HAPPY READING!!!!
"Berani Lo rusak, satu jari Lo gue ambil."
*
BRUMMM....
BRUMMM....
BRUMMM....
Terdengar suara deru motor dengan knalpot bising saling sahut menyahut. Menggeber gas motornya sampai membuat malam yang seharusnya tenang menjadi ramai.
Semua orang yang berada disana melangkah cepat kepinggir jalan untuk menyaksikan dua motor yang sudah berada didepan garis start. Mereka saling sorak-menyoraki dan mendukung jagoannya masing-masing.
Dua motor berbeda warna itu dengan masing-masing pengendaranya mulai menyalakan mesin motornya yang membuat penonton di kanan dan kiri semakin bersemangat melihatnya.
"Lo liat aja, FA! malam ini, gue yang bakal menang." Kata si pengendara motor berwarna kuning cerah menengok kesebelahnya dan Tersenyum Sinis dibalik helm full face-nya.
Orang yang dipanggil FA itu menengok dan hanya menatap datar orang disebelahnya, namun sedetik kemudian ia tersenyum dengan menyipitkan sedikit matanya. "Ya." Sahutnya lalu kembali menghadap depan. "Dalam mimpi Lo." Batinnya
"Cih, bangsat!"
FA menengok ke sebelahnya dan kembali berkata, "Takut? Pulang sana!" Sindirnya.
"Gue takut?" Sahut si pengendara motor kuning lalu tertawa sinis. "Gue IL! Gue gak takut apapun atau siapapun itu. Camkan itu, bangsat!"
Seorang perempuan datang dari arah belakang dan berdiri dihadapan mereka dengan membawa sebuah bendera ditangannya.
"Kalian siap?"
BRUMMM....
BRUMMM....
BRUMMM....
Mereka menyahutinya dengan terus menggeber gas motornya.
" YOK FA SEMANGAT!"
"FA!"
" MENANGIN LAGI GAN!"
Bendera langsung diangkatnya ke atas, menandakan agar kedua pembalap itu bersiap-siap.
"Satu....."
"Dua......"
"Ti—"
"Woy!" Panggil seseorang dari pinggir jalan didepan mereka, tepatnya disebelah tempat berdirinya para penonton.
Semua orang disana menengok ke sumber suara saat merasa tak aing dengan suaranya. Mereka semua yang ada disana seketika terkejut saat melihat orang yang berdiri disana.
Seorang perempuan berhijab, dengan tinggi sekitar 158 cm sedang berdiri disana dengan memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaket yang dipakainya dan menatap datar semua orang yang berada disana.
"Dia kan...."
"WOY! SUTTT!"
"Oh, Anak Biaksara?" Gumam perempuan berhijab itu.
Seorang laki-laki dengan mengunakan jaket Boomber coklat mendekat ke perempuan itu dan mencoba memasang ekspresi wajah santai, walaupun sebenarnya ia sedikit takut.
"Eh! Neng Ana, mau kemana? Ini udah malem loh, bahaya cewek malem-malem ada diluar. Nanti—"
Perempuan bernama Ana menengok dan menatap sinis orang didepannya. "Kalo mau balapan jangan disini. Ini daerah rumah gue. Jangan ganggu!" Kata Ana.
Bian menepuk jidatnya pelan. "Ah iya! Gue lupa, Na!" Cengirnya.
"Lo, ajak temen-temen Lo pergi dari sini." Suruh Ana.
"Tapi nang—"
Ana menghela nafasnya lalu mengeluarkan satu tangannya yang berada disaku jaketnya. Semua orang disana melangkah mundur, termasuk Bian. Saat melihat Ana mengeluarkan satu tangannya.
"Pergi gue bilang." Kata Ana dengan Nada memperingati.
"O-oke." Bian mundur dan menaiki motornya. "GUYS! CABUT!" Serunya dan langsung pergi dari sana disusul dengan yang lainnya. Beberapa penonton disana juga mulai membubarkan diri.
"Ck, aneh." Gumam Ana lalu kembali memasukkan tangannya kedalam saku jaketnya. "Huh ... Dingin!" Lanjutnya lalu melangkah pergi dari sana.
Disanq tinggal satu motor yang masih terparkir. Sedangkan, motor-motor yang lainnya sudah p3rgi entah kemana. Sang pengendara itu—FA. Masih duduk di atas motornya tanpa berniat pergi dari sana seperti yang lainnya. Ia menatap punggung Ana yang melangkah pergi semakin jauh sampai tak terlihat lagi dari pandangan matanya.
"Siapa dia?" Batinnya.
*
Ana melangkahkan kakinya pelan, ia bersenandung kecil dan hanya menatap datar ke jalan yang tampak sepi.
