Share

Kecelakaan

Penulis: Geanna Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-21 21:04:18

          Samuel menyesap kopi panasnya. Membiarkan kehangatan yang ditimbulkan oleh secangkir minuman itu meresap dan membakar hatinya. Sepasang mata menawannya yang mendadak gelap itu memandang pantulan dirinya di kaca kedai. Seorang pria menyedihkan berambut pirang yang termangu tanpa alasan. Ya, tanpa alasan. Karena setinggi apa pun rindu menerbangkan hasrat cintanya yang kian meninggi. Sekejam apa pun takdir merampasnya tanpa pamit. Sella akan tetap berjalan pergi, meninggalkan remah kenangan dan luka. Sama seperti sebelumnya. Padahal Samuel jelas tahu, tak ada alasan baginya untuk datang dengan segaris senyum di wajah. Atau dengan puluhan sajak yang terlepas dari bibirnya.

            Karena Sella akan tetap pergi. Dengan takdir yang tak akan mempersatukan kembali.

            “Ingin memesan varian kopi terbaru kami, Kak?”

            Seorang pelayan menghampirinya. Menaruh cangkir kopinya yang telah kosong di nampan seraya menawarkan secangkir lagi kopi panas yang lezat.

            Samuel mengangguk. Masih tak tersenyum. Dikeluarkannya sebuah buku kecil dari saku celananya. Notes bersampul hitam dengan sehelai daun kering yang tertempel rapi di sana. Jemarinya bergerak lesu, membuka lembar demi lembar kumpulan sajak itu. Sampai gerakan kecil tangannya terhenti pada satu halaman yang kertasnya mulai menyusut.

            Samuel ingat. Beberapa tahun yang lalu, serbuk-serbuk dingin dari matanya jatuh ke atas sana. Ketika itu ia mendapat kabar kecelakaan mobil yang menimpa Sella dan orang tuanya. Masih terekam jelas dalam ingatan Samuel betapa paniknya ia saat naik taksi ke rumah sakit. Ia menemukan Sella duduk di koridor depan ruang UGD, tubuh perempuan itu berlumuran tanah dengan bercak darah di dahinya. Hati Samuel menyuruhnya memeluk Sella, tapi ia tak sempat karena tiba-tiba ayahnya datang dan menyeretnya pulang.

           Samuel menangis sepanjang perjalanan pulang. Ia tahu Sella dan orang tuanya pergi dengan mobil untuk berlibur ke Malang. Sella bercerita bahwa liburan ke Malang akan menjadi puncak kebahagiaan di hidupnya. Pasalnya ayah dan ibunya kembali rujuk setelah bertahun-tahun berpisah. Tapi malam itu, semua kebahagiaan Sella kandas, orang tuanywa tewas malam itu juga.

           Beberapa minggu setelahnya Samuel mendengar gosip bahwa ayahnya terlibat dalam kecelakaan itu. Samuel mati rasa, ia tak bisa bertemu Sella dan hanya menangis sembari menulis coretan sajak di kamar. Tapi siapa sangka, kini kertas berisi coretan tinta itu telah berubah warna dengan tekstur kertas yang kering dan rapuh.

           “Aku berjalan seperti orang mabuk saat ini. Aku tak bisa melihat dengan jelas. Kepalaku terasa berputar-putar. Pemandangan di depanku hanya terlihat samar-samar.

            Aku mendongakkan kepala ke atas. Langit kota begitu gelap. Tak ada satu bintang pun yang terlihat di sana. Malam ini terlihat berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Menatap langit yang kosong dan hampa seperti menatap diriku dan dirimu. Kita berada di dua sisi yang berbeda, saling memikirkan tetapi tak bisa saling memaafkan.

            Kita membuang semua perasaan bodoh ini, berharap angin akan membawanya pergi. Menutup semua rindu lalu menjahitnya menjadi luka, berharap cinta akan membawanya pulang. Tetapi satu hal yang pasti, kini kita merasa benci dengan diri kita yang sekarang. Kita telah membuat sebuah mimpi dalam benci, sebuah keegoisan berengsek yang layak disebut cinta. Aku tak bisa memaafkan diriku dan kamu, aku yakin juga tak bisa memaafkan diriku. Inikah cinta yang kita impikan dulu?"

