“Bob, gue nabrak anak konglomerat! Gue nabrak anak konglomerat, Bob! Yang gue tabrak anak pemilik firma hukum terkenal! Bob, gue nabrak anak konglomerat!”
Celotehan panik Dipta memenuhi telinga Bobby sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Bobby merasa ingin muntah saat Dipta berteriak untuk yang kesekian kali bahwa ia baru saja menabrak anak konglomerat. Nahasnya nyanyian putus asa Dipta adalah fakta. Fakta yang menjerumuskan mereka ke dalam masalah besar. Catat! Masalah besar, bukan masalah biasa.
“Gi-gimana nih, Bob?” tanya Dipta gemetar. Mobilnya sedang mengantre di depan pintu masuk rumah sakit.
Bobby melirik Samuel yang setengah terlelap di jok tengah. Penampilan laki-laki itu sangat mewah, bertolak belakang dengan gaya urakan Bobby. Ia merengkuh bahu Dipta dengan gerakan dramatis. Sorot matanya tak kalah dramatis. Bobby menarik napas dengan penuh penghayatan. Dipta merasa sebentar lagi akan pipis di celana.
“Ini memang gawat, Ta.” Bobby bergumam. “Tapi kita tetap harus tanggung jawab! Terutama lo! Kecelakaan tadi nggak bakal terjadi kalau lo nggak kelamaan galauin Sella.”
Dipta menepis rengkuhan tangan Bobby. Matanya membeliak marah.
“Ini murni kecelakaan! Siapa suruh si pirang itu tiba-tiba lari keluar dari kafe!”
Bobby memukul keningnya yang panas karena amarah. “Oke, maaf. Tapi coba lo lihat ini terus buka mata batin lo. Lihat seberapa gawat riwayat kita di tangan keluarga Ariston.”
Dipta mengambil ponsel layar sentuh Bobby yang disodorkan padanya. Terpampang belasan berita dengan headline bombastis yang mengejutkan. Seketika Dipta mati rasa. Serangan mental yang melucuti dirinya membuat Bobby menatapnya iba. Belasan berita yang ditemukan Bobby di internet itu memperlihatkan kekejaman keluarga Ariston.
Keluarga Ariston tak tanggung-tanggung dalam menghukum orang-orang yang mengusik anak-anak mereka. Dakwaan serius, denda ratusan juta, dan hukuman penjara. Keluarga Ariston melakukannya semudah membalik telapak tangan. Fakta lucunya, Dipta tidak hanya mengusik anak keluarga Ariston. Dipta menabraknya.
Dipta tersenyum pada Bobby. Senyum yang getir. Bobby mengambil kembali ponselnya yang licin karena keringat dingin dari tangan Dipta. Ia ikut tersenyum iba.
“Bob, gue nabrak anak keluarga Ariston. Bukan cuma mengusik kayak di berita itu, tapi nabrak. Nabrak!”
***
Kendati bayang-bayang mengerikan dari berita tadi menghantui mereka, Dipta tetap memilih bertanggung jawab. Ia menatap nanar Samuel yang dibawa dengan ranjang oleh para perawat. Pintu ruang UGD yang tertutup meninggalkan kehampaan di benak Dipta. Ia jatuh terduduk di kursi ruang tunggu koridor bersama Bobby yang termenung pucat.
“Gue kabarin Juna sama Roni dulu,” kata Bobby seraya menekan nomor di ponselnya.
Dipta mengangguk lesu. Ia merogoh earphone dari ransel lalu menyumbatkannya di kedua telinga. Setiap ada masalah yang menerpanya, Dipta selalu memutar lagu ciptaannya yang ia beri judul “Free”. Lagu bertema kebebasan anak muda yang dipenuhi melodi gitar listrik dan drum itu merupakan single pertama dari bandnya, Young Bee.
“Jun, Ron.” Bobby menahan ucapannya, mendadak ragu. “Maaf banget, nih. Kita batal latihan. Iya, maaf. Gue tahu lu berdua udah lama nunggu.”
Lagu yang tengah didengar Dipta tiba-tiba berhenti. Ia membuka mata yang terpejam dan langsung terperanjat. Panggilan masuk dari mamanya memenuhi layar ponsel. Dipta membiarkan panggilan itu mati dengan sendirinya. Bobby menoleh ke arah Dipta dan semakin cemas karena wajah Dipta dilumuri keringat dingin.
