Share

Gama dan Tentangnya

Ramai koridor siang ini tidak membuat langkah cowok dengan dasi yang terikat pada kepala itu terhalang. Diberikan ruang untuk berjalan dan tatapan segan yang diperuntukkan. Sekelompok murid nakal Manggala itu menuju pada arah koridor paling belakang, saling berbisik menanyakan apa sebab yang membuat wajah Gama lebam.

Buncahan emosi yang diperlihatkan pada tatapan dan mulut yang jarang mengumbar senyuman.

"Udah mau jam pulang, lo gak mau nemuin anak baru?" Cowok berjaket hitam andalan PAGATRA membuka suara. Arjuna sedikit menunduk saat mendapat tatapan menusuk dari Gama.

"Kenapa lagi Ga? PMS." Mulut ceplas-ceplos Nevan membuat decakan Gama terdengar.

Dobrakan keras membuat mereka terlonjak kaget, sedangkan Gama dengan wajah datar menendang pintu gudang lalu masuk tidak merasa bersalah. Duduk pada susunan kursi kayu dengan jari yang terangkat mengisap sebatang rokok.

"Gama mah mana pernah anteng, kerjanya kan badmood mulu," bisik Rigel pada Nevan yang melotot, saling lirik lalu mendengus.

Arjuna menyusul duduk di sebelah Gama yang tetap diam.

Tidak berniat menceritakan tentang wajahnya yang luka. Gama menunduk lalu berdecak, menoleh pada Arjuna yang tenang memejamkan mata.

"Kelas mana?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Gama membuat Rigel dan Nevan mendekat. Ingin tahu mengenai target yang akan diberikan pada petinggi PAGATRA nanti.

"Anak pinter, langsung masuk kelas unggulan. Perlu gue kasih petunjuk lebih?"

Gama menggeleng. Matanya terpejam menyandarkan tubuh pada dinding gudang. Tidak ada yang bisa menebak arah pikirnya, siasat yang akan menjadikan target berada dalam genggaman.

"Namanya Launa? Tanpa tau wajahnya gue tebak nih cewek pasti cantik, baik hati, penyayang, keibuan dan-"

"Mata duitan," sela Rigel membuat Nevan berdecak.

"Kok gue gak tega, ya." Nevan merenggut kesal dengan tampang menyedihkan. Menatap sekilas pada Gama yang tidak terganggu akan perdebatan mereka.

Mata tajam yang terpaku pada selembar foto yang baru Arjuna berikan. Bibir Gama membentuk sebuah garis senyuman, lalu jemarinya meremas foto tersebut hingga tidak berbentuk. Amarah yang meredup kembali meluap, ada perasaan aneh yang melingkupi area dada hanya karena wajah teduh yang tidak Gama kenali.

"Peringatan dari Bang Bara, jangan libatin rasa!" tutur Arjuna direspon anggukan malas oleh Gama.

Membuang asal puntung rokok sembari mengusap wajah. Gama bangkit dan menyeret langkah keluar tanpa suara. Meninggalkan ketiga temannya yang terdiam memikirkan rencana apa yang akan dilakukan pada Launa.

"Jangan libatin rasa?" Suara rendah Gama yang mengulang perkataan Arjuna beberapa detik lalu. Terkekeh mengingat bayangan wajah teduh itu.

Sial, Nathan menyembunyikan sosok secantik itu?

Keberadaan Gama yang tampak hingga jam pulang membuat anak-anak penasaran. Begitu hafal kebiasaan cowok galak itu, datang lambat pulang cepat. Yah, Gama lah orangnya.

"Launa." Menggumamkan nama yang membuat telinga memerah, langkah yang semakin cepat menuju lorong sepi pada satu kelas.

Semua yang berdiri tepat pada pintu segera beranjak. Menunduk tidak ingin menatap wajah berkharisma pujaan siswi Manggala. Untuk pertama kalinya Gama berada di sekitar area kelas unggulan dan apalagi dengan jurusan yang tidak sejalan.

"Kak Gama?" Suara lembut menyapa namun bukan sosok dengan rambut terikat yang menjadi arah tujuan.

Tergerak menuju sosok berbandana biru yang sibuk merapikan buku pada meja bagian belakang. Kerutan timbul pada dahi Gama saat menangkap betapa kecilnya tubuh itu. Terlihat begitu rapuh untuk direngkuh dan Gama akan membuatnya luruh?

