Semua Bab Menikah Dengan Pria Gila: Bab 31 - Bab 40

72 Bab

Bab 31. Percaya Gandha

Bus yang membawa Gandha dan juga Lisa sudah sampai di pemberhentian terakhir di kota besar tujuan mereka. “Lisa, bangun.” Gandha membangunkan Lisa yang tengah tertidur pulas di sebelahnya. “Mas, kita sudah sampai, ya?” tanya Lisa dengan setengah sadar. Rasanya pusing sekali kepalanya setelah perjalanan yang cukup jauh ini. Gandha mengangguk pelan, kemudian dia membantu Lisa untuk bangkit dari tempat duduknya. “Pelan-pelan,” ucap Gandha lagi. “Mas, kita mau kemana?” tanya Lisa saat mereka sudah turun dari bus. Suaranya terdengar putus asa. Jelas dia tidak ada tujuan yang pasti setibanya di tempat ini. Gandha diam sejenak lalu melihat catatan yang diberikan oleh Pak Bastari padanya. Lisa mengamati suaminya. "Apa kita mau menemui orang ini?” tanya Lisa lagi. Terlihat Gandha menghela napas berat. “Sudah malam, kita lebih baik cari penginapan dulu saja.” “Tapi Mas, uang kita–” “Tidak usah dikhawatirkan.” Gandha memotong ucapan Lisa dan menenangkannya. "Aku tidak akan membawamu ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya

Bab 32. Ingatan Selintas

Pagi itu, udara masih terasa dingin ketika Lisa bangun dengan mata yang masih berat. Namun, pandangannya langsung terkejut ketika melihat Gandha sudah berdiri rapi, siap dengan pakaian peninggalan almarhum ayahnya. Meski agak longgar di beberapa bagian dan juga terlihat kependekan karena postur tubuhnya yang cukup tinggi dari orang kebanyakan, tapi itu tampak lumayan. “Mas, kamu sudah siap?” Lisa bertanya dengan suara pelan, masih setengah mengantuk. Gandha menoleh pada Lisa yang duduk baru saja bangun dari tidurnya. “Maaf kalau aku membangunkanmu.” Lisa cepat-cepat menggeleng, rasa kantuknya mendadak hilang. “Tidak-tidak, bukan begitu, aku yang harusnya minta maaf karena sepertinya aku tidur bangunnya kesiangan. Aku akan segera mandi dan bersiap!” ucapnya sambil buru-buru melangkah ke kamar mandi. Gandha hanya tersenyum tipis, memperhatikan langkahnya yang terburu-buru. Saat itu, tatapannya beralih ke luar jendela, pandangannya tampak jauh. Sementara Lisa sibuk di kamar mandi, k
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya

Bab 33. Keyakinan

Udara pagi yang semula sejuk mulai dipenuhi oleh hiruk-pikuk kota. Deru kendaraan, klakson bersahutan, dan aroma khas jajanan kaki lima menyatu dalam alunan kehidupan yang terus bergerak. Lisa menyesuaikan langkahnya dengan Gandha, matanya sesekali melirik papan nama toko dan bangunan yang mereka lewati. Perasaan tak nyaman menyelusup, entah karena kepadatan kota atau kegelisahan yang diam-diam menyesakkan dadanya.“Mas, aku merasa kita sudah cukup dekat dengan tempatnya,” kata Lisa, suaranya lirih namun penuh harap.Gandha tak langsung menanggapi. Dia masih sibuk berbicara dengan seorang bapak tua di tepi jalan, menanyakan alamat yang mereka cari. Lisa menghembuskan napas perlahan, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, pandangannya tiba-tiba tertuju pada sebuah warung kaki lima di seberang jalan. Dan di sanalah—seperti ilusi buruk yang menyeruak dari masa lalu—dia melihat Yasmin dan Andrian.Lisa menegang. Jantungnya seperti berhenti berdetak sejenak. Yasmin duduk santai, sesekali me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Bab 34. Cari Tahu Tentang Diri Sendiri