“Eh, ada apa? Kenapa lo berdua tiba-tiba batalin latihan! Ini latihan penting, Bob. Young Bee ‘kan mau manggung di Jakarta Dream Concert minggu depan. Ini kesempatan emas biar nama Young Bee makin dikenal.”
Pidato Juna meraung-raung dari layar ponsel. Bobby hanya bisa mendesah pasrah sambil menggaruk telinganya. Sementara di belakangnya Dipta masih kalang kabut ketika mamanya kembali menelepon. Kini giliran Roni yang berpidato.
“Bob, mana Dipta? Gue mau ngomong sama Dipta. Kalau yang ada di otak dia cuma Sella, mending nggak usah capek-capek bangun Young Bee! Nggak usah jadi musisi!”
“Jangan, Ron. Kasihan dia lagi pucet banget kayak zombie,” sanggah Bobby. “Lo tau nggak kenapa kita batal latihan? Dipta nabrak anak konglomerat! Dipta nabrak anak keluarga Ariston, Samuel Ariston! Sekarang Samuel lagi di UGD.”
“Apa? Gila banget si Dipta! Lo nabrak Samuel Ariston si musisi, model, dan selebgram itu! Habis riwayat lo berdua! Gimana nih, Bob? Dipta ‘kan satu-satunya penyanyi Young Bee. Gue sama Roni cuma bisa main gitar. Suara lo jelek, nggak semerdu permainan drum lo. Gimana nasib konser kita minggu depan, Bob? Kita udah mati-matian dapetin jatah manggung di sana.”
Bobby menepuk keningnya yang mumet dengan gemas. Pidato menyebalkan Roni yang seenak jidat mengatai suaranya jelek memang benar. Peran Dipta sangat penting bagi Young Bee. Band ini bisa mencetak album karena dana dari mama Dipta. Lagu-lagu Young Bee hampir semuanya ditulis dan diaransemen oleh Dipta. Dipta sangat berbakat. Dia penyanyi utama Young Bee, komposer, produser, dan bahkan pianis Young Bee. Singkatnya, Young Bee akan sulit berjalan tanpa Dipta.
“Gue juga nggak tahu harus gimana, Ron.” Bobby mengaku dengan nada sedih.
“Kita bertiga harus menyelamatkan Dipta, Bob! Harus! Young Bee butuh Dipta!”
Suara cempreng Juna tiba-tiba menyela percakapan Bobby dan Juna.
“Memang harus, Jun. Tapi gimana caranya?” tanya Bobby frustasi. “Keluarga Ariston diisi orang-orang hukum! Orang yang ganggu anak-anak Ariston aja pernah didakwa penjara. Apalagi Dipta yang narbak salah satu anak Ariston sampai kepalanya berdarah!”
“Ah, sial! Kalau gitu lo berdua nggak akan bisa kabur. Hmm, gimana kalau lo berdua benturin kepala Samuel ke tembok biar dia hilang ingatan.”
“Geblek lo, Jun! Bukan kecil-kecil cabai rawit malah kecil-kecil cabai busuk!” sembur Bobby emosi.
Di seberang telepon, Juna yang tinggi badannya hanya 159 cm itu tertawa cekikikan seakan bersih dari dosa. Bobby yang terhimpit masalah tabrak lari Dipta semakin pusing menghadapi pidato season 2 dari Roni. Roni yang berotak sedikit lebih encer dari Juna itu sibuk menyusun rencana penyelamatan Dipta.
“Dipta bakal sulit menang melawan hukum yang dikuasai keluarga Ariston. Solusi terbaik cuma jalan damai. Samuel harus mau berdamai sama Dipta. Gue dan Roni berangkat ke rumah sakit sekarang juga. Nanti gue bantuin bujuk Samuel. Share lokasi, Bob.”
Panggilan telepon berakhir. Bobby buru-buru memberi alamat lengkap lokasi RSU Jakarta tempat mereka berada sekarang. Dipta baru saja dapat bernapas lega karena mamanya berhenti menelepon—setelah panggilan kesepuluh—. Bobby menemani sahabatnya itu duduk di kursi koridor.
