“Hayes.” Suara lembut Alice yang memanggil berhasil menahan Hayes untuk tidak pergi, pria itu kembali berbalik dan menghadap Alice.“Ada apa?”Suara angin yang berhembus terdengar, menggerakan ujung gaun putih yang dikenakan Alice, rambutnya yang tergerai terlihat berkilau bergerak tidak beraturan. Kepala Alice mendongkak, memberanikan diri menatap kedua mata Hayes, lalu berkata, “Jika nanti waktunya kita harus bercerai, atau kau sudah tidak tahan lagi bersamaku jauh sebelum waktunya kita berpisah. Tolong, usir saja aku, tapi jangan mengembalikanku pada Giselle.”Tatapan sendu yang dalam di mata Alice menenggelamkan Hayes pada sesuatu yang sulit. Sulit untuk mengiyakan, sulit untuk menolak.Hayes tidak suka Alice membicarakan perceraian. “Kita baru menikah dua minggu, dan kau sudah membicarakan perceraian. Apa aku sejahat itu untukmu?” tanya Hayes dengan tangan terkepal.Alice menggeleng dengan senyuman yang tulus gadis itu berkata, “Kau tidak jahat Hayes, tapi aku tahu kau menjadi t
Bella memandangi layar handponenya dengan kecewa, sudah lebih dari dua hari dia kembali dari Bali dengan cara kabur dan menantikan Hayes mendatangi atau menghubunginya, menanyakan sesuatu kepadanya, tetapi Hayes tidak pernah menghubunginya sama sekali, seakan tidak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua.Bella sudah mengeluarkan banyak uang untuk menaikan scandalnya bersama Hayes dan memanifulasi pikiran public bahwa dia dan Hayes sudah berpacaran sejak mereka berada di bangku menengah atas.Apa yang telah Bella lakukan cukup berdampak besar, bahkan kini dia tinggal di apartement karena ada beberapa media yang mencarinya sampai ke rumah.Belum sempat masalah yang dibuat Bella reda, kini tiba-tiba saja scandalnya ditutupi oleh berita Hayes yang membawa Alice ke public.Wajah Alice yang terpublikasi tak pelak menjadi bahan perbandingan dengan Bella. Bella sangat percaya diri bahwa dirinya sempurna, dia jauh lebih baik dari Alice dalam segala hal, Alice tidak ada apa-apanya bag
Lembaran majalah terbuka di tangan Damian, pria paruh baya itu melihat gosip tentang Hayes yang tersebar. Sejak awal berita itu muncul, Damian sudah mengetahuinya, dia diam karena memberi kesempatan Hayes untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.“Hayes keluar rumah?” tanya Damian.“Benar, Tuan. Sekitar tiga puluh menit yang lalu,” jawab Mery.Damian menghela napasnya dengan berat, setelah berbicara dengan Alice di bawah pohon apel, Damian langsung pergi ke kamar untuk membersihkan diri dan belum sempat menemui Hayes.Selama Damian pergi ke luar negeri, Damian selalu mendapatkan banyak laporan dari Mery mengenai keadaan rumah.Damian sudah tahu semuanya, termasuk Ivana yang masih tidak berubah.Tidak ada toleransi lagi untuk Ivana, wanita itu tidak akan pernah berubah. Selalu mengingkari janjinya.“Mery.” Damian berhenti berbicara, sejenak memikirkan sesuatu yang penting. “Menurutkmu, pernikahan Alice dan Hayes akan berakhir dengan baik?” tanya Damian serius.Wajah Mery sedikit terangk
“Kau sudah siap?” tanya Safira.Alice mengangguk dengan senyuman lebarnya yang tidak terlihat karena memakai topeng besar, gadis itu mengenakan sebuah kostum badut yang ditugaskan untuk menyebarkan selembaran kertas pada para pengguna jalan.Alice sempat ragu saat Safira membawanya pergi ke suatu tempat, dan beruntungnya Safira ternyata orang baik yang benar-benar menawarkan pekerjaan kepada Alice.Apapun pekerjaan yang ditawarkan, Alice sudah bertekad akan mengerjakannya karena dia harus memiliki uang. Alice tidak ingin membawa apapun jika nanti dia keluar dari kediaman Borsman, sudah cukup banyak uang yang Damian keluarkan hanya untuk membawanya keluar dari kediaman Giselle.“Perhatikan langkahmu. Ingatlah dengan semua yang aku katakan tadi. Kau boleh beristirahat jika lelah. Kertas harus sudah tersebar sebelum jam empat sore, perusahaan akan menuntutmu jika kau melakukan kecurangan dengan membuang kertasnya,” nasihat Safira, mengulang kembali apa yang telah dia katakan sebelumnya.
