Alaska kali ini tengah berfikir keras di taman kampusnya. Ia berfikir kenapa harus dia yang berada di posisi ini?
Di saat dirinya menaruh harapan malah di kecewakan.
Terlintas dalam benak pria itu. Akan suatu hal yang terjadi di rumah Yesa saat ia datang berkunjung. Akhir-akhir ini, banyak yang terjadi bahkan saat ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Yesa.
“Woy! Kenapa lo?” Kaget Azka pada Alaska yang masih melamun dengan tatapan datar.
“Gak apa-apa. Baru dateng aja, lu?” tanya Alaska spontan pada Azka yang malah cengengesan.
“Eh, katanya sekarang kelas on time! Ayok buruan ke aula!” ajak Azka seraya menyeret tangan Alaska untuk bergegas menguntit cengengesan.
***
Heran deh, Alaska itu mentalnya terbuat dari apa sih? Ampe masih berani datang ke rumah Yesa hanya karena alasan masih cinta.
Bahkan ia juga gak mikir kalo nanti dia bakalan kecewa.
Malam ini, di tempat yang sama, masih terdengar kericuhan.
Namun, tak separah yang kemaren. Kali ini, Alaska berinisiatif untuk menyalakan bel tamu untuk bisa bertemu dengan Yesa. Akan tetapi, hati kecilnya berkata.
'Apa yang terjadi di dalam?'
Padahal, Alaska ingin menekan bel tamu yang terletak rapi tepat di samping pintu Yesa. Akan tetapi, suara ricuh dari dalam membuat Alaska enggan.
Alaska yang mendengar suara pintu akan di buka, sontak berdiri dan berharap itu adalah kekasihnya. Tapi, harapannya salah. Pria dewasa dengan pakaian jas rapi keluar dari dalam rumah, dan tampak terkejut dengan kehadiran Alaska di depan rumahnya.
"Siapa kamu?" tanyanya ketus pada Alaska.
Alaska sontak membungkukkan badannya, seraya mengulurkan tangannya pada pria itu, menandakan jika ia menghormati orang yang lebih tua darinya itu.
"Saya tanya, kamu siapa?" ujarnya lagi dengan suara lantang dan tak menghiraukan uluran tangan Alaska.
Namun, jika dilihat dari sikapnya, dia orang yang sombong.
"Maaf, Om. Saya Bhalendra Alaska Arlic. Pacarnya Yesa. Yesa-nya ada, Om?" jawab Alaska.
"Hahaha, pacar Yesa? Yang bener aja kamu! Yesa itu udah punya pacar. Jangan mengada-ngada deh kamu!" tukas pria itu lagi yang membuat Alaska bergetar mendengarnya .
"Pa-pacar gimana ya, Om? Saya itu kan pacarnya Yesa. Kita pacaran udah setahun, Om," tutur Alaska menjelaskan.
"Kamu itu anak dari mana sih? Kamu pakai mobil apa ke sini? Kok ngaku pacar anak saya! Anak saya itu pacarnya tajir, dan selevel dengan keluarga saya, gak kayak kamu!" caci pria itu pada Alaska yang tak kuasa menahan sesak di dadanya.
"Rania! Panggilkan anak kamu itu! Ada orang yang ngaku-ngaku jadi pacarnya." timpal pria itu lagi pada wanita yang menurut Alaska itu adalah istrinya, entahlah.
Alaska juga tak begitu mengenal keluarga Yesa. Apa mungkin itu ayahnya? Terlihat sangat sombong dengan orang yang sederhana.
"Apaan sih kamu? Orang mau berangkat ngantor malah nyuruh panggil Yesa, Panggil aja sendiri!" balas wanita itu yang tak mengindahkan perintah suaminya.
Keluarga Yesa amat membuat kepala Alaska pecah, keributan, debat, terjadi di sini.
Apa isi benak orang kaya itu hanya uang dan karir saja? Sehingga tak peduli, jika tak ada waktu dengan keluarga.
Entahlah ..
"Yesa!" teriak pria itu.
"Ih apaan sih Mi, Pi? Berisik aja tau gak? Tadi berantem, sekarang malah panggil Yesa, ada apa sih, Pi?” omel Yesa yang turun dari tangga rumahnya dan menghampiri pria itu, yang sesuai dugaan Alaska jika itu adalah ayah kekasihnya, dan akan menjadi calon mertua baginya nanti.
Tapi Alaska berfikir, jika keluarga Yesa tak begitu menyukai dirinya.
"Sini kamu! Ini anak ngaku pacar kamu, apa bener begitu?" tanya pria itu pada Yesa, yang sontak kaget bukan main, jika ia mendapati Alaska berdiri di depan rumahnya dan tepat di hadapan sang ayah.