“Bob, gue merasa bersalah banget sama anak-anak lebah.” Nada suara Dipta terdengar pilu. “Kita udah berjuang keras dapetin jatah manggung di Jakarta Dream Concert, tempat impian kita. Kalau sampai Young Bee batal manggung gara-gara masalah ini—“
“Nggak, Ta!” sela Bobby serius. “Young Bee pasti jadi manggung di Jakarta Dream Concert! Kita bisa coba jalan damai sama Samuel. Lo tenang dulu. Jangan terlalu panik.”
Dipta termenung lalu mengangguk dengan seulas senyum lega. Tapi rupanya takdir tidak berpihak pada Dipta hari ini. Kelegaannya hanya bertahan lima menit. Setelah itu pintu UGD terbuka dan menampilkan seorang dokter berjubah putih. Dipta dan Bobby berdiri serentak, memelintir tangan satu sama lain, kembali panik.
“Luka di kepalanya tidak terlalu parah. Tapi kakinya terkilir dan pergelangan tangan kanannya retak karena jatuh menahan beban tubuh.” Dokter berkacamata itu menjelaskan.
Wajah Dipta dan Bobby berubah muram. Kondisi Samuel sangat buruk untuk ukuran anak keluarga Ariston.
“Oh, iya. Sedari tadi ponsel pasien terus berbunyi. Ada telepon dari ayah dan ibunya.”
Deg! Jantung Dipta dan Bobby berdetak keras. Telepon dari tuan dan nyonya Ariston? Kedengarannya lebih mirip seperti mimpi buruk.
“Orang tuanya sedang dalam perjalanan ke sini,” kata dokter lagi. “Sepertinya sekarang mereka hampir tiba. Saya pergi dulu, ya. Ada jadwal operasi. Oh iya, pasien belum bisa kalian temui dulu. Dia masih tidur.”
Dokter itu berlalu meninggalkan Dipta dan Bobby yang berdiri kaku bagai tersambar petir. Perasaan lega setelah mendengar rencana penyelamatan dari Roni dalam sekejap sirna bagai terhapus badai.
“Bob, tuan dan nyonya Ariston sebentar lagi sampai di sini!” Dipta menjerit frutasi.
“Ki-kita harus gimana, Ta?” tanya Bobby linglung. “Oh iya, telepon Roni.”
Wajah Dipta memerah karena menahan tangis. Panggilan Bobby akhirnya diangkat, Juna dan Roni sedang menuju ke rumah sakit dengan taksi.
“Ron, orang tua Samuel hampir sampai di rumah sakit!” Bobby berseru panik. “Gue sama Dipta harus gimana, nih?”
“Apa? Serius lo? Gila! Lo berdua harus sembunyi sekarang! Kita belum berdamai sama Samuel! Habislah lo berdua kalau sampai ketemu duluan sama orang tuanya!”
Kali ini rencana Roni terdengar seperti persiapan bunuh diri. Tapi Dipta mengganguk setuju dengan rencana itu. Dipta sama sekali belum siap menghadapi orang tua Samuel. Ia harus memastikan Ikon Bee tidak batal manggung karena dirinya terjerat kasus dengan keluarga Ariston.
“Bob, kita nggak kabur. Cuma sembunyi aja dulu. Nanti kita cari alibi sambil nunggu Juna dan Roni datang. Ayo, buruan!”
Bobby menghela napas berat. Mereka tak punya pilihan lain.
