telah kejadian tadi, Alaska tampak mengurung diri di kamarnya.
Ternyata begini rasanya jadi dewasa?
Harus jauh dari keluarga, dipatahkan oleh cinta dan harus menjadi diri sendiri dalam peliknya dunia yang fana.
Susah yah jadi dewasa, apalagi mencintai wanita yang separo hati mencintai kita. Padahal, cinta seorang Alaska sama luasnya dengan Langit yang terbentang di atas sana. Teramat luas, bahkan tak berujung. Tapi, kenapa masih ada wanita sepicik itu yang membuat Alaska harus terjatuh dalam lembah lukanya?
"Alaska, lo mikirin apa sih cuy?" timpal Azka yang sontak menepuk bahu Alaska yang tengkurap memainkan ponselnya di dalam kamar.
"Gak lagi ngapa-ngapain," singkat Alaska.
"Etdah bocah, singkat amat jawabnya,"
"Menurut lo gue gebukin cowok brengsek tadi itu salah gak ya? Apa gue harus minta maaf? Secara gue udah bikin Yesa kecewa Ka?"
Pertanyaan Alaska yang dilontarkannya membuat Azka syok, dan makanan yang ia telan pun, menjadi salah alur masuknya.
Uhuk...
Uhuk...
Uhuk...
"Eh, kenapa lo? Makan ampe keselek segala, nih minum kopi dulu nih," tukas Alaska yang memberikan gelas berisi kopi hangat milik Azka ke tangannya.
"Lo yang minta maaf? Aduh Ka, buka tuh mata! Lo gak salah di sini! Yang salah itu Yesa, yang udah berkhianat di belakang lo yang pasti dan jelas adalah pacarnya!" tutur Azka seusai menyeruput kopi hangat miliknya.
"Iya tapikan tadi gue juga salah Azka, main gebukin anak orang tanpa bicara baik-baik dulu, dan gue juga liat tadi Yesa kecewa banget ama gue," pungkas Alaska lagi.
“Alaska, gue memang gak sepinter lo dalam akademik, tapi seenggaknya gue gak bodoh-bodoh amat perihal perasan! Lo tau, Yesa udah putusin lo! P-u-t-u-s!” tukas Azka dengan penekanan pada Alaska yang tertegun mendengarnya. Ingin membantah tapi apa yang dibilang Azka itu semua benar.
"Gini ya Alaska, emak gue pernah berkata! Jangan pernah mencintai orang yang hatinya separo buat lo! Karena apa? Karena dia gak beneran sayang dan serius jalanin hubungannya sama lo. Dan lagi pula, pasangan yang udah mengkhianati pasangannya seperti yang dilakukan Yesa sama lo, itu udah akhir Ka! Percaya sama gue, kalo lo gak percaya juga silahkan tanya sama orang di luar sana, kalo orang beneran sayang sama kita, dia gak bakalan selingkuh ka! Apalagi udah kiss kayak gitu," jelas Azka pada Alaska yang sontak terdiam.
"Terus gue harus apa Azka? Gue gak mau kehilangan Yesa, walaupun dia bilang gitu. Gue yakin, dia gak beneran," lirih Alaska dengan nada sedihnya.
"Boleh, lo kecewa Ka. Tapi jangan mau di bodohin, karena lo cinta!" ingat Azka lagi pada Alaska yang masih terdiam.
"Itu gue tau, tapi kalo gue kehilangan Yesa, yang bakalan nyesel itu gue Ka, Lagian gue udah berniat buat seriusin Yesa, Azka," bantah Alaska lagi. Karena semakin Azka berkata, maka Alaska semakin tegar untuk menentangnya.
"Kalo itu terserah lo Lang! Gue sebagai sahabat udah ngingetin lo! Kalo wanita yang mencintai prianya, dia gak cuma nuntut untuk ditreat like a Queen! Tapi dia juga bisa treat like a king pacarnya! Bukan cuma itu, dia juga harus bisa setia!" ujar Azka dengan nada yang lagi pada Alaska.
