Dipta ditimpuki rasa penyesalan saat ia menjabat tangan Samuel dan mengesahkan kesepakatan maut berkedok misi penyelamatan itu. Bobby, Juna, dan Roni yang berdiri di belakangnya kehabisan kata-kata. Saat ini Dipta juga nyaris tak bisa membuka mulut tanpa menelan sesal. Mamanya selalu memberinya banyak nasihat, satu yang paling diingat Dipta adalah nasihat untuk selalu berpikir panjang saat ingin mengambil sebuah pilihan.
Akan tetapi, pagi ini Dipta melanggar nasihat kesukaannya itu. Dipta baru saja mengambil pilihan yang bagai dua sisi koin, bisa berujung baik atau justru berakhir buruk.
“Ta, lo serius mau bawa Samuel kabur dari sini?” tanya Roni sembari cengar-cengir tak percaya. Dipta yang Roni kenal tak pernah gegabah sepert ini.
“Ini demi Young Bee, Ron.” Dipta menjawab lesu. “Kita harus tampil di Jakarta Dream Concert apa pun yang terjadi.”
Roni menangkupkan wajahnya yang kusut di telapak tangan. Juna dan Bobby mulai gelisah tak karuan.
“Ta-tapi gimana caranya?” tanya Juna seraya mencolek pinggang Bobby. “Bob, lo biasanya banyak akal. Kasih saran, dong.”
Sejak pagi tadi, Bobby sudah dibuat pusing dengan ulah Dipta dan kasus tabrak lari Samuel. Kini ia sudah kehilangan tenaga untuk bicara. Ia hanya bisa menggeleng untuk menjawab permintaan Juna. Alhasil laki-laki pendek itu mengumpat kesal. Dipta sendiri tak menyahut apa-apa selagi ketiga temannya menemui jalan buntu. Samuel hanya bisa meremas-remas surai blondenya, pikirannya juga buntu.
“Kita harus kabur sekarang!” pekik Samuel frustasi. “Kita harus berhasil kabur sebelum orang tua gue keluar dari ruangan dokter. Ayo, apa rencana lo?”
Dipta menggaruk-garuk tengkuk lehernya meski tak gatal. Ini kebiasaannya saat terjebak dalam situasi tak menguntungkan. Tak lama serangan pusing mendera kepalanya. Tapi siapa sangka, kalau pikirannya yang mumet itu justru mencetuskan sebuah ide cemerlang. Dipta merapatkan wajahnya ke celah kaca di pintu. Ruang UGD dekat dengan toilet yang berarti memiliki ruang janitor tempat menyimpang alat-alat kebersihan. Atensi Dipta beralih pada ransel Roni dan Juna.
“Jun, lo bawa baju ganti ‘kan? Ron, lo baru aja ambil pesanan jaket bomber Ikon Bee buat manggung di Jakarta Dream Concert ‘kan?” tanya Dipta bertubi-tubi. Ia memohon lewat matanya agar pertanyaannya dijawab anggukan kepala.
“Iya, kok lo tau?” tanya Juna dan Roni kompak.
Kedua laki-laki itu mengangguk. Roni memang mendapat kiriman seragam jaket Young Bee melalui kurir tadi pagi. Juna yang meskipun agak lambat berpikir tapi cinta kebersihan itu memang selalu membawa pakaian ganti.
“Itu dia penyelamat kita!” seru Dipta seraya menyeringai lebar.
Bobby, Juna, dan Roni terkesiap melihat seringai lebar Dipta. Cukup lama mereka diam sampai akhirnya Roni yang berotak lebih cemerlang di antara mereka berempat menjetikkan jari. Ia langsung paham rencana Dipta. Sementara Juna dan Bobby harus memandangi cerah Dipta selama beberapa saat sebelum mengangguk antusias.
“Eh, jangan bilang lo berempat mau nyamar jadi dokter dan gue jadi pasien?” Samuel bertanya cemas. “Apa kita nggak bisa langsung lari?”
