Mereka kembali menjalankan kegiatannya seperti biasanya. Menjadi mahasiswa, dan pusat perhatian bagi siswi di sana.
Sebenarnya Alaska sedikit risih, karena ia tak suka dipandangi oleh orang banyak.
Kedua pria itu berjalan bersamaan, berjalan menyusuri lorong kampus juga dengan gaya coolnya.“Alaska,”
“Alaska gue bawain lo makanan nih,”
“Alaska makin ganteng banget sih,”
“Alaska i love you,”
Suara-suara berisik itu saling bersahutan, bahkan tak hanya Alaska yang mendengarnya, ada Azka juga mahasiswa lainnya yang berada di sana. Akan tetapi semua bersikap biasa layaknya tak mendengarnya apa-apa.
Karena itu sudah menjadi hal biasa dan tak perlu ditanyakan lagi.
“Lo bisa denger kan? Berapa banyak cewek yang tergila-gila sama lo? Lo bisa liatkan, seberapa cakepnya lo? Tapi kenapa masih insecure dan gak percaya diri sih Alaska!” bisik Azka dengan kesal pada sahabatnya itu.
“Iya gue ngerasa gak layak aja, mungkin ini salah satu alasan kenapa gue selalu di kecewain,” Mendengar penuturan sahabatnya itu, Azka hanya memutar bola matanya malas, lalu memilih duduk di taman, karena dosennya masih belum datang.
Pria itu mengeluarkan laptopnya dari tas laptop yang ia bawa. Tanpa bicara apapun, Alaska pun juga ikut duduk di sampingnya.Alaska amat gelisah, bukan karena skripsi yang belum siap, atau dosennya yang belum datang. Akan tetapi, karena pikirannya yang tertuju pada Yesaya, dan pria yang ia temui tadi pagi.
“Ka, emangnya ada apa sih? Kok gue liat lo sebegitu galaunya?” sela Azka saat mereka tengah berdua. Sedangkan Alaska, hanya merebahkan tubuhnya di samping sahabatnya itu.
"Udah deh Azka! Jangan bahas itu terus, gue lagi pusing nih!" bantah Alaska pada Azka yang sontak bungkam. Karena memang, Alaska tipe orang yang tidak mengedepankan emosi, tapi kalo sudah menyinggung masalah pasangannya (Yesaya) dan juga keluarganya, pasti langsung ngamuk ke orang yang omongin itu.
Ibarat kata orang nih, jangan bangunin singa tidur!
Seperti itulah gambaran Alaska kalo lagi marah.
"Bukannya gue bahas itu terus Ka, tapi gue gak mau sahabat gue harus ngerasain patah hati, dan kecewa," tukas Azka yang sontak mengalihkan pandangannya, lalu menatap ke arah Alaska yang masih rebahan di rerumputan taman kampus yang kali ini cuacanya juga sejuk.
"Lagian gue udah besar, Gak ada yang perlu dikhawatirkan. Lagian setelah gue pikir-pikir, Yesaya kegitu pasti karena gue juga,"
"Karena lo apanya? Emang bener gak bersyukur tuh orang kalo dia selingkuh karena lo!" tukas Azka yang kali ini kembali dibuat emosi.
"Iya karena gue gak bisa jadi yang dia mau, gue juga gak bisa bahagiain dia dengan kondisi gue yang kayak sekarang. Jujur nih ya, gue insecure sama cowok yang deketin pacar gue sendiri. Mereka pada cakep, tajir, punya mobil. Lah gue apa? Jangankan tajir, dan punya mobil, cakep aja enggak," tutur Alaska lagi-lagi. Azka bukannya menenangkan malah menatap malas pada mata nanar sahabatnya itu.
"Heh bengek, kurang cakep apa sih lo? Makanya, love yourself before loving someone else! Jangan liat orang mulu, nih gue kasih lo kaca, lo tatap lamat diri lo di sana! Apa lo masih insecure dengan ketampanan? Kutu orang utan, nih gue kasih tau ya sama lo! Cewek atau cowok kalo cinta tulus sama pasangannya, dia pasti nerima apa adanya pasangan dia! Gak bakalan ada alasan dia buat ninggalin!" geram Azka yang kali ini kesal dan langsung memberi kaca kecil warna pink, ada kipasnya. Hahaha.
