Adhinata, walaupun ia seorang pimpinan padepokan besar tetapi ia tidak terlalu memahami keberadaan siluman. Dirinya mendengarkan peringatan yang di sampaikan, tetapi tidak mempercayai pengakuan Gaharu jika dirinya siluman elang. Tetapi, setelah gaharu pergi dengan wujud aslinya, Adhinata baru menyadari jika ucapan pemuda itu benar adanya.“Baiklah, baiknya kita tunggu kedatangan Ajiseka. Jika siluman sudah bertindak dan mengabarkan, artinya lawan kita bukan hanya manusia. Kemungkinan makhluk serupa ada di tempat itu,” ujar Adhinata kepada rombongannya.“Baik, Ki.” jawab serentak anggota Adhinata.Mereka mencari tempat tidak jauh dari pertemuannya dengan Gaharu, dan sesuai dengan permintaan siluman elang perak yang meminta menunggu kedatangan Ajiseka. Tetapi, sesuatu tidak terduga terjadi. Puluhan orang dengan ekspresi dingin tiba-tiba muncul berbarengan dengan Ajiseka, bersamaan dengan itu lengkingan burung elang terdengar di angkasa.“Mari, Ki. Tetap waspada, sebab di depan sana banya
Rupanya aksi saling intai terjadi, Gaharu di perhatikan oleh sepasang mata. Tetapi sepasang mata itu juga mendapat perhatian khusus dari Paksi Maruta. Bahkan, sedikit saja pemilik sepasang mata itu bergerak, maka Paksi Maruta akan melakukan tindakan.Sementara itu adu kekuatan baru saja terjadi, Calingkolo mengambil peran penyerangan utama. Pasalnya diantara yang lain, dia yang paling mumpuni dan paling kuat. Sedangkan Rimpang dan Condro Kumolo hanya sesekali saja Ikut menyerang, mereka cenderung lebih waspada daripada Kakak seperguruannya.Rimpang memiliki kecerdikan seperti halnya kera. Sedangkan Condro Kumolo sedikit pendiam, tetapi memiliki serangan yang membuat lawannya harus menambah kewaspadaannya. Pasalnya, sekali ia bergerak ada saja bagian tubuh lawan akan terkoyak oleh cakarnya.Tetapi, tingkat kekuatan yang berbeda jauh membuat ketiganya begitu sulit melukai. Berulang-kali lawannya jatuh dan terluka. Namun, setiap kali berdiri ia kembali pulih, seolah tidak terjadi apa-apa
“Aaargh...”Erangan siluman menggema di seantero lingkungan sekte Kembang Kenongo, Asap mengepul dari tubuh lelaki yang tengah bersimpuh lemah di hadapan Ajiseka. Rupanya roh Nogoweling tidak memberi ampun dan melebur sosok siluman yang melawannya. Tetapi rupanya lelaki lemah yang tidak lagi memiliki energi siluman itu kembali berdiri tegap dan menunjukkan seringai bengis.Begitu juga dengan Ajiseka, roh Nogoweling sudah kembali ke tubuhnya. Kini, dua sosok lelaki itu saling berhadapan dan siap mengadu digdaya murninya. Jelas kesempatan Ajiseka untuk memperagakan jurus serta kekuatan fisik yang ia pelajari dari Janudoro dan Ki Balung Wojo, dua guru beladiri dari alam yang berbeda.Jual beri serangan terjadi, dan sesekali Ajiseka menirukan jurus milik lawannya. Ya! Satu kelebihan yang membuat musuh meradang marah. Seperti halnya lawan Ajiseka saat ini, amarahnya memuncak dan gerakannya semakin tidak beraturan.“Bedeb*h!” teriak lelaki itu penuh kekesalan.Terlebih saat semua seranganny
Kunci Raga, ilmu warisan leluhur Ajiseka itu memang benar-benar membuat lawan tidak berkutik sama sekali. Tidak hanya mengunci raga manusia, tetapi juga berlaku untuk makhluk astral. Dan karena ilmu itu, nasib Pancabala berada di ujung tanduk.Mulanya Pancabala mencoba memberontak, tetapi saat melihat yang berbicara adalah pemuda yang selangkah lagi terbunuh olehnya masih berdiri gagah dan tanpa luka, ia pun mencoba menenangkan diri. Otaknya mulai memikirkan cara untuk meloloskan diri dari kematian. Jelas ia merasa kalah jika nekat melakukan perlawanan, pasalnya aura alam yang ia gunakan sama-sekali tidak mampu melukai lawannya.Walaupun pemuda itu sempat terdesak, tetapi nyatanya ia tidak mengalami luka sedikit-pun. Dan itu artinya kekuatannya berada jauh di atasnya. Tentu Pancabala sudah memikirkan untung ruginya sebelum bertindak.“Baiklah, aku rasa seluruh kekuatanku tidak mampu melawan dirimu. Lakukan yang harus kau lakukan anak muda, aku tidak menyesal jika kau membunuhku. Setid