“Sekarang lo yang bodoh,” tukas Dipta. “Semua koridor di rumah sakit ini dipasang kamera CCTV. Kalau orang tua lo menemukan kamar ini kosong, mereka pasti akan cek rekaman CCTV dan riyawat kita semua dipastikan tamat!”
Menyadari pertanyaan konyolnya, Samuel spontan menepuk kening. Dipta yang memimpin misi penyelamatan Samuel langsung membagi tugas. Ia dan Bobby akan melarikan Samuel dari ruang UGD menuju basement parkir. Juna dan Roni tidak ikut bersama mereka, dua laki-laki itu akan berjaga di depan dan belakang untuk mengawasi keadaan.
“Lagipula kita nggak nyamar jadi dokter,” lanjut Dipta sembari memandangi tiga sahabatnya. “Kita akan nyamar jadi petugas kebersihan dengan baju ganti Juna dan jaket seragam Young Bee. Nah, pertama kita pergi ke toilet dulu buat ganti baju. Setelah itu kita ambil tong sampah, sapu, dan alat pel. Terus kita pura-pura balik ke sini untuk membersihkan kamar dan di saat itulah kita bawa kabur Samuel!”
Samuel tercengang mendengar rencana Dipta. Matanya berkedip cepat tak karuan saat berusaha mencerna arti dari rencana itu. Maksudnya Dipta ingin memasukkan dirinya ke tong sampah agar bisa dibawa kabur dari rumah sakit? Napas Samuel tercekat, Dipta itu sinting.
“Lo gila! Maksud lo gue harus masuk ke tong sampah dan didorong kalian berempat sampai ke bawah, hah?” Samuel berkacak pinggang, wajahnya merah padam. “Mana mungkin lo bisa memperlakukan putra tunggal Hans Ariston—“
“Please, Samuel. Don’t be stupid. Pakai otak lo sedikit.” Roni menimpali dengan gemas. “Percuma kalau lo kita giring keluar tapi muka lo terekam di CCTV!”
Samuel menepuk kening lagi. Kendati membatin tak terima, Samuel terpaksa menuruti semua perlakuan tak senonoh ini demi keselamatan hidupnya. Ia tak rela kartu kreditnya direbut dan semua fasilitas dari keluarga Ariston dirampas darinya. Terlebih jika semua kemalangan itu terjadi hanya karena Sella yang tak pernah mau bertemu dengannya. Samuel mendengkus sebal, misi ini harus sukses besar.
“Oke, semua sepakat?” tanya Dipta memastikan dan semua orang mengangguk.
Setelah persiapan dirasa sudah lengkap, Dipta menyusun rencana-rencana cadangan dan solusi yang bisa mereka ambil saat datang situasi tak terduga. Misi penyelamatan Samuel akhirnya tersusun sempurna. Dipta dan Bobby yang pertama keluar. Saat berjalan menuju toilet pria, mereka berusaha tidak menoleh ke arah CCTV di sudut atas koridor. Begitu sampai mereka langsung berbegas mengganti baju. Beruntung seorang petugas yang baru saja pergi meninggalkan ruang janitor dalam keadaan tidak terkunci.
“Ini bantuan dari Tuhan, Bob!” gumam Dipta terharu.
“Iya, Ta. Ayo ambil tong sampahnya.” Bobby merangsek masuk ke ruang janitor dan menyeret tong sampah beroda dibantu Dipta.
Mereka membawa masuk tong sampah dengan sorot mata bangga. Juna dan Roni yang sudah berganti pakaian itu saling berpandangan bahagia. Semua orang bahagia, kecuali Samuel. Dahinya terlipat penuh rasa jijik. Terutama saat ia melihat ada air sampah menetes dari bagian bawah tong beroda itu. Bobby membuka tutup tong sampah dan dengan senyum nakalnya mempersilakan Samuel untuk masuk.
