Kembali ke aktivitas seperti biasa. Kampus, tempat di mana seharusnya mengukir kenangan bahagia, tapi malah sebaliknya hanya karena cinta.
"Pagi, Alaska." sapa Dira, salah satu mahasiswi di kampus itu, yang terkenal dengan kecantikan dan kefamousan dirinya. Selain cantik ia juga cerdas dan aktif hampir di seluruh organisasi kampus.
"Pagi, ini ada apa ya? Kok kampus meriah banget, ada panggungnya segala lagi?" tanya Alaska pada Dira yang senang ketika sapaannya dijawab dengan baik olehnya. Pria yang terkenal dingin dan tak ingin berbicara dengan lawan jenis.
"Masa lo gak tau sih? Kan sekarang ada pentas seni di kampus." tutur Dira lagi.
"Oh iya, gue ampe lupa! Iya, Ka. Di kampus kan ada acara pentas seni sekarang, masa lo gak tau sih?" ujar Azka menimpali.
"Enggak, gue gak tau sama sekali."
"Iya lah gak tau, orang lo sibuk masalah Yesa terus sih! Makanya kegitu." celetuk Azka lagi.
"Iyalah urusin Yesa, kan Yesa pacarnya Alaska."
Aaska meninggalkan gadis yang bernama Bulan itu di tempatnya, bahkan untuk menoleh kembali ke arah belakang saja Alaska sudah tidak mau. Sementara gadis itu, hanya menatap bingung ke arah tubuh Alaska yang perlahan mengecil dan menghilang.'Masih ada ya, cowok dingin dan serem gitu di dunia nyata? Tapi ya udahlah, bukan urusan gue juga.' pikir gadis itu seraya memegang tangannya yang masih terasa sakit.____"Alaska! Gue di sini! Lo ngapain bengong aja di sana? Duduk di sini!" teriak Azka yang ternyata sudah ikut nimbrung di tempat yang sudah banyak bangku dan juga ramai akan mahasiswa dan mahasiswi lainnya.Alaska sontak menatap ke arah lambaian Azka tersebut dan segera menghampirinya. Namun, sayang Alaska tak kebagian lagi bangku untuk duduk, dan terpaksa ia harus berdiri menikmati rangkaian acara pentas seni kali ini.Yah, walaupun Alaska bukanlah bagian dari mahasiswa seni, tapi setidaknya harus saling menghargai."Lo ajaki
Azka yang kali ini sibuk menelisir seluruh penjuru kampus yang tengah ramai oleh mahasiswa yang kian berdatangan semakin bingung hendak mencari Alaska ke mana.Sementara, sebentar lagi Alaska akan tampil, dan mereka belum membicarakan hal ini.“Woy! Ngapain lo?” panggil seseorang yang mencengkram erat bahu Azka yang sontak menatap tangan yang ada di bahunya itu.“Siapa lo?” tanya Azka pada mereka yang tampak sangar dan tatapan yang remeh ketika memandang Azka.“Ikut kita!” titahnya dan menyeret tangan Azka dengan kencang sehingga pria itu kekurangan keseimbangan dan ikut terseret.“Mau ke mana sih? Lagian kalian siapa seret gue?” bantah Azka ketika ia berhasil menghentikan langkahnya agar tak berlarut di bawa oleh mereka yang kelihatannya preman.“Kita bakalan kasih tau lo, dimana Alaska,” tukas pria itu pada Azka.Namun Azka setengah percaya dengan perkataan mere
“Gimana perform gue Ka?”Pertanyaan yang di lontarkan Alaska sontak membuat Azka berpaling dari layar ponsel yang di mainkan ke arah pria yang tengah tersenyum kecut padanya itu.Deg“Bagus kok,” lirih Azka.“Lah cuma bagus doang?”“Ternyata nama lo Alaska ya? Gue baru tau, by the way tadi gue liat lo perform dari awal sampai selesai. Lo ada sesuatu ya yang di rasain, karena lagu yang lo nyanyiin menjiwai dan bener-bener nyentuh perasaan banget,” sela seorang gadis diantara pembicaraan mereka.“Eh Bulan, kapan datangnya?” gugup Azka saat mengetahui Bulan ternyata sudah berada di dekat mereka.“Makasih,” singkat Alaska lagi.“Gue juga baru aja mau berpendapat yang sama ama Bulan. Ternyata, seseorang yang tengah terluka, bisa menjiwai sebuah lagu yang di bawakannya,” pungkas Azka lagi pada Alaska yang tampak mengernyitkan dahinya tak mengerti.
