Share

100 Days To Launa
100 Days To Launa
Penulis: Dearvra

Prolog

Tragedi satu tahun lalu menelan korban yang merupakan ketua PAGATRA generasi ketiga. Posisi Gama sebagai anggota inti sekaligus tangan kanan petinggi PAGATRA, diberikan misi pembalasan dendam pada sosok tak bersalah.

"Jangan Launa!" Nada suara penuh permohonan dan raut putus asa menciptakan seringaian andalan Gama.

Memperkikis jarak dengan laki-laki yang bertanggung jawab akan kejadian tahun lalu. Kematian Tian, menciptakan perjanjian yang mengantarkan pada jurang kehancuran.

"Lo harus rasain juga yang namanya kehilangan. Karena lo, semuanya kacau," bisik lirih terdengar jelas pada keheningan malam.

Meluruh. Nathan bertekuk lutut menciptakan sorak ramai dan tatapan tidak percaya dari berbagai pasang mata. Perannya sebagai ketua dari perkumpulan siswa Cakrawala yang terlibat membuat Nathan harus bertanggung jawab. Namun bukan dirinya, tetapi Launa, adik kecilnya yang tidak tahu apa-apa.

Launa bertubuh lemah dan sikapnya yang lugu karena batasan sang Ayah. Akan melangkah bersama Gama, cowok bermasalah. Kedua orang dengan sikap yang bertolak belakang.

"Kasih gue kesempatan buat nembus rasa bersalah ini. Jangan sakitin Launa, Gama! Masih banyak yang belum gue lakuin buat dia."

Alis Gama terangkat, gerak kedua tangan yang keluar dari saku celana lalu menatap rumit mata Nathan yang memerah.

"Lo paling tau gue siapa. Jangan buang-buang waktu," kesal Gama menendang pelan lutut Nathan yang bertekuk.

Gama. Mempunyai kendali dan kuasa pada jalannya PAGATRA. Satu-satunya anggota inti yang bisa berdiri dalam deretan petinggi yang sudah menginjak usia dewasa, berbanding terbalik dengan usianya yang remaja.

Dia berbahaya.

Gama dan dunianya yang hilang arah. Bagaimana dengan Launa, nanti? Berdampingan dengan sosok yang tidak memiliki rasa.

"Besok, gerbang Manggala terbuka buat Launa. Kita tunggu. Pada arena sebenarnya, tempat yang berkuasa, dan saksi akan kehancuran perempuan tidak bersalah." Gama berucap tegas lalu diakhiri gelak tawa, raut wajah cerah itu berubah dalam sekejap. Digantikan tatapan permusuhan diliputi dendam.

"Sesuatu yang udah dalam genggaman gue gak akan bisa diambil lagi. Lagian, pada akhirnya Launa akan tetap mati, kan? Cewek penyakitan."

Nathan tersulut. Segera bangkit dan melayangkan kepalan pada rahang Gama yang diam, tidak melawan. Memberikan tatapan remeh yang semakin membuat Nathan menggeram.

"Lo, sialan."

"Launa yang manis. Gue gak akan buat dia mati, tapi rusak dikit, gak papa, kan?" tanya Gema menangkap gerakan Nathan yang nyaris menonjok bagian pipi.

"Gama, gue minta sedikit rasa kemanusiaan lo," mohon Nathan. Pikiran berbelit membayangkan nasib Launa, tidak tahu lagi berbuat apa.

Dari kecil hingga saat ini, Nathan dan Launa tidak seperti saudara pada umumnya. Ada jarak di antara mereka dan jarang bertutur sapa. Tidak benci, Nathan mencoba untuk menjaga, posisinya sebagai ketua dalam perkumpulan siswa Cakrawala yang akan berhubungan dengan banyak masalah, membuat Nathan menjaga jarak untuk keselamatan Launa.

Namun, tragedi lalu. Ketidaksengajaan yang berujung terancamnya keselamatan.

"Tolong Gama, tolong!"

"Gue dapat apa kalau jaga tuh cewek dari amukan Bara? Tubuhnya, boleh?" Rentetan kata yang keluar dari mulut Gama disambut tawa dan siulan menggoda oleh kelompok lawan.

Benar-benar menghakimi ketidakberdayaan Nathan untuk kembali mengambil hak hidup adiknya yang dipermainkan.

"100 hari untuk Launa."

"Setelah itu gue kembaliin sama lo, tenang. Gue kemas baik-baik kok."

Berdengung pendengarannya. Mata Nathan menatap miris sosok di depan. Berucap tanpa perasaan, menganggap Launa layaknya barang yang tidak lagi dipergunakan saat berhasil mencapai keuntungan.

"Tumbuh dalam keluarga yang rusak bikin lo mati rasa, ya? Hidup lo miris, Gama. Pengecut."

Gama terpancing. Rahangnya mengeras dengan gerakan cepat meraup krah baju laki-laki di sebelah Nathan. Tanpa jeda memberi pukulan, tidak peduli akan larangan dari teman-temannya yang berusaha menahan. Amarah Gama memuncak, tidak boleh satu pun orang menyinggung tentang keluarga, kehidupannya yang tidak lagi dituntun orang tua.

Kacau.

Tidak memilki rumah.

Orang tua adalah alasan pertama Gama masuk pada perkumpulan tidak bertata krama. Lingkungan yang buruk menciptakan karakter yang tidak sesuai dengan usia. Gama sudah terlalu rusak untuk sembuh.

"Kalau lo memang bikin Launa menderita, gue harap, lo adalah orang pertama yang menyesali semuanya. Tanpa sisa, gue yakin lo akan putar arah, Gama!"

"Launa. Hati-hati nanti tertarik."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status