Samuel menelan ludah dan berusaha menutup mata saat memasukkan satu kakinya ke dalam tong—yang ternyata berbau lebih busuk dari perkiraannya—. Saat berjongkok di dalam tong sampah, Samuel merasakan segala penderitaan terburuk di dunia tengah mengutuknya. Kakinya yang panjang membuat tubuhnya terjepit di dalam sana. Ia harus mati-matian menahan napas saat Bobby menggeser penutup tong sampah.
“Udah siap semua?” tanya Dipta gugup, ia baru saja selesai merapikan jaket di tubuhnya. Ketiga temannya mengangguk, tak kalah gugup.
“Oke! Ron, lo keluar dulu dan jaga di depan. Jun, lo keluar paling belakang dan awasi pergerakan orang tua Samuel.” Dipta membagi tugas, mimik wajahnya perpaduan perasaan tegang dan tingkat percaya diri yang cukup tinggi.
Roni dan Juna saling berpandangan seakan-akan mereka adalah agen rahasia yang akan segera memulai misi penting. Dikepung ceceran sampah, udara pengap, suasana yang tegang seperti itu membuat Samuel bergidik ngeri. Pagi ini, statusnya sebagai putra tunggal pewaris kekayaan Hans Ariston lenyap terhapus bau sampah rumah sakit.
Roni berjalan tenang keluar dari ruang UGD. Dari balik satu daun pintu yang terbuka, Roni memberi sinyal lewat anggukan kepala bahwa orang tua Samuel dan dokter itu belum terlihat di koridor. Dipta mengangguk, posisi mereka aman. Kini saatnya mendorong ranjang.
“Bob, ayo tarik!” jerit Dipta setengah histeris.
Bobby mulai menyeret tong dari arah depan. Dipta ikut mendorong sekuat tenaga dari belakang. Mereka harus berpacu dengan waktu agar misi penyelamatan Samuel berhasil. Sialnya baru sampai di tengah koridor dan mereka sudah kewalahan. Tak pernah disangka oleh Bobby dan Dipta kalau Samuel seberat itu.
“Samuel, lo berat banget!” keluh Bobby sambil terengah-engah.
Samuel tak sanggup membalas gerutuan Bobby. Ia sibuk menutup akses masuk bau sampah ke hidungnya. Terhimpit oleh sampah dan terguncang-guncang membuat Samuel mual. Ia hampir muntah saat tong terasa bergerak turun dan memberi sensasi teraduk-aduk di kepalanya. Rupanya dugaan Samuel benar, tong sedang turun menggunakan lift.
“Ron, gimana keadaan di bawah? Ramai?” Dipta menelepon Roni untuk menanyakan situasi. Roni sudah terlebih turun dengan lift sebelum mereka.
“Aman, Ta. Nggak terlalu ramai. Lo berdua langsung ke basement aja. Berusaha jangan ada orang lain yang masuk ke lift selain lo sama Bobby, ya.”
Panggilan telepon dari Roni berakhir. Dipta menanggapi peringatan dari sahabatnya itu dengan begitu serius. Wajar saja, misi penyelamatan ini berpotensi rusak kalau ada saksi mata yang melihat mereka. Awalnya Dipta sudah ketar-ketir pintu lift akan terbuka di tengah perjalanan. Tapi entah ada keberuntungan dari mana, sampai ke basement tidak ada orang lain yang menekan tombol lift. Bobby menghamburkan tatapan membeliak yang aneh. Sepertinya semesta mendukung misi penyelamatan Samuel.
Tak mau membuang-buang waktu, Dipta dan Bobby mengerahkan tenaga lebih banyak dari sebelumnya untuk mendorong tong sampah. Nahasnya, Samuel semakin mual karena guncangan yang bertambah besar. Ia benar-benar muntah saat tong sampai di depan bagasi mobil Dipta.
