“Akh! Aduh! Sial banget gue hari ini!”
Samuel tidak tahu benda keras apa yang menghantam lengannya hingga membuat keseimbangan tubuhnya goyah. Kini ia berakhir tersungkur di aspal setelah menjerit kesakitan. Seingatnya, lima menit yang lalu otaknya mengepul seperti sedang mengeluarkan asap tebal. Jadi karena tak tahan, ia berlari keluar restoran tanpa menghiraukan keadaan sekitar yang tengah ramai dan padat oleh kendaraan. Lalu beginilah akhirnya.
“Hei, lo nggak apa-apa? Waduh, gawat!”
Samuel mengangkat kepalanya. Mengabaikan rasa nyeri di pergelangan kakinya saat suara asing dari pria berjaket gombrong itu menyapa. Bobby berjalan ketar-ketir mengelilingi Samuel yang terduduk lemas di tengah jalan. Darah menetes dari dahi Samuel yang terbentur permukaan kasar aspal. Bobby semakin panik bukan kepalang gara-gara luka Samuel yang jelas-jelas adalah masalah besar.
“Gue? Ah, nggak apa-apa.” Samuel berbohong, nyatanya lengan dan kakinya sangat nyeri sekarang.
Kening pria yang berlutut di sampingnya berkerut. Secara tidak langsung menyatakan ketidaksetujuan atas kondisi kakinya yang terlihat tak bisa digerakkan. Bobby menggeleng panik, wajahnya memerah karena malu menjadi tontonan sinis para pengendara.
“Gimana nggak apa-apa!” Bobby membentak karena panik. “Lo berdarah!”
“Cuma terkilir. Gue baik-baik aja.” Samuel mencoba berkelit. Ia mendadak teringat larangan Luke saat berusaha kabur dari acara keluarga Ariston.
“Sam, lo mau kabur dari acara penting ini buat ketemu Sella? Lo gila! Lo ‘kan tau seberapa gila hartanya bokap dan nyokap lo. Acara pertemuan ini penting banget buat orang tua lo karena mereka bakal dapat menantu dari keluarga pebisnis hebat.”
Samuel menelan ludah susah payah. Pikirannya yang sudah tak jernih kini kian semerawut. Benar kata Luke, sahabatnya itu memang tak ceroboh seperti dirinya. Apa kata papi dan maminya kalau tahu Samuel jadi korban tabrak lari? Yang lebih menakutkan, bagaimana reaksi mereka kalau tahu alasan Samuel menyelinap kabur dari acara keluarga dan pergi ke bandara? Karena perempuan, teman masa SMA Samuel yang dicelakai ayahnya sendiri sampai membuat perempuan itu trauma tinggal di Jakarta.
Tidak. Ini gawat. Riwayat Samuel sebagai anak keluarga Ariston dipastikan tamat.
“Ini cuma luka kecil, kok. Gue harus pulang sekarang,” bantah Samuel. Ia mencoba bangkit sambil melempar senyum pada wajah ramah yang mengulurkan tangan kepadanya.
Samuel menolak uluran tangan tersebut dan memilih bangkit dengan kekuatannya sendiri. Tapi mustahil! Ia bahkan tak bisa berdiri selama dua detik. Tubuhnya segera terhempas kembali ke aspal dan itu membuat kecemasan pria berkulit coklat di depannya semakin menjadi-jadi. Cengkeraman tangan Samuel di pahanya tiba-tiba mengencang, ia meringis khawatir jangan-jangan kakinya bukan terkilir, tapi retak.
“Gue rasa lo harus ke rumah sakit sekarang! Biar gue sama temen gue antar, ya!”
Samuel menggeleng tegas. “Jangan. Nggak apa-apa, kok. Kaki gue cuma terluka ringan. Jangan bawa gue ke rumah sakit. Nyokap gue bisa marah kalau tau.”
