HAPPY READING!!!!
"Berani Lo rusak, satu jari Lo gue ambil."
*
BRUMMM....
BRUMMM....
BRUMMM....
Terdengar suara deru motor dengan knalpot bising saling sahut menyahut. Menggeber gas motornya sampai membuat malam yang seharusnya tenang menjadi ramai.
Semua orang yang berada disana melangkah cepat kepinggir jalan untuk menyaksikan dua motor yang sudah berada didepan garis start. Mereka saling sorak-menyoraki dan mendukung jagoannya masing-masing.
Dua motor berbeda warna itu dengan masing-masing pengendaranya mulai menyalakan mesin motornya yang membuat penonton di kanan dan kiri semakin bersemangat melihatnya.
"Lo liat aja, FA! malam ini, gue yang bakal menang." Kata si pengendara motor berwarna kuning cerah menengok kesebelahnya dan Tersenyum Sinis dibalik helm full face-nya.
Orang yang dipanggil FA itu menengok dan hanya menatap datar orang disebelahnya, namun sedetik kemudian ia tersenyum dengan menyipitkan sedikit matanya. "Ya." Sahutnya lalu kembali menghadap depan. "Dalam mimpi Lo." Batinnya
"Cih, bangsat!"
FA menengok ke sebelahnya dan kembali berkata, "Takut? Pulang sana!" Sindirnya.
"Gue takut?" Sahut si pengendara motor kuning lalu tertawa sinis. "Gue IL! Gue gak takut apapun atau siapapun itu. Camkan itu, bangsat!"
Seorang perempuan datang dari arah belakang dan berdiri dihadapan mereka dengan membawa sebuah bendera ditangannya.
"Kalian siap?"
BRUMMM....
BRUMMM....
BRUMMM....
Mereka menyahutinya dengan terus menggeber gas motornya.
" YOK FA SEMANGAT!"
"FA!"
" MENANGIN LAGI GAN!"
Bendera langsung diangkatnya ke atas, menandakan agar kedua pembalap itu bersiap-siap.
"Satu....."
"Dua......"
"Ti—"
"Woy!" Panggil seseorang dari pinggir jalan didepan mereka, tepatnya disebelah tempat berdirinya para penonton.
Semua orang disana menengok ke sumber suara saat merasa tak aing dengan suaranya. Mereka semua yang ada disana seketika terkejut saat melihat orang yang berdiri disana.
Seorang perempuan berhijab, dengan tinggi sekitar 158 cm sedang berdiri disana dengan memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaket yang dipakainya dan menatap datar semua orang yang berada disana.
"Dia kan...."
"WOY! SUTTT!"
"Oh, Anak Biaksara?" Gumam perempuan berhijab itu.
Seorang laki-laki dengan mengunakan jaket Boomber coklat mendekat ke perempuan itu dan mencoba memasang ekspresi wajah santai, walaupun sebenarnya ia sedikit takut.
"Eh! Neng Ana, mau kemana? Ini udah malem loh, bahaya cewek malem-malem ada diluar. Nanti—"
Perempuan bernama Ana menengok dan menatap sinis orang didepannya. "Kalo mau balapan jangan disini. Ini daerah rumah gue. Jangan ganggu!" Kata Ana.
Bian menepuk jidatnya pelan. "Ah iya! Gue lupa, Na!" Cengirnya.
"Lo, ajak temen-temen Lo pergi dari sini." Suruh Ana.
"Tapi nang—"
Ana menghela nafasnya lalu mengeluarkan satu tangannya yang berada disaku jaketnya. Semua orang disana melangkah mundur, termasuk Bian. Saat melihat Ana mengeluarkan satu tangannya.
"Pergi gue bilang." Kata Ana dengan Nada memperingati.
"O-oke." Bian mundur dan menaiki motornya. "GUYS! CABUT!" Serunya dan langsung pergi dari sana disusul dengan yang lainnya. Beberapa penonton disana juga mulai membubarkan diri.