"Kenapa mereka kayak pada takut pas ngeliat muka gue ya? Apa muka gue seserem itu?" Gumamnya lalu mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya.
23.50 WIB
"Mampus gue!" Mata ana melotot seketika saat melihat jam di ponselnya. Ia segera menyimpan ponselnya dan berlari cepat kerumahnya.
Sekedar informasi....
SMA Biaksara, sekolah Ana saat ini. Ia baru saja memasuki semester 1 dikelas 11. Jika bertanya kenapa semua anak Biaksara yang berkumpul di sana langsung melangkah mundur saat melihat Ana. Jawabannya hanya Satu.
Mereka merasa ngeri saat melihatnya. karena, pada saat Ana kelas 10 semester genap. Ia sering menyendiri dan membuat teman-teman sekelasnya membully-nya dan dia hanya diam.
FLASHBACK ON
Ditahun pertamanya memasuki SMA, Ana hanya menghabiskan waktunya untuk menyendiri di sekolah, tanpa berniat mencari teman satu pun. Dan itulah yang membuatnya sering di bully dengan teman sekelasnya maupun dengan kakak kelas disekolahnya.
Bukan karena ia jelek, kumel atau apapun. Hanya saja, karena ia lumayan cantik, walaupun pendek ia bisa membuat hampir semua siswa yang ada disekolah merasa Iri dengannya dan berakhir dengan membully-nya.
"Woy babu!"
"Woy kacung!"
"Woy cantik!—eh.."
Suatu ketika, saat Ana sedang duduk didepan kelasnya sembari membaca buku ditangannya. Ia melirik sedikit saat merasakan ada orang yang datang kearahnya. Ya, orang-orang itu teman-teman sekelas dan juga beberapa kakak kelasnya. Mereka Berdiri dihadapannya seraya bersedekap dada dan menatap Ana didepannya.
"Woy babu! Gue Laper. Beliin gue makan!" Kata salah satu diantara orang-orang itu.
"..." Ana menghiraukannya dan membalik halaman berikutnya di novel yang sedang dibacanya.
"Sialan si babu! Ngacangin gue Lo, Hah?!" Tanya cewek itu emosi dan menarik dagu Ana kasar agar melihat kearahnya.
"Apa?" Tanya Ana santai.
"Wah.... Wah..."
"Mulai berani si babu!"
"Kasih pelajaran aja!"
"Asiikkk!"
"Ambil novelnya!" Titah cewek itu.
Ana hanya diam dan menatap datar cewek didepannya. Cewek itu melepas cengkraman di dagunya lalu mengambil novelnya dari temannya sembari tersenyum sinis kearahnya.
"Kayaknya Lo suka banget baca ya?" Tanyanya. "Kira-kira bakal gue apain yang ini buku?" Ana menatap tajam orang didepannya yang sedang membolak-balik novelnya yang baru saja ia beli.
"Apa gue bakar aja ya?" Tangan Ana mengepal saat mendengarnya. Orang yang berbicara seperti itu, justru tersenyum sinis saat melihat ekspresi wajah Ana yang berubah.
"Berani Lo rusak, satu jari Lo gue ambil." Ana beranjak dari tempatnya.
Cewek itu menutup mulutnya dan tertawa meledek saat mendengar ana berbicara seperti itu. "Uuuu... Takuttttt..." Tawanya disusul dengan teman-temannya yang lain.
"Ja—" Mata Ana melotot saat melihat orang didepannya yang sudah memegang korek api gas dan mulai menyalahkan dengan mengarahkan kearah novelnya.
WHOOS...
Novelnya terbakar dan langsung dilemparnya ke kebawah lalu mereka semua tertawa meledek Ana.
Ana mencengkeram baju orang didepannya itu dan menyeretnya ke tengah lapangan. Dia melipat sedikit ujung seragamnya dan memakai handban ditangan kirinya. Tangannya menunjuk ke semua teman-teman cewek itu satu persatu.
"Kalian maju!" Katanya santai.
"Lo—"
KRAK!
Ana memukul tengkuknya Sampai orang itu pingsan, lalu menyeretnya ke tepi lapangan. "Lo biar jadi yang terakhir," Katanya sembari berjongkok dan Tersenyum miring.
"Maju!" Seru Ana yang membuat semuanya Langsung maju secara bersamaan.
Tak sampai 10 Menit, Semua orang disana Langsung pada tepar saat melawan Ana yang hanya sendirian. Semuanya, ya... Semua, cowok maupun cewek dihajarnya sembari melampiaskan rasa marahnya.
Segerombol cowok yang baru saja datang dari arah kantin terkejut saat melihat orang-orang yang pada merintih kesakitan dan tertidur dilapangan.