"I-iya, Pi. Ini Alaska," tutur Yesa terbata, karena takut akan kemarahan ayahnya.
"Hahaha, yang bener aja kamu Yesa? punya pacar kegini," ledek mami Yesa pada anaknya yang menahan malu.
"Terus pacar kamu yang kemaren kamu ke mana kan hah?"
Suasana di sana, tak sesuai dengan harapan Alaska. Ia berharap jika hari ini adalah hari untuk ia akan baikkan dengan kekasihnya itu, tapi nyatanya? Hanya hinaan, cacian, dan celaan yang terjadi pada dirinya yang tak kuasa untuk bertahan dari sana.
"Hentikan, Om! Saya memang bukan berasal dari keluarga orang kaya, dan saya juga seorang anak kost yang mengejar sebuah kesuksesan di kota orang, tapi saya janji, saya bisa membahagiakan Yesa!" bantah Alaska tegas karena tak kuat menahan cacian sang ayah Yesa yang begitu menghujam dirinya.
"Lelucon apa yang kamu lontarkan anak muda?" ledek Ayah Yesa lagi.
"Saya, bukan berlelucon, Om! Tapi yang saya ucapkan nyata adanya. Uang bisa dicari, tapi kebersamaan, hati dan cinta itu gak bisa dibeli!" bantah Alaska lagi.
"Kurang ajar sekali anak ini," geram ayah Yesa yang hampir akan memukuli Alaska yang berdiri kokoh di .sana, siap untuk resiko yang ada demi meyakinkan ayah Yesa.
"Udah diam!" teriak Yesa sebelum semuanya semakin panjang, dan sebelum pukulan melayang di pipi Alaska.
"Berdebat untuk hal yang gak penting gak ada gunanya tau gak!"
"Kamu urus ini orang! Papi gak mau kamu berhubungan dengan dia lagi! Bikin malu aja!" hardik pria itu pada Yesa yang mengernyitkan dahinya yang tengah kesal.
"Kamu tuh ngapain sih ke sini gak bilang-bilang?" tukas Yesa pada Alaska.
"Alaska pengen ketemu kamu, Alaska gak mau kehilangan kamu by. Alaska tau, kemaren itu kamu lakuin itu semua karena Alaska yang gak bisa bikin kamu bahagia dengan mobil dan benda-benda yang branded. Alaska nyesel by, Alaska janji untuk ke depannya Alaska bakalan wujudin itu semua," ujar Alaska yang sontak memeluk gadis itu dan menangis.
"Gak, aku gak mau!" tolak Yesa.
"Kasih Alaska satu kali kesempatan buat wujudinnya by. Alaska mohon," tutur Alaska dalam tangisnya.
Yesa yang sontak menghela napas, akhirnya mengiyakan apa yang dikatakan Alaska.
"Ya udah, masih ada satu kesempatan buat kamu buktiin ya!"
"Tapi tinggalin semua yang udah kamu lakuin kemarin, Alaska gak suka!" Tegas Langit lagi pada kekasihnya itu.
"Iya-iya," jawab Yesa yang melepas pelukan Alaska darinya.
"Beneran kan?"
"Iya beneran," jawab Yesa lagi.
"Makasih ya by,"
"Tapi ada syaratnya! Kamu harus buktiin sama aku kalo kamu bisa bahagiain aku dengan semua yang aku mau!"
"Iya janji! Tapi, Alaska butuh proses untuk semua itu by. Dan Alaska minta, dampingin Alaska terus sampai bisa di titik kasih semua yang kamu mau dengan hasil jerih payah Alaska sendiri," tukas Alaska pada Yesa, yang tak ingin membuat wanitanya itu kecewa dalam waktu dekat.
Sontak Alaska yang kembali memeluk Yesa, merasa lega karena telah kembali baikkan dengan kekasihnya.
"Aku tau, makanya aku ragu," timpal Yesa yang sontak membuat Alaska kembali bertanya dalam hatinya.
"Ragu? Kenapa?"
"Ragu, kalo kamu gak bisa bahagiain aku nantinya. Secara nyokap dan bokap aku gak mau punya menantu yang kere, Ka! Aku juga gak mau bikin nyokap sama bokap aku malu. Jangan kan itu, mereka yang udah puas dengan uang serta harta pun terkadang masih ada pertengkaran," tutur Yesa.
"Iya kalo itu, Alaska paham kok by. Alaska janji dan yakin, kalo kita gak akan berantem dan bisa bahagiain mereka. Dan satu hal lagi, uang bisa dicari. Tapi sayang dan cinta gak bisa dibeli by! Percaya ama Alaska, Alaska sadar kalo selama ini hal yang kamu lakukan itu karena rasa sedih juga kecewa terhadap Alaska yang gak bisa kasih,"
"Iya dan aku juga gak mau diejek sama mereka! Jujur malu punya pasangan yang gak selevel!"
