A HOME FOR REI

A HOME FOR REI

Oleh:  Nur Juwariyah  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
35Bab
3.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rei,hidup dalam keluarga besar tapi ia hanya memiliki ibu. Sampai tragedi membuat satu-satunya keluarga yang menyayanginya mati. Tak ada yang menginginkannya sampai wanita dingin itu datang membawanya pergi dari tempat perawatan mental meski suara Rei tak lagi terdengar begitupun cahaya matanya yang meredup. Bisakah wanita dingin tapi kaya itu membuka hati Rei kembali? Sedangkan dirinyalah yang mengusir ibu Rei dari kehidupan nyaman tanpa harus menyembunyikan sepotong roti tawar dengan selai coklat untuk mengganjal perut Rei? Penasaran? Baca dong minimal 3 part awal. Dan salam kenal.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Cathalea
Reeei 😭😭😭 masih bab-bab awal aja aku udah banjir air mata gini. Cerita yang bagus, Thor. Please, tolong bikin Rei bahagia 🙏
2021-06-14 08:35:13
0
user avatar
N_JUWA
let me hug you Rei😭
2021-03-18 23:29:37
0
35 Bab

Adik yang terusir

Wanita itu berdiri dengan kepongahan meski hatinya sakit tak terperi. Batinnya masih meyakinkan diri ia baik-baik saja, ia sudah tak merasakan apapun baik untuk adiknya yang sedang menatapinya dengan wajah bodoh ataupun ibu tirinya yang memasang wajah masa bodoh. Dua perempuan yang hadir dan merusak segala yang ia percayai itu sungguh tak tau malu, tak punya malu, tak memiliki rasa malu!Bagaimana mungkin dua perempuan yang tiba-tiba masuk dalam kehidupannya ini merusak segala kepercayaannya yang memang tinggal sisa! Bagaimana mungkin dua perempuan yang bahkan tak menunjukan penyesalannya ini masih bisa berdiri tanpa menunjukan urat malunya sedikitpun!Bagaimana mungkin--Bagaimana mungkin dan terus bagaimana mungkin yang ujungnya sama saja! 'both of then have no Shame!'Sampai wanita yang tak mau menunjukan ekspresi kalahnya ini mengangkat wajahnya tinggi-tinggi setelah menarik nafas yang sesungguhnya begitu sesak, begitu m
Baca selengkapnya

Bukan hidup seperti ini

"Iori...Iori...iori--IORI...!" Gadis itu terbangun dengan peluh membasahi badan, pakaian tipis yang ia kenakan bahkan ikut basah oleh keringat bermanik-manik yang terlihat terus mengucur. Mata bermanik biru yang terbuka lebar itu langsung menatapi ruangan kecil yang bahkan tak memiliki pendingin ruangan kecuali kipas angin yang hanya membuat ruangan kecil tanpa jendela itu makin panas, pengap, menyesakkan. Sampai ia memejamkan mata menyadari ia tak lagi ada di ruangan nyaman dengan ranjang lebar nan empuk, harum dan penuh udara segar juga wangi lavender yang begitu ia rindukan.Tempat yang rasaanya bisa ia sentuh setiap kali ia memejamkan mata karena hanya itu yang bisa ia lakukan kini. Mengenang masa dimana ia memiliki kehidupan tanpa harus mengenal apa arti hidup sesungguhnya.Cklek! Suara pintu yang dibuka membuat wanita mungil dengan rambut yang selalu kusut tak lagi tersentuh tangan-tangan pekerja salon itu menoleh. Bocah lelaki yang bahk
Baca selengkapnya

Buaian kebohongan

Suara sendok dan garpu yang beradu dengan dengan piring nyaring terdengar dalam ruang makan yang obrolannya begitu hangat. Setidaknya sampai dua tubuh manusia yang duduk dilantai dingin dengan sepiring nasi yang masih belum bisa mereka sentuh terlihat. Tidak, bahkan mereka harus menunggu sampai pemilik rumah yang tertawa menceritakan seberapa beruntung sahabatnya yang memiliki menantu kaya raya selesai makan. "Kau harus pandai memilih calon, Catlyn. Agar kau tak berakhir jadi benalu juga beban." Menohok? Ya, tentu saja. Namun itu adalah kalimat yang setiap waktu hadir saat pemilik rumah, suaminya, juga dua putra putrinya dan seorang perempuan yang dibawa pulang sang putra berkumpul. Jadi itu bukanlah hal besar lagi."Tentu saja, Mom. Aku bukan gadis yang tak bisa menghidupi diriku sendiri. Lalu jadi benalu dan beban." Mata Catlyn melirik dua tubuh bisu yang hanya diam di atas lantai dingin. Setidaknya untuk yang wanita karena yang balita matanya menatap
Baca selengkapnya