Alaska kembali menghela napas dan membenamkan kembali wajahnya di bantal yang kini ia tiduri. Bukannya tak ingin mendengarkan pendapat yang dilontarkan oleh Azka hanya saja ia tak ingin kehilangan gadis yang amat ia cintai.
"Kalo menurut kata gue ya Ka, cewek kayak Yesa itu sekali-kali harus dikasih pelajaran biar dia ngerti dan tau rasa," timpal Azka lagi pada Alaska.
"Kasih pelajaran gimana maksud lo? Gue harus nyakitin dia juga?" tanya Alaska dengan nada bicara yang membantah.
"Tuh kan, dibilangin malah ngebantah aja terus, capek deh gue punya sahabat goblok kayak lo! Cinta boleh, tolol ya jangan kali! ini itu namanya udah pembodohan beratas namakan cinta! Kalo memang dia cinta, gak bakalan nyakitin lo Ka, percaya ama gue," ulang Azka yang entah ke berapa kalinya. Tapi emang dasar Alaska pria super setia dan gak mau kehilangan wanita yang berkali-kali mengkhianatinya.
"Lo pikir gue seneng apa Azka, diginiin? Yang ada makan hati tau gak, gue tulus ke pasangan gue. Kadang gue mikir Ka, gue insecure mungkin salah satu alasan Yesa gitu karena gue. Gue bisa kasih apa yang dia mau, karena gue gak mampu buat itu. Lo tau kan? Yang gue punya cuma motor bebek yang selalu dibawa kemana-mana, gue gak punya mobil, gue gak punya barang branded, gue..,"
"Sssttt, hidup itu bukan tentang keluhan! Tapi tentang bagaimana perjuangan lo biar bisa ngerti artinya sebuah kesuksesan dengan langkah kaki sendiri! Kalo itu yang mau lo ikutin, gue gimana?" tanya Azka.
"Gimana apanya?"
"Iya intinya, jangan pernah mengeluh, apapun yang lo hadapin saat ini adalah satu langkah menuju kesuksesan. Mungkin mereka bilang, kalo lo gak punya mobil, baju atau barang branded, tapi siapa yang tau nantinya? Lo pasti akan bisa lebih dari pada mereka, tapi kalo untuk kembali minta maaf ke Yesa, gue saranin jangan! Jangan bikin harga diri lo jatuh, dan Yesa semakin leluasa menginjak. Lagian Yesa udah tinggalin lo Ka!” tukas Azka lagi pada Alaska.
Dan tampaknya Alaska paham dengan apa yang diingatkan oleh Azka pada dirinya, tapi dalam hati, Alaska masih tampak bimbang dan ragu, harus mengikuti kata hati atau mengikuti kata Azka.
Sedangkan rasa cintanya pada Yesa lebih besar dari segalanya.
Dan hal yang paling ia takuti adalah sebuah kehilangan.
Tapi mereka tidak ada yang paham.
***
Malam ini, Alaska kembali menatap layar ponselnya, ia berharap jika malam ini ada sebuah notif masuk dari Yesa untuk dirinya, atas kejadian tadi siang.
Setengah jam rasanya sudah cukup bagi Alaska menatap layar ponselnya, ia hanya melihat tanda 'online' dari wa Yesa, tapi ia tidak mengetahui siapa yang sedang di hubungi kekasihnya itu.
Yah yang lagi-lagi harus merasakan overthingking.
__________
Chat
Malam by|Alaska
__________
Centang abu terlihat, tapi belum menjadi centang biru.
Alaska yang menunggu dengan penuh harapan agar segera dibalas, tapi belum juga dibalas.
5 menit kemudian.
___________
Chat
Yesa|Lagi chat temen
Masih marah ya ama
Alaska karena masalah tadi siang?|Alaska
Yesa| Apaan sih, udah dibilang. Kita udah putus!
Alaska ke rumah sekarang ya|Alaska
___________
Nomor diblokir.
Balasan Yesa yang kali ini membuat Alaska semakin kacau, dan jantungnya kembali berdetak tak karuan karena balasan yang di berikan Yesa untuknya tidak sesuai harapan.
Malam ini memang tenang, tapi tidak dengan hati Alaska yang harus merasakan gundah dan lelah.
