"Ma-mama," "Mama!" "Jangan pergi Ma!" "Mama, tidak!" Keysa terbangun dari tidurnya, dikagetkan oleh sebuah mimpi bertemu dengan Mama-nya, mimpi itu terasa aneh seolah ada yang ingin Mamanya sampaikan dan kerap muncul dalam tidurnya. Tak lama pintu kamarnya ada yang mengetuk. "Maaf Non, itu dipanggil tuan kecil untuk makan," ucap Bi Imah asisten rumah tangga. "Iya Bi, sebentar lagi aku turun," jawabnya dengan nada malas. "Baik Non, kalau begitu bibi mau kembali ke dapur," "Iya Bi, terima kasih," Bi Imah keluar meninggalkan Keysa yang masih terlentang di tempat tidur. Kemudian Keysa melirik jam dinding. "Waduh..udah siang ini, aku ada jadwal kuliah jam delapan," Keysa panik sambil langsung beranjak ke kamar mandi. Selesai mandi dan ganti pakaian, Keysa langsung turun menggunakan lift menuju meja makan, disana Elvina dan Billy, juga Sherli sepupunya sudah siap untuk sarapan
Keysa turun dari mobil mewah, dia langsung berlari mencari ruangan tempat dimana dia ada kelas hari ini. Dengan nafas terengah-engah, akhirnya dia sampai dan disana semua mahasiswa dan dosen telah hadir. "Selamat pagi Pak," sapa Keysa, semua yang hadir menoleh kearahnya. "Kebiasaan kamu Keysa, selalu terlambat," sahut Dosennya. "Iya pak maaf, dijalan macet," "Kalau macet ya perkirakan kamu datangnya lebih pagi," "Iya Pak, maaf," "Ya sudah, masuk," "Terimakasih pak," jawab Keysa sambil masuk ruangan dan duduk disamping Rere temannya. Pembelajaran mata kuliah Antopologi Hukum pun berlangsung, Keysa dengan seksama memperhatikan apa yang diterangkan oleh Dosen nya, sambil sesekali dia mencatat nya di buku. Keysa mengambil Fakultas Hukum karena sejak dulu dia bercita-cita menjadi seorang Advokat yang handal. Selama dua jam mata kuliah itupun berakhir. "Ke kantin yuk," ajak Rere.
Sebuah galery mewah yang diberi nama sesuai nama owner nya yaitu Galery Elvina, terlihat sangat ramai, sang owner duduk dengan santai diruangan khusus dilantai dua, beberapa pengunjung dari kalangan istri pengusaha dan pejabat sedang mengamati beberapa produk hasil karya dari Galerynya. Dia memperhatikan pengunjung melalui kamera cctv yang dipasang dibeberapa sudut. Untuk harga satu gaun disana paling murah dibandrol dengan harga sekitar tiga juga, tapi tidak diragukan lagi untuk kualitasnya, ada harga ada kualitas. Disela santainya Elvina menyeruput secangkir original chinese green tea dikirim langsung dari China yang dipercaya sangat baik untuk kesehatan. "Permisi Nyonya," ucap Sam. Manager di Galery tersebut. "Iya kenapa?" "Kiriman dari Tuan sudah datang," "Oke langsung ke gudang, jangan lupa periksa berapa jumlahnya," "Baik Nyonya," Sam pun langsung pergi, menuju gudang dibelakang Galery. Galery itu area nya cukup lua
Elvina kembali ke ruangannya, duduk sebentar dan langsung mengambil sebuah tas, lalu dia menyuruh pegawainya untuk memanggil supir, tak lama kendaraannya pun datang. "Saya pergi, kemungkinan sampai sore," "Baik Nyonya," jawab pegawainya. Elvina masuk kedalam mobil, duduk dibelakang dengan kakinya ditumpang, tak lupa kacamata hitamnya dia gunakan menambah aksen kelas atasnya. "Ke Klinik tempat biasa," bilangnya sama supir. "Baik Nyonya," Sampailah mereka disebuah klinik kecantikan. Elvina langsung masuk dan disambut hangat oleh pegawai disana. "Silakan Nyonya," sapa pegawai klinik. "Saya mau facial sama creambath," "Silahkan Nyonya masuk, ruangan sudah siap," "Jeng Sarah sama yang lain tidak pernah kesini lagi?" Elvina menggali informasi dari pegawai Klinik yang sedang memijatnya. "Sudah seminggu tidak ada Nyonya," "Pada kemana mereka?" "Kurang t
