Sebuah galery mewah yang diberi nama sesuai nama owner nya yaitu Galery Elvina, terlihat sangat ramai, sang owner duduk dengan santai diruangan khusus dilantai dua, beberapa pengunjung dari kalangan istri pengusaha dan pejabat sedang mengamati beberapa produk hasil karya dari Galerynya. Dia memperhatikan pengunjung melalui kamera cctv yang dipasang dibeberapa sudut. Untuk harga satu gaun disana paling murah dibandrol dengan harga sekitar tiga juga, tapi tidak diragukan lagi untuk kualitasnya, ada harga ada kualitas.
Disela santainya Elvina menyeruput secangkir original chinese green tea dikirim langsung dari China yang dipercaya sangat baik untuk kesehatan.
"Permisi Nyonya," ucap Sam. Manager di Galery tersebut.
"Iya kenapa?"
"Kiriman dari Tuan sudah datang,"
"Oke langsung ke gudang, jangan lupa periksa berapa jumlahnya,"
"Baik Nyonya,"
Sam pun langsung pergi, menuju gudang dibelakang Galery. Galery itu area nya cukup luas, dibelakangnya terdapat gudang dan ruang khusus menjahit pakaian, terdapat lima orang pegawai di Galerynya , lima orang untuk gudang, sepuluh orang untuk penjahit dan empat orang untuk penjaga siang dan malam. Semua pegawainya memakai seragam berwarna biru muda dengan logo "Galery Elvina".
"Saya mau yang ini," ujar salah satu pengunjung, pakaiannya terlihat mewah dan rambutnya yang tertata dengan rapi, sepertinya dia baru keluar dari salon.
"Silakan Nyonya, mau dicoba dulu atau–?"
"Tidak, saya langsung bayar saja,"
"Mari saya antar untuk melakukan pembayaran Nyonya,"
"Oke,"
"Totalnya lima belas juta rupiah Nyonya," ujar Kasir.
"Saya bayar debit ya," ucapnya sambil menyerahkan salahsatu kartu debitnya.
"Baik Nyonya,"
Setelah selesai pembayaran, dia pergi dan diantar oleh pegawai galery sambil membawakan barang belanjaannya, di depan pintu Nyonya itu sudah ditunggu oleh sopirnya, dia langsung masuk kedalam mobil dan memberi uang tips pada pegawai galery.
"Ada yang bisa saya bantu Nyonya?" Tanya pegawai dengan ramah.
"Saya mau yang ini," satu pelanggan lagi tertarik untuk meminang produk di galery.
"Silakan Nyonya, mau dicoba dulu?"
"Tidak usah, oh ya ibu Elvina ada?" Tanyanya seolah kenal dengan pemilik galery itu.
"Ada Nyonya, sedang diruangan ya,"
"Bisa tolong panggilkan, bilang saja dari Sarah,"
"Baik Nyonya," pegawai itu lalu pergi ke ruangan Elvina.
Sedangkan Sarah dia menuju ke kasir untuk melakukan pembayaran.
"Totalnya duapuluh juta Nyonya,"
"Saya pakai debit ya," Sarah menyerahkan kartu debitnya.
"Hai Jeng, sudah lama disini?" Sapa Elvina yang baru saja datang setelah pegawainya memberi tahu dia keberadaan Sarah.
"Baru saja, apa kabar Jeng?" Sarah balik tanya.
"Ayo kita duduk dulu," ajak Elvina.
"Lain kali saja Jeng, saya masih ada urusan, lain kali kita ketemu lagi ya," jawab Sarah.
"Iya Jeng, Minggu besok kan kita ada arisan,"
"Iya, sampai ketemu disana ya," ucap Sarah.
"Sering-sering singgah kesini ya, kami selalu mengeluarkan produk terbaru,"
"Benarkah?"
"Iya, sebentar lagi kami akan mengeluarkan produk yang limited edition,"
"Bagus kalau begitu, nanti kabari ya Jeng," pinta Sarah.
"Tentu Jeng," ucap Elvina.
"Terima kasih,"
"Sesekali ajak suaminya kesini, disini juga banyak pakaian untuk pria loh," Elvina ada sedikit rasa penasaran dengan Sarah. Karena dia sering belanja pakaian yang mahal dari galery nya.
"Iya Jeng, kebetulan suami sedang diluar kota,"
"Oh jadi suaminya jarang dirumah ya?"
"Iya biasanya seminggu sekali pulang,"
"Hati-hati Jeng, sekarang itu kalau suami sering pergi gitu, nanti ada yang godain,"
Wajah Sarah berubah memerah, dia merasa tidak enak dengan ucapan Elvina.
Elvina pun seharusnya tidak terlalu berbicara menyangkut pribadi orang lain, apalagi Sarah adalah pelanggannya.