            Samuel mengatupkan mulutnya kala kalimat terakhir dari sajak panjang itu berhasil diucapkannya dengan lirih. Jarinya kembali bergerak menutup buku kecil itu, dengan cepat. Tak kalah cepat dari itu, seorang pelayan menghampirinya. Menyajikan secangkir kopi panas dengan semerbak aroma khas yang segera merengkuh kedinginan yang menguasai hatinya. Samuel melihat senyum hangat pelayan wanita itu, senyumnya sehangat kepulan asap kopi di hadapannya. Sosok Sella kembali hadir di depan matanya. Mencairkan butiran es di bola matanya untuk kemudian jatuh berhamburan dengan tempo yang tak diduga.

            Samuel kacau sekarang.

            Ia menepis cangkir yang terbuat dari porselen cantik itu dengan hentakan tangannya. Kemudian berlari semburat ke arah kasir dan tanpa berpikir panjang menyerahkan beberapa lembar dollar yang bahkan tak pernah ia hitung berapa jumlahnya. Samuel rasa lembaran dollar yang tebal itu cukup untuk membayar secangkir cokelat yang telah habis ia tenggak dan secangkir lagi cokelat yang meluluhkan dinding pertahanannya akan sosok Sella Lorinia

           Diiringi raut wajah terkejut para pelayan restoran dan teriakan petugas kasir yang ingin mengembalikan uang kembalian, Samuel tetap berlari keluar restoran. Dengan perasaan semerawut, dengan setumpuk kenangan yang membekas bagai debu.

            Hilang untuk sementara tapi kemudian datang untuk menyiksanya, sangat lama.

***

            Kedua tangan Bobby menempel geram di pinggangnya. Suara decakan dari lidahnya yang beradu dengan dinding mulut terus terdengar. Matanya kemudian membulat dan menyalak seperti anjing liar, sangat galak. Omelan dua anggota bandnya berseru-seru dari layar ponsel, membuat telinganya panas. Pria itu segera menyambar telinga seorang pria tampan yang berperawakan lebih tinggi darinya dan memelintirnya. Dipta meringis kesakitan.

            “Udah nih. Kuping si budak cinta udah gue pelintir! Masih kurang puas ngomelnya?”

            Bobby melepas cubitannya di telinga Dipta. Suara ringisan Dipta terdengar oleh dua rekannya dan kedua cowok itu tertawa-tawa geli di seberang telepon. Mereka masih berada di area bandara karena kegundahan hati Dipta yang tak kunjung reda. Hawa sejuk sehabis hujan memenuhi kekosongan di hati Dipta. Ia masih tak sanggup meninggalkan bandara.

            Bobby duduk di kursi penumpang, menyaksikan Dipta mengelus lembut telinganya yang merah. Ia tahu betul sahabatnya itu tak akan bisa bernyanyi dengan baik dalam kondisi hati yang kacau.

            “Gimana, Ta? Udah lebih baik? Bisa kita pergi sekarang?” tanya Bobby bertubi-tubi, ia ogah kena semburan dua temannya jika terlalu lama sampai ke studio latihan. Tapi Dipta diam saja.

            “Ayolah, Ta. Nggak denger tadi Juna sama Roni marah-marah?” Bobby kesal.

            “Gimana kalau hari ini nggak usah—“

            “Woi!” Bobby meledak. “Sampai lo bilang hari ini nggak usah latihan padahal Juna sama Roni udah nunggu dari tadi, gue bakal laporin ke nyokap lo!”

            Dipta terbelalak, matanya membulat sempurna. Ia membayangkan ibunya yang terobsesi pada bakat menyanyinya itu mengamuk. Dipta membayangkan ia akan memberi tatapan memelas andalannya dengan segelintir alibi untuk memperkuat posisinya yang terancam kehilangan separuh jatah makan selama sebulan, oh bahkan mungkin selamanya! Ibunya bisa menjadi tak waras jika sedang marah.

