"Woy, lo di toilet ya?" panggil Azka seraya mengetuk kasar pintu toilet.
"Iya." singkat Alaska.
"Lah terus kenapa gak keluar dulu bentar? Kan gak enak, Alaskaaaaa!" gerutu Azka lagi.
Sontak Alaska membuka pintu toilet dan menatap Azka senyum.
"Apaan lo senyum-senyum, Lo pikir gue bakalan luluh?" emosi Azka lagi.
"Gue males ketemu cewek yang bukan Yesa, Ka!"
Dengan terpaksa Azka menarik tangan Alaska untuk menemui tamu perempuan itu.
"Ini Alaska, gue tinggal sebentar ya!" tukas Azka dan berlalu meninggalkan mereka berdua.
"Hm, Ka! Lo masih ingat gue gak?" tanya wanita itu pada Alaska.
"Hai?" panggilnya lagi seraya melambaikan tangan ke arah Alaska yang masih membisu tak berkutik sepatah kata pun.
Akan tetapi, Alaska hanya diam dan bingung menatapnya, lalu bertanya dalam hati.
'Siapa wanita ini?'
_____
Lagi-lagi Alaska dibuat pusing oleh masalah perempuan yang mengusik hidupnya, be
Alaska berasa sekujur tubuhnya tak bernyawa, antara kuat dan tak sanggup kini berbaur menjadi satu. Bahkan Alaska merasa hidup tak adil baginya karena semua seakan kembali terbuka. Satu per satu kini kedok Yesa akan terbuka. Tapi, dalam hati Alaska berdoa semoga itu hanya sebuah kesalah pahaman, dan juga sebuah rencana untuk menghancurkan hubungannya dengan Yesa. Alaska duduk di kamar masih melamun, menatap benda pipih di tangannya, berusaha semampunya menghubungi Yesa dengan chat yang ia kirim bertubi-tubi (Spam)."Ka, itu lo lagi ngapain?" tanya Azka menganggetkan Alaska yang masih melamun."Hah? Enggak ada, cuma lagi liatin ini doang," elak Alaska yang sontak menutup layar ponselnya."Yakin lo lagi gak ngapa-ngapain? Udah siap kan? Kita berangkat sekarang!" ajak Azka.“Hm, emang kenapa sih Ka? Harus kegitu?” jawab Alaska dengan nada lesu dan terpaksa.“Lo mau liat dengan mata kepala lo kan? Semua kesalahan yang pernah dilakuin
"Gue harus temuin Yesa dan menanyakan hal ini! Gue gak percaya omongan kalian." tukas Alaska yang sontak ke luar dari mobil untuk menghampiri gerombolan itu."Hah, Alaska!" panggil Zoy panik."Alaskaaa." teriak Azka juga.Dengan langkah yang terhuyung, Alaska memaksakan dirinya untuk bertemu dengan Yesa yang ada di seberang jalan untuk memastikan jika ini hanya sebuah kesalah pahaman, semua berasaskan 'Nekat'.Karena Alaska tak kuasa untuk menahan rasa sesaknya karena perkataan yang dilontarkan Zoy dan Azka yang membuat dirinya semakin tak tahan."Alaska, please gue mohon, jangan nekat! Mereka banyak, Ka!" larang Zoy meneriaki Alaska yang masih menatapnya dengan kemarahan."Gue gak bisa gini terus Zoy! Gue butuh kepastian! Gue yakin ini sebuah kesalah pahaman!" bantah Alaska saat berada di pinggir jalanan, dan suara hiruk-pikuk pun terdengar gusar, menambah suasana menjadi tak karuan karena kebisingan."Ala
Siang itu semakin memanas, selain udara yang panas, situasinya pun juga demikian, ingin rasanya beranjak dan pergi dari sana.Namun, hati juga pikiran membawa naluri Alaska penuh berisi tentang harapan yang besar terhadap Yesaya wanita yang tidak menganggapnya sebagai kekasih.Alaska pasrah saat ini, ia hanya ingin Yesa tau, jika ia amat mencintai dirinya. Tapi bukannya melerai, Yesa malah cuek dan membiarkan.Azka yang melihat Alaska di pukuli oleh Arlan, sontak dengan amarah yang menggebu menghampiri keduanya.Sementara komplotan mereka yang lain termasuk Yesa, hanya terdiam! Tak ada yang mampu untuk membantu, tak ada yang berani untuk melerai!"Hei! Berhenti kalian! Apa yang lo lakuin ke sahabat gue itu gila brengsek!" umpat Azka pada Arlan.Seraya melayangkan satu pukulan mendadak juga ke wajahnya Arlan."Siapa lo hah? Jangan sok jadi pahlawan kesiangan bangsat!" tukas Arlan menatap Azka dengan emosi yang j
-Resiko terberat dalam mencintai itu adalah patah hati, karena sejatinya jatuh cinta adalah patah hati yang disengaja,- Bhalendra Alaska Arlic.••Suasana di mobil kali ini hanya hening, tak ada pembicaraan sama sekali. Alaska yang terdiam sekedar menikmati alunan musik yang dinyalakan oleh Zoy di mobilnya, lalu menyeka lebam di pipinya, karena tonjokkan Arlan yang terlalu kuat padanya.‘Seandainya gue bisa seperti mereka.’ keluh Alaska sendiri dan melamun menatap ke depan. Menyandarkan kepalanya pada kursi mobil yang kini ia duduki.Azka dan Zoy yang berada di depan, saling tatap karena melihat Alaska yang kini tampak lesu, karena mencintai seseorang yang hatinya telah dimiliki pula untuk oleh orang lain. Dan masih tetap mencintainya meskipun jarak begitu dekat.Alaska masih ingin mengeluh di saat situasi seperti ini. Masih ingin menampar dirinya, agar sadar bahwa ia adalah manusia yang tak pantas dicint
