Happy reading!!!
Lebih baik sendiri, dibanding harus berteman dengan Fake Friend yang hanya mencari keuntungan saat berteman.
*
"A— aih! Udah pulang mah?" Ana tersentak kaget saat baru saja membuka pintu rumah langsung terlihat Okta—mamahnya yang sedang menunggunya dengan berkacak pinggang dan menatapnya datar.
Okta menurunkan tangannya dan menghela nafasnya panjang. "Udah malem, dari Mana aja?" Tanyanya.
Ana mengangkat kantong belanjaan ditangannya, "beli jajan." Sahutnya sembari terkekeh.
"Udah sana, masuk kamar. Besok sekolah kan?"
"Iya." Balasnya. "Oh iya mah, papah udah pulang?" Tanyanya.
"Udah, lagi ada di ruang kerjanya. Gangguin sana!" Ana tersenyum jahil lalu mengangkat tangannya hormat ke arah Okta "Siap Bupol!" Katanya
*
Ana membuka perlahan pintu didepannya lalu ia masuk kedalamnya. "Hayo! Yang pulang gak bilang-bilang!" Candanya berpura-pura marah. Menampakkan dirinya dari balik pintu.
"Coklatnya udah ada di dalem kulkas." Sahut Nata— Papahnya. Ana Tersenyum lebar saat mendengarnya dan melangkah ke sofa yang berada tak jauh dari tempatnya.
"Good job!" Ana mengacungkan jempolnya ke arah Nata.
"Gak ada akhlak emang nih anak." Batinnya.
"Oh iya, pah." Panggil Ana.
"Ada Apa, hm?"
"Tadi aku ketemu temen satu sekolah, mereka mau balapan di depan jalan sana. Aku Panggil mereka, Terus, pas ngeliat aku merekanya kayak ketakutan terus langsung kabur." Ujarnya.
Nata terkekeh pelan mendengarnya, dengan terus fokus ke berkas di hadapannya, ia berkata. "Gimana gak takut? Orang 1/4 murid di sekolah, kamu hajar semua?"
"Ya... Itu sih salah mereka, lagian ganggu aku pas lagi badmood."
"Udah sana ke kamar. Tidur,"
" temen aku masih punya utang sama aku." Katanya.
"Utang berapa? Ikhlasin aja,"
Ana menggeleng. "Gak bisa, soalnya aku udah bilang kalo dia ngutang dan harus dibayar. Papah kan tau, aku gak pernah main-main sama ucapanku?" Dia tersenyum lebar setelah mengucapkannya.
Nata menatap serius anaknya sambungnya yang berada didepannya ini. "Iya. Terserah. Asal jangan macem-macem. Ngerti?" Ana mengangguk menyahutinya.
"Udah sana ke kamar. Tidur," Ulang Nata
"Oke!" Ana beranjak dari tempatnya dan melangkah pergi menuju kamarnya.
"Ada apa lagi?" Tanya Nata tanpa menengok saat mendengar suara pintu ruangan kerjanya kembali dibuka.
"Ada apaan? Emang ada apaan lagi?" Sahut Okta yang datang dengan membawa segelas kopi panas untuk Nata.
"Oh, aku kirain Ana." Perempuan berhijab itu meletakkan kopinya di sebelah Nata lalu duduk di kursi yang berada di sebelahnya.
"Emang kenapa sama Ana?"
"Dia cerita ketemu sama temen-temen sekolahnya terus pada ketakutan pas ngeliat dia."
"Oh, kirain apa."
"Si monyet emang ajarannya nih. Anak gue diajarin berantem, buset." Gumam Okta yang masih dapat di dengar Nata.
"Bela diri juga penting kan. Seenggaknya berguna buat Ana jaga dirinya sendiri." Ujar Nata menumpu dagunya dan menatap ke arah istrinya saat ini.
"Ya." Cuma..... Oh iya! Lusa aku libur. Jalan-jalan yuk!"
"Berdua aja, Hm?" Okta menggeleng.
"Sama yang lain. Mau kan?"
Nata mengangguk menyetujuinya "iya." Katanya seraya menyeruput kopi yang dibawakan istrinya itu.