"Hahaha, ini kaca cewek dari mana?" tanya Alaska yang sontak tertawa.
"Eh, eh salah. Bawa sini! Gue salah kasih, i-itu..,"
"Hahahaha, itu apa? Itu kaca lo?" ledek Alaska lagi pada Azka.
"Bukaaaaannnn Alaskaaaaa," kesal Azka yang langsung menyimpan kipas sekaligus kaca yang diberikannya pada Alaska barusan. Karena seluruh mata yang ada di sana, dengan serentak menatap ke arah mereka.
Apa kata mereka, kalau tau kaca yang ada dalam tas Azka. Bisa-bisa mereka berasumsi buruk.
"Udah lah, gue mau masuk ke aula dulu. Capek gue," tukas Azka yang bergegas meninggalkan Azka, dan meninggalkan beberapa barangnya di luar untuk menemani kekosongan Azka yang sedang membuat skripsi.
'Di kasih tau malah ngeyel, di bilangin malah ngebantah, eh giliran ditunjukkin kaca. Malah gue yang diledek. Mau lu apa si Ka, heran deh, pertahanin cewek gila kayak Vero?' batin Azka.
***
Awalnya, Alaska memang tak berniat sama sekali untuk kembali ke kampus, ini semua terpaksa karena Azka yang memintanya.Suasana hatinya sedang tidak baik-baik aja, dan bawaannya memang selalu ingin rebahan. Karena di kondisi saat ini, memang hanya bantal, guling dan kasurlah yang menjadi teman dan saksi bisu seluruh kesedihannya.
Alaska sudah duluan jalan ke ruangan, sementara itu ia berusaha untuk tidak melihat Yesaya, karena ia tak ingin kembali terluka hanya karena melihat wanita yang ia cintai lebih akrab dengan orang lain dibandingkan dirinya.
'Gue pengen ketemu ama lo Yesa!' gumam Azka dalam hatinya. Selang beberapa menit pria itu menggumam dalam hati, pucuk di cinta ulam pun tiba.
Orang yang ia harapkan muncul tepat di depan mata.
Rasa penasaran, dan juga ingin berbicara empat mata dengan wanita itu semakin menggebu-gebu, ia yakin jika Yesa punya rencana di balik ini.
Sementara itu Alaska, masih gundah di ruangan yang sudah mulai ramai dengan mahasiswa lainnya, menatap layar ponsel dan masih menunggu Yesa.
“Eh, sini lo! Gue mau ngomong,” paksa Azka pada Yesa yang sontak kaget dibuatnya.
“Apa-apaan sih lo? Bisa gak sih, gak usah tarik tangan gue, gak ada sopan santun banget ya lo jadi orang,” umpatnya pada Azka yang menatapnya tajam.
“Lo ada masalah apa lagi sih sama Alaska? Sebenarnya lo itu serius gak sih sama dia? Hei! Jadi cewek itu jangan terlalu sok kecakepan deh,”
“Lo lama-lama kayak banci ya! Narik tangan gue, terus ngomel. Hahaha, ajaib banget cowok jaman sekarang,”
“Harusnya lo mikir, karma itu gak semanis kurma. Jangan sampai bikin gue bertindak kalo lo sampai bikin Alaska kecewa, paham lo!” hardik Azka yang kemudian bergegas meninggalkan wanita yang sontak terpaku di tempat.
***
Kini suasana malam kembali menghiasi, di mana Alaska paling suka menatap benda langitnya.
“Ka, gue keluar sebentar ya,”
“Mau kemana?”
“Ke rumah Yesa, bentaran doang kok,” Tanpa berlama dan mendengarkan jawaban Azka, Alaska melajukan motornya untuk kembali ke rumah Yesa.
Brrrrmmmm...
Brrrrmmmm...
"Malam Kang kebun, Yesa-nya ada di rumah?" sapa Alaska pada kang kebun lagi.
"Malam juga Den Alaska yang cakep. Ada den, non Yesa-nya ada di dalam," tukas kang kebun membukakan pagar untuk Alaska yang berada di luar.
"Alhamdulillah, kalo gitu Alaska boleh masuk Kang?"
"Hmm, anu Den, kayaknya bentar lagi aja deh Den Yesa-nya masuk," tukas kang kebun terbata.
