Setiap hari, seperti biasanya Elvina berangkat dari rumah setelah sarapan. Dia sibuk dengan urusannya sendiri, jarang sekali dia berkomunikasi dengan semua penghuni rumah. Bahkan ketika Sherli atau Billy pulang larut malam dia tidak peduli, dan tidak pernah menegurnya. Selain mengelola Galery, Elvina sibuk dengan arisan bersama kumpulan istri para pengusaha dan pejabat. Arisannya pun bukan arisan recehan, dalam satu bulan Elvina bisa mengeluarkan uang puluhan bahkan ratusan juta hanya untuk arisan, sedangkan saat ini Elvina mengikuti sekitar lima grup arisannya. Selain itu ketika mereka berkumpul terkadang dijadikan ajang pamer, pamer anaknya yang sekolah di luar negeri, pamer suaminya pengusaha sukses, bahkan tak jarang mereka menyebar isu yang sedang beredar.
Elvina turun dari mobil mewah setelah sopir membukakan pintu untuk nya, dengan sepatu hak tinggi dan tas kecil di tangannya, dia mengayunkan langkahnya menuju tempa
Pagi ini suasana rumah sangat sepi, meskipun baru beberapa menit yang lalu Elvina dan Sherli berangkat menuju Bandara. Tidak lama Billy juga berangkat bersama asistennya, menuju kantor. Ditengah perjalanan Billy menelpon seseorang, tetapi bukan bisnis yang dibicarakan, melainkan seperti sedang berbicara mesra dengan seorang perempuan. Namun tak lama Billy menutup telponnya. "Lahan untuk rumah sakit bagaimana perkembangannya, apa semua sudah dikosongkan?" Tanya Billy sambil memasukan kembali ponselnya kedalam saku pakaian. "Sudah Bos," "Bagus, secepatnya kita akan mulai membangun disana," "Iya Bos," "Kita mampir dulu ke gudang," "Siap Bos," Ketika sampa
Billy membanting pintu ruangan nya ketika sampai di kantor, dia masih merasa jengkel karena warga mendatanginya di lokasi. Sementara saat ini keuangan nya sedang kacau, karena beberapa bisnisnya mengalami penurunan. Sehingga sangat berpengaruh terhadap pemasukan kantor. Billy terdiam sambil memegang kepalanya, mencari cara dan memutar otaknya untuk mendapat uang yang banyak. Dia kemudian mengendurkan dasi yang menggantung di leher. Lalu dia meneguk segelas air mineral. Perlahan emosinya mereda. Beberapa menit kemudian dia tersenyum merekah. Dan mengambil ponselnya. "Aku butuh refreshing, selagi ada kesempatan baik," gumamnya sambil menyentuh layar ponselnya dan menghubungi seseorang. "Halo sayang," sapa Billy. "Halo juga," bala
Ponsel Keysa berdering beberapa kali ketika dia sedang dikamar mandi, ketika keluar dari kamar mandi Keysa langsung meraih ponselnya yang tergeletak diatas meja. Keysa membuka layar ponselnya dan melihat beberapa panggilan dari nomor Keenan. Kemudian Keysa menelepon balik nomor Keenan karena khawatir ada hal penting atau ada sesuatu yang terjadi."Keysa, maaf tadi ganggu kamu, lagi sibuk ya?" Terdengar suara Keenan."Aku baru selesai mandi, kenapa? Keysa balik bertanya."Aku hanya mau ngundang kamu ke acara peresmian kantor,""Wah..selamat ya,""Terima kasih, kamu bisa datang?""Jam berapa acaranya?""Sore, karena aku men
