Dipertengahan sambutan, Brian merasa bosan dia pamit kepada Arman untuk keluar sebentar. Dia berdiri didekat pintu masuk ruangan dan menyulut rokok sambil mengamati sekelilingnya, dia menikmati beberapa hisapan. Tiba-tiba matanya menangkap sekelebat perempuan dengan gaun merah. "Wanita itu mirip Keysa,"gumamnya, sambil mematikan rokoknya yang belum habis. Brian berjalan menuju penampakan wanita tadi, ternyata penglihatannya benar ada seorang wanita sedang turun melalui tangga, mengangkat gaunnya yang terlalu panjang.
"Keysa," Brian memanggilnya sambil memastikan jika penglihatannya tidak salah. " Ya benar itu Keysa," gumamnya sambil terus mengejar wanita itu.
"Keysa, tunggu!" Brian terus mengejar hingga dia berhasil meraih tangannya.
"Mau lari kemana kamu?"
"Lepaskan Brian!" pinta Keysa.
"Ternyata aku tidak salah, ini benar kamu Kesya, kamu sama siapa disini?"
"Bukan urusanmu!"
"Aku tanya baik-baik,"
"Lepaskan Brian,"
"Aku akan melepaskan tanganku, kalau kamu menjawab pertanyaanku,"
"Lepaskan dulu, aku akan menjawabmu,"
"Oke aku lepaskan, asal kamu menepatinya,"
Keysa hanya menganggukkan kepalanya. Brian kemudian melepaskan genggamannya, namun Keysa bukannya menjawab pertanyaan Brian, dia malah berusaha lari.
Brian mengejarnya lagi dan menyeretnya ke dinding. Tubuh mereka pun saling berhadapan hanya berjarak satu jengkal, Brian merasakan desahan nafas dan detak jantung Keysa sangat kencang. Aroma tubuh Keysa begitu terasa di hidung Brian, membuat aliran darah didalam tubuh Brian semakin memuncak.
"Kamu jangan coba-coba menipuku," Brian menatap Keysa tajam.
"Minggir Brian," Keysa berusaha mendorong Brian dengan sekuat tenaga.
"Jangan paksa saya untuk berbuat kasar sama kamu,"
"Silahkan kalau kamu berani, pukul aku!"
"Kamu jangan memancingku seperti itu," Brian menjawab dengan suara geram.
Keysa memalingkan pandangan dengan jauh, dia tidak mau melihat wajah Brian, dia terlihat begitu muak. Seorang asisten Arman datang menghampiri setelah beberapa menit dia mencari keberadaan Brian.
"Maaf Tuan, Bos sedang mencari anda dan menyuruh untuk kembali ke ruangan,"
"Ya..sebentar lagi saya menyusul," ucap Brian tanpa menoleh ke arah pria itu.
"Kali ini kamu lolos, dan ingat kamu masih belum menjawab pertanyaan saya," ucap Brian sambil menunjuk ke arah Keysa, dan pergi meninggalkan Keysa yang masih terdiam. Keysa menarik nafas perlahan setelah dia merasa tubuhnya terjepit dan sesak beberapa saat.
Sementara itu Brian kembali ke ruangan menemui Arman dan Keluarga Billy.
"Dari mana saja kamu?" Bisik Arman.
"Aku dari luar sebentar, bosan disini terus,"
"Jaga sikap kamu, di depan Billy,"
Setelah menyampaikan sambutannya yang cukup panjang, Billy pun turun dari podium dan langsung menuju mejanya.
"Jadi Brian, kamu boleh kapanpun main kesini, bertemu dengan Sherli, kalian kan satu kampus supaya bisa saling kenal," ujar Elvina.
"Dan semoga kita kedepan bisa bekerjasama," tambah Billy.
"Terimakasih Om, Tante," jawab Brian.
"Baiklah Pak Billy, saya pamit karena masih ada urusan," ucap Arman.
"Baik, terima kasih Pak Arman sudah datang,"
Arman dan Brian pamit, mereka langsung menuju parkir mobil. Sambil berjalan keluar rumah, lantai satu Brian pandangan nya berkeliling ke segala penjuru untuk mencari Keysa, dia berharap Keysa masih ada disekitar sana.
"Kamu mencari siapa Brian?" Tanya Arman heran dengan sikap anaknya.
"Tidak apa-apa Pa, tadi sepertinya ada orang yang dikenal,"
"Apa ada orang yang menguntit kita?"