"Weh.... Ada apa ini???"
"B-bian bantu hajar dia!" Kata salah satu dari mereka yang masih sadar, menunjuk kearah Ana.
"Lah, ngapain gue harus ngehajar dia njir? Dia cewek woy!" Sahut Bian. "Lah kalian pada kenapa dah?!" Tanyanya.
"Dihajar dia pastinya lah goblog!!" Sahut Arka— salah satu teman Bian.
"WAGELASEH!"
Tanpa aba-aba mereka maju dan berniat membalas Ana yang hanya diam dan melirik singkat kearah mereka.
BUGH!
BUGH!
BUGH!
KRAK!
KREK!
Ana membersihkan tangannya setelah semua orang itu tepar ditempat. Termasuk Bian dkk. Ia meninggalkan sebuah kertas dengan tulisan berukuran besar di tengah lapangan. Lalu melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas.
Ia mengalahkan semua orang yang suka mengganggu ketenangannya, tidak perduli mau Pitu cowok ataupun cewek. Singkatnya, dia mengalahkan semuanya yang kebanyakan laki-laki disana kalah dengannya. Dan itu yang membuat dia takut, atau disegani? Disekolahnya
'Pastiin buat ganti novel gue!'
Tulisnya dikertas yang berada diletakkannya ditengah lapangan.
Besoknya ia dipanggil BK disaat berita tentang dirinya yang menghajar 1/4 orang disekolahnya dipasang di masding dan membuat geger guru-guru dan juga orang tuanya.
FLASHBACK OFF
*
Kira-kira begitulah....
Btw, ceritanya muter-muter gak sih?
—TO BE CONTINUE—
Happy reading!!! Lebih baik sendiri, dibanding harus berteman dengan Fake Friend yang hanya mencari keuntungan saat berteman. * "A— aih! Udah pulang mah?" Ana tersentak kaget saat baru saja membuka pintu rumah langsung terlihat Okta—mamahnya yang sedang menunggunya dengan berkacak pinggang dan menatapnya datar. Okta menurunkan tangannya dan menghela nafasnya panjang. "Udah malem, dari Mana aja?" Tanyanya. Ana mengangkat kantong belanjaan ditangannya, "beli jajan." Sahutnya sembari terkekeh. "Udah sana, masuk kamar. Besok sekolah kan?" "Iya." Balasnya. "Oh iya mah, papah udah pulang?" Tanyanya. "Udah, lagi ada di ruang kerjanya. Gangguin sana!" Ana tersenyum jahil lalu mengangkat tangannya hormat ke arah Okta "Siap Bupol!" Katanya * Ana membuka p
HAPPY READING!!!! Daripada percuma cuma dikata. Mending sekalian gue lakuin. * Gadis itu melangkahkan kakinya dengan santai di tengah lapangan sekolahnya. Berbeda dengan murid-murid lain yang kalau datang melewati koridor kelas. Ia lebih memilih memotong jalan lewat lapangan agar lebih cepat sampai ke kelasnya. Dia menekan tombol 'PLAY' Pada ponselnya dan mulai terdengar alunan musik yang didengarnya lewat headset yang sedari tadi sudah terpasang di telinganya. Beberapa murid yang sudah tiba disana hanya melihat dan sesekali berbisik diam-diam saat melihat Ana yang baru saja datang. 'liat dandanannya. Udah kayak laki banget.' 'cuma bedanya, dia pake hijab haha' 'ya... Namanya juga preman sekolah.' 'Suttt! Woy! Kalian mau dihajar sama dia?' Ana memutar bola
HAPPY READING!!!'Gak usah ngelarang. Kalo Lo Sendiri gak suka dilarang-larang.'*Orang itu mulai melangkah maju. Sedangkan Talita terus mundur sampai ke tepi rooftop dan hampir saja terjatuh kalau bukan ditahan dengan orang yang tidak dikenalnya itu."Tenanglah. Jangan kesini. Nanti kau jatuh terus mati, itu sangat merepotkan nantinya. Duduk saja." Katanya dengan bahasa baku menyuruh Talita duduk di sofa usang yang berada disana. Mau tak mau Talita menurutinya dan duduk disofa itu.Orang itu berjongkok dihadapan Talita. Dengan tangan yang dilapisi sarung tangan lateks berwarna hitam, ia memegang tangan Talita dan mengelusnya lembut. "Tanganmu sungguh lembut sekali nona. Apa tangan ini digunakan untuk berbuat hal jahat seperti membully orang lemah?" Tanyanya lalu menggenggam tangan Talita erat sampai merintih kesakitan.Orang itu tersenyum dibalik topeng yan