Brian Alexander, pria yang tidak begitu tampan, tetapi memiliki wajah yang menarik membuat para wanita dikampus sangat tergila-gila padanya. Sebagai pewaris perusahaan Golden satu-satunya Brian merasa hidupnya sudah sempurna namun sangat membosankan. Segala hal sudah pernah ia lakukan, semua keinginannya selalu terpenuhi. Kuliah baginya hanya formalitas saja untuk menunjang bisnisnya. Setelah dari kampus, Brian biasa mengajak teman dekatnya Jack, Andrew dan Pras mampir ke tempat Billiar atau Bar. Meskipun di dalam Apartemen nya sendiri ada fasilitas semua itu. Tinggal disebuah Apartemen mewah dengan fasilitas lengkap bukanlah hal istimewa bagi Brian, jika dibandingkan dengan seluruh harta kekayaannya yang melimpah. Tetapi semua itu kebahagian semu baginya, yang dia butuhkan adalah keluarganya. Brian selalu dimanjakan dengan uang, pernah suatu saat ada kejadian dimana dia memukul teman sekolahnya dan melemparnya dengan batu hingga kepala korb
Billy beserta asistennya Rama turun dari mobil didepan pintu sebuah gedung, sementara dua bodyguardnya menggunakan mobil lain menyusul dibelakangnya. Dia memakai stelan jas warna hitam dengan aksesoris kacamata hitamnya. Karpet merah digelar sepanjang koridor menuju ruangan. Billy disambut hangat para penjaga gedung itu. "Malam Bos," sapa penjaga. Billy hanya mengangguk dan langsung menuju ruangan. Meja VIP atas namanya telah disiapkan oleh panitia acara. Billy langsung menuju mejanya ditemani Rama, sementara para bodyguardnya menunggu dibarisan belakang. Acara pelelangan proyek Rumah sakit dimulai. Para peserta tender dari beberapa perusahaan telah hadir, mereka mempersiapkan materi untuk dipresentasikan guna untuk menentukan pemenangnya. Satu per satu dari mereka maju kedepan menyampaikan konsep yang akan mereka kerjakan ketika mendapat proyek ini. Rama asisstennya Billy pun mendapat giliran untuk maju kedepan. Sekitar dua puluh perusaha
Pagi ini Billy sudah bersiap untuk menanda tangani kontrak kerjasama proyek pembangunan Rumah Sakit. "Jadi hari ini tanda tangan kontrak Pa?" "Iya jadi dong, kalian siap-siap saja buat nanti malam kita pesta," "Ya semua kan sudah diatur sama pegawai kita, aku mau nyari pakaian dulu buat nanti malam," Wajahnya terlihat berseri, langkahnya sangat gagah bak pahlawan yang baru pulang dari medan perang membawa kemenangan. Billy masuk kedalam ruangan yang telah disediakan didampingi Rama. " Terimakasih semua atas kerjasamanya," ucap Billy. "Sama-sama Pak Billy, semoga kerjasama kita akan terus berlanjut," "Nanti malam jangan lupa untuk hadir ditempat saya, saya mengadakan acara kecil-kecilan, sebagai ajang untuk kita kumpul saja," ucapnya dengan gaya sedikit sombong. "Terima kasih undangannya Pak Billy, kami pasti usahakan hadir," "Kalau begitu, saya pamit dulu karena masih ada yang harus saya kerjakan,"
Dipertengahan sambutan, Brian merasa bosan dia pamit kepada Arman untuk keluar sebentar. Dia berdiri didekat pintu masuk ruangan dan menyulut rokok sambil mengamati sekelilingnya, dia menikmati beberapa hisapan. Tiba-tiba matanya menangkap sekelebat perempuan dengan gaun merah. "Wanita itu mirip Keysa,"gumamnya, sambil mematikan rokoknya yang belum habis. Brian berjalan menuju penampakan wanita tadi, ternyata penglihatannya benar ada seorang wanita sedang turun melalui tangga, mengangkat gaunnya yang terlalu panjang. "Keysa," Brian memanggilnya sambil memastikan jika penglihatannya tidak salah. " Ya benar itu Keysa," gumamnya sambil terus mengejar wanita itu. "Keysa, tunggu!" Brian terus mengejar hingga dia berhasil meraih tangannya. "Mau lari kemana kamu?"