“Kau sangat luar biasa, pakaian itu membuatku pangling sampai aku tidak percaya jika kau merancangnya beberapa tahun lalu.” Stefany berdecak kagum dengan deretan pakaian yang terpasang di tubuh mannequin.“Kau terlalu berlebihan,” sahut Ivana.“Aku serius,” tegas Stefany.Ivana akan melakukan pameran busana untuk pertama kalinya setelah dia mengalami kecelakaan dan kehilangan penglihatannya. Ivana sudah menyiapkan semuanya sejak tiga tahun yang lalu, semuanya terhambat karena Ivana terpuruk dan kehilangan hasratnya pada fashion.Ivana ingin melakukan pameran untuk yang terakhir kalinya sebelum dia mengumumkan bahwa perusahannya akan diberikan kepada Hayes.Ivana tidak begitu yakin dengan keputusannya untuk melakukan pameran, mengingat jika emosi tidak mudah terkendali dan sering kali histeris hingga membutuhkan obat.Karena hal itulah, Ivana meminta bantuan Stefany untuk mengambil alih pameran kali ini. Ivana tidak ingin menunjukan diri di hadapan banyak orang, cukup dengan orang-oran
Safira memberikan satu cup minuman segar untuk Alice, wanita itu tersenyum tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Alice hari ini. Safira senang, dia tidak salah memilih orang, selain Alice polos, senyuman cerah yang terus dia tunjukan membawa energy yang positif.“Minumlah.”“Terima kasih.” Alice mengusap wajahnya yang masih memerah karena pengap, beruntungnya kini kostum badutnya sudah dia lepas karena semua lembaran kertas telah disebarkan.Safira menopang dagunya, menunggu Alice mengatur napasnya dan meredakan rasa lelahnya usai bekerja. “Kau mau bekerja lagi besok?” tanya Safira lagi.Mata Alice mengerjap, gadis itu terkejut sekaligus tidak percaya. “Anda masih mau memberi saya kesempatan?”Safira mengangguk dengan senyuman, dirongohnya sebuah amplop dari saku jassnya dan diletakan di meja. “Ini bayaranmu hari ini, jika kau masih tertarik bekerja, besok datanglah jam sepuluh pagi.” Alice terperangah tangan mungilnya sampai gemetar dan matanya memanas terdesak ingin mena
Setengah jam berlalu dengan cepat, dihabiskan hanya untuk duduk santai sambil berbicara hal-hal sederhana, saling bercerita tentang apa yang mereka lalui hari ini.Hal yang tidak pernah Theodor mengerti, terjadi tanpa alasan. Satu moment yang dia habiskan bersama Alice selalu meninggalkan banyak kesa, hingga tanpa sadar sudah waktunya kini mereka kembali dan beranjak pergi meninggalkan bangku kayu itu.Sebuah bayangan terlihat bergerak di sebuah dinding tembok pembatas, bergerak halus dan jelas. Bayangan itu milik Alice dan Theodor, keduanya berjalan dengan pelan dan saling menjaga jarak, sama seperti apa yang pernah mereka lakukan sebelumnya.Daun-daun maple tersapu di jalanan, menumpuk berwarna merah cerah menyilaukan.Hangat sinar matahari sore mengusap wajah, Theodor mencuri-curi pandang pada Alice yang banyak tersenyum sepanjang mereka berbicara. Theodor tahu, Alice adalah seseorang yang banyak tersenyum sejak mereka bertemu, namun hari ini Alice tersenyum dengan cara yang berb
Langit sudah gelap, lampu-lampu sudah menyala. Hayes berdiri di depan jendela kamarnya, tidak mengalihkan perhatiannya dari gerbang yang cukup jauh dari keberadaan rumah.Lampu-lampu taman menyala, menyinari jalanan setapak.“Dia belum kembali,” bisik Hayes dengan rahang mengetat menahan amarah.Alice pergi dalam waktu yang lama, bahkan Hayes sudah tenggelam dalam kebosanan berdiri menunggunya pulang. Entah apa yang sebenarnya dilakukan Alice di luar sana, apakah dia tengah bersenang-senang dengan ibunya yang sudah melukai Ivana hari ini?Hayes sudah berusaha mencoba untuk tidak berpikir bahwa Alice memang memberitahu Giselle tentang keberadaan ibunya hari ini ada di butik.Tetapi, dengan perginya Alice selama ini tanpa ada yang tahu kemana perginya dia, bukankah Hayes patut curiga?Satu persatu pikiran buruk bermunculan di kepala Hayes.Beberapa menit kemudian, gerbang besar kediaman keluarga Borsman terbuka, sebuah taksi yang masuk ke dalam menjadi perhatian Hayes.Tangan Hayes terp
Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.