Keysa turun dari mobil, namun sebelum masuk ke rumah, dia melihat sepertinya ada tamu yang datang, tapi siapa? Pikir Keysa, karena tak biasanya Billy atau Elvina menerima tamu kecuali ada perayaan. Kalau ada pertemuan penting biasanya mereka akan mengadakan pertemuan di luar.
Keysa lalu masuk, sampai di ruang tamu, dia disambut oleh Elvina.
"Itu Keysa baru datang," tunjuk Elvina ke arahnya.
Keysa tidak bisa melihat dengan jelas tamu laki-laki yang datang itu, tetapi seolah sangat akrab dengan Elvina, dan seolah dia tahu bahwa Keysa tinggal di rumah itu.
"Ayo Key kesini," ajak Elvina.
Sherli yang sejak tadi duduk disana hanya memperhatikan gerak gerik Keysa yang seperti ragu untuk melangkah. Laki-laki itu berdiri dan menoleh ke arah Ke
Brian baru saja sampai di apartemen nya setelah dari rumah keluarga Cashel. Dia melemparkan tas dan menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia melihat sekeliling langit-langit kamar, seperti sedang memikirkan sesuatu."Rupanya Keysa berasal dari keluarga Cashel, pantesan saja dia tidak mau memberi tahuku,"Brian merogoh sakunya mengambil ponsel, dan melakukan panggilan."Halo Pa," sapa Brian."Ya kenapa Brian?""Papa kapan berangkat ke Hongkong?" Tanya Brian."Besok Papa berangkat, kenapa?""Besok sebelum Papa ke Bandara, ada yang aku ingin sampaikan ke Papa,""Baiklah besok Papa tunggu kamu,"
Selesai mata kuliah terakhir, Sherli langsung keluar dari ruangan menuju koridor tempat dimana sudah janji ketemu dengan Brian. Sherli terlihat wajahnya sangat bahagia, dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Brian. Sherli melirik kiri kanan mencari sosok Brian, dari dekat pintu gerbang terlihat Brian melambaikan tangannya. Sherli langsung menghampiri dengan senyumnya yang merekah.Brian dan Sherli kemudian naik ke mobil, Sherli duduk disamping Brian, dia terus memandang kagum ke arah Brian yang sedang fokus menyetir."Kenapa kamu lihat aku terus?""Tidak apa-apa, aku senang bisa jalan sama kamu,""Oh gitu," Brian hanya merespon biasa saja."Kita mau kemana?""Ya maen saj
Hari sudah petang, Sherli dan Brian masih terkapar diatas sofa tanpa sehelai pun kain yang menempel. Lalu perlahan Brian bangun dan memakai pakaiannya."Aku antar kamu pulang ya," ujar Brian setelah melirik jam dinding."Aku masih mau disini," Sherli manja."Nanti Tante Elvina nyari kamu, ayo segera pakai baju kamu,""Ya sudah," ucap Sherli sewot, sambil mengikuti arahan Brian.Sampai di depan gerbang, seorang penjaga berlari membukakan pintu gerbangnya dan menyapa Brian dan Sherli yang baru saja datang."Selamat malam Non,""Papa sama Mama sudah pulang belum?" Tanya Sherli sama penjaga itu."Belum Non,"
Cuaca pagi ini sangat cerah, Bi Imah mengetuk pintu kamar Keysa, lalu dia masuk tanpa menunggu perintah, dia membuka gorden membiarkan matahari masuk mengisi ruang kamar."Non ini sudah siang,""Silau Bi."ucap Keysa sambil menutup wajahnya yang tersorot sinar matahari."Bibi bawakan sarapan,"Keysa lalu menggeliat dan berusaha untuk bangun. Dia lalu melirik jam di dinding.."Masih pagi ini Bi,""Katanya mau olahraga pagi,""Oh iya," Keysa lalu segera ke kamar mandi dan memakai pakaian olahraga lengkap dengan sepatunya. Tak lupa dia mengisi perutnya dengan minuman yang dibawa oleh Bi Imah."Aku pergi dulu," ucap
Keysa dan Keenan meninggalkan area panti asuhan, Keenan mulai mengagumi Keysa, dia tidak menyangka jika masih ada orang sebaik dan secantik Keysa di dunia ini, yang masih peduli dengan orang lain. "Keen, jangan katakan sama siapapun tentang hal ini ya," pinta Keysa. "Baiklah Key, aku janji," Keenan tersenyum ke arah Keysa, dalam hatinya dia sangat senang melihat Keysa, sejak pertama kenalan tadi, Keenan mulai memperhatikan. Namun, ini pertama kalinya mereka bertemu, Keenan tidak mau merusak suasana dan kesan pertamanya dengan Keysa. "Kamu tinggal dimana Keen?" "Hah, kenapa Key?" Keenan pikirannya sedang tidak fokus, dia tidak mendengar dengan jelas apa yang disampaikan Keysa. "Kamu ting
Setiap hari, seperti biasanya Elvina berangkat dari rumah setelah sarapan. Dia sibuk dengan urusannya sendiri, jarang sekali dia berkomunikasi dengan semua penghuni rumah. Bahkan ketika Sherli atau Billy pulang larut malam dia tidak peduli, dan tidak pernah menegurnya. Selain mengelola Galery, Elvina sibuk dengan arisan bersama kumpulan istri para pengusaha dan pejabat. Arisannya pun bukan arisan recehan, dalam satu bulan Elvina bisa mengeluarkan uang puluhan bahkan ratusan juta hanya untuk arisan, sedangkan saat ini Elvina mengikuti sekitar lima grup arisannya. Selain itu ketika mereka berkumpul terkadang dijadikan ajang pamer, pamer anaknya yang sekolah di luar negeri, pamer suaminya pengusaha sukses, bahkan tak jarang mereka menyebar isu yang sedang beredar. Elvina turun dari mobil mewah setelah sopir membukakan pintu untuk nya, dengan sepatu hak tinggi dan tas kecil di tangannya, dia mengayunkan langkahnya menuju tempa
Pagi ini suasana rumah sangat sepi, meskipun baru beberapa menit yang lalu Elvina dan Sherli berangkat menuju Bandara. Tidak lama Billy juga berangkat bersama asistennya, menuju kantor. Ditengah perjalanan Billy menelpon seseorang, tetapi bukan bisnis yang dibicarakan, melainkan seperti sedang berbicara mesra dengan seorang perempuan. Namun tak lama Billy menutup telponnya. "Lahan untuk rumah sakit bagaimana perkembangannya, apa semua sudah dikosongkan?" Tanya Billy sambil memasukan kembali ponselnya kedalam saku pakaian. "Sudah Bos," "Bagus, secepatnya kita akan mulai membangun disana," "Iya Bos," "Kita mampir dulu ke gudang," "Siap Bos," Ketika sampa
Billy membanting pintu ruangan nya ketika sampai di kantor, dia masih merasa jengkel karena warga mendatanginya di lokasi. Sementara saat ini keuangan nya sedang kacau, karena beberapa bisnisnya mengalami penurunan. Sehingga sangat berpengaruh terhadap pemasukan kantor. Billy terdiam sambil memegang kepalanya, mencari cara dan memutar otaknya untuk mendapat uang yang banyak. Dia kemudian mengendurkan dasi yang menggantung di leher. Lalu dia meneguk segelas air mineral. Perlahan emosinya mereda. Beberapa menit kemudian dia tersenyum merekah. Dan mengambil ponselnya. "Aku butuh refreshing, selagi ada kesempatan baik," gumamnya sambil menyentuh layar ponselnya dan menghubungi seseorang. "Halo sayang," sapa Billy. "Halo juga," bala