            “Aduh! Iya, deh! Yuk berangkat!” Setengah menjerit Dipta menaikkan tangannya ke setir mobil.

            Bobby terkekeh masam. “Ya udah, cepetan! Gara-gara sikap sok galau lo itu kita bakal terlambat!”

            Dipta memutar kunci dan mobil menyala. Tak lama, mobil sedan berwarna hitam itu menyatu dengan kendaraan lain yang hendak keluar dari bandar udara. Mobil yang dikendarainya baru setengah perjalanan menuju pintu keluar, melewati beberapa kafe dan restoran. Kemudian ekor matanya yang terlampau tajam itu menangkap sosok seorang pria yang berlari tunggang langgang setelah keluar dari sebuah kedai kopi.

            Saat itu Dipta baru saja merapikan kacamata hitam yang menempel rapi di batang hidungnya sampai kemunculan tiba-tiba pria dari kedai kopi itu mengagetkannya. Menginjak rem dengan cepat dan membuat satu mobil berguncang. Dipta melirik Bobby yang duduk di sampinya dengan cemas. Tepat saat cowok itu melepas sabuk pengamannya dan setengah berlari menghampiri seorang pria yang terduduk di aspal, Dipta segera tahu bahwa riwayatnya di tangan ibunya akan segera berakhir. Lebih tepatnya karena semua jatah makanannya akan dirampas habis.

***

Bab terkait

  • A Few Years Later   Tanggung Jawab

    “Akh! Aduh! Sial banget gue hari ini!” Samuel tidak tahu benda keras apa yang menghantam lengannya hingga membuat keseimbangan tubuhnya goyah. Kini ia berakhir tersungkur di aspal setelah menjerit kesakitan. Seingatnya, lima menit yang lalu otaknya mengepul seperti sedang mengeluarkan asap tebal. Jadi karena tak tahan, ia berlari keluar restoran tanpa menghiraukan keadaan sekitar yang tengah ramai dan padat oleh kendaraan. Lalu beginilah akhirnya. “Hei, lo nggak apa-apa? Waduh, gawat!” Samuel mengangkat kepalanya. Mengabaikan rasa nyeri di pergelangan kakinya saat suara asing dari pria berjaket gombrong itu menyapa. Bobby berjalan ketar-ketir mengelilingi Samuel yang terduduk lemas di te

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • A Few Years Later   Masalah Besar

    “Bob, gue nabrak anak konglomerat! Gue nabrak anak konglomerat, Bob! Yang gue tabrak anak pemilik firma hukum terkenal! Bob, gue nabrak anak konglomerat!” Celotehan panik Dipta memenuhi telinga Bobby sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Bobby merasa ingin muntah saat Dipta berteriak untuk yang kesekian kali bahwa ia baru saja menabrak anak konglomerat. Nahasnya nyanyian putus asa Dipta adalah fakta. Fakta yang menjerumuskan mereka ke dalam masalah besar. Catat! Masalah besar, bukan masalah biasa. “Gi-gimana nih, Bob?” tanya Dipta gemetar. Mobilnya sedang mengantre di depan pintu masuk rumah sakit. Bobby melirik Samuel yang setengah terlelap di jok tengah. Penampilan laki-laki itu sangat mewah, bertolak belakang

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • A Few Years Later   Alibi Dipta

    Misi bunuh diri berkedok perlarian sementara itu tak berjalan mulus. Koridor RSU Jakarta yang cukup tenang pagi ini mendadak gaduh. Bobby lari pontang-panting mencari tempat persembunyian. Di belakangnya, Dipta—yang cukup payah dalam berlari—mulai sesak napas karena mengimbangi langkah Bobby. Tubuh Bobby yang ringan dan gerakan gesitnya sulit diikuti oleh Dipta yang sejak kecil sering mimisan. “Ta, cepetan dikit! Ayo!” Bobby berseru gemas sembari menarik-narik tangan Dipta yang tiba-tiba tergolek lemah di lantai. “Istirahat sebentar, Bob. Gue bisa mati kehabisan napas sebelum ketemu tuan dan nyonya Ariston,” jawab Dipta terengah-engah. Dipta berjalan setengah bungkuk didampingi Bobby. Bobby yang sudah bercuc