"Ck, aneh." Gumam Ana lalu kembali memasukkan tangannya kedalam saku jaketnya. "Huh ... Dingin!" Lanjutnya lalu melangkah pergi dari sana.
Disanq tinggal satu motor yang masih terparkir. Sedangkan, motor-motor yang lainnya sudah p3rgi entah kemana. Sang pengendara itu—FA. Masih duduk di atas motornya tanpa berniat pergi dari sana seperti yang lainnya. Ia menatap punggung Ana yang melangkah pergi semakin jauh sampai tak terlihat lagi dari pandangan matanya.
"Siapa dia?" Batinnya.
*
Ana melangkahkan kakinya pelan, ia bersenandung kecil dan hanya menatap datar ke jalan yang tampak sepi.
"Kenapa mereka kayak pada takut pas ngeliat muka gue ya? Apa muka gue seserem itu?" Gumamnya lalu mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya.
23.50 WIB
"Mampus gue!" Mata ana melotot seketika saat melihat jam di ponselnya. Ia segera menyimpan ponselnya dan berlari cepat kerumahnya.
Sekedar informasi....
SMA Biaksara, sekolah Ana saat ini. Ia baru saja memasuki semester 1 dikelas 11. Jika bertanya kenapa semua anak Biaksara yang berkumpul di sana langsung melangkah mundur saat melihat Ana. Jawabannya hanya Satu.
Mereka merasa ngeri saat melihatnya. karena, pada saat Ana kelas 10 semester genap. Ia sering menyendiri dan membuat teman-teman sekelasnya membully-nya dan dia hanya diam.
FLASHBACK ON
Ditahun pertamanya memasuki SMA, Ana hanya menghabiskan waktunya untuk menyendiri di sekolah, tanpa berniat mencari teman satu pun. Dan itulah yang membuatnya sering di bully dengan teman sekelasnya maupun dengan kakak kelas disekolahnya.
Bukan karena ia jelek, kumel atau apapun. Hanya saja, karena ia lumayan cantik, walaupun pendek ia bisa membuat hampir semua siswa yang ada disekolah merasa Iri dengannya dan berakhir dengan membully-nya.
"Woy babu!"
"Woy kacung!"
"Woy cantik!—eh.."
Suatu ketika, saat Ana sedang duduk didepan kelasnya sembari membaca buku ditangannya. Ia melirik sedikit saat merasakan ada orang yang datang kearahnya. Ya, orang-orang itu teman-teman sekelas dan juga beberapa kakak kelasnya. Mereka Berdiri dihadapannya seraya bersedekap dada dan menatap Ana didepannya.
"Woy babu! Gue Laper. Beliin gue makan!" Kata salah satu diantara orang-orang itu.
"..." Ana menghiraukannya dan membalik halaman berikutnya di novel yang sedang dibacanya.
"Sialan si babu! Ngacangin gue Lo, Hah?!" Tanya cewek itu emosi dan menarik dagu Ana kasar agar melihat kearahnya.
"Apa?" Tanya Ana santai.
"Wah.... Wah..."
"Mulai berani si babu!"
"Kasih pelajaran aja!"
"Asiikkk!"
"Ambil novelnya!" Titah cewek itu.
Ana hanya diam dan menatap datar cewek didepannya. Cewek itu melepas cengkraman di dagunya lalu mengambil novelnya dari temannya sembari tersenyum sinis kearahnya.
"Kayaknya Lo suka banget baca ya?" Tanyanya. "Kira-kira bakal gue apain yang ini buku?" Ana menatap tajam orang didepannya yang sedang membolak-balik novelnya yang baru saja ia beli.
"Apa gue bakar aja ya?" Tangan Ana mengepal saat mendengarnya. Orang yang berbicara seperti itu, justru tersenyum sinis saat melihat ekspresi wajah Ana yang berubah.