"Loh, kenapa? Emang ada apa, Kang?" tanya Alaska lagi.
"Eng- nggak ada apa-apa kok Den, cuma---"
"Cuma apa, Kang? Ngomongnya jangan setengah-setengah dong, Alaska jadi bingung karena Kang kebun gak jelasin sedetail mungkin ke Alaska apa yang terjadi," pungkas Alaska yang mengorek hal itu pada kang kebun.
"Iya cuma gak apa-apa aja Den, aduh Akang bingung cara jelasinnya gimana atuh Den Alaska, pokoknya teh den Alaska tunggu aja!" tukas Kang kebun lagi.
"Iya tapi kenapa gak dibolehin, kan saya cu---,"
Kalimat Alaska terpotong karena kang kebun tiba-tiba mempersilakannya untuk kembali masuk ke dalam, dan menekan bel tamu rumah Yesa."Oh iya, boleh, boleh Den, silahkan," tukas kang kebun lagi.
Sontak Alaska langsung bergegas masuk ke dalam rumah Yesa yang terlihat masih sepi tapi terdengar hiruk pikuk.
Dan yang paling mirisnya, suara benda pecah pun terdengar dari dalam. Alaska yang tadi nya hendak menekan bel tamu, akhirnya enggan untuk melakukannya karena ia takut jika yang terjadi di dalam bisa berimbas dengannya yang berada di luar.
'Huh, ada apa ya di dalam?' batin Alaska yang melamun di depan pintu rumah Yesa sebelum kembali menekan bel tamu.
"Den, den Alaska. Kenapa kok ngelamun aja?" Tanya kang kebun.
"Gak apa-apa kang, Alaska tunggu di sini aja ya, sampai Yesa keluar," jawab Alaska yang duduk di kursi depan dengan perasaan yang penuh dengan tanda tanya.
"I-iya udah Den, akang lanjut dulu ya kerjanya," pamit Kang kebun lagi.
Lalu meninggalkan Alaska yang masih termangu di tempat.
Akan tetapi, rasa penasaran merasuki diri Alaska.
***Satu jam berlalu. Masih terdengar teriakan, dan juga suara keras dari balik pintu di tempat Alaska duduk. Ia ingin menekan bel tamu, namun ternyata nyalinya tak senekat itu.Mau ditunggu sampai kapan perdebatan itu usai. Hingga akhirnya, Alaska memutuskan untuk meninggalkan rumah Yesa, dan memilih untuk kembali ke rumah.“Den, masih belum dibuka ya pintunya?”Suara itu membuat Alaska kaget, dan sontak menoleh ke belakang.“Eh, Kang? Belom. Kayaknya, Alaska pulang dulu aja kali ya? Soalnya di dalam juga kayaknya ada masalah, gak enak,” tukas Alaska pada kang kebun yang menatap nanar anak muda yang berada di hadapannya itu.“Biasa Den, cekcok antara suami istri. Kalo gitu, ya udah den Alaska pulang dulu. Besok pagi, ke sini lagi,”“Okey kang, makasih banyak ya. Alaska pamit pulang dulu,” pamit pria itu seraya membungkukkan tubuhnya pada kang kebun yang tersenyum salu
telah kejadian tadi, Alaska tampak mengurung diri di kamarnya.Ternyata begini rasanya jadi dewasa?Harus jauh dari keluarga, dipatahkan oleh cinta dan harus menjadi diri sendiri dalam peliknya dunia yang fana.Susah yah jadi dewasa, apalagi mencintai wanita yang separo hati mencintai kita. Padahal, cinta seorang Alaska sama luasnya dengan Langit yang terbentang di atas sana. Teramat luas, bahkan tak berujung. Tapi, kenapa masih ada wanita sepicik itu yang membuat Alaska harus terjatuh dalam lembah lukanya?"Alaska, lo mikirin apa sih cuy?" timpal Azka yang sontak menepuk bahu Alaska yang tengkurap memainkan ponselnya di dalam kamar."Gak lagi ngapa-ngapain," singkat Alaska."Etdah bocah, singkat amat jawabnya,""Menurut lo gue gebukin cowok brengsek tadi itu salah gak ya? Apa gue harus minta maaf? Secara gue udah bikin Yesa kecewa Ka?"Pertanyaan Alaska yang dilontarkannya membuat Azka syok, dan makanan yang ia telan pun, menj