"Ya sudah , kalau begitu saya permisi Jeng Elvina,"
"Maaf loh Jeng, saya tidak bermaksud menuduh suami Jeng Sarah selingkuh,"
"Oh tidak apa-apa, aku juga tidak mempermasalahkan hal itu,"
Setelah kepergian Sarah, Elvina kembali ke dalam ruangannya. Dia Terlihat bahagia karena selain hari ini Galery nya cukup ramai dia juga merasa cukup puas karena berhasil membuat Sarah salah tingkah. Kemudian dia mengambil ponselnya dan menghubungi beberapa temannya untuk sekedar komunikasi. Elvina tipe perempuan yang begitu terlihat manis di depan, tapi pikirannya selalu picik dan selalu iri dengan keberhasilan orang lain. Dia mau berteman dengan orang yang sekira bisa menghubungkan baginya.
"Halo Jeng Diana,"
"Iya Jeng Elvina,"
"Ada kabar baru, Sarah habis belanja dari Galery, dia beli baju yang mahal,"
"Masa seh Jeng?" Ucap perempuan yang dipanggil Diana itu seolah tidak yakin.
"Iya, aku tuh heran loh sama dia, dari mana dia punya uang sebanyak itu ya, padahal kan suaminya orang biasa," lanjut Diana.
"Aku juga tidak tahu, malah dia sering belanja disini,"
"Kita harus hati-hati sama dia," ucap Diana.
Elvina kembali ke ruangannya, duduk sebentar dan langsung mengambil sebuah tas, lalu dia menyuruh pegawainya untuk memanggil supir, tak lama kendaraannya pun datang. "Saya pergi, kemungkinan sampai sore," "Baik Nyonya," jawab pegawainya. Elvina masuk kedalam mobil, duduk dibelakang dengan kakinya ditumpang, tak lupa kacamata hitamnya dia gunakan menambah aksen kelas atasnya. "Ke Klinik tempat biasa," bilangnya sama supir. "Baik Nyonya," Sampailah mereka disebuah klinik kecantikan. Elvina langsung masuk dan disambut hangat oleh pegawai disana. "Silakan Nyonya," sapa pegawai klinik. "Saya mau facial sama creambath," "Silahkan Nyonya masuk, ruangan sudah siap," "Jeng Sarah sama yang lain tidak pernah kesini lagi?" Elvina menggali informasi dari pegawai Klinik yang sedang memijatnya. "Sudah seminggu tidak ada Nyonya," "Pada kemana mereka?" "Kurang t
Brian Alexander, pria yang tidak begitu tampan, tetapi memiliki wajah yang menarik membuat para wanita dikampus sangat tergila-gila padanya. Sebagai pewaris perusahaan Golden satu-satunya Brian merasa hidupnya sudah sempurna namun sangat membosankan. Segala hal sudah pernah ia lakukan, semua keinginannya selalu terpenuhi. Kuliah baginya hanya formalitas saja untuk menunjang bisnisnya. Setelah dari kampus, Brian biasa mengajak teman dekatnya Jack, Andrew dan Pras mampir ke tempat Billiar atau Bar. Meskipun di dalam Apartemen nya sendiri ada fasilitas semua itu. Tinggal disebuah Apartemen mewah dengan fasilitas lengkap bukanlah hal istimewa bagi Brian, jika dibandingkan dengan seluruh harta kekayaannya yang melimpah. Tetapi semua itu kebahagian semu baginya, yang dia butuhkan adalah keluarganya. Brian selalu dimanjakan dengan uang, pernah suatu saat ada kejadian dimana dia memukul teman sekolahnya dan melemparnya dengan batu hingga kepala korb
Billy beserta asistennya Rama turun dari mobil didepan pintu sebuah gedung, sementara dua bodyguardnya menggunakan mobil lain menyusul dibelakangnya. Dia memakai stelan jas warna hitam dengan aksesoris kacamata hitamnya. Karpet merah digelar sepanjang koridor menuju ruangan. Billy disambut hangat para penjaga gedung itu. "Malam Bos," sapa penjaga. Billy hanya mengangguk dan langsung menuju ruangan. Meja VIP atas namanya telah disiapkan oleh panitia acara. Billy langsung menuju mejanya ditemani Rama, sementara para bodyguardnya menunggu dibarisan belakang. Acara pelelangan proyek Rumah sakit dimulai. Para peserta tender dari beberapa perusahaan telah hadir, mereka mempersiapkan materi untuk dipresentasikan guna untuk menentukan pemenangnya. Satu per satu dari mereka maju kedepan menyampaikan konsep yang akan mereka kerjakan ketika mendapat proyek ini. Rama asisstennya Billy pun mendapat giliran untuk maju kedepan. Sekitar dua puluh perusaha
