat seorang Ibu itu selalu benar. Sekarang andai mau jujur, aku menyesali yang terjadi. Mas Bimo... walaupun dia begitu mencintaiku tapi tak jarang sering berbuat kasar padaku, apalagi jika sudah tersulut emosinya. Terutama jika sudah berhubungan dengan Ibu mertua dan Kakak iparku itu. Padahal dulu sebelum menikah Mas Bimo tak pernah kasar sedikitpun.
Mas Bimo seperti memiliki kepribadian ganda, terkadang begitu mencintaiku. Namun terkadang bisa begitu kejam jika sudah tersulut emosinya karena adu domba Mama mertua Kak Sita.
Saat ini sungguh aku merasa lemah, ingin mengadu kepada kedua orang tua pun rasanya enggan dan malu juga khawatir terhadap kesehatan Mama. Baru tujuh bulan pernikahanku, dan selama ini pula aku hanya bisa memendam sendiri apapun yang aku rasa. Sembari terus berdoa semoga Ibu Mertua dan Kakak iparku bisa mencintai dan menerimaku dengan tulus.
***
"Sayang, Mas punya kejutan buat kamu, liat deh apa yang Mas bawa." Bimo yang baru pulang kerja nampak sumringah, seraya menunjukkan sesuatu pada Diandra. "Sini, duduk. Di buka ya." Diandra membelalakkan mata, terkejut tak percaya. "Mas, ini cantik sekali." Ujarnya terkagum-kagum melihatnya. Sebuah kalung emas berbandul liontin. "Mas pakai kan ya." Bimo memasangkan kalung tersebut dileher jenjang istrinya, seraya mencium kening istrinya. "Maafin Mas ya Di, selama kita menikah nggak pernah bisa ngasih apa-apa sama kamu." Ujar Bimo lirih. "Mas Bimo ngomong apa sih, makasih yaa Mas, ehmm...." Belum selesai Diandra berbicara tiba-tiba Kak Sita datang. "Bagus ya Bim, kemarin Kakak pinjam uang untuk modal usaha Mas Dion kamu bilang nggak ada, hari ini tiba-tiba bisa beliin kalung buat istri kamu." Kak Sita yang baru datang langsung menghampiri Bimo dan Diandra diruang tengah. "Kamu itu lebi
"Mas Di ngerasa nggak enak sama Mama sama Kak Sita." ujar Diandra, ada rasa cemas dan khawatir dalam hati. Takut kebencian Mama dan Kak Sita membuat kamu menjadi. "Di, mas malu sama kamu, selama ini kan belum beliin kamu macem macem pernah.. Ohya Mas juga punya kejutan satu lagi, buat istri tersayang Mas. Bagaimana klo kita pulang ke rumah Orang Tua kamu, Mas ambil cuti 3 hari." Bimo tampak antusias sekali. Mata Diandra berbinar, "Mas kamu serius...?"
Byurrr... Kak Sita mengambil air yang digunakan Diandra untuk mengepel lantai, lalu mengguyurnya ke tubuh Diandra dengan air kotor tersebut. Diandra nampak terkejut dan gelagapan. Bukanny iba kak Sita malah tertawa sinis. "Kenapa kamu! mau marah hah... berani sm aku." Kak Sita berkacak pinggang. "Enak ya habis dibeliin kalung, terus diajak pulang jalan jalan." Ujarnya sinis nampak sekali penuh dengan kebencian. "Kak, Di buat salah apa lagi sama Kakak." Diandra mulai terisak. Air pel an mengguyur seluruh tubuhnya, membuat tubuhnya kedinginan. "Mau tau salah kamu apa, baiklah! aku benci kamu nikah sama Bimo. Aku benci kamu menjadi istri Bimo, ngerti kamu!" Ujar Kak Sita dengan berteriak. "Tapi Kak, apa salah Di jadi istri mas Bimo. Mas Bimo sayang sama Di, dan Di juga sayang sama mas Bimo." Jawab Diandra pelan. Sungguh dia sudah tidak ada tenaga untuk sekedar menjawab kak Sita. Sudah terlalu letih tub
"Di ini minum tehnya dulu terus sarapan, kamu kan cape tuh habis jemurin pakaian," ujar mama dengan lembut. Pagi ini tak seperti biasanya mama sampai membuatkan teh dan menyuruh Diandra sarapan, biasany Mama dan kak Sita tak pernah memberikannya sarapan sebelum semua pekerjaan beres, dan itu menjelang makan siang. "I..iyaa ma, makasih Ma." Diandra tersenyum. Entahlah apa maunya mama kali ini pikir Diandra. "Hoam..." tak sadar Diandra menguap. "Duh kenapa jadi ngantuk banget ya, apa karena habis makan," batin Diandra "Kenapa kamu Di, ngantuk?" Mama nampak memperhatikan Diandra. "Nggak kok Ma. Makasih ya Ma, udah buatin teh dan sarapan buat Di," ujar Di sembari terus menguap. "Iya, sudah sana kamu istirahat dulu dikamar." "Tapi ma kerjaan Di belum selesai" "Udah ga usah dipikirin."