aska masih melamun, karena kegundahan dan resah masih melanda hatinya. Terutama handphone yang masih ia otak-atik menunggu kabar dari Yesa yang tak kunjung datang. Padahal ia amat mencintai kekasihnya itu dan amat takut kehilangannya.Sekalipun ia tau, jika Yesa tak lagi mencintainya, dan telah mengatakan putus. Dan meskipun berulang kali Azka memintanya untuk menjauh, tapi semakin ia menjauh, semakin besar rasanya terhadap Yesa."Alaska! Nanti pergi kampus, gue naik angkutan umum aja ya!" tukas Azka pada Alaska."Loh kenapa? Kok gak bareng gue aja?""Iya lagi pengen menikmati suasana angkutan umum aja gue," tukas Azka lagi seraya menepuk pundak Alaska yang hanya mengangguk dan kembali melanjutkan lamunannya seraya menatap layar ponsel yang kini ada di genggamannya."Lo kenapa sih wajahnya remuk banget? Masih mikirin Yesa ya?" tanya Azka lagi yang sontak membuat Alaska berdecak."Iya masih lah Ka, gue mikirin dia lagi apa sekarang," jawab Al
Alaska kali ini tengah berfikir keras di taman kampusnya. Ia berfikir kenapa harus dia yang berada di posisi ini?Di saat dirinya menaruh harapan malah di kecewakan.Terlintas dalam benak pria itu. Akan suatu hal yang terjadi di rumah Yesa saat ia datang berkunjung. Akhir-akhir ini, banyak yang terjadi bahkan saat ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Yesa.“Woy! Kenapa lo?” Kaget Azka pada Alaska yang masih melamun dengan tatapan datar.“Gak apa-apa. Baru dateng aja, lu?” tanya Alaska spontan pada Azka yang malah cengengesan.“Eh, katanya sekarang kelas on time! Ayok buruan ke aula!” ajak Azka seraya menyeret tangan Alaska untuk bergegas menguntit cengengesan.***Heran deh, Alaska itu mentalnya terbuat dari apa sih? Ampe masih berani datang ke rumah Yesa hanya karena alasan masih cinta.Bahkan ia juga gak mikir kalo nanti dia bakalan kecewa.&nbs
Setelah menemui Yesa di rumahnya, membuat Alaska merasa lega. Karena setidaknya ia bisa meyakinkan tambatan hatinya bahwa ia bisa menjadi yang terbaik.Alaska yang kini mengendarai kembali motornya menuju rumah kost dan akan segera beristirahat lalu menceritakan hal yang baru saja terjadi pada sahabatnya Azka.Brrrmmm....Brrrmmm...Brrrmmm ..."Alaska, heh! Berisik tau gak? Itu motor bebek lo, bikin tetangga emosi! Belum lagi asapnya bikin polusi Alaska!" gerutu Azka pada Alaska itu seraya terkekeh."Biarin, gue lagi panasin motor gue dulu," jawab Alaska lagi pada sahabatnya itu."Iya panasin motor sih boleh, tapi gak gitu juga kali, Ka! Yang ada tetangga pada marah sama lo. Lagian yang tinggal di sini itu bukan cuma lo doang!" omel Azka pada Alaska yang akhirnya dengan terpaksa menghentikan tingkahnya yang membuat sahabatnya itu naik pitam."Gak bakalan ada yang marah juga, Azka!" santai Alaska lalu masuk ke dal
Keesokannya ...Pagi ini, Alaska sudah siap-siap. Ia berusaha tampil semenarik mungkin, berharap jika dirinya tidak akan membuat Yesa kecewa.“Cie yang pagi-pagi udah siap mau touring.” goda Azka pada Alaska yang bersiap dengan coolnya di hadapan cermin yang memantulkan wajah tampan dengan kulit putih, juga hidung bangir yang menambah tampan wajahnya.“Apaan sih, Ka?” tukas Alaska yang malu, dan itu terlihat jelas dari rona merah jambu dari wajahnya.“Hahaha, malu nih ye, sans aja kali cuy!”“Gue gimana, Ka? Udah cakep belum? Atau gue norak?” tanya Alaska lagi setelah menatap Azka yang berpangku tangan menatap sahabatnya itu.“Menurut gue, lo itu cakep kok, Ka! Dan apapun outfit yang lo pake itu, gak pernah ada yang gagal.” tutur Azka dengan wajah seriusnya pada Alaska.“Huh, tapi gue masih gak pede, Ka!”“Yaelah Alaska