Pagi ini Billy sudah bersiap untuk menanda tangani kontrak kerjasama proyek pembangunan Rumah Sakit. "Jadi hari ini tanda tangan kontrak Pa?" "Iya jadi dong, kalian siap-siap saja buat nanti malam kita pesta," "Ya semua kan sudah diatur sama pegawai kita, aku mau nyari pakaian dulu buat nanti malam," Wajahnya terlihat berseri, langkahnya sangat gagah bak pahlawan yang baru pulang dari medan perang membawa kemenangan. Billy masuk kedalam ruangan yang telah disediakan didampingi Rama. " Terimakasih semua atas kerjasamanya," ucap Billy. "Sama-sama Pak Billy, semoga kerjasama kita akan terus berlanjut," "Nanti malam jangan lupa untuk hadir ditempat saya, saya mengadakan acara kecil-kecilan, sebagai ajang untuk kita kumpul saja," ucapnya dengan gaya sedikit sombong. "Terima kasih undangannya Pak Billy, kami pasti usahakan hadir," "Kalau begitu, saya pamit dulu karena masih ada yang harus saya kerjakan,"
Dipertengahan sambutan, Brian merasa bosan dia pamit kepada Arman untuk keluar sebentar. Dia berdiri didekat pintu masuk ruangan dan menyulut rokok sambil mengamati sekelilingnya, dia menikmati beberapa hisapan. Tiba-tiba matanya menangkap sekelebat perempuan dengan gaun merah. "Wanita itu mirip Keysa,"gumamnya, sambil mematikan rokoknya yang belum habis. Brian berjalan menuju penampakan wanita tadi, ternyata penglihatannya benar ada seorang wanita sedang turun melalui tangga, mengangkat gaunnya yang terlalu panjang. "Keysa," Brian memanggilnya sambil memastikan jika penglihatannya tidak salah. " Ya benar itu Keysa," gumamnya sambil terus mengejar wanita itu. "Keysa, tunggu!" Brian terus mengejar hingga dia berhasil meraih tangannya. "Mau lari kemana kamu?"
Menjelang tengah malam, pesta di rumah kediaman Billy pun berakhir, para tamu undangan pergi satu persatu sebelum pesta selesai karena mereka ada kepentingan lain.Sementara itu Keysa sudah berada di kamar nya sejak tadi setelah dia bertemu Brian di dekat tangga, dia hanya menengok sebentar ke ruangan lantai tiga, karena dia tidak begitu tertarik dengan pesta semacam itu. Keysa asyik dengan dunia kecilnya dikamar yang seluruh ruangannya didominasi warna hijau muda, warna kesukaan Keysa. Keysa sedang asyik mendengarkan musik memakai earphone sambil rebahan diatas tempat tidur menghadap ke arah luar kamar, dia tidak menyadari kehadiran Sherli. Pintunya sedikit terbuka sehingga Sherli dengan mudah masuk tanpa harus mengetuk pintu."Oh my God!" Keysa terkejut ketika Sherli tiba-tiba menepuk bahunya. Melihat ekspresi Keysa, Sherli hanya tertawa seolah itu lucu..
Keysa turun dari mobil, namun sebelum masuk ke rumah, dia melihat sepertinya ada tamu yang datang, tapi siapa? Pikir Keysa, karena tak biasanya Billy atau Elvina menerima tamu kecuali ada perayaan. Kalau ada pertemuan penting biasanya mereka akan mengadakan pertemuan di luar.Keysa lalu masuk, sampai di ruang tamu, dia disambut oleh Elvina."Itu Keysa baru datang," tunjuk Elvina ke arahnya.Keysa tidak bisa melihat dengan jelas tamu laki-laki yang datang itu, tetapi seolah sangat akrab dengan Elvina, dan seolah dia tahu bahwa Keysa tinggal di rumah itu."Ayo Key kesini," ajak Elvina.Sherli yang sejak tadi duduk disana hanya memperhatikan gerak gerik Keysa yang seperti ragu untuk melangkah. Laki-laki itu berdiri dan menoleh ke arah Ke
Brian baru saja sampai di apartemen nya setelah dari rumah keluarga Cashel. Dia melemparkan tas dan menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia melihat sekeliling langit-langit kamar, seperti sedang memikirkan sesuatu."Rupanya Keysa berasal dari keluarga Cashel, pantesan saja dia tidak mau memberi tahuku,"Brian merogoh sakunya mengambil ponsel, dan melakukan panggilan."Halo Pa," sapa Brian."Ya kenapa Brian?""Papa kapan berangkat ke Hongkong?" Tanya Brian."Besok Papa berangkat, kenapa?""Besok sebelum Papa ke Bandara, ada yang aku ingin sampaikan ke Papa,""Baiklah besok Papa tunggu kamu,"