“Nggak! Lo jelas nggak bisa berdiri! Gue sama temen gue harus tanggung jawab.” Bobby semakin bersikeras. Ia menoleh ke belakang dan berteriak geram.
“Woi! Dipta! Keluar lo! Tanggung jawab!”
Samuel yang semula tengah memikirkan seribu alasan untuk menolak tawaran Bobby mendadak tercenung saat mendengar sebuah nama yang keluar dari mulut pria nyentrik itu. Tak asing. Ya, Samuel merasa telah mengetahui nama itu sejak lama. Seberkas kenangan pahit muncul di otaknya. Kenangan saat ia terakhir bicara dengan Sella di pesta kelulusan. Waktu itu Sella berusaha menghindar darinya dengan pulang lebih dulu saat pesta.
“Jangan temui aku lagi, Sam. Ayah kamu pasti nggak suka. Aku nggak akan kesepian, kok. Aku masih punya Dipta.”
Memori tak terlupakan yang membuatnya terdampar dalam rencana keluarga Ariston dan kehilangan Sella Lorinia. Tapi Samuel tak pernah ingat, meski pemilik nama itu tengah berdiri di hadapannya.
“Ya, gue datang! Tunggu, Bob!”
Seusai menepikan mobil, Dipta berlari gugup ke arah Bobby yang tengah berkacak pinggang sembari melotot. Ia lantas ikut bersimpuh di samping Samuel, menatap manik mata hitam Samuel dalam-dalam dengan sekeping harapan bahwa kondisi Samuel tak akan membuat jatah makannya selama setahun itu lenyap.
“Ah, maaf! Maafkan gue. Gue nggak lihat lo lari dari kedai kopi. Lo tiba-tiba lari begitu aja. Lo baik-baik aja, kan?”
Demi mendengar perkataan Dipta, Bobby tanpa basa-basi melayangkan satu jitakan dengan kekuatan penuh ke kepala pria dua puluh tahun itu.
“Baik-baik aja gimana, Ta! Bisa-bisanya lo nanya kayak gitu! Cepet bawa dia masuk ke dalam mobil. Kita antar ke rumah sakit!”
Dipta cemberut karena tersembur omelan Bobby. Kalau sudah cerewet begini Bobby benar-benar mirip mamanya. Terpaksa Dipta mengulurkan tangannya dan melingkarkannya di bahu Samuel.
Dengan sedikit kesal dan berwajah muram karena jitakan keras yang mendarat di kepalanya tadi, Dipta membantu Samuel berdiri dan menuntunnya berjalan. Kali ini Samuel tak tega hati untuk menolak. Tepatnya setelah ia melihat bagaimana Bobby menjitak kepala Dipta dengan sangat keras.
Di dalam mobil, Samuel yang masih bergumul dengan rasa nyeri di pergelangan kakinya harus memberangut melihat kedua laki-laki itu bertengkar. Adu mulut mereka yang bisa dilihat dari luar mobil masih menjadi tontonan menarik para pengendara dan pejalan kaki. Arus lalu lintas sempat macet gara-gara insiden tabrak lari tadi. Dipta harus menahan malu karena diumpati beberapa pengendara berwajah sinis.
“Gimana nih, Ta?’ tanya Bobby ketus setelah mobil keluar dari area bandara. “Udah pasti batal latihan, kena omel anak-anak, nabrak orang pula!”
Dipta memijit keningnya yang mendadak berdenyut karena celotehan cerewet Bobby yang seratus persen benar untuk menggambarkan kesialan mereka pagi ini. Ia melihat kondisi korban tabrak larinya dari kaca tengah mobil. Rambut blonde Samuel yang menjuntai indah jatuh menutupi hampir seluruh keningnya. Dipta tertegun melihat penampilan mewah Samuel. Laki-laki itu memakai setelan jas hitam dengan baju turtle neck putih yang dihiasi kalung emas. Seketika Dipta terbelalak. Ia menginjak rem kuat-kuat tepat di depan zebra cross saat lampu lalu linta berganti warna menjadi merah.