Mereka tiba di depan sebuah ruko servis komputer dan alat-alat elektronik. Meskipun bangunannya kecil dan sederhana, papan nama dengan tulisan "Linggo Teknologi" tampak bersih dan rapi, memberikan kesan profesional. Dari kaca jendela, terlihat beberapa rak yang penuh dengan komponen komputer, namun suasana di dalamnya sunyi, seolah-olah tempat itu menyimpan rahasia yang lebih besar dari sekadar reparasi alat elektronik.Saat mereka masuk ke tempat itu Gandha langsung bertanya pada pria paruh baya yang terlihat sibuk di depan laptopnya.“Permisi, apa saya bisa bertemu dengan Pak Linggo?” tanya Gandha padanya.Pria itu mendongak perlahan, tatapan matanya tajam seperti mata elang yang memindai mangsanya. Seketika udara di dalam ruangan terasa dingin dan tegang. Lisa yang berdiri di belakang Gandha merasakan bulu kuduknya meremang, langkah kecilnya tanpa sadar bergeser mundur, berusaha menjauh dari sorot intimidasi pria tersebut."Apa kau ingin mencari tahu sesuatu?" suara pria itu serak,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Bab 35. Fakta Tentang Gandha

Linggo berjalan lebih dulu, disusul oleh Gandha dan Lisa mengikuti di belakang, melangkah perlahan, mata mereka berkeliling, menyerap setiap detail dari tempat itu. Aroma debu menguar dari sudut-sudut ruangan yang dipenuhi kabel berserakan, motherboard usang, dan layar komputer tua yang bertumpuk di meja-meja besi.“Maaf tempatnya sedikit kurang nyaman,” Linggo berkata, suaranya datar, seolah sudah terbiasa dengan kesan pertama yang diberikan tempat ini.Ruangan itu luas, tetapi jauh dari kata rapi. Komponen komputer berceceran di beberapa sudut, beberapa terbuka dengan kabel-kabel mencuat seperti akar yang menjalar. Di ujung ruangan, terdapat ruang khusus bersekat kaca, cukup besar untuk menampung beberapa rak server yang berdiri kokoh, lampu indikatornya berkedip pelan dalam ritme yang teratur. Sekilas, ruangan itu tampak seperti pusat kendali tersembunyi.Gandha berdiri mematung, matanya terpaku pada sekat kaca itu. Ada sesuatu yang akrab dalam setiap detailnya, sesuatu yang menari
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Bab 36. Ingatan yang Terkunci

Lisa menelan ludah. Napasnya tersendat saat matanya beralih pada Gandha, yang tetap berdiri tanpa ekspresi. Tidak ada keterkejutan di wajahnya, hanya kebimbangan yang dalam—seolah-olah kata-kata itu bukanlah kejutan melainkan sesuatu yang telah lama bersemayam di sudut pikirannya, menunggu untuk diungkapkan."Mas, apa kamu ingat?" suaranya nyaris berbisik, ragu-ragu.Lux Tech Group.Nama itu bukan sekadar nama. Itu adalah simbol kekuasaan. Perusahaan yang menguasai pasar elektronik di Indonesia selama beberapa dekade terakhir. L Tekno—merek dagang yang melekat erat dalam kehidupan masyarakat. Dan baru-baru ini, perusahaan itu meluncurkan layanan internet fiber optik yang hampir menjangkau seluruh pulau besar di Indonesia.Lisa merasa perutnya mengencang. Tidak mungkin ini hanya kebetulan. Tidak mungkin."Pak Linggo, apa Bapak tidak salah?" suaranya bergetar, matanya kembali menatap Gandha yang masih diam, seakan berada dalam dunia lain.Gandha menarik napas dalam, memejamkan mata. Rah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Bab 37. Mencari Tahu

Setelah meneriakkan nama itu, tubuh Gandha seolah kehilangan tenaga. Ia terkulai lemas di atas tempat tidur, napasnya memburu seiring dengan derasnya keringat yang mengalir di dahinya. Matanya yang hitam pekat menatap langit-langit dengan kosong, seperti melihat sesuatu yang jauh di luar jangkauan.“Elvan ….,” gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar.Lisa yang duduk di sisi tempat tidur hanya diam. Ia tahu, ini bukan saat yang tepat untuk bertanya banyak hal. Matanya memperhatikan suaminya yang terlihat benar-benar terguncang, tapi ia tak ingin menambah beban Gandha. Perlahan, ia meraih botol air mineral dari nakas dan membukanya.“Diminum dulu, Mas,” ujarnya lembut, sambil menyodorkan botol itu. “Pelan-pelan saja.”Gandha mengambil botol itu dengan tangan gemetar, lalu meminumnya sedikit.Setelah itu, Lisa menyeka keringat di dahinya dengan tisu. Sentuhannya hati-hati, tapi penuh perhatian, seperti ingin menenangkan suaminya tanpa harus mengatakan apa-apa.Beberapa menit berlalu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

Bab 38. Apa Aku Pantas?