"Woy, lo di toilet ya?" panggil Azka seraya mengetuk kasar pintu toilet."Iya." singkat Alaska."Lah terus kenapa gak keluar dulu bentar? Kan gak enak, Alaskaaaaa!" gerutu Azka lagi.Sontak Alaska membuka pintu toilet dan menatap Azka senyum."Apaan lo senyum-senyum, Lo pikir gue bakalan luluh?" emosi Azka lagi."Gue males ketemu cewek yang bukan Yesa, Ka!"Dengan terpaksa Azka menarik tangan Alaska untuk menemui tamu perempuan itu."Ini Alaska, gue tinggal sebentar ya!" tukas Azka dan berlalu meninggalkan mereka berdua."Hm, Ka! Lo masih ingat gue gak?" tanya wanita itu pada Alaska."Hai?" panggilnya lagi seraya melambaikan tangan ke arah Alaska yang masih membisu tak berkutik sepatah kata pun.Akan tetapi, Alaska hanya diam dan bingung menatapnya, lalu bertanya dalam hati.'Siapa wanita ini?'_____Lagi-lagi Alaska dibuat pusing oleh masalah perempuan yang mengusik hidupnya, be
Alaska berasa sekujur tubuhnya tak bernyawa, antara kuat dan tak sanggup kini berbaur menjadi satu. Bahkan Alaska merasa hidup tak adil baginya karena semua seakan kembali terbuka. Satu per satu kini kedok Yesa akan terbuka. Tapi, dalam hati Alaska berdoa semoga itu hanya sebuah kesalah pahaman, dan juga sebuah rencana untuk menghancurkan hubungannya dengan Yesa. Alaska duduk di kamar masih melamun, menatap benda pipih di tangannya, berusaha semampunya menghubungi Yesa dengan chat yang ia kirim bertubi-tubi (Spam)."Ka, itu lo lagi ngapain?" tanya Azka menganggetkan Alaska yang masih melamun."Hah? Enggak ada, cuma lagi liatin ini doang," elak Alaska yang sontak menutup layar ponselnya."Yakin lo lagi gak ngapa-ngapain? Udah siap kan? Kita berangkat sekarang!" ajak Azka.“Hm, emang kenapa sih Ka? Harus kegitu?” jawab Alaska dengan nada lesu dan terpaksa.“Lo mau liat dengan mata kepala lo kan? Semua kesalahan yang pernah dilakuin
“Alaska, kok lo malah main tinggal gue aja sih sama tu orang di depan?” Dengus Azka yang berlari mengejar Alaska yang bergegas masuk ke dalam rumah."Gue gak mau bergulat dengan masa lalu yang udah bikin gue tertatih! Gue gak mau harus mengulang sejarah sama orang yang berulang kali bikin gue kecewa. Dia hadir, cuma gak mau anak yang ada dalam perutnya itu lahir tanpa ayah. Gue tau, kalo gue jahat gak mau dampingin dia, karena jujur dari hati yang paling dalam gue masih sayang sama dia Ka!” tutur Alaska seraya menyeka air mata yang ikut tumpah ketika mulutnya melontarkan kalimat yang membuatnya pilu itu.“Sayang sama orang salah! Itu karma buat dia, karena udah nyakitin perasaan orang yang tulus sama dia, dan gak mau ngerusak dia sama sekali,” timpal Azka dan menepuk pundak Alaska.“Entahlah Ka, mendingan lo suruh Yesa pulang aja. Gue gak mau nanti salah paham,” titah Alaska pada Azka yang menatapnya datar, lalu beranjak
Setiap manusia punya sisi kelemahannya masing-masing. Dan salah satu sisi kelemahan gue adalah hidup tanpa lo!••Fajar kembali menyingsing. Sesekali melihatkan diri akan satu hal yang membuat seluruh manusia di bumi melanjutkan aktivitasnya. Alaska sempat beberapa kali berdecak kagum dalam hati, ketika menatap semesta begitu bersahabat, terlebih pagi ini tampak rindang dan sejuk, juga tenang. Gak seperti biasanya.Alaska mencoba menghirup udara segar yang kali ini membuat pikirannya sedikit tenang, dari segala beban masalah yang menghampirinya. Angin sepoi-sepoi pun ikut bahagia, dengan hadirnya Alaska pagi ini yang tampak seperti Langit biru di angkasa.“Alaska!” kaget Azka yang baru saja datang dari belakang.“Lo Ka, ada apa?” tanya Alaska pada Azka lagi.“Gak ada sih, lagi pengen nyantai aja hari ini. Rasanya tenang banget ya, kalo kayak sekarang,” pungkas Azka.“Iya enak