Dibangunkan pada kenyataan

"Selamat malam, Rob.""Selamat malam untukmu juga, Pak Iori."Manajer toko mainan itu menyalami jabatan erat tangan Pria tua dibawah tatapan penasaran bocah kecil bermata biru yang mendongak. Rei hanya diam mendengar percakapan dua orang dewasa yang membuatnya lupa pada kereta yang sudah dimasukan ke dalam boks. Sampai suara bel pintu menyadarkan bocah kecil yang memakai jaket tebal kebesaran dan menatapi boks besar yang dibawa pegawai toko dan terus ia tatapi bahkan saat boks itu menghilang kedalam bagasi mobil besar yang terparkir didepan toko."Kau suka kereta, young man?" Tanya pria tua yang ternyata sudah ditinggalkan manajer masuk kedalam toko. Rei menggigit bibir merahnya yang jadi kering karena udara dingin, diam beberapa lama lalu mengangguk. Matanya membesar saat Iori menjajarkan kepalanya, "dan kemana syalmu? Diluar terlalu dingin meski jaketmu besar." Ucap Iori melepas syal hangat yang ia pakai lalu melingkarkan pada leher kec
Baca selengkapnya

Aku benci anak-anak

"Tidak bisa dipercaya." Itu adalah kalimat yang keluar dari bibir Nara setelah pintu kamar tempatnya tidur tertutup rapat. Tentu tak tertutup sendiri karena ada pelayan tua yang begitu setia menemani.Iori hanya bisa menyembunyikan tawa melihat sesusah apa wajah yang diperlihatkan majikannya berkat bocah kecil anak tuan rumah yang nakalnya memang diatas rata-rata. Berkas-berkas penting yang sudah disusun sedemikian rupa berubah jadi pesawat mainan berkat tangan kecil Joe juga ayahnya yang membiarkan putra satu-satunya itu berbuat semaunya. "Pria itu bahkan ikut andil membuat pesawat-pesawat sialan itu. Apa kau percaya itu, Iori!" Sungut kesal Nara merebahkan tubuhnya pada kasur empuk yang aromanya berbeda dengan kasurnya. Meski ia tak perduli pada aroma apapun asal bau sabun dan bersih."Jika pria sialan itu ingin mengerjaiku karena aku menang tender tahun lalu seharusnya bukan dengan cara kekanakan begini!" Nara membalikan tubuhnya lalu duduk dan
Baca selengkapnya

Sepucat lembar koran

Nara membasuhkan air dingin kewajahnya beberapa kali. Rasanya jadi buruk berkat pertanyaan Alan bahkan air dingin yang menusuki kulit tangan dan wajahnya jadi tak terasa.Apa yang terlintas dalam benaknya adalah kalimat yang membuat Nara menarik nafasnya begitu dalam. "Family?what a joke." Wanita dingin yang tinggal di mansion besar ditemani pelayan itu mematikan kran dan diam menatap pantulan diri. Manik mata hitam pekat Nara begitu menghanyutkan dan sepi. "Tch! Aku akan benar-benar jadi gila jika berada disini lebih lama lagi."Nara mengusap wajahnya dengan tisu, langkahnya jadi terasa berat saat matanya menatapi bocah kecil cerewet yang terus berceloteh dihadapan ayahnya yang menyebalkan. "Well, setidaknya pipi Joe enak dipegang." Pelan ucap Nara yang kembali melangkah."What?" Tanya Nara saat Joe terus menatapinya tapi tanpa kata. Pengalaman yang langka sekali bocah cerewet ini menahan ucapan.
Baca selengkapnya