“Diblok?” lirihnya sendiri dan mengacak panik rambutnya saat melihat nomornya di blok oleh Yesa.
"Woy! Lo kenapa? Nih gue bikinin kopi hangat ala anak kost, dan juga mie goreng pedes telor ceplok kesukaannya lo!" tukas Azka yang baru datang dengan makanan yang ada di tangannya.
"Tumbenan baik lo!" celetuk Alaska.
“Gue gak mau,” elaknya lagi.
"Emang udah baik dari dulu! Lo aja tuh yang terlalu sibuk dengan Vero Ampe lupa sahabatnya sendiri. Gue tau kok kalo Yesa itu gak seriusan dalam mencintai lo! Lah kok gak mau sih? Gue udah capek tau gak masakkin ini buat lo, tega banget sih lo!" timpal Azka lagi.
"Tau ah Ka, gue bingung," lirih Alaska lagi.
"Udah jangan galau! Mendingan nikmatin dulu makanan yang gue masak ini," tukas Azka lagi pada Alaska.
“Gue diblok sama Yesa, Ka,”
-----
aska masih melamun, karena kegundahan dan resah masih melanda hatinya. Terutama handphone yang masih ia otak-atik menunggu kabar dari Yesa yang tak kunjung datang. Padahal ia amat mencintai kekasihnya itu dan amat takut kehilangannya.Sekalipun ia tau, jika Yesa tak lagi mencintainya, dan telah mengatakan putus. Dan meskipun berulang kali Azka memintanya untuk menjauh, tapi semakin ia menjauh, semakin besar rasanya terhadap Yesa."Alaska! Nanti pergi kampus, gue naik angkutan umum aja ya!" tukas Azka pada Alaska."Loh kenapa? Kok gak bareng gue aja?""Iya lagi pengen menikmati suasana angkutan umum aja gue," tukas Azka lagi seraya menepuk pundak Alaska yang hanya mengangguk dan kembali melanjutkan lamunannya seraya menatap layar ponsel yang kini ada di genggamannya."Lo kenapa sih wajahnya remuk banget? Masih mikirin Yesa ya?" tanya Azka lagi yang sontak membuat Alaska berdecak."Iya masih lah Ka, gue mikirin dia lagi apa sekarang," jawab Al
Alaska kali ini tengah berfikir keras di taman kampusnya. Ia berfikir kenapa harus dia yang berada di posisi ini?Di saat dirinya menaruh harapan malah di kecewakan.Terlintas dalam benak pria itu. Akan suatu hal yang terjadi di rumah Yesa saat ia datang berkunjung. Akhir-akhir ini, banyak yang terjadi bahkan saat ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Yesa.“Woy! Kenapa lo?” Kaget Azka pada Alaska yang masih melamun dengan tatapan datar.“Gak apa-apa. Baru dateng aja, lu?” tanya Alaska spontan pada Azka yang malah cengengesan.“Eh, katanya sekarang kelas on time! Ayok buruan ke aula!” ajak Azka seraya menyeret tangan Alaska untuk bergegas menguntit cengengesan.***Heran deh, Alaska itu mentalnya terbuat dari apa sih? Ampe masih berani datang ke rumah Yesa hanya karena alasan masih cinta.Bahkan ia juga gak mikir kalo nanti dia bakalan kecewa.&nbs
Setelah menemui Yesa di rumahnya, membuat Alaska merasa lega. Karena setidaknya ia bisa meyakinkan tambatan hatinya bahwa ia bisa menjadi yang terbaik.Alaska yang kini mengendarai kembali motornya menuju rumah kost dan akan segera beristirahat lalu menceritakan hal yang baru saja terjadi pada sahabatnya Azka.Brrrmmm....Brrrmmm...Brrrmmm ..."Alaska, heh! Berisik tau gak? Itu motor bebek lo, bikin tetangga emosi! Belum lagi asapnya bikin polusi Alaska!" gerutu Azka pada Alaska itu seraya terkekeh."Biarin, gue lagi panasin motor gue dulu," jawab Alaska lagi pada sahabatnya itu."Iya panasin motor sih boleh, tapi gak gitu juga kali, Ka! Yang ada tetangga pada marah sama lo. Lagian yang tinggal di sini itu bukan cuma lo doang!" omel Azka pada Alaska yang akhirnya dengan terpaksa menghentikan tingkahnya yang membuat sahabatnya itu naik pitam."Gak bakalan ada yang marah juga, Azka!" santai Alaska lalu masuk ke dal