Deg
Ingin rasanya menangis di tempat, tapi nyatanya tak bisa! Semua tertahan begitu saja. Bahkan mulut pun enggan berkutik, meskipun rasa bahagia masih menetap.
-------------
Setelah menemui Yesa di rumahnya, membuat Alaska merasa lega. Karena setidaknya ia bisa meyakinkan tambatan hatinya bahwa ia bisa menjadi yang terbaik.Alaska yang kini mengendarai kembali motornya menuju rumah kost dan akan segera beristirahat lalu menceritakan hal yang baru saja terjadi pada sahabatnya Azka.Brrrmmm....Brrrmmm...Brrrmmm ..."Alaska, heh! Berisik tau gak? Itu motor bebek lo, bikin tetangga emosi! Belum lagi asapnya bikin polusi Alaska!" gerutu Azka pada Alaska itu seraya terkekeh."Biarin, gue lagi panasin motor gue dulu," jawab Alaska lagi pada sahabatnya itu."Iya panasin motor sih boleh, tapi gak gitu juga kali, Ka! Yang ada tetangga pada marah sama lo. Lagian yang tinggal di sini itu bukan cuma lo doang!" omel Azka pada Alaska yang akhirnya dengan terpaksa menghentikan tingkahnya yang membuat sahabatnya itu naik pitam."Gak bakalan ada yang marah juga, Azka!" santai Alaska lalu masuk ke dal
Keesokannya ...Pagi ini, Alaska sudah siap-siap. Ia berusaha tampil semenarik mungkin, berharap jika dirinya tidak akan membuat Yesa kecewa.“Cie yang pagi-pagi udah siap mau touring.” goda Azka pada Alaska yang bersiap dengan coolnya di hadapan cermin yang memantulkan wajah tampan dengan kulit putih, juga hidung bangir yang menambah tampan wajahnya.“Apaan sih, Ka?” tukas Alaska yang malu, dan itu terlihat jelas dari rona merah jambu dari wajahnya.“Hahaha, malu nih ye, sans aja kali cuy!”“Gue gimana, Ka? Udah cakep belum? Atau gue norak?” tanya Alaska lagi setelah menatap Azka yang berpangku tangan menatap sahabatnya itu.“Menurut gue, lo itu cakep kok, Ka! Dan apapun outfit yang lo pake itu, gak pernah ada yang gagal.” tutur Azka dengan wajah seriusnya pada Alaska.“Huh, tapi gue masih gak pede, Ka!”“Yaelah Alaska
"Woy, lo di toilet ya?" panggil Azka seraya mengetuk kasar pintu toilet."Iya." singkat Alaska."Lah terus kenapa gak keluar dulu bentar? Kan gak enak, Alaskaaaaa!" gerutu Azka lagi.Sontak Alaska membuka pintu toilet dan menatap Azka senyum."Apaan lo senyum-senyum, Lo pikir gue bakalan luluh?" emosi Azka lagi."Gue males ketemu cewek yang bukan Yesa, Ka!"Dengan terpaksa Azka menarik tangan Alaska untuk menemui tamu perempuan itu."Ini Alaska, gue tinggal sebentar ya!" tukas Azka dan berlalu meninggalkan mereka berdua."Hm, Ka! Lo masih ingat gue gak?" tanya wanita itu pada Alaska."Hai?" panggilnya lagi seraya melambaikan tangan ke arah Alaska yang masih membisu tak berkutik sepatah kata pun.Akan tetapi, Alaska hanya diam dan bingung menatapnya, lalu bertanya dalam hati.'Siapa wanita ini?'_____Lagi-lagi Alaska dibuat pusing oleh masalah perempuan yang mengusik hidupnya, be
Alaska berasa sekujur tubuhnya tak bernyawa, antara kuat dan tak sanggup kini berbaur menjadi satu. Bahkan Alaska merasa hidup tak adil baginya karena semua seakan kembali terbuka. Satu per satu kini kedok Yesa akan terbuka. Tapi, dalam hati Alaska berdoa semoga itu hanya sebuah kesalah pahaman, dan juga sebuah rencana untuk menghancurkan hubungannya dengan Yesa. Alaska duduk di kamar masih melamun, menatap benda pipih di tangannya, berusaha semampunya menghubungi Yesa dengan chat yang ia kirim bertubi-tubi (Spam)."Ka, itu lo lagi ngapain?" tanya Azka menganggetkan Alaska yang masih melamun."Hah? Enggak ada, cuma lagi liatin ini doang," elak Alaska yang sontak menutup layar ponselnya."Yakin lo lagi gak ngapa-ngapain? Udah siap kan? Kita berangkat sekarang!" ajak Azka.“Hm, emang kenapa sih Ka? Harus kegitu?” jawab Alaska dengan nada lesu dan terpaksa.“Lo mau liat dengan mata kepala lo kan? Semua kesalahan yang pernah dilakuin