“Aduh, lo hari ini kenapa sih, Ta? Bawa mobil udah kayak orang mabok!” umpat Bobby. Tapi Dipta tak menjawab, ia sibuk memutar tubuh ke belakang dan menatap Samuel.
Samuel menatap balik Dipta dengan kikuk. “Kenapa lo liatin gue?”
“Lo anak keluarga Ariston?” tanya Dipta gugup, ia tanpa sadar menunjuk kalung emas berukiran Ars yang dipakai Samuel.
Samuel menyadari Dipta mengenali kalung emas wasiat keluarganya. “Iya. Kenapa?”
Mulut Dipta terbuka lebar. Bobby ikut-ikutan syok melihat reaksi Dipta yang tercengang. Dipta kembali ke kursinya dengan pandangan bak ikan mati. Ia menoleh ke Bobby dan memukul lengan cowok itu berkali-kali.
“Bob, kita nabrak anak keluarga Ariston! Anak tunggal keluarga Ariston! Lo tau Ariston? Itu firma hukum terbesar di Jakarta dan mereka termasuk keluarga terkaya di Indonesia! Bob, gue nabrak anak konglomerat!”
Demi mendengar teriakan histeris seorang Dipta Mahendra yang berkepribadian introvert dan pendiam itu, Bobby menyadari riwayat mereka telah berganti status dari siaga menjadi waspada. Bobby dan Dipta menengok ke belakang, menatap dalam-dalam Samuel Ariston yang termenung tak paham. Wajah mereka berdua memucat.
“Sial banget kita hari ini, Ta.”
***
“Bob, gue nabrak anak konglomerat! Gue nabrak anak konglomerat, Bob! Yang gue tabrak anak pemilik firma hukum terkenal! Bob, gue nabrak anak konglomerat!” Celotehan panik Dipta memenuhi telinga Bobby sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Bobby merasa ingin muntah saat Dipta berteriak untuk yang kesekian kali bahwa ia baru saja menabrak anak konglomerat. Nahasnya nyanyian putus asa Dipta adalah fakta. Fakta yang menjerumuskan mereka ke dalam masalah besar. Catat! Masalah besar, bukan masalah biasa. “Gi-gimana nih, Bob?” tanya Dipta gemetar. Mobilnya sedang mengantre di depan pintu masuk rumah sakit. Bobby melirik Samuel yang setengah terlelap di jok tengah. Penampilan laki-laki itu sangat mewah, bertolak belakang
Misi bunuh diri berkedok perlarian sementara itu tak berjalan mulus. Koridor RSU Jakarta yang cukup tenang pagi ini mendadak gaduh. Bobby lari pontang-panting mencari tempat persembunyian. Di belakangnya, Dipta—yang cukup payah dalam berlari—mulai sesak napas karena mengimbangi langkah Bobby. Tubuh Bobby yang ringan dan gerakan gesitnya sulit diikuti oleh Dipta yang sejak kecil sering mimisan. “Ta, cepetan dikit! Ayo!” Bobby berseru gemas sembari menarik-narik tangan Dipta yang tiba-tiba tergolek lemah di lantai. “Istirahat sebentar, Bob. Gue bisa mati kehabisan napas sebelum ketemu tuan dan nyonya Ariston,” jawab Dipta terengah-engah. Dipta berjalan setengah bungkuk didampingi Bobby. Bobby yang sudah bercuc