Tangis yang malu diperlihatkan

"Daddy, apa Onty Nara marah padaku?" Tanya Joe pada sang ayah yang keluar dari kamar mandi. Pria yang tubuhnya menyeruakan wangi sampo dan sabun itu menatapi putra kecilnya yang sudah memakai baju tidur juga kaos kaki supaya kakinya hangat dalam kamar berpenghangat. Alan menarik nafasnya mengingat wanita dingin yang terus saja membisu meski ia menunjukan reaksi setiap Joe memandangi. "She just tired, Joe."Joe membalik badan kecilnya sampai baju tidurnya terangkat menunjukan puser kecil diantara perut buncit yang membuat Alan tersenyum. Jemarinya yang panjang dan terasa dingin menyentuh perut kecil Joe yang jadi cekikikan diatas ranjang mereka yang hangat. Ranjang mereka-karena Joe minta tidur bersamanya malam ini."Tidurlah, besok kita main lagi dengan Onty Nara." Ucap Alan pada mata bulat nan jernih yang menatapinya penuh harap, "itupun kalau Unty Nara sudah tak lelah lagi, Darling." "Jadi kalau Onty lelah, aku tak akan bisa main dengannya b
Baca selengkapnya

Ais, ayo kita pulang

Nara turun dari dalam mobil setelah menarik dalam nafasnya. Pijakan kakinya terasa berat meski ia melangkah ringan teratur bahkan suara derap sepatunya menyatu dengan keramaian gedung rumah sakit yang tetap penuh meski waktu sudah dini hari.Wanita dingin yang ahirnya melihat pelayan setianya berdiri dengan petugas rumah sakit, menghampiri keduanya. "Mari." Ajak petugas berseragam hijau itu lalu berjalan lebih dahulu menjauhi keramaian dan naik kedalam lift. Sesekali mata petugas menatapi pantulan wanita yang bahkan belum sekalipun mengeluarkan kata, sementara ia yang sesungguhnya bisa menebak apa hubungan dua orang asing dibelakangnya tak bisa memandang rendah pria tua yang badannya masih terlihat gagah. Ia yang masih muda saja merasa kalah."Kami memang menunggu Anggota keluarganya datang. Tapi, sampai hari ini tak ada yang menjemputnya." Mendengar itu Iori mengangguk sementara sang majikan tetap rapat
Baca selengkapnya

Aku tak butuh keluarga

Wanita dingin itu ahirnya membuka mata. Wajah kantuknya langsung menatapi tangan yang rasanya masih merasakan jemari kaku nan dingin sang adik yang sudah berpulang. Adik yang ia usir dari kehidupannya."Apa ada sesuatu di tanganmu?" Suara bariton itu membuat Nara menoleh pada tubuh yang punggungnya disinari cahaya matahari. Ia baru sadar ia tak sendiri didalam kamar. "Apa di rumahmu juga ada jam bangun?" Alan tertawa mendengar suara wanita dingin Yang bangun lalu menoleh pada tangan kecil yang tergeletak di pinggangnya, "ia lelah menunggumu jadi ikut naik ke kasur," ucap Alan merubah posisi, "dan saat kulihat ia sudah terlelap." Nara menatap tangan kecil Joe yang jemarinya memegangi gaun tidurnya. "Tuan Sulivan," panggil Nara membuat alis Alan terangkat, "tiga hari lagi aku akan pulang, tidakkah kau merasa kasihan pada putramu?""Untuk?" Nara menarik dalam nafasnya. Ia tau lelaki menyebalkan yang menatapinya dengan wajah tak berdosa itu paham betu
Baca selengkapnya

Anak yang tak diinginkan

"Apa kamu sedang menghina dirimu sendiri?"Alan jadi benar-benar diam menatapi wanita dingin yang mendongak. Ia berpikir bagian mana dari ucapannya yang bisa jadi kesimpulan seperti itu? Tapi apa itu penting? Well, wanita dingin dihadapannya ini memang memiliki jawaban tersendiri atas segala hal yang kadang sulit masuk diakal.Sampai bibir Alan mengulum senyum samar, "aku tak menemukan letak hinaan dalam kalimatku, Nona Larson's.""Kamu tau aku hanya akan tinggal 3 hari dua malam lagi disini bukan?" Alan mengangguk, "dan aku hanya membutuhkan Joe mengatakan iya lalu aku akan pergi dengan berkas yang kamu tanda tangani."Sekali lagi Alan mengangguk, "jadi, aku tak  perlu bertaruh lebih dari apa yang sudah aku pertaruhkan," Nara berdiri wajah dinginya bahkan tak bergeming, "so, aku tak butuh pertaruhan bodoh lain karena aku akan dapat ya dari putramu sebelum dua malamku berahir.""Apa kamu a
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status