"Gue harus temuin Yesa dan menanyakan hal ini! Gue gak percaya omongan kalian." tukas Alaska yang sontak ke luar dari mobil untuk menghampiri gerombolan itu."Hah, Alaska!" panggil Zoy panik."Alaskaaa." teriak Azka juga.Dengan langkah yang terhuyung, Alaska memaksakan dirinya untuk bertemu dengan Yesa yang ada di seberang jalan untuk memastikan jika ini hanya sebuah kesalah pahaman, semua berasaskan 'Nekat'.Karena Alaska tak kuasa untuk menahan rasa sesaknya karena perkataan yang dilontarkan Zoy dan Azka yang membuat dirinya semakin tak tahan."Alaska, please gue mohon, jangan nekat! Mereka banyak, Ka!" larang Zoy meneriaki Alaska yang masih menatapnya dengan kemarahan."Gue gak bisa gini terus Zoy! Gue butuh kepastian! Gue yakin ini sebuah kesalah pahaman!" bantah Alaska saat berada di pinggir jalanan, dan suara hiruk-pikuk pun terdengar gusar, menambah suasana menjadi tak karuan karena kebisingan."Ala
Siang itu semakin memanas, selain udara yang panas, situasinya pun juga demikian, ingin rasanya beranjak dan pergi dari sana.Namun, hati juga pikiran membawa naluri Alaska penuh berisi tentang harapan yang besar terhadap Yesaya wanita yang tidak menganggapnya sebagai kekasih.Alaska pasrah saat ini, ia hanya ingin Yesa tau, jika ia amat mencintai dirinya. Tapi bukannya melerai, Yesa malah cuek dan membiarkan.Azka yang melihat Alaska di pukuli oleh Arlan, sontak dengan amarah yang menggebu menghampiri keduanya.Sementara komplotan mereka yang lain termasuk Yesa, hanya terdiam! Tak ada yang mampu untuk membantu, tak ada yang berani untuk melerai!"Hei! Berhenti kalian! Apa yang lo lakuin ke sahabat gue itu gila brengsek!" umpat Azka pada Arlan.Seraya melayangkan satu pukulan mendadak juga ke wajahnya Arlan."Siapa lo hah? Jangan sok jadi pahlawan kesiangan bangsat!" tukas Arlan menatap Azka dengan emosi yang j
-Resiko terberat dalam mencintai itu adalah patah hati, karena sejatinya jatuh cinta adalah patah hati yang disengaja,- Bhalendra Alaska Arlic.••Suasana di mobil kali ini hanya hening, tak ada pembicaraan sama sekali. Alaska yang terdiam sekedar menikmati alunan musik yang dinyalakan oleh Zoy di mobilnya, lalu menyeka lebam di pipinya, karena tonjokkan Arlan yang terlalu kuat padanya.‘Seandainya gue bisa seperti mereka.’ keluh Alaska sendiri dan melamun menatap ke depan. Menyandarkan kepalanya pada kursi mobil yang kini ia duduki.Azka dan Zoy yang berada di depan, saling tatap karena melihat Alaska yang kini tampak lesu, karena mencintai seseorang yang hatinya telah dimiliki pula untuk oleh orang lain. Dan masih tetap mencintainya meskipun jarak begitu dekat.Alaska masih ingin mengeluh di saat situasi seperti ini. Masih ingin menampar dirinya, agar sadar bahwa ia adalah manusia yang tak pantas dicint
-Hal yang selalu sulit ku usahakan adalah berusaha melupakan dirimu, di saat hatiku belum siap membuka hati untuk orang baru-••Semesta tau, jika Alaska adalah true prince sebenarnya yang di cari banyak wanita di dunia ini. Dan dunia pun tau, kehadiran Yesa mantan kekasihnya, adalah candu untuk Alaska. Sehingga, ketika ia harus kehilangan wanita itu, sulit baginya untuk kembali membuka hati terlebih mencari penggantinya.Memang, fase tersulit melupakan seseorang adalah ketika kita masih sayang, namun keadaan memaksa agar hati tetap tinggal. Tak ada yang sempurna di dunia ini, apalagi untuk masalah kehilangan dan juga merelakan. Munafik! Jika mereka bilang, mereka ikhlas dan bisa melupakan. Yang ada, mereka bukannya ikhlas, tapi terpaksa untuk mengikhlaskan. Karena siapapun mereka dalam hidupnya tetap tidak akan pernah ingin merasakan yang namanya kehilangan dan merelakan.Karena hal itu akan membuat sakit. Seperti Langit yang dila