***
Misi bunuh diri berkedok perlarian sementara itu tak berjalan mulus. Koridor RSU Jakarta yang cukup tenang pagi ini mendadak gaduh. Bobby lari pontang-panting mencari tempat persembunyian. Di belakangnya, Dipta—yang cukup payah dalam berlari—mulai sesak napas karena mengimbangi langkah Bobby. Tubuh Bobby yang ringan dan gerakan gesitnya sulit diikuti oleh Dipta yang sejak kecil sering mimisan. “Ta, cepetan dikit! Ayo!” Bobby berseru gemas sembari menarik-narik tangan Dipta yang tiba-tiba tergolek lemah di lantai. “Istirahat sebentar, Bob. Gue bisa mati kehabisan napas sebelum ketemu tuan dan nyonya Ariston,” jawab Dipta terengah-engah. Dipta berjalan setengah bungkuk didampingi Bobby. Bobby yang sudah bercuc
Apa yang harus ia pilih di saat-saat genting ini? Dipta merenung dikelilingi tatapan penasaran teman-temannya. Kepalanya menunduk seakan tak sanggup melihat wajah mereka. Mengakui Sella sebagai tunangannya secara sepihak saja sudah terdengar seperti mimpi buruk. Ditambah Dipta harus berbohong di depan tuan dan nyonya Ariston, bahkan di hadapan Samuel sendiri. Tanpa sadar hembusan napas berat lolos dari mulutnya. Mendadak Dipta jadi teringat Sella. Perempuan itu hanya terlihat lemah karena penyakit mentalnya. Sebenarnya Sella jauh lebih tenang dan bijak dari dirinya saat menghadapi masalah. Dipta berpikir apa yang akan dilakukan Sella jika diperhadapkan dalam situasi seperti ini. “Ta, lo harus coba rencana ini.” Seruan Juna membuyarkan lamun
Dipta ditimpuki rasa penyesalan saat ia menjabat tangan Samuel dan mengesahkan kesepakatan maut berkedok misi penyelamatan itu. Bobby, Juna, dan Roni yang berdiri di belakangnya kehabisan kata-kata. Saat ini Dipta juga nyaris tak bisa membuka mulut tanpa menelan sesal. Mamanya selalu memberinya banyak nasihat, satu yang paling diingat Dipta adalah nasihat untuk selalu berpikir panjang saat ingin mengambil sebuah pilihan. Akan tetapi, pagi ini Dipta melanggar nasihat kesukaannya itu. Dipta baru saja mengambil pilihan yang bagai dua sisi koin, bisa berujung baik atau justru berakhir buruk. “Ta, lo serius mau bawa Samuel kabur dari sini?” tanya Roni sembari cengar-cengir tak percaya. Dipta yang Roni kenal tak pernah gegabah sepert ini.  
Seumur hidup Dipta, ia tak pernah menyetir mobil secepat ini. Dipta tumbuh dengan label anak baik dan julukan siswa teladan. Ia tak pernah menyentuh rokok atau terlibat tawuran pelajar. Bahkan jumlah presensinya yang kosong hanya bisa dihitung jari. Dipta selalu jadi bahan pujian kepala sekolah saat pidato upacara bendera karena tak pernah bolos kelas. Kesimpulannya hidup Dipta Mahendra adalah irisan kesempurnaan. Tapi hari ini Dipta sedang bersiap melepas status “anak baik” saat ia mendapati kecepatan mobilnya kian melambung tinggi. Sebenarnya Dipta menjerit-jerit sepanjang perjalanan melarikan diri ini. Ia tak mau tertangkap pengawasan mobil patroli polisi sedang menyetir ugal-ugalan. Tapi desakan dari arah belakang membuatnya terpaksa menginjak pedal gas lebih dalam. Tersangka u
Tak pernah terduga dalam benak Dipta, Jakarta yang selalu bergerak dengan layar besar tanpa henti itu akan terguyur hujan. Aktivitas di dalamnya memang tak berhenti. Deru klakson yang bersahutan dan ketukan tumit sepatu para pekerja saling mengisi ruang kosong di jalanan yang kadang tergenang air. Derit ban sepeda motor anak-anak sekolah yang bergesekan dengan aspal yang licin. Juga ketenangan di dalam mobil Dipta. Sebenarnya keadaan saat ini tak tepat jika dibilang ketenangan yang menghanyutkan jiwa. Terlihat jelas dari raut wajah Dipta yang tegang saat membaca pesan Whatsapp di ponselnya. Hanya melihat ekspresi Dipta saja Bobby dapat menebak dengan akurat seperti apa nasib Roni dan Juna. “Kita bisa kabur sampai sejauh ini pasti karena Juna dan Roni, kan?”