"Diandra...bangun! Bimo mengguncang bahu istrinya itu dengan sedikit kencang, sungguh benar-benar emosi rasanya melihat tingkah Diandra kali ini. "Semalam tiba-tiba saja meminta pindah dari rumah ini, entah apa alasannya. Sepertinya kamu memang nggak mau tinggal bersama Mama dan Kak Sita. Padahal Mama dan Kakak ku tak pernah jahat padamu... ada apa dengan kamu Diandra!" batin Bimo "Diandra bangun!" kali ini suara Bimo meninggi, karena melihat Diandra hanya menggeliat. "Mas... Mas Bimo udah pulang." Diandra yang baru bangun nampak kaget melihat suaminya sudah didepan matany Dia mengucek matanya dan menguap beberapa kali. "Perasaan baru tidur sebentar kok taunya sudah sore aja," Diandra menggumam sendiri Bimo hanya memandang istrinya itu dengan pandangan tak suka "Kamu tidur dari jam berapa memangnya?" tanya Bimo sinis
Pulang kerja, lagi dan lagi Bimo melihat pemandangan seperti kemarin. Diandra hanya tidur dan tidur dikamar. Tak bisa lagi mengendalikan emosinya Bimo membangunkan Diandra dengan suara baritonnya."Diandra bangun kamu, Suami pulang kerja bukannya dilayani malah enak enakan tidur, kamu fikir Ibu dan Kakakku tinggal disini buat jadi pembantu kamu,hah!" ujar Bimo setengah berteriak.Diandra terbangun dan kaget, kepalanya nampak berat sekali seluruh tubuhnya terasa nyeri."Ahh keterlaluan sekali kak Sita, nggak aku nggak mau terus terusan diperlakukan semena-mena lagi seperti ini," batin Diandra.Tanpa sadar Diandra menangis, entah kali ini rasany sudah cukup kesabarannya. Selalu di perlakukan dengan buruk oleh Ipar dan Mertua.Bimo yang kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun, tiba-tiba kaget melihat muka istrinya itu penuh memar. Dia nampak begitu terkejut dan khawatir
Minggu pagi, Bimo mengajak Mama dan Kakaknya juga Diandra berkumpul diruang tengah. Semalaman Bimo tidak bisa tidur karena mendengar semua pengakuan Diandra. Entah siapa yang harus dipercayanya, dan pada siapa dia harus berpihak. "Tapi aku harus mengungkap kebenarannya," batin Bimo. Sita yang sudah tau maksud dan tujuan Bimo, mendahului berbicara. "Pasti istri kamu semalam udah ngadu yang macam-macam kan Bim, sama kamu?" Kak Sita tersenyum sinis ke arah Diandara. "Sudah aku duga! istri kamu ini pasti akan cari muka sama kamu," ujar Kak Sita menatap Diandra dengany penuh kebencian "Kamu mau tau alasannya, kenapa Kaka sampai bisa menghajar istri kamu ini. Pertama dia udah nuduh kakak yang ambil kalungnya, padahal jelas-jelas kalung itu ada dilehernya, dan Kakak nggak terima dong, dia yang menampar Kakak duluan ya Kakak bales lah," Diandra terke
"Mas... kamu... kamu tega ngusir aku?kamu nggak percaya sedikitpun sama aku Mas? kamu sudah liat semua luka-luka ditubuh aku! dan aku sudah jelasin semua ke kamu mas, tapi hati kamu tetap tertutup!" suara Diandra mulai meninggi."Kamu jangan memfitnah aku Diandara, luka-lukamu itu semua bukankah di sebabkan karena kecerobohan kamu sendiri, pinter banget kamu bersandiwara didepan adikku," bela kak Sita sengit."Cukup ya kak, kali ini Diandra nggak akan pernah diam menerima semua perlakuan kakak juga Mama," balas Diandra tak kalah sengit."Cukup Diandra!" Bimo berteriak."Kalau kamu sudah nggak bisa baik sama Mama dan Kakakku silahkan kamu pergi dari rumah ini silahkan pulang ke rumah orang tuamu yang sombong itu! dengar Diandra bagiku keluargaku adalah segala-galanya, sebagai istri yang baik harusnya kamu bisa menerima keluargaku. Bukan malah mempengaruhiku dan terus terusan menebar fitnah...