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-23
  • A Few Years Later   Kesepakatan Dipta dan Samuel

    Apa yang harus ia pilih di saat-saat genting ini? Dipta merenung dikelilingi tatapan penasaran teman-temannya. Kepalanya menunduk seakan tak sanggup melihat wajah mereka. Mengakui Sella sebagai tunangannya secara sepihak saja sudah terdengar seperti mimpi buruk. Ditambah Dipta harus berbohong di depan tuan dan nyonya Ariston, bahkan di hadapan Samuel sendiri. Tanpa sadar hembusan napas berat lolos dari mulutnya. Mendadak Dipta jadi teringat Sella. Perempuan itu hanya terlihat lemah karena penyakit mentalnya. Sebenarnya Sella jauh lebih tenang dan bijak dari dirinya saat menghadapi masalah. Dipta berpikir apa yang akan dilakukan Sella jika diperhadapkan dalam situasi seperti ini. “Ta, lo harus coba rencana ini.” Seruan Juna membuyarkan lamun

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-30
  • A Few Years Later   Misi Penyelamatan Samuel

    Dipta ditimpuki rasa penyesalan saat ia menjabat tangan Samuel dan mengesahkan kesepakatan maut berkedok misi penyelamatan itu. Bobby, Juna, dan Roni yang berdiri di belakangnya kehabisan kata-kata. Saat ini Dipta juga nyaris tak bisa membuka mulut tanpa menelan sesal. Mamanya selalu memberinya banyak nasihat, satu yang paling diingat Dipta adalah nasihat untuk selalu berpikir panjang saat ingin mengambil sebuah pilihan. Akan tetapi, pagi ini Dipta melanggar nasihat kesukaannya itu. Dipta baru saja mengambil pilihan yang bagai dua sisi koin, bisa berujung baik atau justru berakhir buruk. “Ta, lo serius mau bawa Samuel kabur dari sini?” tanya Roni sembari cengar-cengir tak percaya. Dipta yang Roni kenal tak pernah gegabah sepert ini.  

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • A Few Years Later   Juna Sang Penyelamat

    Seumur hidup Dipta, ia tak pernah menyetir mobil secepat ini. Dipta tumbuh dengan label anak baik dan julukan siswa teladan. Ia tak pernah menyentuh rokok atau terlibat tawuran pelajar. Bahkan jumlah presensinya yang kosong hanya bisa dihitung jari. Dipta selalu jadi bahan pujian kepala sekolah saat pidato upacara bendera karena tak pernah bolos kelas. Kesimpulannya hidup Dipta Mahendra adalah irisan kesempurnaan. Tapi hari ini Dipta sedang bersiap melepas status “anak baik” saat ia mendapati kecepatan mobilnya kian melambung tinggi. Sebenarnya Dipta menjerit-jerit sepanjang perjalanan melarikan diri ini. Ia tak mau tertangkap pengawasan mobil patroli polisi sedang menyetir ugal-ugalan. Tapi desakan dari arah belakang membuatnya terpaksa menginjak pedal gas lebih dalam. Tersangka u

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • A Few Years Later   Pertengkaran di Tengah Hujan

    Tak pernah terduga dalam benak Dipta, Jakarta yang selalu bergerak dengan layar besar tanpa henti itu akan terguyur hujan. Aktivitas di dalamnya memang tak berhenti. Deru klakson yang bersahutan dan ketukan tumit sepatu para pekerja saling mengisi ruang kosong di jalanan yang kadang tergenang air. Derit ban sepeda motor anak-anak sekolah yang bergesekan dengan aspal yang licin. Juga ketenangan di dalam mobil Dipta. Sebenarnya keadaan saat ini tak tepat jika dibilang ketenangan yang menghanyutkan jiwa. Terlihat jelas dari raut wajah Dipta yang tegang saat membaca pesan Whatsapp di ponselnya. Hanya melihat ekspresi Dipta saja Bobby dapat menebak dengan akurat seperti apa nasib Roni dan Juna. “Kita bisa kabur sampai sejauh ini pasti karena Juna dan Roni, kan?”