“Lo berdua gila! Pelan-pelan sedikit, dong! Gue muntah—“
Samuel belum menyelesaikan pidato kemarahannya saat Juna tiba-tiba muncul dari arah lift. Mulutnya yang sibuk memaki itu mendadak terkunci. Dipta, Bobby, dan Roni terbelalak melihat laki-laki pendek itu berlari kesetanan menuju mereka. Pertanda buruk. Hanya itu yang ada di pikiran mereka bertiga.
“Buruan kabur, Ta! Orang tua Samuel sadar anaknya hilang dan sekarang lagi turun ke bawah!” seru Juna kelabakan.
Dipta, Bobby, dan Roni tak sempat bereaksi seperti berteriak histeris. Mereka langsung kalang kabut menjejalkan tubuh bongsor Samuel ke dalam bagasi. Perawakan Samuel sedikit lebih tinggi dari anak-anak Ikon Bee. Sehingga laki-laki berpostur atletis itu terpaksa menderita lagi karena kedua kakinya tertekuk di dalam bagasi.
“Woi, perlakuan kalian ke gue itu sama sekali nggak manusiawi!” jerit Samuel.
Nahasnya, tidak ada yang menghiraukan teriakan malang Samuel. Dipta kembali sibuk membagi rencana. Roni dan Juna tidak akan pergi satu mobil dengan mereka. Kedua laki-laki itu akan naik taksi untuk mengalihkan perhatian orang tua Samuel yang tengah mengejar mereka.
“Pokoknya misi ini harus berhasil!” pekik Dipta frustasi.
***
Seumur hidup Dipta, ia tak pernah menyetir mobil secepat ini. Dipta tumbuh dengan label anak baik dan julukan siswa teladan. Ia tak pernah menyentuh rokok atau terlibat tawuran pelajar. Bahkan jumlah presensinya yang kosong hanya bisa dihitung jari. Dipta selalu jadi bahan pujian kepala sekolah saat pidato upacara bendera karena tak pernah bolos kelas. Kesimpulannya hidup Dipta Mahendra adalah irisan kesempurnaan. Tapi hari ini Dipta sedang bersiap melepas status “anak baik” saat ia mendapati kecepatan mobilnya kian melambung tinggi. Sebenarnya Dipta menjerit-jerit sepanjang perjalanan melarikan diri ini. Ia tak mau tertangkap pengawasan mobil patroli polisi sedang menyetir ugal-ugalan. Tapi desakan dari arah belakang membuatnya terpaksa menginjak pedal gas lebih dalam. Tersangka u
Tak pernah terduga dalam benak Dipta, Jakarta yang selalu bergerak dengan layar besar tanpa henti itu akan terguyur hujan. Aktivitas di dalamnya memang tak berhenti. Deru klakson yang bersahutan dan ketukan tumit sepatu para pekerja saling mengisi ruang kosong di jalanan yang kadang tergenang air. Derit ban sepeda motor anak-anak sekolah yang bergesekan dengan aspal yang licin. Juga ketenangan di dalam mobil Dipta. Sebenarnya keadaan saat ini tak tepat jika dibilang ketenangan yang menghanyutkan jiwa. Terlihat jelas dari raut wajah Dipta yang tegang saat membaca pesan Whatsapp di ponselnya. Hanya melihat ekspresi Dipta saja Bobby dapat menebak dengan akurat seperti apa nasib Roni dan Juna. “Kita bisa kabur sampai sejauh ini pasti karena Juna dan Roni, kan?”