Keesokannya ...Pagi ini, Alaska sudah siap-siap. Ia berusaha tampil semenarik mungkin, berharap jika dirinya tidak akan membuat Yesa kecewa.“Cie yang pagi-pagi udah siap mau touring.” goda Azka pada Alaska yang bersiap dengan coolnya di hadapan cermin yang memantulkan wajah tampan dengan kulit putih, juga hidung bangir yang menambah tampan wajahnya.“Apaan sih, Ka?” tukas Alaska yang malu, dan itu terlihat jelas dari rona merah jambu dari wajahnya.“Hahaha, malu nih ye, sans aja kali cuy!”“Gue gimana, Ka? Udah cakep belum? Atau gue norak?” tanya Alaska lagi setelah menatap Azka yang berpangku tangan menatap sahabatnya itu.“Menurut gue, lo itu cakep kok, Ka! Dan apapun outfit yang lo pake itu, gak pernah ada yang gagal.” tutur Azka dengan wajah seriusnya pada Alaska.“Huh, tapi gue masih gak pede, Ka!”“Yaelah Alaska
"Woy, lo di toilet ya?" panggil Azka seraya mengetuk kasar pintu toilet."Iya." singkat Alaska."Lah terus kenapa gak keluar dulu bentar? Kan gak enak, Alaskaaaaa!" gerutu Azka lagi.Sontak Alaska membuka pintu toilet dan menatap Azka senyum."Apaan lo senyum-senyum, Lo pikir gue bakalan luluh?" emosi Azka lagi."Gue males ketemu cewek yang bukan Yesa, Ka!"Dengan terpaksa Azka menarik tangan Alaska untuk menemui tamu perempuan itu."Ini Alaska, gue tinggal sebentar ya!" tukas Azka dan berlalu meninggalkan mereka berdua."Hm, Ka! Lo masih ingat gue gak?" tanya wanita itu pada Alaska."Hai?" panggilnya lagi seraya melambaikan tangan ke arah Alaska yang masih membisu tak berkutik sepatah kata pun.Akan tetapi, Alaska hanya diam dan bingung menatapnya, lalu bertanya dalam hati.'Siapa wanita ini?'_____Lagi-lagi Alaska dibuat pusing oleh masalah perempuan yang mengusik hidupnya, be
Alaska berasa sekujur tubuhnya tak bernyawa, antara kuat dan tak sanggup kini berbaur menjadi satu. Bahkan Alaska merasa hidup tak adil baginya karena semua seakan kembali terbuka. Satu per satu kini kedok Yesa akan terbuka. Tapi, dalam hati Alaska berdoa semoga itu hanya sebuah kesalah pahaman, dan juga sebuah rencana untuk menghancurkan hubungannya dengan Yesa. Alaska duduk di kamar masih melamun, menatap benda pipih di tangannya, berusaha semampunya menghubungi Yesa dengan chat yang ia kirim bertubi-tubi (Spam)."Ka, itu lo lagi ngapain?" tanya Azka menganggetkan Alaska yang masih melamun."Hah? Enggak ada, cuma lagi liatin ini doang," elak Alaska yang sontak menutup layar ponselnya."Yakin lo lagi gak ngapa-ngapain? Udah siap kan? Kita berangkat sekarang!" ajak Azka.“Hm, emang kenapa sih Ka? Harus kegitu?” jawab Alaska dengan nada lesu dan terpaksa.“Lo mau liat dengan mata kepala lo kan? Semua kesalahan yang pernah dilakuin