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-06
  • A Few Years Later   Pertemuan Pertama

    Desakan Samuel, kata-katanya yang sulit dipercaya, dan cengkeraman jari-jarinya di kerah kemejanya. Dipta tak pernah membayangkan situasi ini akan terjadi. Sejak masih di bangku sekolah pun ia tak suka berkelahi. Keyakinan itu bertahan sampai sekarang, ketika ia mulai beranjak dewasa dan kuliah di perguruan tinggi. Akan tetapi hari ini, satu nama yang terlontar dari mulut korban tabrak larinya telah menghancurkan keyakinan Dipta. “Lo sahabat Sella waktu SMA? Cowok yang nemenin dia waktu terapi penyembuhan trauma?” tanya Samuel bertubi-tubi. Nadanya suaranya keluar bagai tercekik. Dipta masih merasakan sekujur tubuhnya kaku saat saling beradu tatap dengan Samuel. Derak hujan menampar-nampar at

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-07

Bab terbaru

  • A Few Years Later   EPILOG

    Samuel berdiri lesu di ruang ganti pakaian. Di luar terdengar gegap gempita suara dari tamu undangan dan keluarganya. Hari pertunangan akhirnya tiba dan Samuel terpaksa patuh pada kehendak keluarganya. Keluarga Ariston dan Keluarga Redington melepaskan Dipta, tidak membawa kasus tabrak lari ini ke jalur hukum. Namun, sebagai hukuman, Dipta harus angkat kaki dari panggung dunia hiburan. “Band Young Bee sudah tidak tampil selama lima bulan ini,” kata pengawalnya saat Samuel meminta pria itu masuk untuk menemaninya yang hampa. “Mereka juga tidak aktif mengeluarkan lagu lagi. Tentu saja ini karena mereka kehilangan vokalis.” “Sella bagaimana?” tanya Samuel gamang, dia tidak pernah berani menelepon Sella lagi, bahkan mengangkat telepon Sella atau membalas pesannya. “Masih kuliah di Bali dan bekerja di kafe Luke, tapi tidak mau bicara dengan saya.” Percakapan mereka terpotong karena ketukan pintu. Pengawal membuka pintu dengan cepat

  • A Few Years Later   Jangan Pergi Dipta

    “Saya pelakunya. Saya tidak sengaja menabrak Samuel yang keluar dari dalam kafe bandara,” aku Dipta, tubuhnya gemetar dan suaranya parau. “Saat itu, Samuel lari dan tidak melihat ke sekitarnya. Saya juga sedang tidak fokus. Lalu kecelakaan itu terjadi.” Dipta mempertaruhkan karier bandnya dan mengakui semuanya. Di belakangnya, ada Samuel yang berdiri kaku, menatap tak percaya pada Dipta yang memilih berkorban. Samuel yakin Dipta tahu bahwa sampai saat ini hanya ia yang Sella cintai. Sementara Dipta selalu berakhir menjadai sahabat Sella, tak lebih dari itu. Axel Redington sangat berang. Ia menatap Dipta lekat-lekat, begitu pula dengan Hans Ariston. Di sisi lain, Serina mendadak merasa kacau karena telah menangkap Yose. Seketika Serina merasa kalut, ia merutuki Samuel yang semestinya mengaku dan meluruskan masalah ini agar ia bisa bertunangan. Tapi calon tunangannya yang bodoh dan kikuk malah gagal mengendalikan pria aneh itu, Dipta. “Jad