Desakan Samuel, kata-katanya yang sulit dipercaya, dan cengkeraman jari-jarinya di kerah kemejanya. Dipta tak pernah membayangkan situasi ini akan terjadi. Sejak masih di bangku sekolah pun ia tak suka berkelahi. Keyakinan itu bertahan sampai sekarang, ketika ia mulai beranjak dewasa dan kuliah di perguruan tinggi. Akan tetapi hari ini, satu nama yang terlontar dari mulut korban tabrak larinya telah menghancurkan keyakinan Dipta. “Lo sahabat Sella waktu SMA? Cowok yang nemenin dia waktu terapi penyembuhan trauma?” tanya Samuel bertubi-tubi. Nadanya suaranya keluar bagai tercekik. Dipta masih merasakan sekujur tubuhnya kaku saat saling beradu tatap dengan Samuel. Derak hujan menampar-nampar at
Samuel kurang suka hujan. Terlebih saat ia harus terjebak di tengah Jakarta karena hujan. Pasalnya hujan tidak hanya membuat kendaraan tertahan memenuhi jalan karena banjir dan macet, hujan juga membuatnya kedinginan. Seperti saat ini, ia merasakan pukulan Dipta yang memberi sensasi panas di pipinya. Samuel tidak hanya menggigil kedinginan, ia juga marah karena Dipta menyerangnya. Beruntung suara teriakan Bobby di luar mobil mengundang satpam apartemen dan penjaga parkir restoran seafood berlari mendekat. Dengan tambahan kekuatan gedoran dan teriakan dua pria dewasa, Dipta akhirnya menyerah. Ia melepaskan Samuel yang mulai kehabisan napas. Gerakan refleks Dipta yang melepasnya tak menyurutkan rasa kesal di benak Samuel, ia justru semakin marah karena Dipta berhenti dengan terpaksa. &nb
“Lupakan soal itu dulu. Itu urusan kita berdua nanti.” Dipta mengacungkan layar ponselnya yang memuat pesan teks aplikasi dari Roni. Samuel ingin sekali mengamuk setelah pesan bertabur emotikon sedih itu disodorkan Dipta ke wajahnya. Tapi ia harus tetap tenang di situasi yang ramai ini. Perkelahian di dalam mobil tadi saja sudah memalukan. Samuel harus menjaga image di muka umum agar status artisnya tidak hancur hanya karena cowok culun bernama Dipta. “Sesuai janji lo. Kita udah mati-matian bawa lo kabur dari UGD. Sekarang tolong bebasin Juna dan Roni. Mereka jadi korban buat menyelamatkan lo. Kalau orang tua lo tau apa alasan lo kabur dari acara perjodohan ke bandara dan akhirnya kecelakaan. Gue rasa mereka bakal—“ “Ssst!
Terjebak di rumah orang kaya yang benci padamu terasa seperti terperosok ke lubang singa. Roni tahu ia pandai mendeskripsikan sesuatu dengan agak berlebihan. Terjun ke dalam prodi Sastra Inggris membuatnya tampak bak pujangga Inggris pada zaman kerajaan abad pertengahan. Tapi kali ini ia tidak berlebihan. Dua gelas jus jeruk di atas meja kaca, belasan toples kue kering, dan senyum ramah asisten rumah tangga sama sekali tidak membantu mencairkan suasana yang terlampau tegang. Juna malah tenggelam dalam kebiasaannya menggerakkan jempol kaki saat mereka menunggu nyonya Ariston berbicara. Kuliah di jurusan Sastra Indonesia dan aktif di teater prodi sepertinya membuat Juna pandai bersandiwara. Roni mengatakan hal ini karena wajah Juna datar. Ulangi sekali lagi. Datar. Polos dan kalem meski sedang dipelototi nyonya Ariston. “Jun, kok muka lo bisa bertahan lempeng kayak jol tol gitu, sih?” bisik Roni. “Iya, dong. Gue menerapkan ilmu teater di jurusan gue den