HAPPY READING!!!'Kita semua sama. Gak ada yang dibeda-bedain! Ngerti?'*"MAKSUD LO APA HAH?!" Teriak Ana Langsung mencengkeram kerah baju Kafi."Mereka tau. Tapi bonyok Lo enggak. Santai dikit Napa." Kekehnya."Lo ngasih tau mereka?" Tanya Ana."Domino. Lo tau perkumpulan itu?" Tanya balik Kafi."Perkumpulan? Perkumpulan apaan itu?""Febriana Aurelie. Seorang leader. Atau pendiri dari Domino yang baru aja dibentuk satu tahun yang lalu. Perkumpulan yang suka membantu masyarakat dan juga kadang membuat masalah. Dan yang dikira orang-orang semua anggota itu cowok. Ternyata leadernya itu cewek. Lo tertutup sama orang lain. Tapi Lo terbuka dengan anggota Lo, dengan bilang kalo Lo itu cewek." Ujar Kafi panjang lebar."Lah? Apaan njir? Udah kayak cerita novel aja?" Tawanya pelan.&nb
HAPPY READING!!!*Tok.... Tok...tok..Pintu rumah diketuk. Tak lama kemudian pintu itu terbuka dan menampakkan seorang perempuan berhijab yang membukakan pintunya."Ananya kecapean nih Tan. Biasa." Kata Zeldan menunjuk ke arah Ana yang berada dipunggung Jidan."Langsung bawa masuk ke kamarnya aja." Suruh Okta mempersilahkan semua remaja itu masuk kedalam rumahnya.Setelah membaringkan Ana di kasurnya, Jidan keluar dari kamar temannya itu dengan menutup pintu kamarnya perlahan dan melangkah menghampiri teman-temannya yang lain sedang menunggu di ruang tamu."Tidur dia?" Jidan mengangguk menyahutinya.Mereka semua berkumpul diruang tamu. Sembari menonton dan memakan cemilan-cemilan yang disediakan. Atau lebih tepatnya, mereka ngambil sendiri tanpa perlu disuruh.Beberapa menit kemudian. Pintu kamar
HAPPY READING!!!Kalau satu orang dapat hukuman, semuanya juga akan ikut dihukum.*Ana mengerem Motor Vespa putih kesayangannya itu saat sudah sampai tepat didepan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat.Tin...tin..Ana membunyikan klakson Motornya sampai penjaga sekolah keluar berada di posnya. "Mang, bukain gerbangnya mang!" Teriak Ana yang membuat beberapa orang yang juga telat disana melihat kearahnya."Neng Ana lagi?" Gumam penjaga sekolah itu menggaruk kepalanya. "Saya gak bisa bukain gerbangnya. Tunggu aja Bu Wenda kesini. Tunggu bareng yang lainnya tuh," Lanjutnya sembari menunjuk ke beberapa orang yang juga telat sepertinya."Urgent nih mang. Gak bisa nunggu, saya." Desak Ana."Gak bisa." Kekeuh penjaga gerbang itu.
HAPPY READING!!!!"Gak usah liat-liat gue. Ganggu!"*"Ana, Pesen makan." Suruh Kafi, yang membuat Ana baru saja mau duduk di kursi kantin, Langsung merengut kesal menatapnya."Gue--""Sut... Anak kecil gak usah banyak bacot. Pesen sana." Potong Alfi cepat yang membuat Ana tambah kesal saat melihat sifat tengilnya."Awas Lo Fi!" Ancam Ana tajam. Orang yang diancamnya itu hanya tersenyum meledek kearahnya"Jidan, Edan. Temenin." Pinta Ana dengan memasang wajah memelas kehadap dua orang kembar yang justru menghiraukannya dan asik mengobrol."Oh.. gitu?! Biarin aja. Gue pesen buat gue sendiri. Males. Awas aja pada minta!" Putus Ana lalu pergi dari sana. Lalu disambut gelak tawa
HAPPY READING!!!"Saya suka kok,"*"EGAS?" Panggil Ana yang menghentikan langkahnya."Ya." Sahut Egas singkat.Ana mendekat kearah Egas yang berada didepannya. Ia mendekatkan telinganya ke arah lelaki itu. Dia tersenyum miring lalu menatap kearah lelaki dihadapannya itu. "Lo bohong." Katanya enteng."Bohong?" Gumam Egas."Ini. Lo pasti tau. Ini obat maag." Kata Ana menunjuk ke obat hijau kecil yang berada ditangannya. "Tapi gue tau, Lo mau minum ini bukan karena lo sakit maag." Tebaknya."Enggak " elak Egas."Lo gak sakit maag. Tapi Lo Laper! Makanya Lo mau minum obat itu biar Lo tahan kalo g