Yesa tampak kesal kali ini, seakan semuanya menyudutkan dirinya. Tatapan kesal dan juga sinis terlihat dari wajahnya, bahkan saat suasana hening pun, Yesa masih berada di tempat. Bahkan tak habis pikir dengan apa yang ada di kepala Yesa.“Okey, kalian nyalahin gue kan disini?” Timpal Yesa lagi.“Kita gak salahin lo kok, tapi setidaknya intropeksi diri atas apa yang udah terjadi! Nyali lo terlalu kuat,” jawab Azka.“Lama-lama kalian ngeselin ya! Gue itu juga pengen di bahagiakan pake materi, bukan cuma cinta doang! Emang bisa apa, jalan pake cinta? Dan modal nikah pake cinta doang? Enggak kan! Yang ada pacaran mulu tuh sama cinta!” Tutur Yesa yang masih membela dirinya, padahal semua tau apa yang udah dia lakuin ke Alaska, bahkan tak satu pun dari mereka yang angkat bicara kecuali Zoy.“Bukan gitu prinsipnya, semua memang perlu uang. Tapi setidaknya, kita bisa liat kondisi pasangan dulu. Kalo kayak sekarang? Kita m
Kali ini, Alaska tengah gundah menelusuri jalanan raya yang kala itu ramai dengan kendaraan karena yang namanya ibu kota, pasti gak akan pernah sepi apalagi sama kendaraan yang berlalu lalang. Gundah kembali menghampiri, setelah masalah dengan Yesa, ternyata orang suruhan pak Suryo datang menemuinya dengan tidak sopan ke kota.Apa ini yang namanya dewasa?Bukan hanya masalah cinta, tapi juga keluarga. Apa tak bisa sehari saja masalah itu hilang, hanya sekedar melukis sebuah kebahagiaan. Apa dewasa itu selalu tentang luka dan masalah saja? Kapan dewasa itu bisa menjadi bahagia? Mengapa ada kalimat yang menyatakan bahwa ‘Akan ada pelangi setelah hujan,' lantas mengapa tak ada pelangi dalam hidupnya Langit, padahal badai tak kunjung berhenti untuk datang silih berganti.Banyak hal yang kini berkecamuk dalam benaknya, antara tetap kuliah atau berhenti. Antara kerja atau masih jadi beban keluarga. Semua itu hampir saja membuat kepalanya pecah.“Lah
-Hidup itu tentang perjuangan. Bukan tentang bahagia yang di dapatkan semudah membalikkan telapak tangan,-“Ayok ikut gue ke ATM!” Ajak Azka pada Alaska yang wajahnya udah mulai gak lesu lagi. Karena Azka memberikannya jalan keluar untuk hal ini.“Sekarang?”“Enggak, tahun depan! Ya sekarang lah Alaska, biar masalah lo, kelar satu-satu!” Kesal Azka lagi.“Iya udah, ayok. Tapi gimana gue mau kasih ke mereka? Sedangkan ATM dan rekening aja gak punya,” lirih Alaska lagi.“Yaelah lo Alaska! Kan kita bisa lewat orang yang badannya gede tadi, atau lo telpon nyokap lo di kampung, buat kasih tau ke lintah darat itu, kirimin nomor rekeningnya ke gue!”“Makasihh Azka, lo emang sahabat gue yang terbaik. Gue gak tau, kenapa otak gue bisa jadi sebego ini,” Timpal Alaska seraya memeluk Azka yang duduk tepat di depannya.“Ih lo ap
Drrrttt ...Drrrttt ...Drrrttt ...“Ka, woy bangun! Hape lo getar noh dari tadi!” Teriak Azka. Sontak membuat Alaska langsung bangun dari tidurnya dan menatap ke layar ponsel yang di berikan Azka padanya.“Siapa? Gue ngantuk!”“Nyokap lo kayaknya, coba liat lagi deh!” Titah Azka pada Alaska yang matanya masih separo merem.“Hooaamm ya udah mana sini handphone gue!”“Itu handphone lo disana Alaska! Yaelah, pikun dini deh lo!” Celetuk Azka pada Alaska yang nyawanya masih belum terkumpul karena masih ngantuk.“Eh---““Ya, hallo ma? Ada apa ma?” jawab Alaska ketika menjawab panggilan, dan keluar kamar untuk bicara dengan orang tuanya.Sepertinya ada privasi sendiri, yang Azka gak boleh tau.“Hah? A-Alaska? Kok Alaska sih? Gak- Gak mau ma! Alaska pokoknya gak mau!” bantah Alaska lagi di teleponnya
“Alaska tetap gak mau buat di jodohin pa, ma!” Bantah Alaska di hadapan pak Asep yang hanya bungkam dan sesekali menatap istrinya, seakan ia bersalah atas perjanjian yang mereka lakukan dua puluh tahun silam, sejak awal anak mereka masih dalam kandungan.“Apa alasan kamu gak mau Alaska? Gak sopan banget kamu ya, lancang banget di depan pak Asep ngomong gitu!” Bantah papa Alaska dengan nada yang meninggi, sedangkan di ruang tamu para manusia yang ada disana, sangat gugup dan sontak menjadi canggung.“Pah, Alaska minta maaf ya kalo kali ini Alaska harus nolak permintaan papa sama mama buat di jodohin, Alaska sadar kok kalo itu udah bikin Alaska jadi anak durhaka. Tapi Alaska minta pengertian mama sama papa, juga pak Asep. Kali ini, Alaska pengen nikmati masa muda dulu, dan cari pekerjaan yang bener-bener bikin Alaska mapan, dan siap menanggung semuanya. Sedangkan sekarang? Alaska masih berstatus kan mahasiswa,” tutur Alaska berharap ay