Bendungan Hilir adalah rumah bagi anak-anak Young Bee. Sejak kecil mereka sudah terbiasa tidur sembari menatap hamparan gedung pencakar langit. Dipta dipertemukan takdir dengan Bobby, Juna, dan Roni di Perumahan Benhil Permai. Tidak seperti namanya yang katanya permai, perumahan tempat mereka tinggal justru langganan tergusur banjir. Kendati bermukim di perumahan, empat sekawan itu masih mencicipi segala problematika Ibu Kota dalam masa remaja mereka. Bukan Jakarta namanya kalau tak akrab dengan kemegahan di antara keruhnya banjir dan kemacetan. Satu hal yang paling Dipta syukuri dari tinggal di Benhil adalah kehadiran Bobby, Juna, dan Roni. Hal kedua yang juga sangat ia syukuri adalah kenyataan bahwa Benhil adalah pusat kuliner Kota Jakarta. Selepas pulang sekolah di SMA 38, Dipta yang uang jajannya paling banyak itu akan diseret Bobby dan Juna ke warung
Udara malam yang dingin memeluk tubuh Dipta tanpa belas kasihan. Ia masih duduk termangu disinari lampu studio yang hampa. Bobby yang terakhir meninggalkannya sendirian setelah tersenyum lelah dan menepuk pelan bahunya. Satu per satu sahabatnya telah pergi dari sisinya yang membeku penuh penyesalan. Tak ada lagi kehangatan dan hati kecil Dipta yang sakit dapat memahami hal itu. Roni dan Juna pasti sudah sangat mengantuk. Mereka pasti sudah lelah terlibat dalam masalahnya dengan Samuel yang seakan tak berujung. Dipta menggumamkan ucapan terima kasih dari bibirnya yang kelu, tepat ketika jaket gombrong Bobby tak terlihat lagi di ambang pintu. Pemilik jaket merah muda itu sudah bergabung dengan Roni dan Juna, menyusuri jalan pulang. Dipta menarik kakinya dan meringkuk. Malam sudah larut dan ia memikirkan seseorang di Denpasar yang kata ramalan cuaca akan dit
Samuel berdiri lesu di ruang ganti pakaian. Di luar terdengar gegap gempita suara dari tamu undangan dan keluarganya. Hari pertunangan akhirnya tiba dan Samuel terpaksa patuh pada kehendak keluarganya. Keluarga Ariston dan Keluarga Redington melepaskan Dipta, tidak membawa kasus tabrak lari ini ke jalur hukum. Namun, sebagai hukuman, Dipta harus angkat kaki dari panggung dunia hiburan. “Band Young Bee sudah tidak tampil selama lima bulan ini,” kata pengawalnya saat Samuel meminta pria itu masuk untuk menemaninya yang hampa. “Mereka juga tidak aktif mengeluarkan lagu lagi. Tentu saja ini karena mereka kehilangan vokalis.” “Sella bagaimana?” tanya Samuel gamang, dia tidak pernah berani menelepon Sella lagi, bahkan mengangkat telepon Sella atau membalas pesannya. “Masih kuliah di Bali dan bekerja di kafe Luke, tapi tidak mau bicara dengan saya.” Percakapan mereka terpotong karena ketukan pintu. Pengawal membuka pintu dengan cepat
“Saya pelakunya. Saya tidak sengaja menabrak Samuel yang keluar dari dalam kafe bandara,” aku Dipta, tubuhnya gemetar dan suaranya parau. “Saat itu, Samuel lari dan tidak melihat ke sekitarnya. Saya juga sedang tidak fokus. Lalu kecelakaan itu terjadi.” Dipta mempertaruhkan karier bandnya dan mengakui semuanya. Di belakangnya, ada Samuel yang berdiri kaku, menatap tak percaya pada Dipta yang memilih berkorban. Samuel yakin Dipta tahu bahwa sampai saat ini hanya ia yang Sella cintai. Sementara Dipta selalu berakhir menjadai sahabat Sella, tak lebih dari itu. Axel Redington sangat berang. Ia menatap Dipta lekat-lekat, begitu pula dengan Hans Ariston. Di sisi lain, Serina mendadak merasa kacau karena telah menangkap Yose. Seketika Serina merasa kalut, ia merutuki Samuel yang semestinya mengaku dan meluruskan masalah ini agar ia bisa bertunangan. Tapi calon tunangannya yang bodoh dan kikuk malah gagal mengendalikan pria aneh itu, Dipta. “Jad