*
Buat kalian yang belum tahu, Ana. Febriana Aurelie. Seorang anak perempuan yang terkenal di sekolahnya. Ia dikenal sebagai preman sekolah setelah kejadian ia memukuli 1/4 murid dan itulah yang membuatnya entah ditakuti atau disegani? Padahal sebenarnya, ia hanya murid biasa. Tidak terlalu pintar dan juga tidak terlalu bodoh. Ia juga memiliki sisi lemah dan ketakutan yang sama sekali orang lain tidak tau apa itu.
Dia tipe orang yang lebih suka menyendiri. Bukan susah untuk memiliki teman, hanya saja dianya yang memang tidak ingin. Lebih baik sendiri dibanding harus berteman dengan Fake Friend yang hanya mencari keuntungan saat berteman dengannya.
Di sebuah kamar bernuansa putih, terlihat banyak poster-poster anime yang tertempel di dinding dan rak-rak yang penuh dengan buku. Ana masih meringkuk diatas kasurnya sembari memeluk guling yang berada di dekapannya saat ini. Ia menutup telinganya saat mendengar pintu kamarnya yang terus diketuk.
Tok ...tok..tok...
"Ana bangun! Udah siang!" Teriak mamahnya dari depan pintu.
"5 menit lagi," Gumamnya.
'CEKLEK'
Terdengar suara knop pintu, lalu pintu kamarnya terbuka. "Ana bangun! Udah siang! Sekolah!"
"5 menit lagi mah!" Rengek Ana.
"Bangun!"
"...."
"Febriana Aurelie! Bangun gak? Atau semua coklat kamu mamah buang, hm?" Ana menggerutu dan terpaksa bangun dari tidurnya.
"Mamah mah ngancem Mulu,"
"Biarin."
"Biarin, nanti aku buang semua poster sama novel-novelnya." Ucap Ana menirukan ucapan mamahnya.
Mamahnya berkacak pinggang. " Oh, udah berani, hm? Sampe kamu buang beneran, gak mamah kasih uang jajan setahun!" Mamahnya melangkah pergi dari kamarnya.
"SADIS. MAMAH MAH GITU! JANGAN LAH!" Ana menggerutu kesal.
"BANGUN! MANDI, NYARAP, ABIS ITU SEKOLAH! NGERTI?" Balas mamahnya berteriak dari luar.
"NGERTI!"
*
Ana memakan sarapannya dengan tenang. Tak jauh dari tempatnya, ada Nata yang juga sedang memakan sarapannya sembari melihat berkas-berkas yang sama sekali tidak diketahuinya apa itu? Ia melirik ke arah mamahnya yang baru saja keluar dari kamar dengan memakai seragamnya lengkap dan menenteng jaket biru dilengannya.
"Kerja?" Tanya Ana pelan membuat mamahnya lantas menoleh kearahnya.
"Iya." Balas Mamanya.
"Mamah kapan berhenti kerjanya? Aku bosen dirumah sendirian kalo mamah sama papah lagi kerja." Keluh Ana dengan wajah cemberut.
Okta dan Nata saling lirik lalu tersenyum dan memeluk anaknya itu. "Nanti. Tapi belum tau kapan,"
"Yaudah. Selama mamah seneng waktu kerjanya," Ana tersenyum lebar lalu melanjutkan makannya.
"Besok mamah kamu libur. Mau—"
"Mau ke makam bapak. Boleh?" Potong Ana cepat dengan mata berbinar.
"Boleh." Balas Nata dan Okta bersamaan.
"Kadang aku mikir. Aku mau ketemu sama bapak secara langsung, bukan cuma liat di foto doang,"
Nata yang mengerti perasaan anaknya itu tersenyum lalu mengelus lembut kepalanya. "Besok kita ke sana."
"Ya." Ana beranjak dari duduknya lalu mengambil tasnya yang disampirkan di kursi. Lalu memakai rompi jeans dengan banyak tempelan dan kata-kata yang tertempel disana. " Yaudah, aku berangkat sekolah dulu."
"Ya."
"Mau bawa motor atau bareng papah?"
"Bawa motor aja."
"Headset bawa?" Tanya Okta memastikan.
"Bawa."
"Handban dipake?"
"Pake." Ana mengangkat tangan kirinya yang memakai handban hitam milik bapaknya dulu.
