Billy beserta asistennya Rama turun dari mobil didepan pintu sebuah gedung, sementara dua bodyguardnya menggunakan mobil lain menyusul dibelakangnya. Dia memakai stelan jas warna hitam dengan aksesoris kacamata hitamnya. Karpet merah digelar sepanjang koridor menuju ruangan. Billy disambut hangat para penjaga gedung itu.
"Malam Bos," sapa penjaga.
Billy hanya mengangguk dan langsung menuju ruangan. Meja VIP atas namanya telah disiapkan oleh panitia acara. Billy langsung menuju mejanya ditemani Rama, sementara para bodyguardnya menunggu dibarisan belakang.
Acara pelelangan proyek Rumah sakit dimulai. Para peserta tender dari beberapa perusahaan telah hadir, mereka mempersiapkan materi untuk dipresentasikan guna untuk menentukan pemenangnya.
Satu per satu dari mereka maju kedepan menyampaikan konsep yang akan mereka kerjakan ketika mendapat proyek ini. Rama asisstennya Billy pun mendapat giliran untuk maju kedepan. Sekitar dua puluh perusahaan yang ikut bersaing disana.
Hingga waktunya tiba, pemenang untuk proyek ini akan segera diumumkan setelah panitia melakukan rapat mengenai siapa yang layak mendapatkan proyek ini.
"Hadirin sekalian, kini tiba saatnya pengumuman pemenang proyek pembangunan Rumah Sakit Daisy, pemenangnya adalah–,"
Moderator itu terhenti, dia membuka sebuah amplop yang masih disegel berwarna merah marun, lalu perlahan dia buka.
"Pemenangnya adalah Cashel Group,"
"Silakan kepada Pimpinan, untuk maju kedepan sebagai simbolis akan kami serahkan bukti kerjasama,"
Billy tersenyum lebar, kemudian dia maju kedepan, semua tamu undangan bertepuk tangan.
"Terimakasih atas kepercayaan yang diberikan kepada kami Cashel Grup, semoga ini menjadi suatu kebaikan," ucap Billy.
Billy kembali ke mejanya yang disambut jabat tangan oleh beberapa tamu yang hadir. Menjadi pemenang sebuah proyek itu suatu kebanggaan karena selain bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah, hal itu juga bisa meningkatkan popularitas perusahaan.
Bagi seorang Billy mendapatkan proyek ini adalah sebuah keharusan, karena otomatis perusahaannya akan selalu diperhitungkan, maka itu Billy akan melakukan apa saja untuk bisa mendapatkannya.
Beberapa hari sebelum pelelangan, Billy sudah mengutus Rama untuk menemui panitianya, dia membawa lima koper yang berisi uang ratusan juta untuk diberikan ke masing-masing panitia. Billy tau jika persainganya akan kuat, maka itu dia bertindak lebih cepat agar dia bisa lolos untuk memenangkan proyek itu. Rama yang sudah mengetahui hal itu tidak kaget dan dia cukup tenang ketika tadi persentasi didepan.
"Kerja bagus Rama." Ujar Billy sambil menepuk bahu Rama.
"Siap Bos,"
"Nanti malam bonusmu akan dikirim," bisiknya.
"Siap Bos, terima kasih," balas Rama.
"Siapkan mobil, kita balik ke kantor,"
Rama kemudian menelpon sopirnya untuk segera menjemput di pintu utama.
Sampai dikantornya, Billy kemudian duduk di sofa, dia menyulut sebuah rokok dengan kakinya diangkat ke atas meja. Hisap demi hisap dia menikmati kepulan asap dari rokoknya.
"Rama gimana mengenai pembebasan lahan?"
"Masih dalam tahap negosiasi Bos,"
"Bilang sama mereka, naikan tawaran harganya,"
"Baik Bos,"
Rama kemudian menelpon orang-orang suruhannya, yang standby dilokasi.
"Kenapa orang-orang ini gak mau dikasih duit?"
"Mereka hanya ingin, diganti dengan rumah Bos,"
Beberapa Minggu sebelum diadakan pelelangan, Billy sudah memperkirakan jika dia yang akan memenangkan tender itu, untuk membangun sebuah rumah sakit tentunya membutuhkan lahan yang luas, selain itu sebuah rumah sakit harus memiliki akses yang mudah dijangkau oleh siapapun. Billy mengambil kesimpulan bahwa salahsatu area memiliki kriterianya, yaitu pemukiman warga yang tidak jauh dari pusat keramaian, memiliki luas yang cukup jika digabungkan semua. Billy berusaha mendapatkan lahan itu meskipun harus membayar harga mahal, karena dia sudah memperhitungkannya. Tetapi sebagian warga disana tidak mau menyerahkan lahannya apabila tidak diganti dengan tempat tinggal, sekitar enam puluh persen sudah setuju dan sudah mengosongkan lahannya.