Apa yang harus ia pilih di saat-saat genting ini? Dipta merenung dikelilingi tatapan penasaran teman-temannya. Kepalanya menunduk seakan tak sanggup melihat wajah mereka. Mengakui Sella sebagai tunangannya secara sepihak saja sudah terdengar seperti mimpi buruk. Ditambah Dipta harus berbohong di depan tuan dan nyonya Ariston, bahkan di hadapan Samuel sendiri. Tanpa sadar hembusan napas berat lolos dari mulutnya. Mendadak Dipta jadi teringat Sella. Perempuan itu hanya terlihat lemah karena penyakit mentalnya. Sebenarnya Sella jauh lebih tenang dan bijak dari dirinya saat menghadapi masalah. Dipta berpikir apa yang akan dilakukan Sella jika diperhadapkan dalam situasi seperti ini. “Ta, lo harus coba rencana ini.” Seruan Juna membuyarkan lamun
Dipta ditimpuki rasa penyesalan saat ia menjabat tangan Samuel dan mengesahkan kesepakatan maut berkedok misi penyelamatan itu. Bobby, Juna, dan Roni yang berdiri di belakangnya kehabisan kata-kata. Saat ini Dipta juga nyaris tak bisa membuka mulut tanpa menelan sesal. Mamanya selalu memberinya banyak nasihat, satu yang paling diingat Dipta adalah nasihat untuk selalu berpikir panjang saat ingin mengambil sebuah pilihan. Akan tetapi, pagi ini Dipta melanggar nasihat kesukaannya itu. Dipta baru saja mengambil pilihan yang bagai dua sisi koin, bisa berujung baik atau justru berakhir buruk. “Ta, lo serius mau bawa Samuel kabur dari sini?” tanya Roni sembari cengar-cengir tak percaya. Dipta yang Roni kenal tak pernah gegabah sepert ini.  
Seumur hidup Dipta, ia tak pernah menyetir mobil secepat ini. Dipta tumbuh dengan label anak baik dan julukan siswa teladan. Ia tak pernah menyentuh rokok atau terlibat tawuran pelajar. Bahkan jumlah presensinya yang kosong hanya bisa dihitung jari. Dipta selalu jadi bahan pujian kepala sekolah saat pidato upacara bendera karena tak pernah bolos kelas. Kesimpulannya hidup Dipta Mahendra adalah irisan kesempurnaan. Tapi hari ini Dipta sedang bersiap melepas status “anak baik” saat ia mendapati kecepatan mobilnya kian melambung tinggi. Sebenarnya Dipta menjerit-jerit sepanjang perjalanan melarikan diri ini. Ia tak mau tertangkap pengawasan mobil patroli polisi sedang menyetir ugal-ugalan. Tapi desakan dari arah belakang membuatnya terpaksa menginjak pedal gas lebih dalam. Tersangka u
Tak pernah terduga dalam benak Dipta, Jakarta yang selalu bergerak dengan layar besar tanpa henti itu akan terguyur hujan. Aktivitas di dalamnya memang tak berhenti. Deru klakson yang bersahutan dan ketukan tumit sepatu para pekerja saling mengisi ruang kosong di jalanan yang kadang tergenang air. Derit ban sepeda motor anak-anak sekolah yang bergesekan dengan aspal yang licin. Juga ketenangan di dalam mobil Dipta. Sebenarnya keadaan saat ini tak tepat jika dibilang ketenangan yang menghanyutkan jiwa. Terlihat jelas dari raut wajah Dipta yang tegang saat membaca pesan Whatsapp di ponselnya. Hanya melihat ekspresi Dipta saja Bobby dapat menebak dengan akurat seperti apa nasib Roni dan Juna. “Kita bisa kabur sampai sejauh ini pasti karena Juna dan Roni, kan?”