Sore harinya, setelah Linggo pulang, Lisa memperhatikan suaminya yang sedang sibuk merapikan dokumen di meja. Rambut Gandha yang panjang dan berantakan kadang membuat pria itu terlihat seperti terganggu. Lisa lalu mendekati Gandha dengan hati-hati.“Mas,” panggil Lisa sambil mendekat.“Ada apa?” tanya Gandha tanpa melepaskan matanya dari pekerjaan yang dilakukannya.“Aku rasa … Mas perlu potong rambut,” ucap Lisa dengan hati-hati, dia hanya tidak ingin Gandha merasa kalau dia terkesan mengatur.Saran dari Lisa membuat Gandha menoleh padanya.“Potong rambut?” Gandha mengerutkan kening. Lisa lalu mengangguk. “Supaya lebih rapi,” jawab Lisa.Gandha diam sejenak, sudah lama dia tidak memperhatikan penampilannya lagi.“Rambut Mas sudah terlalu panjang. Kalau dipotong, Mas pasti kelihatan lebih segar.” Lisa kembali menambahkan.Tidak salah yang dikatakan oleh Lisa, memang saat ini sepertinya penampilan Gandha sangat kacau, bahkan terkesan urakan.Gandha menganggukkan kepalanya pelan. “Boleh
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

Bab 39. Fakta yang Baru Diketahui Lisa

“Lisa?” Suara berat Gandha memecahkan lamunan Lisa. Lisa tersentak. Dengan cepat, wajahnya yang sudah memerah semakin tampak salah tingkah. Ia buru-buru memperlihatkan kantong makanan di tangannya.“Ini … makan malam kita,” katanya dengan suara sedikit tergagap, berusaha menyembunyikan keterkejutannya.Gandha memandangnya dengan tatapan bingung. Senyum tipis tersungging di bibirnya, namun matanya meneliti Lisa seperti hendak memahami sesuatu.“Kenapa wajahmu merah?” tanyanya, nadanya lebih penuh rasa ingin tahu dan menyelidik.Lisa menggeleng cepat, menghindari kontak mata. “Gak, Mas. Gak ada apa-apa,” jawabnya pelan, hampir berbisik.Namun, ia tahu betul suaminya tidak akan begitu mudah percaya. Pandangan Gandha yang tajam seolah dapat melihat apa yang tersembunyi di balik wajah gugupnya.Dalam diam, Lisa menunduk, berpura-pura sibuk merapikan kantong plastik di tangannya. Akan tetapi, di dalam hatinya, badai kecil telah pecah. Pandangannya tak sengaja kembali mencuri lihat ke arah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

Bab 40. Pernyataan Gandha

Pernyataan Gandha barusan membang sangat mengejutkan, tetapi walau demikian dia harus berpikir jernih, hingga akhirnya dia memejamkan mata dan menarik napas dalam. Mencoba memikirkan apa yang sebenarnya dia rasakan saat ini.Lisa kemudian membuka matanya, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak, Mas, ini harusnya sudah takdir. Aku menerimamu siapa pun kamu, terlepas latar belakangmu saat itu.” Lisa berkata sungguh-sungguh.Mendengar hal itu, wajah Gandha mulai terbentang. Bibirnya mengulas senyum.“Tapi, Mas … apa aku boleh bertanya padamu tentang hal yang sedikit lebih ke arah personal?” tanya Lisa pelan, suaranya terdengar ragu.“Katakan saja, Lisa, jangan seperti orang lain, kamu adalah istriku.” Gandha menjawab cepat.“Setelah mengetahui siapa kamu sebenarnya, rencanamu ke depan seperti apa? Apa kamu akan … pergi?” Lisa bertanya dengan tangannya terkepal erat tanpa diketahui oleh Gandha.Jujur saja, setelah sebulan bersama Gandha yang berstatus suaminya ini dan juga beber
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status