"Sayang, Mas punya kejutan buat kamu, liat deh apa yang Mas bawa."
Bimo yang baru pulang kerja nampak sumringah, seraya menunjukkan sesuatu pada Diandra.
"Sini, duduk. Di buka ya."
Diandra membelalakkan mata, terkejut tak percaya.
"Mas, ini cantik sekali." Ujarnya terkagum-kagum melihatnya. Sebuah kalung emas berbandul liontin.
"Mas pakai kan ya." Bimo memasangkan kalung tersebut dileher jenjang istrinya, seraya mencium kening istrinya.
"Maafin Mas ya Di, selama kita menikah nggak pernah bisa ngasih apa-apa sama kamu." Ujar Bimo lirih.
"Mas Bimo ngomong apa sih, makasih yaa Mas, ehmm...." Belum selesai Diandra berbicara tiba-tiba Kak Sita datang.
"Bagus ya Bim, kemarin Kakak pinjam uang untuk modal usaha Mas Dion kamu bilang nggak ada, hari ini tiba-tiba bisa beliin kalung buat istri kamu."
Kak Sita yang baru datang langsung menghampiri Bimo dan Diandra diruang tengah.
"Kamu itu lebih mentingin orang lain da...."
"Stopp Kak! Diandra ini istri Bimo bukan orang lain, paham Kakak!" Ujar Bimo ketus, emosinya benar-benar terpancing oleh ucapan Sita, Kakaknya.
"Yang orang lain itu Mas Dion! cuma ipar benalu buat Bimo." Dengan nada tinggi, Bimo kembali membalas ucapan Kak Sita. Sungguh ia sudah tak dapat menahan emosinya lagi.
Sita terperanjat mendengar semua kata kata Bimo. Tak menyangka Adiknya semarah itu.
"Bimo, kamu itu adik Kakak, sejak kapan kamu berubah seperti ini, kamu lupa kah bagaimana kehidupan kita dulu. Bagaimana hari-hari yang kita habiskan bertiga, saling berbagi saling melindungi." Kak Sita menjawab dengan lirih dan akhirnya menangis.
Bimo nampak menyesal dengan semua kata-kata yang sudah ia ucapkan. Sungguh emosi sudah menguasainya.
"Maaf Kak, aku nggak bermaksud menyakiti perasaan Kakak, tapi aku mohon... Kakak jangan seperti ini."
"Pasti semua gara gara kamu Di! kamu yang selalu mempengaruhi Bimo kan!" Tuduh Kak Sita marah, nafasnya nampak turun naik.
"Kak... aku...." Diandra terbata.
"Kak, Diandra nggak pernah mempengaruhi Bimo, sama sekali." Bimo mencoba membela sang istri.
"Bimo Sita, apa-apaan kalian ini." Mama nampak lari tergopoh dari arah belakang dengan pakaian setengah basah keringat nampak membasahi mukanya.
Bimo nampak memperhatikan mama,
"Mama habis ngapain?" Tanya Bimo.
"Ya habis ngebabulah, emangnya nyonya Bimo." Sela kak Sita
"Kak, Diandra itu habis sakit lagi masa pemulihan, kenapa nggak Kakak yang bantuin mama! ngapain aja kerjaan Kakak dirumah."
"Hey Bim, apa kamu nggak lihat itu 2 ponakan kamu. Memang siapa yang ngurusin, ya Kakaklah ibunya. Harusny kamu tuh nggak usah terlalu manjain istri segitunya. Tega kamu liat ibu setiap hari begini, dasar anak durhaka!" kak Sita pergi berlalu meninggalkan Bimo yg mematung.
Diandra menjadi serba salah, takut juga khawatir Bimo akan marah lagi padanya. Padahal yang ia tahu ibu hanya sedang menyiram koleksi tanaman nya dihalaman belakang.
Kerjaan rumah hari semua ia yang kerjakan walaupun dengan kondisi belum pulih. Aah... kenapa Mama selalu bersandiwara didepan Mas Bimo.
"Maafin Bimo ya Ma, apa nggak sebaikny Bimo cari pembantu aja ya Ma." Bimo menggengam erat tangan Mama.
"Nggak usah Bim, kan sudah Mama bilang selagi Mama bisa mengerjakan, buat apa pakai pembantu. Lagipula Mama khawatir gaji kamu nggak cukup nanti buat bayar pembantu. Semua kebutuhan sehari hari kita dirumah ini kan dari uang gaji kamu." Bimo menarik nafas berat.
"Andai suaminya kak Sita orang yang bertanggung jawab." Lirih Bimo.
"Sudahlah Bim Dion kan sedang berusaha, ya seperti itulah jatuh bangun dalam bisnis itu hal biasa. Doakan saja Papanya Khenan dan Riana itu sukses biar bisa nyenengin dan menuhin kebutuhan dua keponakan kamu itu, cucu-cucu mama."