Keysa sedikit gemetar ketika dia melihat pria tampan di depannya, dengan pikiran yang terus berkecamuk. "Yakin kamu tidak mengenaliku?" Tanya Pria itu. Keysa hanya menggelengkan kepala. Keysa melihat ke sekeliling ruangan memperhatikan satu per satu orang yang dan di sana, tetapi semuanya bergeming. Mungkin semua orang yang ada disini berada dalam perintah lelaki yang kini dihadapannya. Lelaki itu kemudian mengeluarkan sebuah benda dari dalam pakaiannya, sebuah kalung. Kerja mengamati kalung itu, persis dengan yang dipakainya. Lalu Keysa pun mengeluarkan kalung itu dari balik pakaiannya. "Kau?" Keysa berusaha mengucapkan sebuah nama, tetapi dia takut jika orang yang dihadapannya bukanlah orang yang dimaksud. "Sudah ingat sekarang?" Tanya lelaki itu. "Aku tidak yakin," "Siapa yang kau pikirkan? Katakan," tanya lelaki itu penasaran. "Percuma juga disebutkan, kamu mungkin tidak mengenalnya," "Coba saja," "Danish," Keysa terdiam sejenak, lidahnya terasa menyebutkan nama itu. "D
Keesokan harinya.Keysa akhirnya luluh, dia mengikuti apa yang diminta oleh Nathan. Dia menunggu apapun yang akan terjadi kedepannya. Namun Keysa yakin ada sesuatu dibalik semua ini, tapi apa? "Kenapa misteri ini begitu panjang sehingga aku sulit menemukan jawabannya?" Keysa mengeluh, sambil duduk termenung sendiri di dalam kamar.Menjelang malam, beberapa kendaraan berdatangan, Keysa mengintip dari balik tirai, tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang-orang yang baru saja datang di rumah itu, karena suasana diluar begitu gelap."Siapa mereka, dan ada urusan mereka datang kesini," Keysa hendak keluar dari kamar, namun ternyata pintunya dikunci dari luar. "Sial, aku terkurung disini," ucapnya, tubuh Keysa terkulai kemudian terduduk dengan menyandarkan tubuhnya ke pintu.
Pagi hari, suara kicauan burung terdengar dari celah kamar. Keysa menggeliat seiring dengan geliat mentari pagi yang berusaha masuk ke dalam kamar. Keysa menatap langit langitnya, dia baru ingat jika semalam bersama Nathan. Dengan cepat dia beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar."Oh rupanya aku di rumah ini," Keysa masih ingat suasana rumah yang pernah dia datangi dulu.Kemudian dia perlahan mencari sosok Nathan ke arah ruang tengah, namun Nathan tidak ditemukan. Keysa kembali berjalan menuju pantry, tak kunjung menemukannya juga. Keysa kemudian duduk di sofa ruang tengah, memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang.Suara pintu rumah terdengar ada yang membuka, Keysa menoleh ke arah pintu dan muncul Nathan dengan membawa beberapa kantong sayuran dan segala kebutuhannya.
Setelah beberapa bulan magang di kantor Keenan, kini Kesya telah menyelesaikan tugasnya dengan baik, begitu juga dengan Rere. Mereka sama-sama mendapat nilai yang sangat memuaskan."Selamat ya Key," ucap Rere ketika mereka berada di kampus, mengambil surat kelulusan."Kamu juga Re," balas Keysa, kemudian mereka saling berpelukan erat. "Mulai detik ini pertarungan kita dimulai, masa depan kita ada didepan, kita harus berjuang Re," lanjut Keysa."Apa yang akan kamu lakukan sekarang Key," tanya Rere.Keysa melepaskan pelukannya, kemudian dia menyandarkan tubuhnya ke dinding di depan ruangan Dosen. "Entahlah Re, aku ikuti arus saja," Keysa menghela nafas."Gimana kalau kita liburan?"