Jadwal penanda tanganan kontrak resmi akan segera dilakukan, Billy berharap lahannya sudah siap karena itu menjadi syarat untuk persetujuan kontrak.
"Siapkan mobil, kita ke area sekarang,"
"Baik Bos,"
Billy beserta rombongan seperti biasa, dia menuju area pembebasan lahan untuk menemui sebagian warga yang belum menyetujui tawarannya. Negosiasi cukup alot, karena ada salahsatu warga bersikeras ingin diganti dengan rumah. Namun akhirnya Billy mengalah dia menyiapkan uang sebanyak tiga kali lipat dari tawaran sebelumnya. Kali ini dia tidak mau menggunakan kekerasan, dia tidak mau gegabah jangan sampai itu menjadi sorotan media jika dia memaksa warga untuk menyerahkan lahannya, dengan iming-iming selain mereka mendapat uang pembebasan lahan, mereka juga akan diberi kompensasi dari hasil pembangunan rumah sakit itu setiap bulannya.
"Gimana tawaran saya masih kurang?" Tanya Billy.
"Baik Bos, kalau begitu," ucap salahsatu warga, setelah dia melihat ratusan juta uang didalam koper.
"Ini untuk pembayaran awal, sisanya akan dibayarkan setelah area ini diratakan." Ucap Billy sambil menyerahkan koper berisi uang beberapa gepok.
"Deal?" Tanya Billy lagi.
"Iya Bos, saya tunggu sisanya,"
"Tenang saja, yang penting kalian harus secepatnya mengosongkan area ini,"
"Baik Bos, secepatnya kami akan pergi," ujar laki-laki itu dengan sedikit gugup, karena baru pertama kali memegang uang banyak.
Billy kemudian meninggalkan dari area, dengan tersenyum lebar. Tak lama ponselnya berbunyi.
"Selamat siang Pak Billy,"
"Ya selamat siang," jawabnya.
"Untuk penanda tangan kontrak akan dilaksakan besok pagi ya pak, kami harap Pak Billy sudah mempersiapkan apa yang kami butuhkan,"
"Baiklah besok pagi saya kesana,"
"Terimakasih Pak Billy, Selamat sudah terpilih ya Pak,"
"Baik, terima kasih,"
Billy kemudian memasukan ponselnya kedalam saku bajunya.
Pagi ini Billy sudah bersiap untuk menanda tangani kontrak kerjasama proyek pembangunan Rumah Sakit. "Jadi hari ini tanda tangan kontrak Pa?" "Iya jadi dong, kalian siap-siap saja buat nanti malam kita pesta," "Ya semua kan sudah diatur sama pegawai kita, aku mau nyari pakaian dulu buat nanti malam," Wajahnya terlihat berseri, langkahnya sangat gagah bak pahlawan yang baru pulang dari medan perang membawa kemenangan. Billy masuk kedalam ruangan yang telah disediakan didampingi Rama. " Terimakasih semua atas kerjasamanya," ucap Billy. "Sama-sama Pak Billy, semoga kerjasama kita akan terus berlanjut," "Nanti malam jangan lupa untuk hadir ditempat saya, saya mengadakan acara kecil-kecilan, sebagai ajang untuk kita kumpul saja," ucapnya dengan gaya sedikit sombong. "Terima kasih undangannya Pak Billy, kami pasti usahakan hadir," "Kalau begitu, saya pamit dulu karena masih ada yang harus saya kerjakan,"
Dipertengahan sambutan, Brian merasa bosan dia pamit kepada Arman untuk keluar sebentar. Dia berdiri didekat pintu masuk ruangan dan menyulut rokok sambil mengamati sekelilingnya, dia menikmati beberapa hisapan. Tiba-tiba matanya menangkap sekelebat perempuan dengan gaun merah. "Wanita itu mirip Keysa,"gumamnya, sambil mematikan rokoknya yang belum habis. Brian berjalan menuju penampakan wanita tadi, ternyata penglihatannya benar ada seorang wanita sedang turun melalui tangga, mengangkat gaunnya yang terlalu panjang. "Keysa," Brian memanggilnya sambil memastikan jika penglihatannya tidak salah. " Ya benar itu Keysa," gumamnya sambil terus mengejar wanita itu. "Keysa, tunggu!" Brian terus mengejar hingga dia berhasil meraih tangannya. "Mau lari kemana kamu?"