Desakan Samuel, kata-katanya yang sulit dipercaya, dan cengkeraman jari-jarinya di kerah kemejanya. Dipta tak pernah membayangkan situasi ini akan terjadi. Sejak masih di bangku sekolah pun ia tak suka berkelahi. Keyakinan itu bertahan sampai sekarang, ketika ia mulai beranjak dewasa dan kuliah di perguruan tinggi. Akan tetapi hari ini, satu nama yang terlontar dari mulut korban tabrak larinya telah menghancurkan keyakinan Dipta. “Lo sahabat Sella waktu SMA? Cowok yang nemenin dia waktu terapi penyembuhan trauma?” tanya Samuel bertubi-tubi. Nadanya suaranya keluar bagai tercekik. Dipta masih merasakan sekujur tubuhnya kaku saat saling beradu tatap dengan Samuel. Derak hujan menampar-nampar at
Samuel kurang suka hujan. Terlebih saat ia harus terjebak di tengah Jakarta karena hujan. Pasalnya hujan tidak hanya membuat kendaraan tertahan memenuhi jalan karena banjir dan macet, hujan juga membuatnya kedinginan. Seperti saat ini, ia merasakan pukulan Dipta yang memberi sensasi panas di pipinya. Samuel tidak hanya menggigil kedinginan, ia juga marah karena Dipta menyerangnya. Beruntung suara teriakan Bobby di luar mobil mengundang satpam apartemen dan penjaga parkir restoran seafood berlari mendekat. Dengan tambahan kekuatan gedoran dan teriakan dua pria dewasa, Dipta akhirnya menyerah. Ia melepaskan Samuel yang mulai kehabisan napas. Gerakan refleks Dipta yang melepasnya tak menyurutkan rasa kesal di benak Samuel, ia justru semakin marah karena Dipta berhenti dengan terpaksa. &nb
“Lupakan soal itu dulu. Itu urusan kita berdua nanti.” Dipta mengacungkan layar ponselnya yang memuat pesan teks aplikasi dari Roni. Samuel ingin sekali mengamuk setelah pesan bertabur emotikon sedih itu disodorkan Dipta ke wajahnya. Tapi ia harus tetap tenang di situasi yang ramai ini. Perkelahian di dalam mobil tadi saja sudah memalukan. Samuel harus menjaga image di muka umum agar status artisnya tidak hancur hanya karena cowok culun bernama Dipta. “Sesuai janji lo. Kita udah mati-matian bawa lo kabur dari UGD. Sekarang tolong bebasin Juna dan Roni. Mereka jadi korban buat menyelamatkan lo. Kalau orang tua lo tau apa alasan lo kabur dari acara perjodohan ke bandara dan akhirnya kecelakaan. Gue rasa mereka bakal—“ “Ssst!
Samuel berdiri lesu di ruang ganti pakaian. Di luar terdengar gegap gempita suara dari tamu undangan dan keluarganya. Hari pertunangan akhirnya tiba dan Samuel terpaksa patuh pada kehendak keluarganya. Keluarga Ariston dan Keluarga Redington melepaskan Dipta, tidak membawa kasus tabrak lari ini ke jalur hukum. Namun, sebagai hukuman, Dipta harus angkat kaki dari panggung dunia hiburan. “Band Young Bee sudah tidak tampil selama lima bulan ini,” kata pengawalnya saat Samuel meminta pria itu masuk untuk menemaninya yang hampa. “Mereka juga tidak aktif mengeluarkan lagu lagi. Tentu saja ini karena mereka kehilangan vokalis.” “Sella bagaimana?” tanya Samuel gamang, dia tidak pernah berani menelepon Sella lagi, bahkan mengangkat telepon Sella atau membalas pesannya. “Masih kuliah di Bali dan bekerja di kafe Luke, tapi tidak mau bicara dengan saya.” Percakapan mereka terpotong karena ketukan pintu. Pengawal membuka pintu dengan cepat