Siapa Sarah?" Ekspresi wajah Elvina berubah, yang awalnya terlihat bergairah, kini mengernyitkan dahi. Pernyataan Elvina sontak membuat Billy diam sejenak. Kemudian dia mengangkat tubuhnya dan berbaring disamping Elvina yang memandangnya aneh sambil menunggu jawaban.Billy yang awalnya begitu bersemangat, tiba-tiba kehilangan gairahnya, meskipun yang dipikirkan saat itu dia bersama Sarah.Sudah sejak lama dia tidak memiliki hasrat untuk bercumbu dengan Elvina, karena memang dia tidak begitu mencintai Elvina sejak awal menikah, ditambah lagi karena Elvina yang tidak begitu memperhatikannya, yang ada dipikiran Elvina uang dan bersenang-senang diluar."Kamu salah dengar," Billy akhirnya membuka suara. Dia mengutuk dirinya kenapa sampai menyebutkan nama itu.
Kabar mengenai musibah kebakaran itu menyebar ke semua rekan pengusaha, hingga beritanya muncul di media sosial. Billy maupun Elvina sangat terpukul dengan kejadian itu, apalagi ketika mereka mendapat kabar jika pihak asuransi tidak bersedia untuk mengeluarkan sedikitpun dana untuk mengganti kerugian perusahaannya."Sial!" Teriak Billy sambil membanting sesuatu yang ada didekatnya. "Bagaimana pihak asuransi tidak mau menanggung semua ini, sudah jelas ini semua murni, tanpa sengaja kebakaran, kamu pikir siapa yang sengaja membakar semua ini?" Billy memandang tajam ke arah Rama yang baru saja melaporkan terkait informasi dari pihak asuransi."Maaf Bos, informasinya mereka ada bukti bahwa itu bukan murni kebakaran," ucap Rama dengan kepala tertunduk."Bukti apa yang mereka temukan di lokasi?"
Pagi harinya Elvina terlihat sudah bangun, Sherli mengucek matanya yang masih merasa ngantuk. "Mama sudah bangun?" "Papa mu mana? Bagaimana keadaan disana?" Elvina langsung meluncurkan beberapa pertanyaan. "Mama sebaiknya tenang dulu, biarlah itu semua Papa yang urus," ucap Sherli berusaha menenangkan. "Mama harus melihatnya kesana," Elvina berusaha bangkit dari tempat tidur, tetapi Sherli segera menahannya. Keysa memicingkan matanya yang terlihat sangat mengantuk, namun telinganya mendengar obrolan Elvina dan Sherli. Dia langsung bangkit dari sofa. "Tante sebaiknya disini saja, biarkan Om Billy yang atur semua, jangan sampai Om Billy mala
Imah keluar dari kamar Keysa, dia langsung menuju kamarnya dan mencari sesuatu di dalam lemari pakaian, dan tak lama Imah mengeluarkan sebuah kotak kayu berukuran kecil, kotak itu sepertinya sudah lama berada di dalam lemari pakaian Imah.Imah mencari sesuatu dan akhirnya dia terlihat bibirnya tersenyum dan memegang selembar foto anak kecil.Tapi kemudian wajah Imah berubah sayu, dia seperti mengkhawatirkan sesuatu.'Apa aku ceritakan saja sama Non Keysa ya?'Beberapa detik Imah terdiam, dia sedang mempertimbangkan apa yang akan dilakukannya sekarang.Imah kemudian bergegas keluar dari kamarnya, dan kembali menuju kamar Keysa. Dia langsung disambut Keysa di depan pintu, Keysa dengan cepat m
Semua pandangan keluarga Cashel diruangan itu tertuju pada sepasang suami istri yang baru saja datang dan berdiri di hadapan mereka."Sarah?" Elvina yang pertama kali mengeluarkan suara dan memanggil nama Sarah yang sedang berdiri dengan senyumnya yang terlihat sedikit menggoda, ya... dia sedikit menggoda Billy yang terkejut juga ketika melihatnya, Sarah melirik Billy dan dia cukup paham sikap Billy yang sedikit panik. Sarah begitu senang karena berhasil membuat Elvina dan yang lainnya terkejut. "Hai Elvina," jawab Sarah santai.Sarah dan Febri kemudian menghampiri mereka dan mengulurkan tangannya. Elvina terlihat enggan menerima uluran tangan Sarah, selama ini Elvina merasa tersaingi oleh Sarah. Billy dan Sherli pun terlihat biasa saja menyambut kedatangan mereka. Tetapi Keysa dia mengerutkan dahinya, dia merasa pernah bertemu dengan Sarah, tapi Keysa lu