  • A Few Years Later   Memilih Melepaskan

    Salah satu kamar VIP di Resort Marina kedatangan banyak tamu hari ini. Awalnya Serina menyewa kamar itu untuk bulan madunya bersama Samuel. Namun, tragedi tabrak lari dan sekelumit kisah menyedihkan yang melibatkan Samuel dengan Sella membuat impian bulan madunya yang indah berakhir gagal. Dan kini Serina harus bersusah payah menghadapi sikap pemberontakan Yose, tawanannya. “Lepasin gue! Dasar anak orang kaya yang kotor!” teriak Yose berang. Serina semakin geram karena Yose yang tengah diikat dengan tali tambang di kursi besi itu tak berhenti bergerak beringas. “Cih! Berani banget bilang gue orang kotor!” bentak Serina. Yose melirik perempuan bertampang arogan yang tengah berkacak pinggang di depan wajahnya. Ia mendongak dan menyaksikan Serina Redington tengah melayangkan tatapan penuh kebencian. Para pengawal Keluarga Redington berdiri di belakang perempuan kaya itu, berpakaian setelan jas hitam. Di sisi kiri dan kanannya pu

  • A Few Years Later   Rencana Samuel dan Dipta

    Akhirnya Dipta dapat berdiri di atas panggung lagi bersama Young Bee, band yang ia perjuangkan mati-matian sejak masih belajar di sekolah menengah. Kini di tengah masa-masa kuliah yang padat, Dipta berhasil membawa Young Bee menuju puncak popularitas. Bobby yang berdiri di belakangnya, memegang dua stik drum, tampak terharu. Bahkan Roni sudah menangis sembari memeriksa suara gitarnya. Di sisi kirinya, Juna yang memegang gitar bass sukses besar mengacaukan riasan yang dibuat penata rias sewaan ibunya gara-gara menangis. Mereka belum tampil, tirai hitam yang disiapkan panitia belum disingkap. Keempat sahabat itu sudah bersiap di balik tirai, lengkap dengan berurai air mata. Salah satu penyebab tangisan haru itu ada kehadiran Sella di tengah-tengah penonton. Di kesempatan tampil kali ini, sangat berbeda dengan panggung Jakarta Dream Concert, Sella dapat hadir menonton Dipta dan Young Bee sebagai seorang sahabat. “Ta, gue rasa inilah titik balik Young Bee

  • A Few Years Later   Mimpi Buruk Yose

    Beberapa jam lagi GWK Music Festival akan dimulai dan Yose harus berlapang dada membiarkan Sella bertemu laki-laki itu, Dipta. Bahkan, Yose dikabari oleh adiknya, Feliz Abinaya kalau Samuel juga akan mengisi acara. Sialnya, nama dan foto Samuel terpampang besar di spanduk festival sebagai bintang utama. Yose merasakan hatinya memar seperti baru dihujam pukulan kuat. Ia tahu persis apa penyebabnya, tentu saja video curahan hati Serina Redington yang viral itu dan berhasil mengarahkan semua hujatan kepada dirinya. Berkali-kali tangan Yose bergerak gelisah, menarik tudung jaket hoodienya agar lebih rapat menutupi sebagian wajahnya. Di sudut terpencil kafe yang terletak di dekat area wisata Garuda Wisnu Kencana ini, Yose merasa dirinya sudah mirip buronan. Tak seperti biasanya, Yose harus menghabiskan waktu kencannya sambil mengikuti perkembangan kasusnya yang diviralkan Serina Redington, berusaha menutupi wajahnya dengan tudung hoodie dan topi, bahkan terus mengawasi

  • A Few Years Later   Pengakuan Palsu Samuel

    “Hello, guys! Wah, udah lama gue nggak lihat kalian, The Redington Club kumpul lagi kayak gini. Pardon me, please. Seperti yang kalian tau, akhir-akhir ini gue sibuk sama pertunangan gue. Tapi gue malah nggak ngasih kabar apa-apa padahal gue tau kalian pasti excited banget. But, finally im here! Gue mau ngasih kabar ke kalian, kabar pahit yang bikin gue yakin harus minta dukungan dan bantuan kalian.” Mata Samuel hampir tak berkedip saat menatap layar laptopnya dan menyaksikan video itu. Video yang diunggah kanal YouTube calon tunangannya, Serina Redington dan kini sudah naik ke puncak trending. Samuel merasakan debaran yang menalu dadanya akan bertambah keras karena ini hatinya mulai terasa sakit. “Rumor soal pertunangan gue yang diundur itu bener, guys. Itu kenyataan! Kalian tau siapa yang bertanggung jawab sama masalah ini? Bukan Samuel atau keluarga dia. Dan bukan juga keluarga gue. Ini masalah yang disebabkan sama orang asing. Samuel luka-luka kare