-Hal yang selalu sulit ku usahakan adalah berusaha melupakan dirimu, di saat hatiku belum siap membuka hati untuk orang baru-••Semesta tau, jika Alaska adalah true prince sebenarnya yang di cari banyak wanita di dunia ini. Dan dunia pun tau, kehadiran Yesa mantan kekasihnya, adalah candu untuk Alaska. Sehingga, ketika ia harus kehilangan wanita itu, sulit baginya untuk kembali membuka hati terlebih mencari penggantinya.Memang, fase tersulit melupakan seseorang adalah ketika kita masih sayang, namun keadaan memaksa agar hati tetap tinggal. Tak ada yang sempurna di dunia ini, apalagi untuk masalah kehilangan dan juga merelakan. Munafik! Jika mereka bilang, mereka ikhlas dan bisa melupakan. Yang ada, mereka bukannya ikhlas, tapi terpaksa untuk mengikhlaskan. Karena siapapun mereka dalam hidupnya tetap tidak akan pernah ingin merasakan yang namanya kehilangan dan merelakan.Karena hal itu akan membuat sakit. Seperti Langit yang dila
Kembali ke aktivitas seperti biasa. Kampus, tempat di mana seharusnya mengukir kenangan bahagia, tapi malah sebaliknya hanya karena cinta."Pagi, Alaska." sapa Dira, salah satu mahasiswi di kampus itu, yang terkenal dengan kecantikan dan kefamousan dirinya. Selain cantik ia juga cerdas dan aktif hampir di seluruh organisasi kampus."Pagi, ini ada apa ya? Kok kampus meriah banget, ada panggungnya segala lagi?" tanya Alaska pada Dira yang senang ketika sapaannya dijawab dengan baik olehnya. Pria yang terkenal dingin dan tak ingin berbicara dengan lawan jenis."Masa lo gak tau sih? Kan sekarang ada pentas seni di kampus." tutur Dira lagi."Oh iya, gue ampe lupa! Iya, Ka. Di kampus kan ada acara pentas seni sekarang, masa lo gak tau sih?" ujar Azka menimpali."Enggak, gue gak tau sama sekali.""Iya lah gak tau, orang lo sibuk masalah Yesa terus sih! Makanya kegitu." celetuk Azka lagi."Iyalah urusin Yesa, kan Yesa pacarnya Alaska."
Aaska meninggalkan gadis yang bernama Bulan itu di tempatnya, bahkan untuk menoleh kembali ke arah belakang saja Alaska sudah tidak mau. Sementara gadis itu, hanya menatap bingung ke arah tubuh Alaska yang perlahan mengecil dan menghilang.'Masih ada ya, cowok dingin dan serem gitu di dunia nyata? Tapi ya udahlah, bukan urusan gue juga.' pikir gadis itu seraya memegang tangannya yang masih terasa sakit.____"Alaska! Gue di sini! Lo ngapain bengong aja di sana? Duduk di sini!" teriak Azka yang ternyata sudah ikut nimbrung di tempat yang sudah banyak bangku dan juga ramai akan mahasiswa dan mahasiswi lainnya.Alaska sontak menatap ke arah lambaian Azka tersebut dan segera menghampirinya. Namun, sayang Alaska tak kebagian lagi bangku untuk duduk, dan terpaksa ia harus berdiri menikmati rangkaian acara pentas seni kali ini.Yah, walaupun Alaska bukanlah bagian dari mahasiswa seni, tapi setidaknya harus saling menghargai."Lo ajaki
Azka yang kali ini sibuk menelisir seluruh penjuru kampus yang tengah ramai oleh mahasiswa yang kian berdatangan semakin bingung hendak mencari Alaska ke mana.Sementara, sebentar lagi Alaska akan tampil, dan mereka belum membicarakan hal ini.“Woy! Ngapain lo?” panggil seseorang yang mencengkram erat bahu Azka yang sontak menatap tangan yang ada di bahunya itu.“Siapa lo?” tanya Azka pada mereka yang tampak sangar dan tatapan yang remeh ketika memandang Azka.“Ikut kita!” titahnya dan menyeret tangan Azka dengan kencang sehingga pria itu kekurangan keseimbangan dan ikut terseret.“Mau ke mana sih? Lagian kalian siapa seret gue?” bantah Azka ketika ia berhasil menghentikan langkahnya agar tak berlarut di bawa oleh mereka yang kelihatannya preman.“Kita bakalan kasih tau lo, dimana Alaska,” tukas pria itu pada Azka.Namun Azka setengah percaya dengan perkataan mere