"Ckk, gue bener pengecut? Cewek sekecil dia?" gumam Gama menghentikan langkah. Tidak menyadari seluruh atensi tertuju ingin mengetahui alasan kedatangan.

Tatapan mereka bertemu, manik bulat berkaca tampak menyipit akan senyuman tipis yang diberikan pada Gama sebagai bentuk kesopanan. Kemudian terputus saat tubuh itu di bawa menjauh.

"Launa."

Serak bernada rendah menghentikan langkah ketiga cewek di depan mata. Launa merasa namanya disebut berbalik, memiringkan kepala dan mata mengerjap kecil seolah memastikan.

"Kakak panggil aku?" tanyanya pelan, kembali tersenyum pada Gama yang memasang raut kaku.

Dua teman Launa bergerak resah, kepanikan tertera pada wajah mereka saat baru hari pertama Launa menjadi murid baru sudah dicari penguasa Manggala? Mampus.

Siapa yang tidak kenal Gama?

Gama Rajendra Diaksara, cowok yang paling wajib dihindari, begitu kata anak-anak pintar seperti mereka. Berada satu ruang dengan siswa nakal yang hobinya tidak jauh dari tawuran, bolos, dan rokok adalah sebuah kesialan.

Yang menjadi masalah, separah apa kesalahan Launa hingga Gama sendiri yang datang mengunjungi?

"Anjir, lo nyari masalah sama dia, Na?" bisik Vania menarik lengan Launa. Melotot saat tidak ada jawaban yang keluar, belum lagi sosok Gama yang mendekat.

"Ayo!" ajak Gama.

"Hah?"

"Pulang bareng, gue," ucap Gama menarik napas dalam. Melirik Vania seolah memberikan perintah untuk melepaskan pegangan pada lengan Launa.

Gama menarik tubuh yang masih linglung itu keluar. Tidak peduli tatapan cengo dari banyak orang. Menggenggam telapak kecil Launa yang bergetar. Dari sudut mata, Gama dapat melihat ekspresi terkejut yang tampak lucu.

"Kak, ehh. Aku bisa pulang sendiri, dijemput kok," tolak Launa menarik tangan dan menghentikan langkah.

"Lo nolak gue?"

Launa panik mendengar nada tinggi itu.

"Aduh, kita kan gak kenal. Aku gak bermaksud nolak kok. Maaf, Kak." Launa melipat bibir dengan tatapan bersalah.

Satu hari kepindahannya Launa tidak ingin dijadikan bahan perbincangan.

Launa tahu tentang Gama.

Istirahat pertama tadi kedua teman barunya, Vania dan Kinan sudah menceritakan secara singkat, tentang Manggala dan penghuninya. Sosok Gama beserta jajaran juga tidak luput karena merupakan topik utama.

"Adek Nathan, kan? Dia nyuruh gue jagain lo. Tanya aja nanti," ujar Gama bersedekap dada kemudian menunduk tepat di depan wajah Launa.

"Abang? Yang bener?" Mata Launa memicing memastikan.

Gama, terkekeh dibuatnya. Ekspresi menggelikan apa itu?

"Setelah gue anter lo pulang nanti bisa tanya Nathan, ayo!" ajak Gama mulai geram.

Langkah yang besar membuat Launa mendengus dengan tatapan kesal, bergerak menarik kecil sisi baju Gama. "Ke cepetan, tanpa sengaja kakak ngejek kalau aku pendek. Jalan cepet banget."

Tarikan napas seiring bahu yang naik menandakan Gama menahan kekesalan. Tolong beritahu siapa selain Launa yang berani bicara santai seperti ini dengannya, menunjukkan ekspresi wajah tidak suka pada Gama. Tersinggung, rasa ingin meraup wajah sebesar telapak tangan itu lalu meremasnya kuat.

"Kak Gama aneh, lagian kita gak kenal juga. Ngapain ajak pulang, aku udah punya pacar lohh."

Gama semakin takjub akan tingkah dan gaya bicara kekanakan Launa.

"Bocil kayak lo ada yang mau?"

Pelolotan Launa tanpa sadar membuat Gama tertawa, dipertontonkan pada siswa yang masih berada di sekitar koridor. Menyaksikan wajah yang selalu memasang raut galak itu tertawa.

"Launa, lo lucu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status