Setelah menempuh perjalanan yang sedikit lama, berhubung arus jalanan sedang padat, Keenan, Keysa dan Rere, mereka sampai di sebuah gedung dengan tulisan "Law Firm Keenan Ezra and Partners" gedung itu tidak terlalu besar terdiri dari tiga lantai. Keysa beserta Rere, mereka masuk setelah Keenan memberinya kode ajakan. Tercium aroma bau cat yang masih belum kering, terlihat meja resepsionis masih rapi tidak ada berkas apapun yang terdampar di sana, Keysa melihat sekeliling nya mulai dari lantai bawah hingga lantai paling atas, kebetulan tamu lain belum datang sehingga mereka dengan leluasa melihat seluruh isi ruangannya. Di lantai dasar itu untuk menerima tamu yang hendak konsultasi, lantai kedua ruang staff sementara lantai tiga untuk rapat dan ruang khusus ibadah. "Kalian mau minum apa?" Keenan lalu memanggil pegawainya untuk melayani permintaan K
"Sial!" umpat Brian sambil memukul tembok dinding apartemen. "Tenang Bos," Jack berusaha meredakan amarahnya. "Kalian bertiga begitu saja tidak bisa, masa kalian kalah sama satu orang," sambil tangan menunjuk satu per satu wajah temannya. "Dia kuat sekali Bos," ucap Pras. "Alah..kalian tidak becus!" Wajah Brian memerah pertanda amarahnya memuncak. "Maaf Bos, lain kali kami pasti bisa," "Siapa orang itu, kenapa dia menyelamatkan Keysa?" Tanya Brian. "Tidak tahu Bos, kami juga baru melihatnya," "Gara-gara dia, kita gagal membawa Keysa,"
Pagi ini suasana rumah kediaman Cashel kembali ramai, Sherli dan Elvina sudah kembali dari Korea dengan membawa beberapa barang belanjaannya. Mereka berkumpul di meja makan menikmati hidangan sarapan pagi. Keysa tidak banyak bicara dia hanya menyimak obrolan Sherli yang sejak tadi menceritakan perjalanannya selama di Korea. "Aku bawakan ini buat kamu Keysa," Sherli menyerahkan salah satu barang yang dibeli dari Korea. "Makasih Sherli," "Buat Papa mana?" Tanya Billy. "Buat Papa pasti aku beli dong," "Selama Mama pergi, Papa pulang kerumah kan?" Elvina membuka pertanyaan yang sejak tadi dia ingin ungkapkan. "Papa selal
Selama seminggu suami Sarah pergi ke luar kota untuk urusan bisnis. Suaminya bukanlah pengusaha setingkat Billy, dia hanya mengerjakan proyek-proyek kecil dan sebagai agen travel perjalanan wisata. Saat ini dia sedang ada proyek perumahan tipe cluster di daerah Bandung, dan hanya membangun sekitar dua puluh unit rumah. Suami Sarah yaitu Febri sudah sejak lama mencurigai istrinya, kalau istrinya ada hubungan khusus dengan lelaki lain dibelakangnya, karena dia heran Sarah sering belanja barang-barang mewah dan pergi keluar dengan alasan acara arisan sama temannya. Selain itu belum lama ini Sarah mengganti mobilnya yang baru padahal uang yang diberikan Febri belum tentu cukup untuk membayar mobil itu. Ketika suami nya bertanya, Sarah selalu bilang jika dia menang arisan, arisannya sebesar apa sampai bisa beli mobil? Dan uang nya dari mana? Pertanyaa
Pagi menjelang, Febri dengan mata masih tertutup dia meraba-raba ke samping nya dia mendapati tidak ada Sarah disamping. Lalu perlahan membuka matanya, termenung sejenak mengumpul energi setelah tidur lelap. "Oh aku dikamar sebelah," gumamnya setelah mulai sadar. Febri bangun dan langsung menuju kamar mandi, setelah rapi dia ke pantry dan melihat isi kulkasnya, masih ada beberapa stok makanan yang dia beli seminggu yang lalu. Lalu dia pergi ke ruang tengah, melihat kamar Sarah masih tertutup. Febri rencananya akan menyiapkan sarapan untuk Sarah sebagai bentuk ucapan permintaan maaf untuk istrinya, dia sibuk menyiapkan beberapa bahan dan bumbu, sambil sesekali membuka ponsel dan melihat tutorialnya di media sosial. Matanya Febri melirik jam dinding yang ada di dekat pintu. "Masih ada waktu," gumamnya. Febri