Byurrr...
Kak Sita mengambil air yang digunakan Diandra untuk mengepel lantai, lalu mengguyurnya ke tubuh Diandra dengan air kotor tersebut.
Diandra nampak terkejut dan gelagapan. Bukanny iba kak Sita malah tertawa sinis.
"Kenapa kamu! mau marah hah... berani sm aku." Kak Sita berkacak pinggang.
"Enak ya habis dibeliin kalung, terus diajak pulang jalan jalan." Ujarnya sinis nampak sekali penuh dengan kebencian.
"Kak, Di buat salah apa lagi sama Kakak." Diandra mulai terisak. Air pel an mengguyur seluruh tubuhnya, membuat tubuhnya kedinginan.
"Mau tau salah kamu apa, baiklah! aku benci kamu nikah sama Bimo. Aku benci kamu menjadi istri Bimo, ngerti kamu!" Ujar Kak Sita dengan berteriak.
"Tapi Kak, apa salah Di jadi istri mas Bimo. Mas Bimo sayang sama Di, dan Di juga sayang sama mas Bimo." Jawab Diandra pelan.
Sungguh dia sudah tidak ada tenaga untuk sekedar menjawab kak Sita. Sudah terlalu letih tubuhnya sedari subuh, tanpa henti mengerjakan pekerjaan rumah.
"Hemm... sepertinya udah saatnya ya aku kasih tau."
Kamu mau tau kenapa aku benci banget sama kamu, hah! satu hal yang harus kamu ketahui Diandara. Kamu sudah merebut Bimo dari Elsa, semenjak Bimo kenal dan deket sama kamu, Bimo meninggalkan dan menjauhi Elsa gitu aja. Dan kamu tau, Elsa adalah itu sahabat baik aku, lebih dari saudara buat aku. Disaat semua orang menjauhiku, dan tidak ada yang mau berteman atau dekat dekat dengan aku. Karena apa?? Karena aku anak seorang penjahat, ya itu cap mereka. Tapi nggak bagi Elsa, dia tetap mau temenan sama aku. Dan kamu tau. Dia patah hati, karena ternyata kedekatannya selama ini dengan Bimo hanya dianggap teman biasa bagi Bimo, yang saat itu Bimo malah tergila gila sama kamu. Ketika Bimo pertama kali membawa kamu kerumah dan memperkenalkan kamu pada mama. Sumpah aku benci sekali liat kamu, dan bahkan sampai detik. Karena kamu, aku harus kehilangan sahabat baik aku. Dia pergi dari kehidupanku untuk bisa lupain Bimo. Aku benci sama kamu Diandra... benci!" kak Sita berteriak teriak.
"Akhh sakiit Kak, lepasin." Kak Sita berteriak seraya menjambak kasar rambut Diandra.
"Sitaa... udah lepasin." Mama yang baru pulang dari belanja sayur didepan rumah bersama anak anak nampak kaget dan menghentikan Sita.
"Mama, kok jambak-jambak tante Di, nggak boleh mama dosa." Kenan langsung menghampiri sang mama, anak laki laki itu seketika memeluk Diandra,
"Tante, maafin Mama yaa." Ujar Kenan, seraya tangan kecilnya menghapus air mata yang ada dipipi Diandra.
Sita nampak melotot melihat adegan itu, kemudian berlalu pergi meninggalkan semua.
"Sayaang baju tante basah, kotor lagi nanti kakak Kenan jadi basah juga."
Bukanny menjauh sekarang malah Kiara kecil ikut ikutan memeluk Diandra.
"Aduuuh... Kenan Kiara, sudah sudah itu tantenya lagi basah kok malah dipeluk peluk. Yuk kita ke kamar aja." Ujar mama dengan kencang, sembari melirik Diandra dengan sinis.
"Udah sana, kamu cepet beresin. Lantai sampai banjir kemana mana begini." Mama berlalu membawa Kenan dan Kiara.
Begitulah sikap ibu mertuanya, dingin. Kadang sama kejamnya dengan kak Sita.
Diandra menangis tersedu.
"Mama, Di mau pulang, Di udah nggak kuat."