"Aku berangkat," Ana menyalami tangan mamah dan Papahnya Secara bergantian lalu melangkah pelan keluar rumah. "Ass—"
"Kalo kamu mau denger suara bapak kamu. Nanti mamah kasih," Ujar mamahnya saat Ana mulai menghilang dari balik pintu. Namun dengan kilat, Ana kembali berlari ke hadapannya dengan wajah senang. "Serius ada? Mana? Aku mau denger," pintanya.
PLETAK!
Mamahnya menyentil jidatnya lalu berkata, " Tapi nanti. Kalo kamu udah gede."
"Ih! Aku kan udah gede."
"Udah sana berangkat, nanti telat loh." Peringat Nata yang masih terduduk di kursi meja makan.
"Siap!" Sahut Ana. " Janji loh ya bupol!" Lanjutnya lalu berlari keluar rumah. Dan tak lama kemudian suara motor yang dikendarai Ana sudah melesat pergi dari halaman rumah.
*
—TO BE CONTINUE—
HAPPY READING!!!! Daripada percuma cuma dikata. Mending sekalian gue lakuin. * Gadis itu melangkahkan kakinya dengan santai di tengah lapangan sekolahnya. Berbeda dengan murid-murid lain yang kalau datang melewati koridor kelas. Ia lebih memilih memotong jalan lewat lapangan agar lebih cepat sampai ke kelasnya. Dia menekan tombol 'PLAY' Pada ponselnya dan mulai terdengar alunan musik yang didengarnya lewat headset yang sedari tadi sudah terpasang di telinganya. Beberapa murid yang sudah tiba disana hanya melihat dan sesekali berbisik diam-diam saat melihat Ana yang baru saja datang. 'liat dandanannya. Udah kayak laki banget.' 'cuma bedanya, dia pake hijab haha' 'ya... Namanya juga preman sekolah.' 'Suttt! Woy! Kalian mau dihajar sama dia?' Ana memutar bola
HAPPY READING!!!'Gak usah ngelarang. Kalo Lo Sendiri gak suka dilarang-larang.'*Orang itu mulai melangkah maju. Sedangkan Talita terus mundur sampai ke tepi rooftop dan hampir saja terjatuh kalau bukan ditahan dengan orang yang tidak dikenalnya itu."Tenanglah. Jangan kesini. Nanti kau jatuh terus mati, itu sangat merepotkan nantinya. Duduk saja." Katanya dengan bahasa baku menyuruh Talita duduk di sofa usang yang berada disana. Mau tak mau Talita menurutinya dan duduk disofa itu.Orang itu berjongkok dihadapan Talita. Dengan tangan yang dilapisi sarung tangan lateks berwarna hitam, ia memegang tangan Talita dan mengelusnya lembut. "Tanganmu sungguh lembut sekali nona. Apa tangan ini digunakan untuk berbuat hal jahat seperti membully orang lemah?" Tanyanya lalu menggenggam tangan Talita erat sampai merintih kesakitan.Orang itu tersenyum dibalik topeng yan
HAPPY READING!!!'Kita semua sama. Gak ada yang dibeda-bedain! Ngerti?'*"MAKSUD LO APA HAH?!" Teriak Ana Langsung mencengkeram kerah baju Kafi."Mereka tau. Tapi bonyok Lo enggak. Santai dikit Napa." Kekehnya."Lo ngasih tau mereka?" Tanya Ana."Domino. Lo tau perkumpulan itu?" Tanya balik Kafi."Perkumpulan? Perkumpulan apaan itu?""Febriana Aurelie. Seorang leader. Atau pendiri dari Domino yang baru aja dibentuk satu tahun yang lalu. Perkumpulan yang suka membantu masyarakat dan juga kadang membuat masalah. Dan yang dikira orang-orang semua anggota itu cowok. Ternyata leadernya itu cewek. Lo tertutup sama orang lain. Tapi Lo terbuka dengan anggota Lo, dengan bilang kalo Lo itu cewek." Ujar Kafi panjang lebar."Lah? Apaan njir? Udah kayak cerita novel aja?" Tawanya pelan.&nb