"Oh..bukan Pa, mungkin dia tidak berbahaya,"
"Ya sudah, ayo kita pulang,"
"Iya Pa,"
Brian kemudian masuk kedalam mobil, dengan rasa masih penasarannya.
"Kita kalah cepat sama Billy kali ini, dia berhasil menyuap para panitia untuk memenangkan proyek ini,"
"Lalu apa yang akan Papa lakukan selanjutnya?"
"Kita lihat saja, kesuksesannya itu tidak akan lama, biarkan dia kali ini merasa menang,"
Di dalam ruang pesta, Sherli senyum-senyum sendiri, dan terlihat sama Elvina.
"Lihat anakmu ini sepertinya dia menyukai Brian," ucapnya.
"Dia itu jadi incaran cewek-cewek di kampus Ma, bangga dong bisa deket sama dia, aku tidak menyangka kalau dia akan datang malam ini,"
"Kalau kamu suka sama dia, nanti kan Papa bisa ngobrol sama Pak Arman,"
"Serius Pa, tapi di kampus itu banyak banget cewek yang suka sama dia Pa,?"
"Tenang saja itu gampang, apa sih yang tidak bisa Papa lakukan?"
"Papa memang hebat," Sherli memuji Billy.
Billy hanya mengangguk, dia berpikir peluang bagus jika Sherli dan Brian bisa bersatu, itu artinya dia bisa bekerja sama dengan Arman, untuk meningkatkan popularitas perusahaan.
"Aku mau kembali ke kamar ya,"
Sherli keluar dari ruangan itu dan menuju kamarnya. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia membayangkan jika dia dekat dengan Brian, bagaimana reaksi para penggemar Brian di kampus, pasti akan cemburu dan iri ketika melihat Brian menggandeng tangannya, danmemeluknya.
Menjelang tengah malam, pesta di rumah kediaman Billy pun berakhir, para tamu undangan pergi satu persatu sebelum pesta selesai karena mereka ada kepentingan lain.Sementara itu Keysa sudah berada di kamar nya sejak tadi setelah dia bertemu Brian di dekat tangga, dia hanya menengok sebentar ke ruangan lantai tiga, karena dia tidak begitu tertarik dengan pesta semacam itu. Keysa asyik dengan dunia kecilnya dikamar yang seluruh ruangannya didominasi warna hijau muda, warna kesukaan Keysa. Keysa sedang asyik mendengarkan musik memakai earphone sambil rebahan diatas tempat tidur menghadap ke arah luar kamar, dia tidak menyadari kehadiran Sherli. Pintunya sedikit terbuka sehingga Sherli dengan mudah masuk tanpa harus mengetuk pintu."Oh my God!" Keysa terkejut ketika Sherli tiba-tiba menepuk bahunya. Melihat ekspresi Keysa, Sherli hanya tertawa seolah itu lucu..
Keysa turun dari mobil, namun sebelum masuk ke rumah, dia melihat sepertinya ada tamu yang datang, tapi siapa? Pikir Keysa, karena tak biasanya Billy atau Elvina menerima tamu kecuali ada perayaan. Kalau ada pertemuan penting biasanya mereka akan mengadakan pertemuan di luar.Keysa lalu masuk, sampai di ruang tamu, dia disambut oleh Elvina."Itu Keysa baru datang," tunjuk Elvina ke arahnya.Keysa tidak bisa melihat dengan jelas tamu laki-laki yang datang itu, tetapi seolah sangat akrab dengan Elvina, dan seolah dia tahu bahwa Keysa tinggal di rumah itu."Ayo Key kesini," ajak Elvina.Sherli yang sejak tadi duduk disana hanya memperhatikan gerak gerik Keysa yang seperti ragu untuk melangkah. Laki-laki itu berdiri dan menoleh ke arah Ke
Brian baru saja sampai di apartemen nya setelah dari rumah keluarga Cashel. Dia melemparkan tas dan menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia melihat sekeliling langit-langit kamar, seperti sedang memikirkan sesuatu."Rupanya Keysa berasal dari keluarga Cashel, pantesan saja dia tidak mau memberi tahuku,"Brian merogoh sakunya mengambil ponsel, dan melakukan panggilan."Halo Pa," sapa Brian."Ya kenapa Brian?""Papa kapan berangkat ke Hongkong?" Tanya Brian."Besok Papa berangkat, kenapa?""Besok sebelum Papa ke Bandara, ada yang aku ingin sampaikan ke Papa,""Baiklah besok Papa tunggu kamu,"