****
"Mas Bimo, ehmm." Diandra nampak ragu ragu memulai pembicaraan pada suaminya itu.
Bimo menatap heran Diandra,
"Sayang kamu mau ngomong apa sih, kok kayaknya gugup gitu." Bimo menatap dalam istrinya.
"Hmm... mas, gimana kalau kita pindah rumah, Di pengen mandiri mas."
Diandra membalas tatapan mata sang suami dengan wajah memelas.
Bimo tampak kaget dam terkejut dengan permintaan istrinya tersebut.
"Di... apa kamu keberatan mama dan kak Sita tinggal disini, kalau kita pindah dari sini kita mau kemana sedangkan ini rumah mas dan nggak mungkin juga mas beli rumah baru uang dari mana."
"Atauu... kamu ingin mas ngusir mama sama kak Sita gitu, biar mama sm kakaku pulang kampung." Suara Bimo mulai meninggi.
"Bukan gitu mas maksud Di." Diandra nampak gugup dan bingung mencari alasan yang tepat. Sebetulnya dia sudah tidak sanggup menghadapi kak Sita yang makin lama makin kejam menyiksanya. Untuk melawan? entahlah Diandra terlalu penakut untuk melakukannya, terlahir sebagai anak tunggal yanga amat disayangi kedua orang tuanya tentunya terbentuk sifat manja dan cengeng dalam diri Diandra sedari kecil.
"Mas apa nggak sebaiknya aku minta sama Papa, biarin dibeliin rumah yang lebih deket sama perusahaan Mas kerja." Diandra antusias memberi penawaran, namun bukannya senang malah membuat Bimo emosi.
"Cukup Diandra. Kamu ingin mempermalukan suami kamu didepan Orang Tua kamu begitu!" Teriak Bimo membentak, membuat Diandra ketakutan.
Kamu tau kan bagaimana mama kamu memandangku sebelah mata, bisa bisany kamu punya ide seperti itu." Bimo menghembuskan nafas dengan kesal.
"Beri aku satu alasan kenapa kamu nggak betah dirumah ini, tinggal sm mama dan kak Sita? apa mama dan kak Sita pernah jahat sama kamu? nggak kan. Apa semua kerjaan rumah kamu yang kerjaan? nggak juga! malah Mama yang selalu mas lihat mengerjakan semuanya. Atau apa karena gaji mas Mama yang ngatur dan kamu iri, begitu?"
Diandra menarik nafas gusar, rasanya percuma berbicara pada suaminya jika itu menyangkut ibu dan saudaranya.
Diandra hanya diam. Menyesali permintaannya pada Suaminya.
"Di mas mohon fahami posisi mas sebagai anak laki laki. Bagaimana pun Mama dan Kak Sita tanggung jawab Mas sampai kapanpun," suara Bimo melembut, dia mencoba menahan emosinya.
"Lalu apa aku bukan tanggung jawab Mas?" Diandra menjawab dengan lirih.
"Apa maksud kamu Di, kalian semua tanggung jawab Mas dan jangan pernah suruh Mas untuk memilih." Bimo mengultimatum.
"Di cape Mas, mau tidur," Diandra lalu merebahkan tubuhnya serta memunggungin suaminya, air matanya menetes begitu saja. Entah hari hari yang seperti apa yang akan ia jalani terus-terusan seperti ini.
"Mama... Di kangen mama," lirihnya.
Bimo nampak menghela nafas kesal, entah dia tidak mengerti sama sekali kenapa Diandra tiba tiba seperti ini. Apa karna pengaruh mamanya pulang kemarin.
tahan bimo, tahan, jangan emosi.
Bimo mencoba menenangkan dirinya sendiri.
****
"Di ini minum tehnya dulu terus sarapan, kamu kan cape tuh habis jemurin pakaian," ujar mama dengan lembut. Pagi ini tak seperti biasanya mama sampai membuatkan teh dan menyuruh Diandra sarapan, biasany Mama dan kak Sita tak pernah memberikannya sarapan sebelum semua pekerjaan beres, dan itu menjelang makan siang. "I..iyaa ma, makasih Ma." Diandra tersenyum. Entahlah apa maunya mama kali ini pikir Diandra. "Hoam..." tak sadar Diandra menguap. "Duh kenapa jadi ngantuk banget ya, apa karena habis makan," batin Diandra "Kenapa kamu Di, ngantuk?" Mama nampak memperhatikan Diandra. "Nggak kok Ma. Makasih ya Ma, udah buatin teh dan sarapan buat Di," ujar Di sembari terus menguap. "Iya, sudah sana kamu istirahat dulu dikamar." "Tapi ma kerjaan Di belum selesai" "Udah ga usah dipikirin."