Desakan Samuel, kata-katanya yang sulit dipercaya, dan cengkeraman jari-jarinya di kerah kemejanya. Dipta tak pernah membayangkan situasi ini akan terjadi. Sejak masih di bangku sekolah pun ia tak suka berkelahi. Keyakinan itu bertahan sampai sekarang, ketika ia mulai beranjak dewasa dan kuliah di perguruan tinggi. Akan tetapi hari ini, satu nama yang terlontar dari mulut korban tabrak larinya telah menghancurkan keyakinan Dipta. “Lo sahabat Sella waktu SMA? Cowok yang nemenin dia waktu terapi penyembuhan trauma?” tanya Samuel bertubi-tubi. Nadanya suaranya keluar bagai tercekik. Dipta masih merasakan sekujur tubuhnya kaku saat saling beradu tatap dengan Samuel. Derak hujan menampar-nampar at
Samuel kurang suka hujan. Terlebih saat ia harus terjebak di tengah Jakarta karena hujan. Pasalnya hujan tidak hanya membuat kendaraan tertahan memenuhi jalan karena banjir dan macet, hujan juga membuatnya kedinginan. Seperti saat ini, ia merasakan pukulan Dipta yang memberi sensasi panas di pipinya. Samuel tidak hanya menggigil kedinginan, ia juga marah karena Dipta menyerangnya. Beruntung suara teriakan Bobby di luar mobil mengundang satpam apartemen dan penjaga parkir restoran seafood berlari mendekat. Dengan tambahan kekuatan gedoran dan teriakan dua pria dewasa, Dipta akhirnya menyerah. Ia melepaskan Samuel yang mulai kehabisan napas. Gerakan refleks Dipta yang melepasnya tak menyurutkan rasa kesal di benak Samuel, ia justru semakin marah karena Dipta berhenti dengan terpaksa. &nb
Samuel berdiri lesu di ruang ganti pakaian. Di luar terdengar gegap gempita suara dari tamu undangan dan keluarganya. Hari pertunangan akhirnya tiba dan Samuel terpaksa patuh pada kehendak keluarganya. Keluarga Ariston dan Keluarga Redington melepaskan Dipta, tidak membawa kasus tabrak lari ini ke jalur hukum. Namun, sebagai hukuman, Dipta harus angkat kaki dari panggung dunia hiburan. “Band Young Bee sudah tidak tampil selama lima bulan ini,” kata pengawalnya saat Samuel meminta pria itu masuk untuk menemaninya yang hampa. “Mereka juga tidak aktif mengeluarkan lagu lagi. Tentu saja ini karena mereka kehilangan vokalis.” “Sella bagaimana?” tanya Samuel gamang, dia tidak pernah berani menelepon Sella lagi, bahkan mengangkat telepon Sella atau membalas pesannya. “Masih kuliah di Bali dan bekerja di kafe Luke, tapi tidak mau bicara dengan saya.” Percakapan mereka terpotong karena ketukan pintu. Pengawal membuka pintu dengan cepat
“Saya pelakunya. Saya tidak sengaja menabrak Samuel yang keluar dari dalam kafe bandara,” aku Dipta, tubuhnya gemetar dan suaranya parau. “Saat itu, Samuel lari dan tidak melihat ke sekitarnya. Saya juga sedang tidak fokus. Lalu kecelakaan itu terjadi.” Dipta mempertaruhkan karier bandnya dan mengakui semuanya. Di belakangnya, ada Samuel yang berdiri kaku, menatap tak percaya pada Dipta yang memilih berkorban. Samuel yakin Dipta tahu bahwa sampai saat ini hanya ia yang Sella cintai. Sementara Dipta selalu berakhir menjadai sahabat Sella, tak lebih dari itu. Axel Redington sangat berang. Ia menatap Dipta lekat-lekat, begitu pula dengan Hans Ariston. Di sisi lain, Serina mendadak merasa kacau karena telah menangkap Yose. Seketika Serina merasa kalut, ia merutuki Samuel yang semestinya mengaku dan meluruskan masalah ini agar ia bisa bertunangan. Tapi calon tunangannya yang bodoh dan kikuk malah gagal mengendalikan pria aneh itu, Dipta. “Jad