Selesai mata kuliah terakhir, Sherli langsung keluar dari ruangan menuju koridor tempat dimana sudah janji ketemu dengan Brian. Sherli terlihat wajahnya sangat bahagia, dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Brian. Sherli melirik kiri kanan mencari sosok Brian, dari dekat pintu gerbang terlihat Brian melambaikan tangannya. Sherli langsung menghampiri dengan senyumnya yang merekah.Brian dan Sherli kemudian naik ke mobil, Sherli duduk disamping Brian, dia terus memandang kagum ke arah Brian yang sedang fokus menyetir."Kenapa kamu lihat aku terus?""Tidak apa-apa, aku senang bisa jalan sama kamu,""Oh gitu," Brian hanya merespon biasa saja."Kita mau kemana?""Ya maen saj
Hari sudah petang, Sherli dan Brian masih terkapar diatas sofa tanpa sehelai pun kain yang menempel. Lalu perlahan Brian bangun dan memakai pakaiannya."Aku antar kamu pulang ya," ujar Brian setelah melirik jam dinding."Aku masih mau disini," Sherli manja."Nanti Tante Elvina nyari kamu, ayo segera pakai baju kamu,""Ya sudah," ucap Sherli sewot, sambil mengikuti arahan Brian.Sampai di depan gerbang, seorang penjaga berlari membukakan pintu gerbangnya dan menyapa Brian dan Sherli yang baru saja datang."Selamat malam Non,""Papa sama Mama sudah pulang belum?" Tanya Sherli sama penjaga itu."Belum Non,"
Cuaca pagi ini sangat cerah, Bi Imah mengetuk pintu kamar Keysa, lalu dia masuk tanpa menunggu perintah, dia membuka gorden membiarkan matahari masuk mengisi ruang kamar."Non ini sudah siang,""Silau Bi."ucap Keysa sambil menutup wajahnya yang tersorot sinar matahari."Bibi bawakan sarapan,"Keysa lalu menggeliat dan berusaha untuk bangun. Dia lalu melirik jam di dinding.."Masih pagi ini Bi,""Katanya mau olahraga pagi,""Oh iya," Keysa lalu segera ke kamar mandi dan memakai pakaian olahraga lengkap dengan sepatunya. Tak lupa dia mengisi perutnya dengan minuman yang dibawa oleh Bi Imah."Aku pergi dulu," ucap
Keysa dan Keenan meninggalkan area panti asuhan, Keenan mulai mengagumi Keysa, dia tidak menyangka jika masih ada orang sebaik dan secantik Keysa di dunia ini, yang masih peduli dengan orang lain. "Keen, jangan katakan sama siapapun tentang hal ini ya," pinta Keysa. "Baiklah Key, aku janji," Keenan tersenyum ke arah Keysa, dalam hatinya dia sangat senang melihat Keysa, sejak pertama kenalan tadi, Keenan mulai memperhatikan. Namun, ini pertama kalinya mereka bertemu, Keenan tidak mau merusak suasana dan kesan pertamanya dengan Keysa. "Kamu tinggal dimana Keen?" "Hah, kenapa Key?" Keenan pikirannya sedang tidak fokus, dia tidak mendengar dengan jelas apa yang disampaikan Keysa. "Kamu ting
Setiap hari, seperti biasanya Elvina berangkat dari rumah setelah sarapan. Dia sibuk dengan urusannya sendiri, jarang sekali dia berkomunikasi dengan semua penghuni rumah. Bahkan ketika Sherli atau Billy pulang larut malam dia tidak peduli, dan tidak pernah menegurnya. Selain mengelola Galery, Elvina sibuk dengan arisan bersama kumpulan istri para pengusaha dan pejabat. Arisannya pun bukan arisan recehan, dalam satu bulan Elvina bisa mengeluarkan uang puluhan bahkan ratusan juta hanya untuk arisan, sedangkan saat ini Elvina mengikuti sekitar lima grup arisannya. Selain itu ketika mereka berkumpul terkadang dijadikan ajang pamer, pamer anaknya yang sekolah di luar negeri, pamer suaminya pengusaha sukses, bahkan tak jarang mereka menyebar isu yang sedang beredar. Elvina turun dari mobil mewah setelah sopir membukakan pintu untuk nya, dengan sepatu hak tinggi dan tas kecil di tangannya, dia mengayunkan langkahnya menuju tempa