Ini hari kedua Hayu demam setelah melewati malam dengan suaminya. Besok jika masih belum sembuh, maka dia harus izin masuk kerja.Hayu sudah minum obat tetapi suhu tubuhnya tak menentu. Apalagi kalau malam hari panasnya turun sebentar setelah itu naik lagi. Mungkin dia masih kaget karena sentuhan Aksa malam itu. "Mau makan apa?" tanya Aksa khawatir. Aksa bahkan tidak keluar kamar kecuali saat makan. Sambil menjaga Hayu, dia menyelesaikan render gambar. Job kali ini lumayan, sebuah rumah dua lantai lengkap dengan furniture.Jika dikalikan dengan harga per meternya, hasilnya cukup untuk mengajak Hayu honeymoon. Bali sudah menjadi pilihan Aksa untuk mengahabiskan liburan dengan istrinya. Lelaki itu sudah bertekad, apa pun yang akan dia berikan sebagai nafkah, itu adalah hasil dari usaha sendiri."Mulutku pahit," jawab Hayu. Entah sudah berapa banyak Paracetamol yang masuk ke dalam tubuh Hayu, dan itu masih belum memberikan hasil yang maksimal. Tadi pagi hanya puding yang bisa masuk ke
Hayu masih berbaring di tempat tidur dan tidak masuk kerja hari ini. Saat mengabari izin, pak bos menelepon dan menanyakan kesehatannya. Hayu jadi merasa sedikit bersalah, tak terbuka kepada atasan bahwa diam-diam sudah menikah. Mungkin jika memang resepsi jadi digelar, dia baru akan mengundang semua rekan kerja.Sebenarnya Hayu sudah merasa lebih baikan setelah makan bubur kemarin. Namun, akibat perbuatan Aksa, jadinya dianharus mandi lagi. Itu membuat tubuhnya kembali mengigil. Parahnya, itu terjadi dua kali. Aksa sendiri sedang mandi sambil bernyanyi. Suara cemprengnya terdengar sampai ke kamar. Hatinya diliputi bahagia karena berhasil merayu Hayu yang tak dapat berkutik karena perbuatannya. Dia tahu istrinya sedang sakit tapi keinginan itu sulit ditahan."Kamu tunggu sebentar, ya. Aku mau ketemu klien. Kalau oke mau di-email gambarnya," kata lelaki itu sambil berjalan hanya dengan memakai boxer. Hayu benar-benar jengah melihat tampilan suaminya setiap kali keluar dari kamar man
Hayu menatap wajah Aksa setengah tak percaya, saat sang suami menyerahkan sebuah amplop berwarna cokelat yang cukup tebal. Tadi sebelum pulang ke rumah, Aksa mampir ke ATM dan mengambil sebagian hasil gambar untuk diberikan ke istrinya. "Nafkah pertama dari aku. Maaf dari awal nikah, malah banyak make uang kamu." Lelaki itu menatap istrinya dengan lekat. Dia juga menyisihkan sedikit untuk diberikan kepada Mama Rani. "Kamu gak perlu ... begini," kata Hayu. Malu karena sempat meremehkan suaminya dengan status yang masih mahasiswa. Ternyata Aksa cukup bertanggung-jawab dengan memberikan nafkah di awal pernikahan mereka "Aku memang sekarang belum bisa kasih semua. Mungkin kalau kamu nikah sama orang lain, bisa dapat lebih banyak dari ini," kata Aksa pelan, ingin Hayu tahu mengenai perasaannya. Hayu terdiam. Mereka terdiam, tapi saling berpandangan. Tangan mungil itu membuka amplop. Tampaklah segepok lembar merah yang entah berapa jumlahnya. Dia tak mungkin menghitung itu sekarang.