  • A Few Years Later   Trauma yang Terulang

    Dari yang diamatinya saat ini, belum ada yang aneh pada sosok berjaket biru pudar itu. Perilaku Yose tidak menunjukkan tanda-tanda keterlibatan dengan Samuel dan Keluarga Ariston yang bermasalah. Yose masih tersenyum lebar, menggengam tangannya lembut, dan berbicara dengan nada rendah yang teduh. Hanya satu hal yang membuat Sella terus-terusan menyelidiki laki-laki itu di tengah momen makan malam mereka. Janji Samuel kepadanya tadi pagi. “Yose, hubungan kamu sama orang-orang di sekitar kamu baik-baik aja, kan?” Tiba-tiba Sella tergerak untuk menanyakan pertanyaan bodoh itu. Tentu saja, Yose yang dikenalnya berhati emas itu langsung mengernyitkan dahi dan menggeleng bingung. “Kayak nggak kenal aku aja.” Yose membalas dengan nada ejekan sambil tertawa. Suara genjrengan gitar akustik dan dentum drum yang membentuk harmoni merdu di sisi lain kafe mendadak terdengar senyap di telinga Sella. Kata-kata Samuel terngiang-ngia

  • A Few Years Later   Segalanya Runyam

    Kedatangan calon tunangannya ke Bali bagaikan kotak pandora, sangat tak terduga. Kini Samuel tak bisa berhenti memutar ulang video yang terputar di layar laptopnya. Video itu merekam segalanya, raut wajah Yose yang beringas, mukanya yang pucat, aksi kekerasan, keributan para pengunjung restoran, sampai kedatangan Luke untuk membubarkan insiden panas yang melukainya.“Mau bantah pakai alasan apa lagi? Jelas banget cowok sinting itu yang nabrak kamu sampai luka-luka dan bikin pertunangan kita diundur.”Samuel mendelik, pandangannya menyorot sosok ramping yang tengah bersandar di kaca kamarnya sembari menyesap segelas wine. Tubuh rampingnya terbalut jubah mandi berwarna putih seperti kulitnya. Bercak-bercak air tersebar di seluruh lantai, menetes dari rambutnya yang tergulung handuk dan belum kering. Samuel merasa risih. Sejak bertemu di pantai tadi malam, Serina memaksa ingin menginap di kamar hotelnya dan tanpa persetujuan darinya, perempuan cerewet itu lang

  • A Few Years Later   Penguntit Tak Diundang

    Sudah tak terhitung lagi berapa kali Samuel mengulang janjinya pada Sella di dalam hati. Mungkin ratusan kali, sebab matahari sudah tenggelam di lautan saat ia menyibak tirai dan memandang jauh ke luar. Sudah berapa jam sejak ia meninggalkan taman dan Sella yang memandangnya dalam kehampaan? Samuel kehilangan kepekaan terhadap waktu ketika segalanya menjadi pudar. Tidak ada yang mengganggu dirinya, termasuk Luke yang ia pikir akan datang lagi dan menggedor-gedor pintu kamar hotelnya. Samuel pikir suasana di sekitarnya telah cukup tenang untuk membantunya mencari makanan di restoran hotel. Pesan singkat dari Sella yang menyuruhnya makan karena tubuhnya tampak kurus masih melintas dalam benaknya dan itu berubah menjadi dorongan kuat bagi tubuhnya. Samuel memaksa dirinya keluar dari kamar dan duduk di salah satu meja restoran hotel yang dekat dengan bibir pan

DMCA.com Protection Status