Salah satu kamar VIP di Resort Marina kedatangan banyak tamu hari ini. Awalnya Serina menyewa kamar itu untuk bulan madunya bersama Samuel. Namun, tragedi tabrak lari dan sekelumit kisah menyedihkan yang melibatkan Samuel dengan Sella membuat impian bulan madunya yang indah berakhir gagal. Dan kini Serina harus bersusah payah menghadapi sikap pemberontakan Yose, tawanannya. “Lepasin gue! Dasar anak orang kaya yang kotor!” teriak Yose berang. Serina semakin geram karena Yose yang tengah diikat dengan tali tambang di kursi besi itu tak berhenti bergerak beringas. “Cih! Berani banget bilang gue orang kotor!” bentak Serina. Yose melirik perempuan bertampang arogan yang tengah berkacak pinggang di depan wajahnya. Ia mendongak dan menyaksikan Serina Redington tengah melayangkan tatapan penuh kebencian. Para pengawal Keluarga Redington berdiri di belakang perempuan kaya itu, berpakaian setelan jas hitam. Di sisi kiri dan kanannya pu
Akhirnya Dipta dapat berdiri di atas panggung lagi bersama Young Bee, band yang ia perjuangkan mati-matian sejak masih belajar di sekolah menengah. Kini di tengah masa-masa kuliah yang padat, Dipta berhasil membawa Young Bee menuju puncak popularitas. Bobby yang berdiri di belakangnya, memegang dua stik drum, tampak terharu. Bahkan Roni sudah menangis sembari memeriksa suara gitarnya. Di sisi kirinya, Juna yang memegang gitar bass sukses besar mengacaukan riasan yang dibuat penata rias sewaan ibunya gara-gara menangis. Mereka belum tampil, tirai hitam yang disiapkan panitia belum disingkap. Keempat sahabat itu sudah bersiap di balik tirai, lengkap dengan berurai air mata. Salah satu penyebab tangisan haru itu ada kehadiran Sella di tengah-tengah penonton. Di kesempatan tampil kali ini, sangat berbeda dengan panggung Jakarta Dream Concert, Sella dapat hadir menonton Dipta dan Young Bee sebagai seorang sahabat. “Ta, gue rasa inilah titik balik Young Bee
Beberapa jam lagi GWK Music Festival akan dimulai dan Yose harus berlapang dada membiarkan Sella bertemu laki-laki itu, Dipta. Bahkan, Yose dikabari oleh adiknya, Feliz Abinaya kalau Samuel juga akan mengisi acara. Sialnya, nama dan foto Samuel terpampang besar di spanduk festival sebagai bintang utama. Yose merasakan hatinya memar seperti baru dihujam pukulan kuat. Ia tahu persis apa penyebabnya, tentu saja video curahan hati Serina Redington yang viral itu dan berhasil mengarahkan semua hujatan kepada dirinya. Berkali-kali tangan Yose bergerak gelisah, menarik tudung jaket hoodienya agar lebih rapat menutupi sebagian wajahnya. Di sudut terpencil kafe yang terletak di dekat area wisata Garuda Wisnu Kencana ini, Yose merasa dirinya sudah mirip buronan. Tak seperti biasanya, Yose harus menghabiskan waktu kencannya sambil mengikuti perkembangan kasusnya yang diviralkan Serina Redington, berusaha menutupi wajahnya dengan tudung hoodie dan topi, bahkan terus mengawasi