Menjelang tengah malam, pesta di rumah kediaman Billy pun berakhir, para tamu undangan pergi satu persatu sebelum pesta selesai karena mereka ada kepentingan lain.Sementara itu Keysa sudah berada di kamar nya sejak tadi setelah dia bertemu Brian di dekat tangga, dia hanya menengok sebentar ke ruangan lantai tiga, karena dia tidak begitu tertarik dengan pesta semacam itu. Keysa asyik dengan dunia kecilnya dikamar yang seluruh ruangannya didominasi warna hijau muda, warna kesukaan Keysa. Keysa sedang asyik mendengarkan musik memakai earphone sambil rebahan diatas tempat tidur menghadap ke arah luar kamar, dia tidak menyadari kehadiran Sherli. Pintunya sedikit terbuka sehingga Sherli dengan mudah masuk tanpa harus mengetuk pintu."Oh my God!" Keysa terkejut ketika Sherli tiba-tiba menepuk bahunya. Melihat ekspresi Keysa, Sherli hanya tertawa seolah itu lucu..
Keysa turun dari mobil, namun sebelum masuk ke rumah, dia melihat sepertinya ada tamu yang datang, tapi siapa? Pikir Keysa, karena tak biasanya Billy atau Elvina menerima tamu kecuali ada perayaan. Kalau ada pertemuan penting biasanya mereka akan mengadakan pertemuan di luar.Keysa lalu masuk, sampai di ruang tamu, dia disambut oleh Elvina."Itu Keysa baru datang," tunjuk Elvina ke arahnya.Keysa tidak bisa melihat dengan jelas tamu laki-laki yang datang itu, tetapi seolah sangat akrab dengan Elvina, dan seolah dia tahu bahwa Keysa tinggal di rumah itu."Ayo Key kesini," ajak Elvina.Sherli yang sejak tadi duduk disana hanya memperhatikan gerak gerik Keysa yang seperti ragu untuk melangkah. Laki-laki itu berdiri dan menoleh ke arah Ke
Brian baru saja sampai di apartemen nya setelah dari rumah keluarga Cashel. Dia melemparkan tas dan menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia melihat sekeliling langit-langit kamar, seperti sedang memikirkan sesuatu."Rupanya Keysa berasal dari keluarga Cashel, pantesan saja dia tidak mau memberi tahuku,"Brian merogoh sakunya mengambil ponsel, dan melakukan panggilan."Halo Pa," sapa Brian."Ya kenapa Brian?""Papa kapan berangkat ke Hongkong?" Tanya Brian."Besok Papa berangkat, kenapa?""Besok sebelum Papa ke Bandara, ada yang aku ingin sampaikan ke Papa,""Baiklah besok Papa tunggu kamu,"
Selesai mata kuliah terakhir, Sherli langsung keluar dari ruangan menuju koridor tempat dimana sudah janji ketemu dengan Brian. Sherli terlihat wajahnya sangat bahagia, dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Brian. Sherli melirik kiri kanan mencari sosok Brian, dari dekat pintu gerbang terlihat Brian melambaikan tangannya. Sherli langsung menghampiri dengan senyumnya yang merekah.Brian dan Sherli kemudian naik ke mobil, Sherli duduk disamping Brian, dia terus memandang kagum ke arah Brian yang sedang fokus menyetir."Kenapa kamu lihat aku terus?""Tidak apa-apa, aku senang bisa jalan sama kamu,""Oh gitu," Brian hanya merespon biasa saja."Kita mau kemana?""Ya maen saj
Hari sudah petang, Sherli dan Brian masih terkapar diatas sofa tanpa sehelai pun kain yang menempel. Lalu perlahan Brian bangun dan memakai pakaiannya."Aku antar kamu pulang ya," ujar Brian setelah melirik jam dinding."Aku masih mau disini," Sherli manja."Nanti Tante Elvina nyari kamu, ayo segera pakai baju kamu,""Ya sudah," ucap Sherli sewot, sambil mengikuti arahan Brian.Sampai di depan gerbang, seorang penjaga berlari membukakan pintu gerbangnya dan menyapa Brian dan Sherli yang baru saja datang."Selamat malam Non,""Papa sama Mama sudah pulang belum?" Tanya Sherli sama penjaga itu."Belum Non,"
Cuaca pagi ini sangat cerah, Bi Imah mengetuk pintu kamar Keysa, lalu dia masuk tanpa menunggu perintah, dia membuka gorden membiarkan matahari masuk mengisi ruang kamar."Non ini sudah siang,""Silau Bi."ucap Keysa sambil menutup wajahnya yang tersorot sinar matahari."Bibi bawakan sarapan,"Keysa lalu menggeliat dan berusaha untuk bangun. Dia lalu melirik jam di dinding.."Masih pagi ini Bi,""Katanya mau olahraga pagi,""Oh iya," Keysa lalu segera ke kamar mandi dan memakai pakaian olahraga lengkap dengan sepatunya. Tak lupa dia mengisi perutnya dengan minuman yang dibawa oleh Bi Imah."Aku pergi dulu," ucap