"Gue harus temuin Yesa dan menanyakan hal ini! Gue gak percaya omongan kalian." tukas Alaska yang sontak ke luar dari mobil untuk menghampiri gerombolan itu."Hah, Alaska!" panggil Zoy panik."Alaskaaa." teriak Azka juga.Dengan langkah yang terhuyung, Alaska memaksakan dirinya untuk bertemu dengan Yesa yang ada di seberang jalan untuk memastikan jika ini hanya sebuah kesalah pahaman, semua berasaskan 'Nekat'.Karena Alaska tak kuasa untuk menahan rasa sesaknya karena perkataan yang dilontarkan Zoy dan Azka yang membuat dirinya semakin tak tahan."Alaska, please gue mohon, jangan nekat! Mereka banyak, Ka!" larang Zoy meneriaki Alaska yang masih menatapnya dengan kemarahan."Gue gak bisa gini terus Zoy! Gue butuh kepastian! Gue yakin ini sebuah kesalah pahaman!" bantah Alaska saat berada di pinggir jalanan, dan suara hiruk-pikuk pun terdengar gusar, menambah suasana menjadi tak karuan karena kebisingan."Ala
Siang itu semakin memanas, selain udara yang panas, situasinya pun juga demikian, ingin rasanya beranjak dan pergi dari sana.Namun, hati juga pikiran membawa naluri Alaska penuh berisi tentang harapan yang besar terhadap Yesaya wanita yang tidak menganggapnya sebagai kekasih.Alaska pasrah saat ini, ia hanya ingin Yesa tau, jika ia amat mencintai dirinya. Tapi bukannya melerai, Yesa malah cuek dan membiarkan.Azka yang melihat Alaska di pukuli oleh Arlan, sontak dengan amarah yang menggebu menghampiri keduanya.Sementara komplotan mereka yang lain termasuk Yesa, hanya terdiam! Tak ada yang mampu untuk membantu, tak ada yang berani untuk melerai!"Hei! Berhenti kalian! Apa yang lo lakuin ke sahabat gue itu gila brengsek!" umpat Azka pada Arlan.Seraya melayangkan satu pukulan mendadak juga ke wajahnya Arlan."Siapa lo hah? Jangan sok jadi pahlawan kesiangan bangsat!" tukas Arlan menatap Azka dengan emosi yang j
“Alaska, kok lo malah main tinggal gue aja sih sama tu orang di depan?” Dengus Azka yang berlari mengejar Alaska yang bergegas masuk ke dalam rumah."Gue gak mau bergulat dengan masa lalu yang udah bikin gue tertatih! Gue gak mau harus mengulang sejarah sama orang yang berulang kali bikin gue kecewa. Dia hadir, cuma gak mau anak yang ada dalam perutnya itu lahir tanpa ayah. Gue tau, kalo gue jahat gak mau dampingin dia, karena jujur dari hati yang paling dalam gue masih sayang sama dia Ka!” tutur Alaska seraya menyeka air mata yang ikut tumpah ketika mulutnya melontarkan kalimat yang membuatnya pilu itu.“Sayang sama orang salah! Itu karma buat dia, karena udah nyakitin perasaan orang yang tulus sama dia, dan gak mau ngerusak dia sama sekali,” timpal Azka dan menepuk pundak Alaska.“Entahlah Ka, mendingan lo suruh Yesa pulang aja. Gue gak mau nanti salah paham,” titah Alaska pada Azka yang menatapnya datar, lalu beranjak
Setiap manusia punya sisi kelemahannya masing-masing. Dan salah satu sisi kelemahan gue adalah hidup tanpa lo!••Fajar kembali menyingsing. Sesekali melihatkan diri akan satu hal yang membuat seluruh manusia di bumi melanjutkan aktivitasnya. Alaska sempat beberapa kali berdecak kagum dalam hati, ketika menatap semesta begitu bersahabat, terlebih pagi ini tampak rindang dan sejuk, juga tenang. Gak seperti biasanya.Alaska mencoba menghirup udara segar yang kali ini membuat pikirannya sedikit tenang, dari segala beban masalah yang menghampirinya. Angin sepoi-sepoi pun ikut bahagia, dengan hadirnya Alaska pagi ini yang tampak seperti Langit biru di angkasa.“Alaska!” kaget Azka yang baru saja datang dari belakang.“Lo Ka, ada apa?” tanya Alaska pada Azka lagi.“Gak ada sih, lagi pengen nyantai aja hari ini. Rasanya tenang banget ya, kalo kayak sekarang,” pungkas Azka.“Iya enak