“Saya pelakunya. Saya tidak sengaja menabrak Samuel yang keluar dari dalam kafe bandara,” aku Dipta, tubuhnya gemetar dan suaranya parau. “Saat itu, Samuel lari dan tidak melihat ke sekitarnya. Saya juga sedang tidak fokus. Lalu kecelakaan itu terjadi.” Dipta mempertaruhkan karier bandnya dan mengakui semuanya. Di belakangnya, ada Samuel yang berdiri kaku, menatap tak percaya pada Dipta yang memilih berkorban. Samuel yakin Dipta tahu bahwa sampai saat ini hanya ia yang Sella cintai. Sementara Dipta selalu berakhir menjadai sahabat Sella, tak lebih dari itu. Axel Redington sangat berang. Ia menatap Dipta lekat-lekat, begitu pula dengan Hans Ariston. Di sisi lain, Serina mendadak merasa kacau karena telah menangkap Yose. Seketika Serina merasa kalut, ia merutuki Samuel yang semestinya mengaku dan meluruskan masalah ini agar ia bisa bertunangan. Tapi calon tunangannya yang bodoh dan kikuk malah gagal mengendalikan pria aneh itu, Dipta. “Jad
Salah satu kamar VIP di Resort Marina kedatangan banyak tamu hari ini. Awalnya Serina menyewa kamar itu untuk bulan madunya bersama Samuel. Namun, tragedi tabrak lari dan sekelumit kisah menyedihkan yang melibatkan Samuel dengan Sella membuat impian bulan madunya yang indah berakhir gagal. Dan kini Serina harus bersusah payah menghadapi sikap pemberontakan Yose, tawanannya. “Lepasin gue! Dasar anak orang kaya yang kotor!” teriak Yose berang. Serina semakin geram karena Yose yang tengah diikat dengan tali tambang di kursi besi itu tak berhenti bergerak beringas. “Cih! Berani banget bilang gue orang kotor!” bentak Serina. Yose melirik perempuan bertampang arogan yang tengah berkacak pinggang di depan wajahnya. Ia mendongak dan menyaksikan Serina Redington tengah melayangkan tatapan penuh kebencian. Para pengawal Keluarga Redington berdiri di belakang perempuan kaya itu, berpakaian setelan jas hitam. Di sisi kiri dan kanannya pu
Akhirnya Dipta dapat berdiri di atas panggung lagi bersama Young Bee, band yang ia perjuangkan mati-matian sejak masih belajar di sekolah menengah. Kini di tengah masa-masa kuliah yang padat, Dipta berhasil membawa Young Bee menuju puncak popularitas. Bobby yang berdiri di belakangnya, memegang dua stik drum, tampak terharu. Bahkan Roni sudah menangis sembari memeriksa suara gitarnya. Di sisi kirinya, Juna yang memegang gitar bass sukses besar mengacaukan riasan yang dibuat penata rias sewaan ibunya gara-gara menangis. Mereka belum tampil, tirai hitam yang disiapkan panitia belum disingkap. Keempat sahabat itu sudah bersiap di balik tirai, lengkap dengan berurai air mata. Salah satu penyebab tangisan haru itu ada kehadiran Sella di tengah-tengah penonton. Di kesempatan tampil kali ini, sangat berbeda dengan panggung Jakarta Dream Concert, Sella dapat hadir menonton Dipta dan Young Bee sebagai seorang sahabat. “Ta, gue rasa inilah titik balik Young Bee
Beberapa jam lagi GWK Music Festival akan dimulai dan Yose harus berlapang dada membiarkan Sella bertemu laki-laki itu, Dipta. Bahkan, Yose dikabari oleh adiknya, Feliz Abinaya kalau Samuel juga akan mengisi acara. Sialnya, nama dan foto Samuel terpampang besar di spanduk festival sebagai bintang utama. Yose merasakan hatinya memar seperti baru dihujam pukulan kuat. Ia tahu persis apa penyebabnya, tentu saja video curahan hati Serina Redington yang viral itu dan berhasil mengarahkan semua hujatan kepada dirinya. Berkali-kali tangan Yose bergerak gelisah, menarik tudung jaket hoodienya agar lebih rapat menutupi sebagian wajahnya. Di sudut terpencil kafe yang terletak di dekat area wisata Garuda Wisnu Kencana ini, Yose merasa dirinya sudah mirip buronan. Tak seperti biasanya, Yose harus menghabiskan waktu kencannya sambil mengikuti perkembangan kasusnya yang diviralkan Serina Redington, berusaha menutupi wajahnya dengan tudung hoodie dan topi, bahkan terus mengawasi
