Share

Aduh Jenderal Tak Tahan
Aduh Jenderal Tak Tahan
Penulis: Shana

Bab 1

"Mayor Jenderal, ada berita darurat! Nona Nadine bunuh diri karena merasa dipermalukan, Nyonya menyuruh Anda pulang secepat mungkin dan menggantikan Nona Nadine untuk menikah!"

Di Perbatasan Naki, kuda-kuda melintasi sungai beku yang baru saja mencair. Air yang dipijak kuda-kuda itu menciprat ke segala arah.

Nabila memimpin di baris terdepan sambil menunggangi kudanya. Dia mengenakan pakaian hitam dengan lengan sempit, rambut hitamnya hanya diikat dengan jepit kayu. Rambut dan pakaiannya berkibar ditiup angin. Gadis itu terlihat garang dan memancarkan aura kesatria yang kuat.

Nabila Feno dan adiknya, Nadine Feno adalah saudara kembar. Tapi karena kelahiran anak kembar dianggap membawa petaka, Nabila dibesarkan di luar lingkungan keluarga sejak kecil.

Nadine mempunyai sifat lembut dan tidak pernah menaruh dendam pada orang lain.

Nabila tidak habis pikir, siapa yang sudah tega menyakiti hati adiknya yang polos dan baik hati itu.

Rasanya dia ingin menguliti orang itu lalu membuang tulangnya dan memberikan dagingnya pada anjing yang kelaparan!

Pengawal itu lantas berteriak saat kudanya tidak mampu mengimbangi kecepatan kuda yang ditumpangi Nabila.

"Mayor Jenderal, dua kuda kita sudah mati karena kelelahan, di depan sana ada penginapan, bagaimana kalau kita istirahat dulu ...."

Nabila mengayunkan cambuknya.

"Kalau kamu tidak mampu mengikutiku, kembali saja ke kamp!"

Bodoh!

Sekarang bukan waktunya istirahat!

Saat ini dia bertanggung jawab atas 100 lebih nyawa Keluarga Feno!

Pengawal itu berusaha mengejarnya dengan susah payah.

Tapi Nabila adalah penunggang kuda tercepat di Perkemahan Utara! Kecepatannya secepat angin dan bayangan.

....

Seminggu kemudian, Kota Zordo.

Putri dari Keluarga Feno akan menjadi Ratu, ini merupakan penghormatan besar bagi keluarga tersebut.

Orang-orang berhenti dan menonton, mereka ingin melihat betapa megahnya pernikahan keluarga kerajaan.

Penjemput pengantin sudah tiba, tapi pengantin wanita belum terlihat.

Orang-orang mulai berdesas-desus.

"Dengar-dengar, nona besar Keluarga Feno pernah diculik sekelompok bandit dan disiksa habis-habisan. Keluarga Feno sudah kirim utusan untuk menyelamatkan putri mereka. Tapi sepertinya dia sudah tidak perawan, apa dia masih bisa jadi Ratu?"

"Putri dari Keluarga Feno punya nasib bagus, sudah menjadi pilihan calon Ratu terbaik di setiap dinasti. Mereka bisa melindungi Negara Naki dan kita semua bisa hidup sejahtera!"

"Apa benar pengantin wanitanya baik-baik saja? Kok belum kelihatan?"

Semua orang berjinjit dan melihat ke arah pintu kediaman Keluarga Feno.

Aula utama Keluarga Feno.

Ibu inang yang bertugas menyambut pengantin telah meminum beberapa cangkir teh. Dia sudah tidak sanggup meminumnya lagi dan melambaikan tangannya berkali-kali saat kepala Keluarga Feno menawarkan teh untuknya.

"Tuan Nadif, di mana putrimu? Apa aku perlu pergi ke kamar pengantin untuk melihat? Cuma menunggu begini bukan pilihan yang baik! Bisa gawat kalau semua ini tidak berjalan tepat waktu!"

Rakyat biasa begitu memedulikan tanggal dan waktu yang baik saat menikah. Ditambah lagi hari ini adalah pernikahan kerajaan, orang yang paling dihormati di Negara Naki.

Kenapa Keluarga Feno terkesan menunda-nunda waktu? Apa mereka ingin menarik perhatian masyarakat? Keluarga Feno benar-benar tidak tahu diri sekali!

Saat mendengar ibu inang yang berkata bahwa dia hendak pergi ke kamar pengantin, raut wajah Nadif langsung berubah.

Dia mencoba menstabilkan ekspresinya, lalu berdiri dan dengan berpura-pura tenang berkata, "Mungkin istriku masih enggan membiarkan putrinya menikah, sifatnya memang begitu. Biar aku suruh seseorang untuk mendesaknya, ibu inang tunggu di sini saja. Aku yakin mereka tidak akan terlambat!"

Selesai berbicara, Nadif memberi isyarat mata pada pelayan.

Pelayan itu langsung mengerti dan segera pergi menjalankan tugas.

Setelah sampai di kamar pengantin, pelayan itu mengetuk pintu dengan sopan.

"Nyonya, Nona! Orang-orang dari istana kembali mendesak!"

Di kamar pengantin itu tidak ada pengantin wanita.

Nyonya Keluarga Feno, Mirna terlihat cemas, dia berkali-kali mengambil sapu tangan dan menyeka keringat di dahinya.

"Pergilah dan katakan kalau ... ada masalah di gaun pengantin putriku, saat ini gaunnya sedang diperbaiki oleh penyulam."

Pelayan melihat sekeliling dan berkata dari luar pintu.