"Berani Lo rusak, satu jari Lo gue ambil." Ana beranjak dari tempatnya.
Cewek itu menutup mulutnya dan tertawa meledek saat mendengar ana berbicara seperti itu. "Uuuu... Takuttttt..." Tawanya disusul dengan teman-temannya yang lain.
"Ja—" Mata Ana melotot saat melihat orang didepannya yang sudah memegang korek api gas dan mulai menyalahkan dengan mengarahkan kearah novelnya.
WHOOS...
Novelnya terbakar dan langsung dilemparnya ke kebawah lalu mereka semua tertawa meledek Ana.
Ana mencengkeram baju orang didepannya itu dan menyeretnya ke tengah lapangan. Dia melipat sedikit ujung seragamnya dan memakai handban ditangan kirinya. Tangannya menunjuk ke semua teman-teman cewek itu satu persatu.
"Kalian maju!" Katanya santai.
"Lo—"
KRAK!
Ana memukul tengkuknya Sampai orang itu pingsan, lalu menyeretnya ke tepi lapangan. "Lo biar jadi yang terakhir," Katanya sembari berjongkok dan Tersenyum miring.
"Maju!" Seru Ana yang membuat semuanya Langsung maju secara bersamaan.
Tak sampai 10 Menit, Semua orang disana Langsung pada tepar saat melawan Ana yang hanya sendirian. Semuanya, ya... Semua, cowok maupun cewek dihajarnya sembari melampiaskan rasa marahnya.
Segerombol cowok yang baru saja datang dari arah kantin terkejut saat melihat orang-orang yang pada merintih kesakitan dan tertidur dilapangan.
"Weh.... Ada apa ini???"
"B-bian bantu hajar dia!" Kata salah satu dari mereka yang masih sadar, menunjuk kearah Ana.
"Lah, ngapain gue harus ngehajar dia njir? Dia cewek woy!" Sahut Bian. "Lah kalian pada kenapa dah?!" Tanyanya.
"Dihajar dia pastinya lah goblog!!" Sahut Arka— salah satu teman Bian.
"WAGELASEH!"
Tanpa aba-aba mereka maju dan berniat membalas Ana yang hanya diam dan melirik singkat kearah mereka.
BUGH!
BUGH!
BUGH!
KRAK!
KREK!
Ana membersihkan tangannya setelah semua orang itu tepar ditempat. Termasuk Bian dkk. Ia meninggalkan sebuah kertas dengan tulisan berukuran besar di tengah lapangan. Lalu melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas.
Ia mengalahkan semua orang yang suka mengganggu ketenangannya, tidak perduli mau Pitu cowok ataupun cewek. Singkatnya, dia mengalahkan semuanya yang kebanyakan laki-laki disana kalah dengannya. Dan itu yang membuat dia takut, atau disegani? Disekolahnya
'Pastiin buat ganti novel gue!'
Tulisnya dikertas yang berada diletakkannya ditengah lapangan.
Besoknya ia dipanggil BK disaat berita tentang dirinya yang menghajar 1/4 orang disekolahnya dipasang di masding dan membuat geger guru-guru dan juga orang tuanya.
FLASHBACK OFF
*
Kira-kira begitulah....
Btw, ceritanya muter-muter gak sih?