Salah satu kamar VIP di Resort Marina kedatangan banyak tamu hari ini. Awalnya Serina menyewa kamar itu untuk bulan madunya bersama Samuel. Namun, tragedi tabrak lari dan sekelumit kisah menyedihkan yang melibatkan Samuel dengan Sella membuat impian bulan madunya yang indah berakhir gagal. Dan kini Serina harus bersusah payah menghadapi sikap pemberontakan Yose, tawanannya. “Lepasin gue! Dasar anak orang kaya yang kotor!” teriak Yose berang. Serina semakin geram karena Yose yang tengah diikat dengan tali tambang di kursi besi itu tak berhenti bergerak beringas. “Cih! Berani banget bilang gue orang kotor!” bentak Serina. Yose melirik perempuan bertampang arogan yang tengah berkacak pinggang di depan wajahnya. Ia mendongak dan menyaksikan Serina Redington tengah melayangkan tatapan penuh kebencian. Para pengawal Keluarga Redington berdiri di belakang perempuan kaya itu, berpakaian setelan jas hitam. Di sisi kiri dan kanannya pu
Akhirnya Dipta dapat berdiri di atas panggung lagi bersama Young Bee, band yang ia perjuangkan mati-matian sejak masih belajar di sekolah menengah. Kini di tengah masa-masa kuliah yang padat, Dipta berhasil membawa Young Bee menuju puncak popularitas. Bobby yang berdiri di belakangnya, memegang dua stik drum, tampak terharu. Bahkan Roni sudah menangis sembari memeriksa suara gitarnya. Di sisi kirinya, Juna yang memegang gitar bass sukses besar mengacaukan riasan yang dibuat penata rias sewaan ibunya gara-gara menangis. Mereka belum tampil, tirai hitam yang disiapkan panitia belum disingkap. Keempat sahabat itu sudah bersiap di balik tirai, lengkap dengan berurai air mata. Salah satu penyebab tangisan haru itu ada kehadiran Sella di tengah-tengah penonton. Di kesempatan tampil kali ini, sangat berbeda dengan panggung Jakarta Dream Concert, Sella dapat hadir menonton Dipta dan Young Bee sebagai seorang sahabat. “Ta, gue rasa inilah titik balik Young Bee
Beberapa jam lagi GWK Music Festival akan dimulai dan Yose harus berlapang dada membiarkan Sella bertemu laki-laki itu, Dipta. Bahkan, Yose dikabari oleh adiknya, Feliz Abinaya kalau Samuel juga akan mengisi acara. Sialnya, nama dan foto Samuel terpampang besar di spanduk festival sebagai bintang utama. Yose merasakan hatinya memar seperti baru dihujam pukulan kuat. Ia tahu persis apa penyebabnya, tentu saja video curahan hati Serina Redington yang viral itu dan berhasil mengarahkan semua hujatan kepada dirinya. Berkali-kali tangan Yose bergerak gelisah, menarik tudung jaket hoodienya agar lebih rapat menutupi sebagian wajahnya. Di sudut terpencil kafe yang terletak di dekat area wisata Garuda Wisnu Kencana ini, Yose merasa dirinya sudah mirip buronan. Tak seperti biasanya, Yose harus menghabiskan waktu kencannya sambil mengikuti perkembangan kasusnya yang diviralkan Serina Redington, berusaha menutupi wajahnya dengan tudung hoodie dan topi, bahkan terus mengawasi