"Diandra...bangun! Bimo mengguncang bahu istrinya itu dengan sedikit kencang, sungguh benar-benar emosi rasanya melihat tingkah Diandra kali ini. "Semalam tiba-tiba saja meminta pindah dari rumah ini, entah apa alasannya. Sepertinya kamu memang nggak mau tinggal bersama Mama dan Kak Sita. Padahal Mama dan Kakak ku tak pernah jahat padamu... ada apa dengan kamu Diandra!" batin Bimo "Diandra bangun!" kali ini suara Bimo meninggi, karena melihat Diandra hanya menggeliat. "Mas... Mas Bimo udah pulang." Diandra yang baru bangun nampak kaget melihat suaminya sudah didepan matany Dia mengucek matanya dan menguap beberapa kali. "Perasaan baru tidur sebentar kok taunya sudah sore aja," Diandra menggumam sendiri Bimo hanya memandang istrinya itu dengan pandangan tak suka "Kamu tidur dari jam berapa memangnya?" tanya Bimo sinis
Pulang kerja, lagi dan lagi Bimo melihat pemandangan seperti kemarin. Diandra hanya tidur dan tidur dikamar. Tak bisa lagi mengendalikan emosinya Bimo membangunkan Diandra dengan suara baritonnya."Diandra bangun kamu, Suami pulang kerja bukannya dilayani malah enak enakan tidur, kamu fikir Ibu dan Kakakku tinggal disini buat jadi pembantu kamu,hah!" ujar Bimo setengah berteriak.Diandra terbangun dan kaget, kepalanya nampak berat sekali seluruh tubuhnya terasa nyeri."Ahh keterlaluan sekali kak Sita, nggak aku nggak mau terus terusan diperlakukan semena-mena lagi seperti ini," batin Diandra.Tanpa sadar Diandra menangis, entah kali ini rasany sudah cukup kesabarannya. Selalu di perlakukan dengan buruk oleh Ipar dan Mertua.Bimo yang kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun, tiba-tiba kaget melihat muka istrinya itu penuh memar. Dia nampak begitu terkejut dan khawatir
Minggu pagi, Bimo mengajak Mama dan Kakaknya juga Diandra berkumpul diruang tengah. Semalaman Bimo tidak bisa tidur karena mendengar semua pengakuan Diandra. Entah siapa yang harus dipercayanya, dan pada siapa dia harus berpihak. "Tapi aku harus mengungkap kebenarannya," batin Bimo. Sita yang sudah tau maksud dan tujuan Bimo, mendahului berbicara. "Pasti istri kamu semalam udah ngadu yang macam-macam kan Bim, sama kamu?" Kak Sita tersenyum sinis ke arah Diandara. "Sudah aku duga! istri kamu ini pasti akan cari muka sama kamu," ujar Kak Sita menatap Diandra dengany penuh kebencian "Kamu mau tau alasannya, kenapa Kaka sampai bisa menghajar istri kamu ini. Pertama dia udah nuduh kakak yang ambil kalungnya, padahal jelas-jelas kalung itu ada dilehernya, dan Kakak nggak terima dong, dia yang menampar Kakak duluan ya Kakak bales lah," Diandra terke
"Mas... kamu... kamu tega ngusir aku?kamu nggak percaya sedikitpun sama aku Mas? kamu sudah liat semua luka-luka ditubuh aku! dan aku sudah jelasin semua ke kamu mas, tapi hati kamu tetap tertutup!" suara Diandra mulai meninggi."Kamu jangan memfitnah aku Diandara, luka-lukamu itu semua bukankah di sebabkan karena kecerobohan kamu sendiri, pinter banget kamu bersandiwara didepan adikku," bela kak Sita sengit."Cukup ya kak, kali ini Diandra nggak akan pernah diam menerima semua perlakuan kakak juga Mama," balas Diandra tak kalah sengit."Cukup Diandra!" Bimo berteriak."Kalau kamu sudah nggak bisa baik sama Mama dan Kakakku silahkan kamu pergi dari rumah ini silahkan pulang ke rumah orang tuamu yang sombong itu! dengar Diandra bagiku keluargaku adalah segala-galanya, sebagai istri yang baik harusnya kamu bisa menerima keluargaku. Bukan malah mempengaruhiku dan terus terusan menebar fitnah...