—TO BE CONTINUE—
Happy reading!!! Lebih baik sendiri, dibanding harus berteman dengan Fake Friend yang hanya mencari keuntungan saat berteman. * "A— aih! Udah pulang mah?" Ana tersentak kaget saat baru saja membuka pintu rumah langsung terlihat Okta—mamahnya yang sedang menunggunya dengan berkacak pinggang dan menatapnya datar. Okta menurunkan tangannya dan menghela nafasnya panjang. "Udah malem, dari Mana aja?" Tanyanya. Ana mengangkat kantong belanjaan ditangannya, "beli jajan." Sahutnya sembari terkekeh. "Udah sana, masuk kamar. Besok sekolah kan?" "Iya." Balasnya. "Oh iya mah, papah udah pulang?" Tanyanya. "Udah, lagi ada di ruang kerjanya. Gangguin sana!" Ana tersenyum jahil lalu mengangkat tangannya hormat ke arah Okta "Siap Bupol!" Katanya * Ana membuka p
HAPPY READING!!!! Daripada percuma cuma dikata. Mending sekalian gue lakuin. * Gadis itu melangkahkan kakinya dengan santai di tengah lapangan sekolahnya. Berbeda dengan murid-murid lain yang kalau datang melewati koridor kelas. Ia lebih memilih memotong jalan lewat lapangan agar lebih cepat sampai ke kelasnya. Dia menekan tombol 'PLAY' Pada ponselnya dan mulai terdengar alunan musik yang didengarnya lewat headset yang sedari tadi sudah terpasang di telinganya. Beberapa murid yang sudah tiba disana hanya melihat dan sesekali berbisik diam-diam saat melihat Ana yang baru saja datang. 'liat dandanannya. Udah kayak laki banget.' 'cuma bedanya, dia pake hijab haha' 'ya... Namanya juga preman sekolah.' 'Suttt! Woy! Kalian mau dihajar sama dia?' Ana memutar bola
HAPPY READING!!!'Gak usah ngelarang. Kalo Lo Sendiri gak suka dilarang-larang.'*Orang itu mulai melangkah maju. Sedangkan Talita terus mundur sampai ke tepi rooftop dan hampir saja terjatuh kalau bukan ditahan dengan orang yang tidak dikenalnya itu."Tenanglah. Jangan kesini. Nanti kau jatuh terus mati, itu sangat merepotkan nantinya. Duduk saja." Katanya dengan bahasa baku menyuruh Talita duduk di sofa usang yang berada disana. Mau tak mau Talita menurutinya dan duduk disofa itu.Orang itu berjongkok dihadapan Talita. Dengan tangan yang dilapisi sarung tangan lateks berwarna hitam, ia memegang tangan Talita dan mengelusnya lembut. "Tanganmu sungguh lembut sekali nona. Apa tangan ini digunakan untuk berbuat hal jahat seperti membully orang lemah?" Tanyanya lalu menggenggam tangan Talita erat sampai merintih kesakitan.Orang itu tersenyum dibalik topeng yan
HAPPY READING!!!'Kita semua sama. Gak ada yang dibeda-bedain! Ngerti?'*"MAKSUD LO APA HAH?!" Teriak Ana Langsung mencengkeram kerah baju Kafi."Mereka tau. Tapi bonyok Lo enggak. Santai dikit Napa." Kekehnya."Lo ngasih tau mereka?" Tanya Ana."Domino. Lo tau perkumpulan itu?" Tanya balik Kafi."Perkumpulan? Perkumpulan apaan itu?""Febriana Aurelie. Seorang leader. Atau pendiri dari Domino yang baru aja dibentuk satu tahun yang lalu. Perkumpulan yang suka membantu masyarakat dan juga kadang membuat masalah. Dan yang dikira orang-orang semua anggota itu cowok. Ternyata leadernya itu cewek. Lo tertutup sama orang lain. Tapi Lo terbuka dengan anggota Lo, dengan bilang kalo Lo itu cewek." Ujar Kafi panjang lebar."Lah? Apaan njir? Udah kayak cerita novel aja?" Tawanya pelan.&nb