“Hello, guys! Wah, udah lama gue nggak lihat kalian, The Redington Club kumpul lagi kayak gini. Pardon me, please. Seperti yang kalian tau, akhir-akhir ini gue sibuk sama pertunangan gue. Tapi gue malah nggak ngasih kabar apa-apa padahal gue tau kalian pasti excited banget. But, finally im here! Gue mau ngasih kabar ke kalian, kabar pahit yang bikin gue yakin harus minta dukungan dan bantuan kalian.” Mata Samuel hampir tak berkedip saat menatap layar laptopnya dan menyaksikan video itu. Video yang diunggah kanal YouTube calon tunangannya, Serina Redington dan kini sudah naik ke puncak trending. Samuel merasakan debaran yang menalu dadanya akan bertambah keras karena ini hatinya mulai terasa sakit. “Rumor soal pertunangan gue yang diundur itu bener, guys. Itu kenyataan! Kalian tau siapa yang bertanggung jawab sama masalah ini? Bukan Samuel atau keluarga dia. Dan bukan juga keluarga gue. Ini masalah yang disebabkan sama orang asing. Samuel luka-luka kare
Dari yang diamatinya saat ini, belum ada yang aneh pada sosok berjaket biru pudar itu. Perilaku Yose tidak menunjukkan tanda-tanda keterlibatan dengan Samuel dan Keluarga Ariston yang bermasalah. Yose masih tersenyum lebar, menggengam tangannya lembut, dan berbicara dengan nada rendah yang teduh. Hanya satu hal yang membuat Sella terus-terusan menyelidiki laki-laki itu di tengah momen makan malam mereka. Janji Samuel kepadanya tadi pagi. “Yose, hubungan kamu sama orang-orang di sekitar kamu baik-baik aja, kan?” Tiba-tiba Sella tergerak untuk menanyakan pertanyaan bodoh itu. Tentu saja, Yose yang dikenalnya berhati emas itu langsung mengernyitkan dahi dan menggeleng bingung. “Kayak nggak kenal aku aja.” Yose membalas dengan nada ejekan sambil tertawa. Suara genjrengan gitar akustik dan dentum drum yang membentuk harmoni merdu di sisi lain kafe mendadak terdengar senyap di telinga Sella. Kata-kata Samuel terngiang-ngia
Kedatangan calon tunangannya ke Bali bagaikan kotak pandora, sangat tak terduga. Kini Samuel tak bisa berhenti memutar ulang video yang terputar di layar laptopnya. Video itu merekam segalanya, raut wajah Yose yang beringas, mukanya yang pucat, aksi kekerasan, keributan para pengunjung restoran, sampai kedatangan Luke untuk membubarkan insiden panas yang melukainya.“Mau bantah pakai alasan apa lagi? Jelas banget cowok sinting itu yang nabrak kamu sampai luka-luka dan bikin pertunangan kita diundur.”Samuel mendelik, pandangannya menyorot sosok ramping yang tengah bersandar di kaca kamarnya sembari menyesap segelas wine. Tubuh rampingnya terbalut jubah mandi berwarna putih seperti kulitnya. Bercak-bercak air tersebar di seluruh lantai, menetes dari rambutnya yang tergulung handuk dan belum kering. Samuel merasa risih. Sejak bertemu di pantai tadi malam, Serina memaksa ingin menginap di kamar hotelnya dan tanpa persetujuan darinya, perempuan cerewet itu lang
Sudah tak terhitung lagi berapa kali Samuel mengulang janjinya pada Sella di dalam hati. Mungkin ratusan kali, sebab matahari sudah tenggelam di lautan saat ia menyibak tirai dan memandang jauh ke luar. Sudah berapa jam sejak ia meninggalkan taman dan Sella yang memandangnya dalam kehampaan? Samuel kehilangan kepekaan terhadap waktu ketika segalanya menjadi pudar. Tidak ada yang mengganggu dirinya, termasuk Luke yang ia pikir akan datang lagi dan menggedor-gedor pintu kamar hotelnya. Samuel pikir suasana di sekitarnya telah cukup tenang untuk membantunya mencari makanan di restoran hotel. Pesan singkat dari Sella yang menyuruhnya makan karena tubuhnya tampak kurus masih melintas dalam benaknya dan itu berubah menjadi dorongan kuat bagi tubuhnya. Samuel memaksa dirinya keluar dari kamar dan duduk di salah satu meja restoran hotel yang dekat dengan bibir pan