"Akh... ampuun Mas... ampun, apa salah Di Mas." Bimo yang baru pulang dari kantor langsung menarik rambut Diandra yang sedang tertidur di kamarnya, menyeretnya keluar lalu melemparkan tubuhnya kelantai hingga bersimpuh di kaki sang Ibu. "Minta maaf sama Mama, seenaknya kamu tidur tiduran dikamar sementara Mamaku yang harus membersihkan rumah dan mengerjakan semuanya!" Diandra menatap wajah Ibu Mertuanya, ada senyum licik terurai disana. Dalam hati Diandra membatin, "Mas Bimo andai engkau tau yang sebenarnya. Ah, sudahlah tak mungkin juga dia lebih percaya kepadaku daripada ibunya." Gegas Diandra mencium tangan ibu mertuanya itu. "Maafkan Di ma, Di ketiduran," ujarnya seraya menghapus air mata. "Bangun Di, sudah nggak apa apa, Bimo kamu juga jangan keterlaluan sama Diandra, Mama nggak apa apa kok. Sudah menjadi kewajiban Mama juga bukan, karena mama cuma numpang disini." Sang ibu memasang mimik muka sedih.
Pukul 17.30 wib, Bimo yang baru pulang dari kantor kaget melihat keadaan istrinya, pipinya nampak memar biru dan dahinya diperban. "Sayang kamu kenapa?'' tanya Bimo panik seraya menggenggam erat jemari istrinya. "i... itu Mas Di...." Diandra bingung hendak menjawab apa. "Diandra tadi jatuh di kamar mandi Bimo, katanya mau wudhu padahal sudah Mama bilang Mama temanin tapi Di nya nggak mau, itu sudah Mama obatin kok, udah kamu jangan terlalu khawatir ya. Kamu pasti cape baru pulang kerja," sela mama cepat. Mama nampak begitu perhatian. "Makasih ya Ma, Mama udah begitu baik pada Diandra," ujar Bimo haru. "Iya Bim Mama sayang sama Diandra seperti Mama sayang sama kamu." Kak Sita datang duduk disamping Diandra yang terbaring, "gimana Di, udah enakan?" ujarnya lembut. "U... udaah Kak, makasih ya Kak." Diandra memaksa tersenyum di depan Bimo. Diandra merasakan sakit sekali hatinya, "Salah apa aku kepada Ma
"Sayang, Mas punya kejutan buat kamu, liat deh apa yang Mas bawa." Bimo yang baru pulang kerja nampak sumringah, seraya menunjukkan sesuatu pada Diandra. "Sini, duduk. Di buka ya." Diandra membelalakkan mata, terkejut tak percaya. "Mas, ini cantik sekali." Ujarnya terkagum-kagum melihatnya. Sebuah kalung emas berbandul liontin. "Mas pakai kan ya." Bimo memasangkan kalung tersebut dileher jenjang istrinya, seraya mencium kening istrinya. "Maafin Mas ya Di, selama kita menikah nggak pernah bisa ngasih apa-apa sama kamu." Ujar Bimo lirih. "Mas Bimo ngomong apa sih, makasih yaa Mas, ehmm...." Belum selesai Diandra berbicara tiba-tiba Kak Sita datang. "Bagus ya Bim, kemarin Kakak pinjam uang untuk modal usaha Mas Dion kamu bilang nggak ada, hari ini tiba-tiba bisa beliin kalung buat istri kamu." Kak Sita yang baru datang langsung menghampiri Bimo dan Diandra diruang tengah. "Kamu itu lebi