‘Siapa bilang lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati? Nyatanya lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati!’ ujar Alaska pada dirinya sendiri yang tatkala sedang membawa motor menuju kostnya.Rasanya ia bermimpi, bahwa apa yang terjadi pada dirinya saat itu hanyalah sebuah delusi yang membawanya dalam sebuah kesengsaraan, tapi ternyata salah! Itu adalah sebuah kenyataan yang harus di terima disaat semua tak satu pun berpihak pada kita.Oh ternyata begini, rasanya menjadi dewasa. Setelah bertahun, hanya mendengar kita dari orang lain yang selalu mengeluh lelah menjalani hidupnya. Meskipun tak pernah mengusik, tapi kenapa Alaska selalu di hadirkan orang yang tak pernah memberi ketenangan pada jiwanya yang tergolong lelah itu. tak terasa hampir bentar lagi Alaska sampai di rumah kostnya. Baru sebentar ia tinggal, rasa rindunya sudah menyeruak menyesakkan dada. Sama seperti halnya ketika ditinggal oleh orang yang terkasih, baru saja sebentar tapi rindunya ud
Biarkan semua berjalan sesuai alurnya. Mengikuti proses sebagaimana mestinya, tak perlu berhayal tinggi dalam menjalan kan kehidupan yang nyatanya keras dan begitu kejam. Cinta bahkan tak peduli berapa besar rasa yang harus ia korbankan, bahkan luka juga tak mau tau berapa perih yang harus ia sembuhkan untuk tetap bertahan.“Bang Alaska, enak gak kuliah di Jakarta?” tanya Shania yang sedari tadi sibuk memperhatikan Alaska yang tengah berberes.“Kenapa kok nanya gitu? Emang Shania juga mau kuliah di Jakarta?” tanya Alaska lagi.“Hm, pengen tau aja bang. Karena masih takut karena belum pernah jaoh dari mama sama papa, rasanya Shania masih belum siap buat itu,” jelas adiknya yang membuat Alaska melihat kan lengkung bulan sabit di bibirnya.“Gak ada yang perlu di takutin kok Shania, semuanya juga akan jadi terbiasa. Apalagi disana, bisa lebih mandiri dari pada harus selalu tinggal sama orang tua. Tapi kalo Shania, jan
Alaska berada di kamarnya dulu sewaktu masih berada di kampung. Bahkan satu pun tak ada yang berubah, hingga ia hampir saja tak ingin beranjak dari kamar itu untuk melepas kerinduan.Sementara ia harus balik ke kota untuk kembali melanjutkan hidupnya di rantau menjalani pendidikan yang hampir selesai ia tempuh. Semua rasanya terasa kembali dalam ingatan Alaska, dimana dulu ini adalah kamar pertama ia sewaktu selesai khitan. Dan ini adalah kamar dimana ia menumpahkan segala kerisauan dalam hatinya, sesekali memetik senar gitar yang hampir terlupakan olehnya. Alaska yang dulu hanya berdiam diri di kamar tanpa ada yang mau berteman dengannya, bahkan ia tidak terlalu terbuka untuk berbagai hal yang sontak membuat sekitarnya ingin menjadikan Alaska sebagai menantunya. Alaska hanya tertegun ketika mengingat semua itu, ia harus kuat tak ada lagi Alaska yang harus rapuh ketika mengingat masa lalu yang begitu menghancurkan dirinya. Flashback adalah salah satu cara terbodoh yang