HAPPY READING!!!*Tok.... Tok...tok..Pintu rumah diketuk. Tak lama kemudian pintu itu terbuka dan menampakkan seorang perempuan berhijab yang membukakan pintunya."Ananya kecapean nih Tan. Biasa." Kata Zeldan menunjuk ke arah Ana yang berada dipunggung Jidan."Langsung bawa masuk ke kamarnya aja." Suruh Okta mempersilahkan semua remaja itu masuk kedalam rumahnya.Setelah membaringkan Ana di kasurnya, Jidan keluar dari kamar temannya itu dengan menutup pintu kamarnya perlahan dan melangkah menghampiri teman-temannya yang lain sedang menunggu di ruang tamu."Tidur dia?" Jidan mengangguk menyahutinya.Mereka semua berkumpul diruang tamu. Sembari menonton dan memakan cemilan-cemilan yang disediakan. Atau lebih tepatnya, mereka ngambil sendiri tanpa perlu disuruh.Beberapa menit kemudian. Pintu kamar
HAPPY READING!!!Kalau satu orang dapat hukuman, semuanya juga akan ikut dihukum.*Ana mengerem Motor Vespa putih kesayangannya itu saat sudah sampai tepat didepan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat.Tin...tin..Ana membunyikan klakson Motornya sampai penjaga sekolah keluar berada di posnya. "Mang, bukain gerbangnya mang!" Teriak Ana yang membuat beberapa orang yang juga telat disana melihat kearahnya."Neng Ana lagi?" Gumam penjaga sekolah itu menggaruk kepalanya. "Saya gak bisa bukain gerbangnya. Tunggu aja Bu Wenda kesini. Tunggu bareng yang lainnya tuh," Lanjutnya sembari menunjuk ke beberapa orang yang juga telat sepertinya."Urgent nih mang. Gak bisa nunggu, saya." Desak Ana."Gak bisa." Kekeuh penjaga gerbang itu.
HAPPY READING!!!!"Gak usah liat-liat gue. Ganggu!"*"Ana, Pesen makan." Suruh Kafi, yang membuat Ana baru saja mau duduk di kursi kantin, Langsung merengut kesal menatapnya."Gue--""Sut... Anak kecil gak usah banyak bacot. Pesen sana." Potong Alfi cepat yang membuat Ana tambah kesal saat melihat sifat tengilnya."Awas Lo Fi!" Ancam Ana tajam. Orang yang diancamnya itu hanya tersenyum meledek kearahnya"Jidan, Edan. Temenin." Pinta Ana dengan memasang wajah memelas kehadap dua orang kembar yang justru menghiraukannya dan asik mengobrol."Oh.. gitu?! Biarin aja. Gue pesen buat gue sendiri. Males. Awas aja pada minta!" Putus Ana lalu pergi dari sana. Lalu disambut gelak tawa
HAPPY READING!!!"Saya suka kok,"*"EGAS?" Panggil Ana yang menghentikan langkahnya."Ya." Sahut Egas singkat.Ana mendekat kearah Egas yang berada didepannya. Ia mendekatkan telinganya ke arah lelaki itu. Dia tersenyum miring lalu menatap kearah lelaki dihadapannya itu. "Lo bohong." Katanya enteng."Bohong?" Gumam Egas."Ini. Lo pasti tau. Ini obat maag." Kata Ana menunjuk ke obat hijau kecil yang berada ditangannya. "Tapi gue tau, Lo mau minum ini bukan karena lo sakit maag." Tebaknya."Enggak " elak Egas."Lo gak sakit maag. Tapi Lo Laper! Makanya Lo mau minum obat itu biar Lo tahan kalo g
HAPPY READING!!!!"Kamu diam, jangan teriak, sekarang kita pergi dari sini,"★Egas menahan pundak Ana, agar perempuan itu berhenti berjalan,dan kini menatap kearahnya. "are you okey?" tanyanya, khawatir.Ana tersenyum tipis, "im okey," jawabnya."Kesini naik apa?" tanya Egas, lagi."Motor,"Ana berjalan ke arah motornya, kebetulan mereka kini sudah berada di parkiran depan sekolah, Ana segera menaiki motor pespa putih kesayangannya itu, memakai helmnya lalu berpamitan. "Duluan," pamitnya, sebelum ditahan Egas."Yakin bisa? Gak bakal jatuh, kan?" Egas terlihat khawatir. "Kuat, gue duluan, dah," Ana menjalankan motornya dengan kecepatan sedang, pergi dari area sekolah.★