Hayu membuka pintu kamar mandi dengan pelan, takut suaranya membuat Aksa terbangun. Hari ini dia sudah bisa masuk kerja karena kondisi sudah fit, setelah minum obat dan makan yang cukup banyak. Dia melirik ke arah tempat tidur dan melihat suaminya masih terpejam. Ini masih jam enam pagi, tapi karena tidak mau terlambat, Hayu bersiap lebih awal. Setelah mengeringkan rambut dengan handuk dan membiarkannya setengah basah agar bisa dilumuri vitamin, Hayu mulai membuka bathrobe dan mengambil pakaian, lalu memilih blouse apa yang akan dikenakan hari ini. Aksa yang sejak tadi berpura-pura tidur tapi mengintip, menatap istrinya dengan senyum dikulum. Lekuk tubuh indah yang sudah berkali-kali disentuhnya itu tetap saja menggoda. Mata lelaki itu terbelalak saat mendapati istrinya mengambil sebuah bubgkus plastik dan mengeluarkan isinya. Itu, kan pembalut wanita? Jadi Hayu?"Kamu lagi dapet?" Aksa bertanya, yang seketika membuat Hayu menjadi kaget. Wanita itu mengucap istrigfar berkali-kali s
Sudah tiga puluh menit Bayu berada di ruangan Hayu dan bertanya banyak hal, salah satunya mengapa dia tidak masuk kerja kemarin hingga tak menanggapi pesan yang dikirmkan. Wanita itu sengaja menghapus semua, karena bisa berbahaya kalau sampai ketahuan suaminya."Kamu gak bosen disitu terus dari tadi?" tanya Hayu dengan sedikit ketus. Saat makan siang tadi, lelaki itu sengaja duduk didekatnya dan mengajak berbicara."Jawab dulu pertanyaan aku. Baru aku keluar dari sini," kata Bayu dengan tangan terlipat di dada, menatap sang pujaan hati yang sejak tadi mengacuhkannya."Aku yang bosen liat muka kamu," kata Hayu ketus. Mereka tidak punya hubungan apa-apa, kenapa lelaki ini malah bertanya ini dan itu?Bayu tersenyum sinis, tak menanggapi ucapan wanita itu barusan. Namun sorot matanya mematikan. Wanita ini harus menjawab pertanyaannya.Melihat raut wajah Bayu yang cukup mengesalkan jika dipandang, dia meletakkan pulpen dan menutup buku catatan."Oke. Aku lagi sakit. Puas?" jawabnya dengan
"Kamu ngundang teman sebanyak ini?" tanya Hayu saat melihat sekardus undangan yang tadi dibawakan oleh kurir. Dua minggu kedepan resepsi mereka akan diadakan di sebuah ballroom mewah di tengah kota. Saat ini Mama Sarah dan Mam Rani sedang sibuk mempersiapkannya. Mereka berdua hanya diminta menyetor nama tamu yang kan diundang dan menyerahkannya. Aksa mendatangi bagian administrasi kampus dan meminta data nama mahasiswa beserta kelasnya. Sementara Hayu ke bagian HRD untuk meminta data karyawan. "Iya satu angkatan plus semua dosen yang aku kenal," katanya sambil menaikkan alis. "Ini banyak banget. Belum tamu mama papa kita," kata Hayu sambil menggelengkan kepala. Dia sendiri hanya mengundang teman kantor. Teman kuliahnya juga ada beberapa yang dekat, lainnya di luar negeri juga. Paling hanya pemberitahuan lewat grup. "Biar mereka tahu kalau aku sudah laku dan istriku cantik," katanya sambil tersenyum genit. Memang setiap kali di dekat Hayu, bawaannya selalu begitu. Hayu mengambil
Alunan piano dengan suara merdu sang pennyi mengiringi resepsi yang digelar di sebuah ballroom hari ini. Kedua mempelai tampak bahagia duduk bersanding di pelaminan. Aksa berulang kali melirik sosok disampingnya yang nampak sangat cantik dengan gaun berwarna putih dan selendang sutra yang menghiasi kepala Hayu. Sejak tadi lelaki itu melihat jam di tangan dan bertanya dalam hati kapan acara ini berakhir. Dia sudah inhin membopong Hayu ke kamar hotel yang disiapkan oleh seorang rekan papa Setya sebagai hadiah pernikahan. "Capek," keluh Hayu sambil bebisik. Rasanya sudah pegal mereka berdiri dan menyalami satu persatu tamu undangan Jika memang total tamu ada 2 ribu orang, kenapa rasanya ini lebih dari dua kali lipat. "Bentar lagi selesai," kata Aksa. Sebenarnya dia juga merasakan hal yang sama. Lelah, namun satu minggu ke depan mereka akan liburan. Dia sudah menyiapkan semua tanpa sepengetahuan istrinya. Besok siang setelah check out, supir akan mengantarkan ke bandara. Pulau Dewa
"Flight attension. Landing station." Pesawat yang mereka tumpangi mendarat mulus di Bandara Ngurai Rai, Bali. Aksa dan Hayu langsung mengantre untuk mengambil barang bawaan mereka di bagasi. "Kamu gak bilang sih mau jalan, tau gitu kan aku prepare," gerutu Hayu. Setelah pesta dan malamnya mereka berdua tertidur karena kelelahan, paginya Aksa meminta hak sebagai suami. Hayu menurutinya kemudian tertidur kembali sampai siang.Saat terbangun, suaminya malah menyuruh bersiap-siap karena mereka akan pergi berbulan madu. Dia memang mengambil cuti selama 1 minggu, namu tak menyangka akan berpergian jauh. Tadinya sudah membuat list apa yang akan dikerjakan supaya tidak bosan kalau di rumah saja. Ternyata malah diajak ke pulau ini. Tentu saja dia senang, tapi kopernya kosong. Hanya ada sehelai dress dan pakaian dalam yang dibawa dari rumah ke hotel. Bahkan make-up juga tidak lengkap. "Ntar beli aja disana gampang. Jangan. ngambek gitu, Tuan Puteri," katanya. Setelah selesai menganbil b