"Iya Ma... ohya Ma, Bimo ada kabar gembira. Bimo baru dapat bonus 30 juta hari ini, karena bos besar menang tender. Tadi udah Bimo beliin kalung buang Diandra. Dan ini, buat mama Bimo beliin cincin ya. Mama cobain deh Ma, pas nggaj ya dijari mama."
Maaf yaa ma klo Bimo baru bisa ngasih cincin. Nanti klo dapat bonus lagi pasti Bimo beliin kalung juga. Soalnya kasihan Di Ma, selama menikah baru kali ini Bimo bisa kasih sesuatu buat dia."
Mama nampak terharu seraya memeluk Bimo. Tapi matanya melotot ke arah Diandra.
Diandra yang takut melihat tatapan sang mama seketika menunduk.
"Bimo sepertinya kamu benar benar mencintai Diandra, priotas kamu sudah bukan lagi mama sekarang. Bagaimana nanti jika kamu benar benar melupakan mama." Mama membatin dalam hatinya terluka tapi dia berpura pura bahagia didepan Bimo.
***
"Hah ini cincin cuma 5 juta Ma hargany, Sedangkan Diandra dibeliin kalung 20 jt." Ujar Sita setelah melihat surat Perhiasan yg disodorkan Mama.
Sita mengebrak meja hias dikamarny..
"Sstttt. Sita jangan berisik dong."
"Kesel Sita Ma, gila kali ya itu si Bimo. Sita juga nggak dibeliin apa-apa. Aah dasar Bimo ngeselin!"
"Liiat aja Diandra, aku bikin nyesel km nikah sama Bimo. Sita punya rencana ma.."
Sita tersenyum licik.
***
"Mas Di ngerasa nggak enak sama Mama sama Kak Sita." ujar Diandra, ada rasa cemas dan khawatir dalam hati. Takut kebencian Mama dan Kak Sita membuat kamu menjadi. "Di, mas malu sama kamu, selama ini kan belum beliin kamu macem macem pernah.. Ohya Mas juga punya kejutan satu lagi, buat istri tersayang Mas. Bagaimana klo kita pulang ke rumah Orang Tua kamu, Mas ambil cuti 3 hari." Bimo tampak antusias sekali. Mata Diandra berbinar, "Mas kamu serius...?"
Byurrr... Kak Sita mengambil air yang digunakan Diandra untuk mengepel lantai, lalu mengguyurnya ke tubuh Diandra dengan air kotor tersebut. Diandra nampak terkejut dan gelagapan. Bukanny iba kak Sita malah tertawa sinis. "Kenapa kamu! mau marah hah... berani sm aku." Kak Sita berkacak pinggang. "Enak ya habis dibeliin kalung, terus diajak pulang jalan jalan." Ujarnya sinis nampak sekali penuh dengan kebencian. "Kak, Di buat salah apa lagi sama Kakak." Diandra mulai terisak. Air pel an mengguyur seluruh tubuhnya, membuat tubuhnya kedinginan. "Mau tau salah kamu apa, baiklah! aku benci kamu nikah sama Bimo. Aku benci kamu menjadi istri Bimo, ngerti kamu!" Ujar Kak Sita dengan berteriak. "Tapi Kak, apa salah Di jadi istri mas Bimo. Mas Bimo sayang sama Di, dan Di juga sayang sama mas Bimo." Jawab Diandra pelan. Sungguh dia sudah tidak ada tenaga untuk sekedar menjawab kak Sita. Sudah terlalu letih tub
"Di ini minum tehnya dulu terus sarapan, kamu kan cape tuh habis jemurin pakaian," ujar mama dengan lembut. Pagi ini tak seperti biasanya mama sampai membuatkan teh dan menyuruh Diandra sarapan, biasany Mama dan kak Sita tak pernah memberikannya sarapan sebelum semua pekerjaan beres, dan itu menjelang makan siang. "I..iyaa ma, makasih Ma." Diandra tersenyum. Entahlah apa maunya mama kali ini pikir Diandra. "Hoam..." tak sadar Diandra menguap. "Duh kenapa jadi ngantuk banget ya, apa karena habis makan," batin Diandra "Kenapa kamu Di, ngantuk?" Mama nampak memperhatikan Diandra. "Nggak kok Ma. Makasih ya Ma, udah buatin teh dan sarapan buat Di," ujar Di sembari terus menguap. "Iya, sudah sana kamu istirahat dulu dikamar." "Tapi ma kerjaan Di belum selesai" "Udah ga usah dipikirin."