HAPPY READING!!!"Lo itu pembunuh, Na," ★Ana mengenakan jaketnya, dan tidak lupa mengambil masker dari laci nakas, memakainya, lalu keluar dari kamar.10.35 WibAna melihat jam di pergelangan tangannya, "huh," ia menghela nafas."Kamu mau kemana, Ana, heum?" tanya mamahnya dari ruang tamu, menghampiri Ana dengan tergesa-gesa. "Kamu masih sakit, masuk kamar lagi sana," suruhnya.Ana tak kunjung menjawab, mamahnya berkacak pinggang dan berkata,"jawab, Febriana Aurelie,"Ana menggaruk kepalanya pelan, lalu nyengir lebar dibalik maskernya kearah mamahnya. "Hehe," cengirnya."Ana mau ke sekolah, ada urusan bentarrrr doang, boleh kan mah?" ijinnya"Gak boleh," jawab mamahnya cepat.A
HAPPY READING!!!'Ekspektasinya terlalu tinggi'★Ana menengok, kemudian menunjuk dirinya sendiri, seakan berkata, 'ngomong sama gue?'Cowok itu mengangguk, "iya, elo." katanya, menghampiri Ana.Ana mengangkat sebelah alisnya. 'kenapa?'"Thanks buat yang tadi, lain kali pasti bakal gue ganti," ujarnya, tulus. "Gue Indra," Indra mengulurkan tangannya kehadapan Ana."Dia Arka," lanjutnya menunjuk kearah temannya disebelahnya.Ana mengangguk paham. "Santai." hanya kata itu yang keluar dari mulut Ana."Nama Lo?" tanya Arka, membuat Ana menengok kearahnya.Belum juga Ana menjawab, tetesan air hujan sudah lebih dulu jatuh ketanah. Membuat kedua lelaki disana segera melindungi kepala mereka dengan tanga
HAPPY READING!!!'jelas-jelas berbohong, karena memang kenyataannya tidak seperti yang diucapkannya.'*Waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam.Didalam kamarnya, Ana hanya menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong, entah ingin melakukan apa, dia sendiri merasa malas melakukan apapun.Sore tadi, setelah acara pemakaman Zidan selesai, Ana langsung pulang kerumah. Walaupun hanya bisa melihat dari kejauhan, dia sudah merasa cukup. Karena tak ingin membuat keributan karena Zeldan tak ingin ia ada disana, Ana lebih mencari aman."Maafin gue, Dat."batin Ana, lirih."Apa lo marah sama gue, Dat?""Maaf.. maaf... Maaf,"Lagi. Ana lagi-lagi kembali menangis dalam diam. Kembali merasakan sesaknya menahan tangisnya, agar tidak membuat kedua oran
HAPPY READING!!!'Dia pergi...:»«Anta berlari ke arah salah satu suster yang berjalan keluar dari ruangan operasi, beberapa suster yang lainnya pergi begitu saja dari sana. "Sus," panggilnya."Maaf, ada apa ya?" Tanya susternya."Pasien yang korban kecelakaan, yang tadi dioperasi. Atas nama Zidan Fadlan Albani, dia dimana ya? Gimana keadaannya?" Tanyanya beruntut.Suster itu terdiam, lalu menjawab. "Korban kecelakaan kereta tadi sore?" Mereka semua yang ada diantara mengangguk."Korban sudah dibawa ke ruang jenazah,ti—"Zeldan maju dengan emosi, namun dengan cepat di tahan dengan Kafi dan Alfi disana. "SUSTER KALO MAU BERCANDA JANGAN KELEWATAN, BISA GAK, HAH?!" Bentak Zeldan. "SEKARANG DIMANA ZIDAN! DIMANA KEMBARAN SAYA, HAH?!"emosinya kalut."