"Tidak bisa, nyonya! Ibu inang sudah mendesak berkali-kali, kalau belum diberikan kepastian, mungkin mereka akan menyuruh orang untuk mendobrak pintu ini!"

Mirna menggertakkan giginya.

Apa yang harus dia lakukan?

Saat Mirna merasa cemas, seseorang tiba-tiba masuk dari jendela, gerakannya begitu lembut seperti angin.

Mirna yang melihatnya pun langsung waspada dan mundur selangkah.

"Si ... siapa kamu?!"

"Ibu, ini aku."

Nabila melepas topengnya dan memperlihatkan kecantikan wajahnya yang tiada tara. Mirna yang melihatnya merasa sangat bahagia, air matanya mengalir tanpa disadari.

"Nabila, anakku! Akhirnya kamu kembali juga!" Mirna mendekat dan memeluk Nabila, dia seperti menemukan secercah harapan, kegelisahan di hatinya langsung hilang seketika.

"Salam hormat, ibu!" Ibu dan anak yang sudah lama tidak bertemu itu pun akhirnya bisa berkumpul kembali. Nabila bahkan tidak tahu bagaimana harus menyapa ibunya, dia juga merasa sedikit canggung.

Gadis itu tahu bahwa dirinya harus bergegas, dia melepas pakaian luarnya dan menggerai rambut panjangnya.

Mirna pun langsung memakaikan gaun pengantin untuknya.

"Maaf sudah merepotkanmu, Nabila. Ibu tahu kamu suka hidup bebas, tapi sekarang kamu harus menggantikan adikmu menikah dengan Kaisar ...."

Nabila mengangkat gaunnya dan duduk di depan meja rias.

"Ibu tidak perlu sungkan begitu. Aku tahu betul apa yang akan terjadi setelah ini. Saat ini tidak ada yang lebih penting dari menyelamatkan Keluarga Feno."

Kalau Keluarga Feno tidak bisa menyerahkan putri mereka dan merusak pernikahan kerajaan, keluarga mereka pasti akan dieksekusi.

Mirna menghela napas dengan lega.

"Ibu senang kamu kembali, selama bertahun-tahun, ibu selalu merindukanmu ...."

"Ibu, bagaimana keadaan Nadine?" Nabila bertanya dengan tenang, bahkan terlalu tenang. Membuat siapa pun yang mendengarnya menjadi takut.

Jika dilihat dengan seksama, Nabila mengepalkan tangannya dengan erat, dia berharap Tuhan masih memberikan kesempatan hidup untuk adiknya. Dia berharap percobaan bunuh diri Nadine gagal. Dia tiba-tiba teringat kenangan masa kecil mereka saat adiknya itu berkata, "Kak Nabila, aku datang untuk melihat keadaanmu ...."

Tapi Mirna tidak bisa menahan ekspresi sedihnya, hal itu membuat harapan Nabila sirna.

"Nadine ... sudah dikubur."

"Sebenarnya itu tidak buruk juga, hidupnya terlalu berat. Daripada hidup dengan penuh penderitaan, lebih baik dia beristirahat dengan tenang."

"Malam itu, dia ditelantarkan di depan pintu kediaman Keluarga Feno. Tubuhnya penuh luka, pakaiannya terbuka dan di dadanya diberi stempel yang dicap dengan besi panas ...."

Mirna tidak bisa meneruskan kata-katanya, air matanya mengalir deras.

Dia kembali melihat ke arah Nabila yang tidak bergerak dan hanya berdiri mematung.

Nabila bertanya dengan penasaran.

"Siapa yang sudah menyakitinya? Apa ibu punya petunjuk?"

"Orang itu adalah ... Selir Utama Kaisar! Wanita jalang itu yang sudah mencelakai Nadine!"

Krak!

Nabila mencatat utang ini dalam benaknya, tangannya menggenggam kotak bedak dengan keras sampai kotak itu pecah.

Mirna mengerutkan alisnya dengan kuat, kemudian meletakkan tangannya di pundak Nabila.

"Nabila, ibu tahu kamu sudah berlatih bela diri dengan keras di kamp militer. Aku tahu kemampuan bela dirimu sangat hebat, tapi istana harem berbeda dengan medan perang, kamu harus jaga dirimu baik-baik. Selir laknat itu begitu kejam, dia sudah mencelakai banyak orang. Meski begitu, Kaisar masih saja menyukainya. Kamu jangan berbuat macam-macam dengannya."

Nadine sudah tiada, Mirna tidak mau Nabila juga mengalami hal yang sama.

Meski Mirna sudah mencoba mengikhlaskan kepergian putrinya, hal tak terduga tiba-tiba datang kembali dengan cepat.

Saat Nabila sudah mengenakan tudung merah dan bersiap meninggalkan rumah pengantin, tiba-tiba suara yang memekikkan telinga terdengar dari luar pintu.

"Pernikahan ini harus ditunda! Kami datang ke sini untuk menjalankan perintah dari Selir Utama!"

Mirna menghentikan Nabila dan berkata, "Aku akan keluar melihat."

Kasim kerajaan yang menunggu di luar itu luar biasa sombong.

"Aku dengar, putrimu diculik oleh bandit. Demi menjaga reputasi kerajaan, Selir Utama mengutus pelayan wanita istana untuk memeriksa tubuh putrimu."

"Memeriksa apa?" tanya Mirna dengan wajah pucat.

Kasim itu tersenyum dingin, lalu berkata, "Kami mau memeriksa keperawanan putrimu."

"Apa?"

Memeriksa tubuh pengantin di hari pernikahan merupakan penghinaan yang belum pernah terjadi sebelumnya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status