Di ruangan khususnya Pancabala berjalan mondar-mandir memikirkan langkah selanjutnya. Tidak dipungkiri jika kekalahannya menciptakan kegelisahan luar biasa. Ia tidak habis pikir, selama ini sepak terjangnya selalu menjadi sorotan, baik pihak lawan atau sebaliknya. Nyatanya hari ini ia harus menelan pil pahit kekalahan hanya dengan melawan seorang pemuda. Ia bingung apakah dirinya yang terlalu lemah atau musuhnya yang tidak tertandingi, pasalnya dirinya dinobatkan oleh sekte sebagai tetua yang paling mumpuni. Seiring waktu berjalan dan lelahnya langkah kaki yang tidak jelas, pikiran Pancabala kian didera gelisah, tetapi lagi-lagi ia tidak tau harus bagaimana.Bahkan, kebiasaan memanggil sang junjungan di ruangan khususnya benar-benar hilang dari ingatan. Pancabala mencoba bermeditasi, mencari ketenangan dan berniat membangkitkan lagi energi tenaga dalamnya. Mengingat ucapan Ajiseka yang menyebut jika tenaga dalam miliknya terkuras habis sewaktu proses pelepasan dirinya dari jerat ilmu
Cairan merah kental mengucur deras, menggenangi lantai aula sekte yang terbuat dari batu-batu pilihan dan terjejer rapi. Berakhirnya hidup seorang wakil pimpinan aliran hitam di tangan pimpinannya sendiri. Bukti jika pengabdian dan jasanya tidak berguna manakala tubuhnya tidak lagi mampu memberikan kontribusi kekuatan terhadap sekte.Bahkan, saat terakhirnya masih tersiksa. Menjadi tumbal peningkatan kekuatan oleh siluman manusia berkepala anjing yang bersarang di raga Sumokolo. Tragis, tetapi itulah nasib yang menimpa Pancabala di akhir alam kecil, dan terombang-ambing di alam besar yaitu Nirwana.Sedangkan pimpinan sekte dan pimpinan padepokan Lowo Ireng sendiri melenggang tanpa beban setelah membunuh dan menyerap energi kehidupan wakil pimpinannya. Memasuki bilik pribadi dan kembali merajut lagi ritual asmara gila yang mereka jalani demi sebuah kekuatan yang digadang mampu meleburkan kekuatan besar yang mengancam keamanan sekte aliran hitam.Disisi lain, Sewunyowo tengah menggila.
Dhar!Dhar!Dua larik sinar terang menghantam bangunan rumah warga, tidak hanya satu kediaman saja yang di hancurkan. Tetapi setiap Sewunyowo dan rombongannya berjalan, maka tempat di sekitarnya di buat porak-poranda oleh mereka. Tidak perduli ada penghuninya atau tidak, mereka tetap menghancurkan bangunan yang mereka lintasi.Bahkan, saat penduduk melakukan perlawanan, jiwa keji mereka malah semakin terpacu. Banyak nyawa lepas sia-sia dari badan. Hingga akhirnya kelompok Sewunyowo berhadapan dengan anak didik Haryo Wicaksono.Pertarungan pecah di tempat keramaian. Daerah yang seharusnya dihindari untuk peperangan, mengingat dampak besar yang sudah pasti terjadi. Sedangkan Haryo Wicaksono masih berada di kediamannya mengurus perusuh yang tidak kalah banyak, pasalnya Sewunyowo mengerahkan seluruh bawahannya, termasuk warga yang baru saja bergabung dengannya.Beberapa tetua muda bertugas meringkus kediaman Haryo Wicaksono, itu terjadi karena laporan telik sandi yang menemukan kejanggala
“Serang!”Kata terakhir yang terucap dari salah satu tetua padepokan Lowo Ireng, dengan jumlah bawahan lebih dari seratus orang menjadikan dirinya begitu yakin mampu menaklukkan lawan. Terlebih sebelumnya mampu membuat kekacauan di desa dan kini berusaha menaklukkan padepokan rahasia asuhan Haryo Wicaksono. Sayangnya padepokan Haryo Wicaksono tidak mudah di taklukkan, sebuah kejutan untuk Sewunyowo yang memimpin langsung penyerangan itu.Wakil pimpinan itu tidak mampu menahan gempuran Ajiseka dan ayahnya yang sama-sama memiliki digdaya di luar nalar. Bahkan, Ajiseka langsung melebur jasad Sewunyowo dengan kekuatan Nogoweling. Seperti halnya Brojolewo dan Dewi Wengi yang terbakar oleh semburan api yang tercipta dari kekuatan roh Nogoweling.Belajar dari pengalaman masa lalu, membuat Ajiseka mengambil tindakan itu. Kini tinggal satu, yaitu pucuk pimpinan Lowo Ireng yang menghilang saat padepokannya hancur. Juga ketika wakilnya lebur menjadi abu, wanita itu tidak juga menampakkan dirinya