“Hello, guys! Wah, udah lama gue nggak lihat kalian, The Redington Club kumpul lagi kayak gini. Pardon me, please. Seperti yang kalian tau, akhir-akhir ini gue sibuk sama pertunangan gue. Tapi gue malah nggak ngasih kabar apa-apa padahal gue tau kalian pasti excited banget. But, finally im here! Gue mau ngasih kabar ke kalian, kabar pahit yang bikin gue yakin harus minta dukungan dan bantuan kalian.” Mata Samuel hampir tak berkedip saat menatap layar laptopnya dan menyaksikan video itu. Video yang diunggah kanal YouTube calon tunangannya, Serina Redington dan kini sudah naik ke puncak trending. Samuel merasakan debaran yang menalu dadanya akan bertambah keras karena ini hatinya mulai terasa sakit. “Rumor soal pertunangan gue yang diundur itu bener, guys. Itu kenyataan! Kalian tau siapa yang bertanggung jawab sama masalah ini? Bukan Samuel atau keluarga dia. Dan bukan juga keluarga gue. Ini masalah yang disebabkan sama orang asing. Samuel luka-luka kare
Dari yang diamatinya saat ini, belum ada yang aneh pada sosok berjaket biru pudar itu. Perilaku Yose tidak menunjukkan tanda-tanda keterlibatan dengan Samuel dan Keluarga Ariston yang bermasalah. Yose masih tersenyum lebar, menggengam tangannya lembut, dan berbicara dengan nada rendah yang teduh. Hanya satu hal yang membuat Sella terus-terusan menyelidiki laki-laki itu di tengah momen makan malam mereka. Janji Samuel kepadanya tadi pagi. “Yose, hubungan kamu sama orang-orang di sekitar kamu baik-baik aja, kan?” Tiba-tiba Sella tergerak untuk menanyakan pertanyaan bodoh itu. Tentu saja, Yose yang dikenalnya berhati emas itu langsung mengernyitkan dahi dan menggeleng bingung. “Kayak nggak kenal aku aja.” Yose membalas dengan nada ejekan sambil tertawa. Suara genjrengan gitar akustik dan dentum drum yang membentuk harmoni merdu di sisi lain kafe mendadak terdengar senyap di telinga Sella. Kata-kata Samuel terngiang-ngia
Kedatangan calon tunangannya ke Bali bagaikan kotak pandora, sangat tak terduga. Kini Samuel tak bisa berhenti memutar ulang video yang terputar di layar laptopnya. Video itu merekam segalanya, raut wajah Yose yang beringas, mukanya yang pucat, aksi kekerasan, keributan para pengunjung restoran, sampai kedatangan Luke untuk membubarkan insiden panas yang melukainya.“Mau bantah pakai alasan apa lagi? Jelas banget cowok sinting itu yang nabrak kamu sampai luka-luka dan bikin pertunangan kita diundur.”Samuel mendelik, pandangannya menyorot sosok ramping yang tengah bersandar di kaca kamarnya sembari menyesap segelas wine. Tubuh rampingnya terbalut jubah mandi berwarna putih seperti kulitnya. Bercak-bercak air tersebar di seluruh lantai, menetes dari rambutnya yang tergulung handuk dan belum kering. Samuel merasa risih. Sejak bertemu di pantai tadi malam, Serina memaksa ingin menginap di kamar hotelnya dan tanpa persetujuan darinya, perempuan cerewet itu lang
Sudah tak terhitung lagi berapa kali Samuel mengulang janjinya pada Sella di dalam hati. Mungkin ratusan kali, sebab matahari sudah tenggelam di lautan saat ia menyibak tirai dan memandang jauh ke luar. Sudah berapa jam sejak ia meninggalkan taman dan Sella yang memandangnya dalam kehampaan? Samuel kehilangan kepekaan terhadap waktu ketika segalanya menjadi pudar. Tidak ada yang mengganggu dirinya, termasuk Luke yang ia pikir akan datang lagi dan menggedor-gedor pintu kamar hotelnya. Samuel pikir suasana di sekitarnya telah cukup tenang untuk membantunya mencari makanan di restoran hotel. Pesan singkat dari Sella yang menyuruhnya makan karena tubuhnya tampak kurus masih melintas dalam benaknya dan itu berubah menjadi dorongan kuat bagi tubuhnya. Samuel memaksa dirinya keluar dari kamar dan duduk di salah satu meja restoran hotel yang dekat dengan bibir pan