HAPPY READING:):'Dia pasti baik-baik saja.'»«Kembali ke rumah Anta, tepatnya dikamar Anta--tempat semuanya berkumpul kini. Mata Anta dan Kafi tertuju pada Zeldan, saat mendengar ponselnya yang jatuh tiba-tiba ke lantai, dan lelaki itu meringis memegangi kepalanya, yang entah mengapa terasa sangat sakit.Zidan yang tadinya sibuk dengan ponselnya, kini memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa sangat sakit, lalu beberapa saat kemudian dia pingsan, membuat kedua temannya disana mulai panik dan berusaha untuk menyadarkannya."Oy, Dan!" Anta yang melihat Zeldan tergeletak di lantai mulai mendekatinya. "Kenapa,Lo?!" Tanyanya, terdengar dari nada suaranya, kalau Lelaki itu kini tengah khawatir, begitu juga dengan Kafi."Jangan bercanda, tolol! Bercandaan Lo gak lucu!" Sambung Kafi.
HAPPY READING!!!'Jangan tutup mata Lo, oke?'»«Zidan beranjak dari tempatnya sambil terus mengumpati Zeldan yang seenaknya saja menyuruhnya. "Punya kembaran gak ada akhlak emang." Kesalnya."Samanya kayak Lo anjir," sahut Kafi."Ya sama lah bedon! Kan mereka kembar!" Sewot Anta, lalu mengeplak kepala Kafi, kesal."Dahlah!" Zidan mengambil kunci motornya dan berjalan ke pintu. Ana ikut beranjak dari tempatnya menyusul Zidan, dengan Surya mengenakan Jaketnya. "Gue ikut." Pinta Ana."Dih, ngapain Lo?" Heran Zidan. "Disini aja, udah!" Suruhnya."Mau ikut. Bosen gue disini mulu." Sahutnya. "Apalagi sekarang udah sore, langitnya pasti lagi bagus!" Lanjutnya, menarik turunkan alisnya menatap Zidan agar mengijinkannya ikut.Zidan mengangguk pelan, lalu mencu
HAPPY READING!!!'Heee....'»«Rendy dan Ana kembali ke atas, ketempat semua teman-temannya berkumpul. Disaat mereka melewati salah satu kamar milik anggota Domino yang jaraknya lumayan dekat dengan ruangan bawah tanah, terdengar suara laknat dari dalam kamar yang membuat Rendy langsung menutup kedua telinga Ana dengan tangannya."Ada apaan dah, bang?" Tanya Ana heran.Rendy menggeleng, "gak ada apa-apaan. Udah sana balik. Masalah disini, biar gue yang beresin." Ujarnya, sambil membawa Ana pergi menjauh dari sana sampai tempat teman-temannya berada."Ayo pulang." Ajak Ana menarik tangan Kafi, dan lainnya pun mengikutinya dari belakang.Beberapa saat kemudian.Masih didalam Markas Domino. Rendy duduk santai didepan kamar yang tadi dilewatinya bersamaan Ana, dengan santa
HAPPY READING!!'Mulut Lo emang ngomong begitu. Tapi dihati Lo lain lagi, kan?'»«Selesai latihan, Ana sedikit menjauh dari teman-temannya, lalu menerima telpon yang masuk ke ponselnya."Ya?""Masalah satu anggota geng Derwis yang Lo tahan waktu itu..." Terdengar suara Rendy disebrang sana"Terus? Dia masih gak mau ngomong?""Ya begitu.. dia masih gak mau ngomong siapa leadernya. Gimana nih?""Biar gue aja. Nanti gue kesana." Ucapnya lalu menutup teleponnya Secara sepihak.Zidan menengok, "Kenapa?" Tanyanya."Gak ada." Jawabnya sambil beranjak dari tempatnya. "Abis ini gue mau ke markas, ada urusan."Egas ikut beranjak dari tempatnya, "gue... Duluan, ada urusan soalnya," pamitnya.