HAPPY READING!!!*Tok.... Tok...tok..Pintu rumah diketuk. Tak lama kemudian pintu itu terbuka dan menampakkan seorang perempuan berhijab yang membukakan pintunya."Ananya kecapean nih Tan. Biasa." Kata Zeldan menunjuk ke arah Ana yang berada dipunggung Jidan."Langsung bawa masuk ke kamarnya aja." Suruh Okta mempersilahkan semua remaja itu masuk kedalam rumahnya.Setelah membaringkan Ana di kasurnya, Jidan keluar dari kamar temannya itu dengan menutup pintu kamarnya perlahan dan melangkah menghampiri teman-temannya yang lain sedang menunggu di ruang tamu."Tidur dia?" Jidan mengangguk menyahutinya.Mereka semua berkumpul diruang tamu. Sembari menonton dan memakan cemilan-cemilan yang disediakan. Atau lebih tepatnya, mereka ngambil sendiri tanpa perlu disuruh.Beberapa menit kemudian. Pintu kamar
HAPPY READING!!!Kalau satu orang dapat hukuman, semuanya juga akan ikut dihukum.*Ana mengerem Motor Vespa putih kesayangannya itu saat sudah sampai tepat didepan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat.Tin...tin..Ana membunyikan klakson Motornya sampai penjaga sekolah keluar berada di posnya. "Mang, bukain gerbangnya mang!" Teriak Ana yang membuat beberapa orang yang juga telat disana melihat kearahnya."Neng Ana lagi?" Gumam penjaga sekolah itu menggaruk kepalanya. "Saya gak bisa bukain gerbangnya. Tunggu aja Bu Wenda kesini. Tunggu bareng yang lainnya tuh," Lanjutnya sembari menunjuk ke beberapa orang yang juga telat sepertinya."Urgent nih mang. Gak bisa nunggu, saya." Desak Ana."Gak bisa." Kekeuh penjaga gerbang itu.
HAPPY READING!!!!"Gak usah liat-liat gue. Ganggu!"*"Ana, Pesen makan." Suruh Kafi, yang membuat Ana baru saja mau duduk di kursi kantin, Langsung merengut kesal menatapnya."Gue--""Sut... Anak kecil gak usah banyak bacot. Pesen sana." Potong Alfi cepat yang membuat Ana tambah kesal saat melihat sifat tengilnya."Awas Lo Fi!" Ancam Ana tajam. Orang yang diancamnya itu hanya tersenyum meledek kearahnya"Jidan, Edan. Temenin." Pinta Ana dengan memasang wajah memelas kehadap dua orang kembar yang justru menghiraukannya dan asik mengobrol."Oh.. gitu?! Biarin aja. Gue pesen buat gue sendiri. Males. Awas aja pada minta!" Putus Ana lalu pergi dari sana. Lalu disambut gelak tawa
HAPPY READING!!!"Saya suka kok,"*"EGAS?" Panggil Ana yang menghentikan langkahnya."Ya." Sahut Egas singkat.Ana mendekat kearah Egas yang berada didepannya. Ia mendekatkan telinganya ke arah lelaki itu. Dia tersenyum miring lalu menatap kearah lelaki dihadapannya itu. "Lo bohong." Katanya enteng."Bohong?" Gumam Egas."Ini. Lo pasti tau. Ini obat maag." Kata Ana menunjuk ke obat hijau kecil yang berada ditangannya. "Tapi gue tau, Lo mau minum ini bukan karena lo sakit maag." Tebaknya."Enggak " elak Egas."Lo gak sakit maag. Tapi Lo Laper! Makanya Lo mau minum obat itu biar Lo tahan kalo g
HAPPY READING!!!'Gue baru sehari kenal sama dia 'kan, ya?'*MEREKA menyelesaikan makannya. Mamah Ana membereskan piring-piring kotor, sedangkan Ana, Nata dan Egas masih duduk diam di ruang makan.Ana yang merasa bosan pun memainkan ponselnya dengan meletakkan kepalanya diatas meja makan. Yang secara tidak langsung kepalanya menghadap ke arah Egas yang duduk disebelahnya.Drrt....drrt...Ponsel Ana berdering yang membuatnya seketika terkejut dan mendengus kesal saat melihat nama kontak di layar ponselnya.ALFI 🤡 CALLING..."apaan?" Sewot Ana."Lah, situ yang sewot. Kemana Lo woy?" Sahut Alfi yang membu