“Hello, guys! Wah, udah lama gue nggak lihat kalian, The Redington Club kumpul lagi kayak gini. Pardon me, please. Seperti yang kalian tau, akhir-akhir ini gue sibuk sama pertunangan gue. Tapi gue malah nggak ngasih kabar apa-apa padahal gue tau kalian pasti excited banget. But, finally im here! Gue mau ngasih kabar ke kalian, kabar pahit yang bikin gue yakin harus minta dukungan dan bantuan kalian.” Mata Samuel hampir tak berkedip saat menatap layar laptopnya dan menyaksikan video itu. Video yang diunggah kanal YouTube calon tunangannya, Serina Redington dan kini sudah naik ke puncak trending. Samuel merasakan debaran yang menalu dadanya akan bertambah keras karena ini hatinya mulai terasa sakit. “Rumor soal pertunangan gue yang diundur itu bener, guys. Itu kenyataan! Kalian tau siapa yang bertanggung jawab sama masalah ini? Bukan Samuel atau keluarga dia. Dan bukan juga keluarga gue. Ini masalah yang disebabkan sama orang asing. Samuel luka-luka kare
Dari yang diamatinya saat ini, belum ada yang aneh pada sosok berjaket biru pudar itu. Perilaku Yose tidak menunjukkan tanda-tanda keterlibatan dengan Samuel dan Keluarga Ariston yang bermasalah. Yose masih tersenyum lebar, menggengam tangannya lembut, dan berbicara dengan nada rendah yang teduh. Hanya satu hal yang membuat Sella terus-terusan menyelidiki laki-laki itu di tengah momen makan malam mereka. Janji Samuel kepadanya tadi pagi. “Yose, hubungan kamu sama orang-orang di sekitar kamu baik-baik aja, kan?” Tiba-tiba Sella tergerak untuk menanyakan pertanyaan bodoh itu. Tentu saja, Yose yang dikenalnya berhati emas itu langsung mengernyitkan dahi dan menggeleng bingung. “Kayak nggak kenal aku aja.” Yose membalas dengan nada ejekan sambil tertawa. Suara genjrengan gitar akustik dan dentum drum yang membentuk harmoni merdu di sisi lain kafe mendadak terdengar senyap di telinga Sella. Kata-kata Samuel terngiang-ngia
Kedatangan calon tunangannya ke Bali bagaikan kotak pandora, sangat tak terduga. Kini Samuel tak bisa berhenti memutar ulang video yang terputar di layar laptopnya. Video itu merekam segalanya, raut wajah Yose yang beringas, mukanya yang pucat, aksi kekerasan, keributan para pengunjung restoran, sampai kedatangan Luke untuk membubarkan insiden panas yang melukainya.“Mau bantah pakai alasan apa lagi? Jelas banget cowok sinting itu yang nabrak kamu sampai luka-luka dan bikin pertunangan kita diundur.”Samuel mendelik, pandangannya menyorot sosok ramping yang tengah bersandar di kaca kamarnya sembari menyesap segelas wine. Tubuh rampingnya terbalut jubah mandi berwarna putih seperti kulitnya. Bercak-bercak air tersebar di seluruh lantai, menetes dari rambutnya yang tergulung handuk dan belum kering. Samuel merasa risih. Sejak bertemu di pantai tadi malam, Serina memaksa ingin menginap di kamar hotelnya dan tanpa persetujuan darinya, perempuan cerewet itu lang
Sudah tak terhitung lagi berapa kali Samuel mengulang janjinya pada Sella di dalam hati. Mungkin ratusan kali, sebab matahari sudah tenggelam di lautan saat ia menyibak tirai dan memandang jauh ke luar. Sudah berapa jam sejak ia meninggalkan taman dan Sella yang memandangnya dalam kehampaan? Samuel kehilangan kepekaan terhadap waktu ketika segalanya menjadi pudar. Tidak ada yang mengganggu dirinya, termasuk Luke yang ia pikir akan datang lagi dan menggedor-gedor pintu kamar hotelnya. Samuel pikir suasana di sekitarnya telah cukup tenang untuk membantunya mencari makanan di restoran hotel. Pesan singkat dari Sella yang menyuruhnya makan karena tubuhnya tampak kurus masih melintas dalam benaknya dan itu berubah menjadi dorongan kuat bagi tubuhnya. Samuel memaksa dirinya keluar dari kamar dan duduk di salah satu meja restoran hotel yang dekat dengan bibir pan