‘Siapa bilang lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati? Nyatanya lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati!’ ujar Alaska pada dirinya sendiri yang tatkala sedang membawa motor menuju kostnya.Rasanya ia bermimpi, bahwa apa yang terjadi pada dirinya saat itu hanyalah sebuah delusi yang membawanya dalam sebuah kesengsaraan, tapi ternyata salah! Itu adalah sebuah kenyataan yang harus di terima disaat semua tak satu pun berpihak pada kita.Oh ternyata begini, rasanya menjadi dewasa. Setelah bertahun, hanya mendengar kita dari orang lain yang selalu mengeluh lelah menjalani hidupnya. Meskipun tak pernah mengusik, tapi kenapa Alaska selalu di hadirkan orang yang tak pernah memberi ketenangan pada jiwanya yang tergolong lelah itu. tak terasa hampir bentar lagi Alaska sampai di rumah kostnya. Baru sebentar ia tinggal, rasa rindunya sudah menyeruak menyesakkan dada. Sama seperti halnya ketika ditinggal oleh orang yang terkasih, baru saja sebentar tapi rindunya ud
Biarkan semua berjalan sesuai alurnya. Mengikuti proses sebagaimana mestinya, tak perlu berhayal tinggi dalam menjalan kan kehidupan yang nyatanya keras dan begitu kejam. Cinta bahkan tak peduli berapa besar rasa yang harus ia korbankan, bahkan luka juga tak mau tau berapa perih yang harus ia sembuhkan untuk tetap bertahan.“Bang Alaska, enak gak kuliah di Jakarta?” tanya Shania yang sedari tadi sibuk memperhatikan Alaska yang tengah berberes.“Kenapa kok nanya gitu? Emang Shania juga mau kuliah di Jakarta?” tanya Alaska lagi.“Hm, pengen tau aja bang. Karena masih takut karena belum pernah jaoh dari mama sama papa, rasanya Shania masih belum siap buat itu,” jelas adiknya yang membuat Alaska melihat kan lengkung bulan sabit di bibirnya.“Gak ada yang perlu di takutin kok Shania, semuanya juga akan jadi terbiasa. Apalagi disana, bisa lebih mandiri dari pada harus selalu tinggal sama orang tua. Tapi kalo Shania, jan
Alaska berada di kamarnya dulu sewaktu masih berada di kampung. Bahkan satu pun tak ada yang berubah, hingga ia hampir saja tak ingin beranjak dari kamar itu untuk melepas kerinduan.Sementara ia harus balik ke kota untuk kembali melanjutkan hidupnya di rantau menjalani pendidikan yang hampir selesai ia tempuh. Semua rasanya terasa kembali dalam ingatan Alaska, dimana dulu ini adalah kamar pertama ia sewaktu selesai khitan. Dan ini adalah kamar dimana ia menumpahkan segala kerisauan dalam hatinya, sesekali memetik senar gitar yang hampir terlupakan olehnya. Alaska yang dulu hanya berdiam diri di kamar tanpa ada yang mau berteman dengannya, bahkan ia tidak terlalu terbuka untuk berbagai hal yang sontak membuat sekitarnya ingin menjadikan Alaska sebagai menantunya. Alaska hanya tertegun ketika mengingat semua itu, ia harus kuat tak ada lagi Alaska yang harus rapuh ketika mengingat masa lalu yang begitu menghancurkan dirinya. Flashback adalah salah satu cara terbodoh yang