"Diandra...bangun! Bimo mengguncang bahu istrinya itu dengan sedikit kencang, sungguh benar-benar emosi rasanya melihat tingkah Diandra kali ini. "Semalam tiba-tiba saja meminta pindah dari rumah ini, entah apa alasannya. Sepertinya kamu memang nggak mau tinggal bersama Mama dan Kak Sita. Padahal Mama dan Kakak ku tak pernah jahat padamu... ada apa dengan kamu Diandra!" batin Bimo "Diandra bangun!" kali ini suara Bimo meninggi, karena melihat Diandra hanya menggeliat. "Mas... Mas Bimo udah pulang." Diandra yang baru bangun nampak kaget melihat suaminya sudah didepan matany Dia mengucek matanya dan menguap beberapa kali. "Perasaan baru tidur sebentar kok taunya sudah sore aja," Diandra menggumam sendiri Bimo hanya memandang istrinya itu dengan pandangan tak suka "Kamu tidur dari jam berapa memangnya?" tanya Bimo sinis
Pulang kerja, lagi dan lagi Bimo melihat pemandangan seperti kemarin. Diandra hanya tidur dan tidur dikamar. Tak bisa lagi mengendalikan emosinya Bimo membangunkan Diandra dengan suara baritonnya."Diandra bangun kamu, Suami pulang kerja bukannya dilayani malah enak enakan tidur, kamu fikir Ibu dan Kakakku tinggal disini buat jadi pembantu kamu,hah!" ujar Bimo setengah berteriak.Diandra terbangun dan kaget, kepalanya nampak berat sekali seluruh tubuhnya terasa nyeri."Ahh keterlaluan sekali kak Sita, nggak aku nggak mau terus terusan diperlakukan semena-mena lagi seperti ini," batin Diandra.Tanpa sadar Diandra menangis, entah kali ini rasany sudah cukup kesabarannya. Selalu di perlakukan dengan buruk oleh Ipar dan Mertua.Bimo yang kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun, tiba-tiba kaget melihat muka istrinya itu penuh memar. Dia nampak begitu terkejut dan khawatir
Minggu pagi, Bimo mengajak Mama dan Kakaknya juga Diandra berkumpul diruang tengah. Semalaman Bimo tidak bisa tidur karena mendengar semua pengakuan Diandra. Entah siapa yang harus dipercayanya, dan pada siapa dia harus berpihak. "Tapi aku harus mengungkap kebenarannya," batin Bimo. Sita yang sudah tau maksud dan tujuan Bimo, mendahului berbicara. "Pasti istri kamu semalam udah ngadu yang macam-macam kan Bim, sama kamu?" Kak Sita tersenyum sinis ke arah Diandara. "Sudah aku duga! istri kamu ini pasti akan cari muka sama kamu," ujar Kak Sita menatap Diandra dengany penuh kebencian "Kamu mau tau alasannya, kenapa Kaka sampai bisa menghajar istri kamu ini. Pertama dia udah nuduh kakak yang ambil kalungnya, padahal jelas-jelas kalung itu ada dilehernya, dan Kakak nggak terima dong, dia yang menampar Kakak duluan ya Kakak bales lah," Diandra terke
"Mas... kamu... kamu tega ngusir aku?kamu nggak percaya sedikitpun sama aku Mas? kamu sudah liat semua luka-luka ditubuh aku! dan aku sudah jelasin semua ke kamu mas, tapi hati kamu tetap tertutup!" suara Diandra mulai meninggi."Kamu jangan memfitnah aku Diandara, luka-lukamu itu semua bukankah di sebabkan karena kecerobohan kamu sendiri, pinter banget kamu bersandiwara didepan adikku," bela kak Sita sengit."Cukup ya kak, kali ini Diandra nggak akan pernah diam menerima semua perlakuan kakak juga Mama," balas Diandra tak kalah sengit."Cukup Diandra!" Bimo berteriak."Kalau kamu sudah nggak bisa baik sama Mama dan Kakakku silahkan kamu pergi dari rumah ini silahkan pulang ke rumah orang tuamu yang sombong itu! dengar Diandra bagiku keluargaku adalah segala-galanya, sebagai istri yang baik harusnya kamu bisa menerima keluargaku. Bukan malah mempengaruhiku dan terus terusan menebar fitnah...
"Akh... ampuun Mas... ampun, apa salah Di Mas." Bimo yang baru pulang dari kantor langsung menarik rambut Diandra yang sedang tertidur di kamarnya, menyeretnya keluar lalu melemparkan tubuhnya kelantai hingga bersimpuh di kaki sang Ibu. "Minta maaf sama Mama, seenaknya kamu tidur tiduran dikamar sementara Mamaku yang harus membersihkan rumah dan mengerjakan semuanya!" Diandra menatap wajah Ibu Mertuanya, ada senyum licik terurai disana. Dalam hati Diandra membatin, "Mas Bimo andai engkau tau yang sebenarnya. Ah, sudahlah tak mungkin juga dia lebih percaya kepadaku daripada ibunya." Gegas Diandra mencium tangan ibu mertuanya itu. "Maafkan Di ma, Di ketiduran," ujarnya seraya menghapus air mata. "Bangun Di, sudah nggak apa apa, Bimo kamu juga jangan keterlaluan sama Diandra, Mama nggak apa apa kok. Sudah menjadi kewajiban Mama juga bukan, karena mama cuma numpang disini." Sang ibu memasang mimik muka sedih.