“Alaska tetap gak mau buat di jodohin pa, ma!” Bantah Alaska di hadapan pak Asep yang hanya bungkam dan sesekali menatap istrinya, seakan ia bersalah atas perjanjian yang mereka lakukan dua puluh tahun silam, sejak awal anak mereka masih dalam kandungan.“Apa alasan kamu gak mau Alaska? Gak sopan banget kamu ya, lancang banget di depan pak Asep ngomong gitu!” Bantah papa Alaska dengan nada yang meninggi, sedangkan di ruang tamu para manusia yang ada disana, sangat gugup dan sontak menjadi canggung.“Pah, Alaska minta maaf ya kalo kali ini Alaska harus nolak permintaan papa sama mama buat di jodohin, Alaska sadar kok kalo itu udah bikin Alaska jadi anak durhaka. Tapi Alaska minta pengertian mama sama papa, juga pak Asep. Kali ini, Alaska pengen nikmati masa muda dulu, dan cari pekerjaan yang bener-bener bikin Alaska mapan, dan siap menanggung semuanya. Sedangkan sekarang? Alaska masih berstatus kan mahasiswa,” tutur Alaska berharap ay
Drrrttt ...Drrrttt ...Drrrttt ...“Ka, woy bangun! Hape lo getar noh dari tadi!” Teriak Azka. Sontak membuat Alaska langsung bangun dari tidurnya dan menatap ke layar ponsel yang di berikan Azka padanya.“Siapa? Gue ngantuk!”“Nyokap lo kayaknya, coba liat lagi deh!” Titah Azka pada Alaska yang matanya masih separo merem.“Hooaamm ya udah mana sini handphone gue!”“Itu handphone lo disana Alaska! Yaelah, pikun dini deh lo!” Celetuk Azka pada Alaska yang nyawanya masih belum terkumpul karena masih ngantuk.“Eh---““Ya, hallo ma? Ada apa ma?” jawab Alaska ketika menjawab panggilan, dan keluar kamar untuk bicara dengan orang tuanya.Sepertinya ada privasi sendiri, yang Azka gak boleh tau.“Hah? A-Alaska? Kok Alaska sih? Gak- Gak mau ma! Alaska pokoknya gak mau!” bantah Alaska lagi di teleponnya
-Hidup itu tentang perjuangan. Bukan tentang bahagia yang di dapatkan semudah membalikkan telapak tangan,-“Ayok ikut gue ke ATM!” Ajak Azka pada Alaska yang wajahnya udah mulai gak lesu lagi. Karena Azka memberikannya jalan keluar untuk hal ini.“Sekarang?”“Enggak, tahun depan! Ya sekarang lah Alaska, biar masalah lo, kelar satu-satu!” Kesal Azka lagi.“Iya udah, ayok. Tapi gimana gue mau kasih ke mereka? Sedangkan ATM dan rekening aja gak punya,” lirih Alaska lagi.“Yaelah lo Alaska! Kan kita bisa lewat orang yang badannya gede tadi, atau lo telpon nyokap lo di kampung, buat kasih tau ke lintah darat itu, kirimin nomor rekeningnya ke gue!”“Makasihh Azka, lo emang sahabat gue yang terbaik. Gue gak tau, kenapa otak gue bisa jadi sebego ini,” Timpal Alaska seraya memeluk Azka yang duduk tepat di depannya.“Ih lo ap
Kali ini, Alaska tengah gundah menelusuri jalanan raya yang kala itu ramai dengan kendaraan karena yang namanya ibu kota, pasti gak akan pernah sepi apalagi sama kendaraan yang berlalu lalang. Gundah kembali menghampiri, setelah masalah dengan Yesa, ternyata orang suruhan pak Suryo datang menemuinya dengan tidak sopan ke kota.Apa ini yang namanya dewasa?Bukan hanya masalah cinta, tapi juga keluarga. Apa tak bisa sehari saja masalah itu hilang, hanya sekedar melukis sebuah kebahagiaan. Apa dewasa itu selalu tentang luka dan masalah saja? Kapan dewasa itu bisa menjadi bahagia? Mengapa ada kalimat yang menyatakan bahwa ‘Akan ada pelangi setelah hujan,' lantas mengapa tak ada pelangi dalam hidupnya Langit, padahal badai tak kunjung berhenti untuk datang silih berganti.Banyak hal yang kini berkecamuk dalam benaknya, antara tetap kuliah atau berhenti. Antara kerja atau masih jadi beban keluarga. Semua itu hampir saja membuat kepalanya pecah.“Lah