“Alaska tetap gak mau buat di jodohin pa, ma!” Bantah Alaska di hadapan pak Asep yang hanya bungkam dan sesekali menatap istrinya, seakan ia bersalah atas perjanjian yang mereka lakukan dua puluh tahun silam, sejak awal anak mereka masih dalam kandungan.“Apa alasan kamu gak mau Alaska? Gak sopan banget kamu ya, lancang banget di depan pak Asep ngomong gitu!” Bantah papa Alaska dengan nada yang meninggi, sedangkan di ruang tamu para manusia yang ada disana, sangat gugup dan sontak menjadi canggung.“Pah, Alaska minta maaf ya kalo kali ini Alaska harus nolak permintaan papa sama mama buat di jodohin, Alaska sadar kok kalo itu udah bikin Alaska jadi anak durhaka. Tapi Alaska minta pengertian mama sama papa, juga pak Asep. Kali ini, Alaska pengen nikmati masa muda dulu, dan cari pekerjaan yang bener-bener bikin Alaska mapan, dan siap menanggung semuanya. Sedangkan sekarang? Alaska masih berstatus kan mahasiswa,” tutur Alaska berharap ay
Drrrttt ...Drrrttt ...Drrrttt ...“Ka, woy bangun! Hape lo getar noh dari tadi!” Teriak Azka. Sontak membuat Alaska langsung bangun dari tidurnya dan menatap ke layar ponsel yang di berikan Azka padanya.“Siapa? Gue ngantuk!”“Nyokap lo kayaknya, coba liat lagi deh!” Titah Azka pada Alaska yang matanya masih separo merem.“Hooaamm ya udah mana sini handphone gue!”“Itu handphone lo disana Alaska! Yaelah, pikun dini deh lo!” Celetuk Azka pada Alaska yang nyawanya masih belum terkumpul karena masih ngantuk.“Eh---““Ya, hallo ma? Ada apa ma?” jawab Alaska ketika menjawab panggilan, dan keluar kamar untuk bicara dengan orang tuanya.Sepertinya ada privasi sendiri, yang Azka gak boleh tau.“Hah? A-Alaska? Kok Alaska sih? Gak- Gak mau ma! Alaska pokoknya gak mau!” bantah Alaska lagi di teleponnya
-Hidup itu tentang perjuangan. Bukan tentang bahagia yang di dapatkan semudah membalikkan telapak tangan,-“Ayok ikut gue ke ATM!” Ajak Azka pada Alaska yang wajahnya udah mulai gak lesu lagi. Karena Azka memberikannya jalan keluar untuk hal ini.“Sekarang?”“Enggak, tahun depan! Ya sekarang lah Alaska, biar masalah lo, kelar satu-satu!” Kesal Azka lagi.“Iya udah, ayok. Tapi gimana gue mau kasih ke mereka? Sedangkan ATM dan rekening aja gak punya,” lirih Alaska lagi.“Yaelah lo Alaska! Kan kita bisa lewat orang yang badannya gede tadi, atau lo telpon nyokap lo di kampung, buat kasih tau ke lintah darat itu, kirimin nomor rekeningnya ke gue!”“Makasihh Azka, lo emang sahabat gue yang terbaik. Gue gak tau, kenapa otak gue bisa jadi sebego ini,” Timpal Alaska seraya memeluk Azka yang duduk tepat di depannya.“Ih lo ap
Kali ini, Alaska tengah gundah menelusuri jalanan raya yang kala itu ramai dengan kendaraan karena yang namanya ibu kota, pasti gak akan pernah sepi apalagi sama kendaraan yang berlalu lalang. Gundah kembali menghampiri, setelah masalah dengan Yesa, ternyata orang suruhan pak Suryo datang menemuinya dengan tidak sopan ke kota.Apa ini yang namanya dewasa?Bukan hanya masalah cinta, tapi juga keluarga. Apa tak bisa sehari saja masalah itu hilang, hanya sekedar melukis sebuah kebahagiaan. Apa dewasa itu selalu tentang luka dan masalah saja? Kapan dewasa itu bisa menjadi bahagia? Mengapa ada kalimat yang menyatakan bahwa ‘Akan ada pelangi setelah hujan,' lantas mengapa tak ada pelangi dalam hidupnya Langit, padahal badai tak kunjung berhenti untuk datang silih berganti.Banyak hal yang kini berkecamuk dalam benaknya, antara tetap kuliah atau berhenti. Antara kerja atau masih jadi beban keluarga. Semua itu hampir saja membuat kepalanya pecah.“Lah