Ah, ada yang tahu siapa Elvan? Sudah ada yang baca cerita Elvan dan Diva?
Sore harinya, setelah Linggo pulang, Lisa memperhatikan suaminya yang sedang sibuk merapikan dokumen di meja. Rambut Gandha yang panjang dan berantakan kadang membuat pria itu terlihat seperti terganggu. Lisa lalu mendekati Gandha dengan hati-hati.“Mas,” panggil Lisa sambil mendekat.“Ada apa?” tanya Gandha tanpa melepaskan matanya dari pekerjaan yang dilakukannya.“Aku rasa … Mas perlu potong rambut,” ucap Lisa dengan hati-hati, dia hanya tidak ingin Gandha merasa kalau dia terkesan mengatur.Saran dari Lisa membuat Gandha menoleh padanya.“Potong rambut?” Gandha mengerutkan kening. Lisa lalu mengangguk. “Supaya lebih rapi,” jawab Lisa.Gandha diam sejenak, sudah lama dia tidak memperhatikan penampilannya lagi.“Rambut Mas sudah terlalu panjang. Kalau dipotong, Mas pasti kelihatan lebih segar.” Lisa kembali menambahkan.Tidak salah yang dikatakan oleh Lisa, memang saat ini sepertinya penampilan Gandha sangat kacau, bahkan terkesan urakan.Gandha menganggukkan kepalanya pelan. “Boleh
“Lisa?” Suara berat Gandha memecahkan lamunan Lisa. Lisa tersentak. Dengan cepat, wajahnya yang sudah memerah semakin tampak salah tingkah. Ia buru-buru memperlihatkan kantong makanan di tangannya.“Ini … makan malam kita,” katanya dengan suara sedikit tergagap, berusaha menyembunyikan keterkejutannya.Gandha memandangnya dengan tatapan bingung. Senyum tipis tersungging di bibirnya, namun matanya meneliti Lisa seperti hendak memahami sesuatu.“Kenapa wajahmu merah?” tanyanya, nadanya lebih penuh rasa ingin tahu dan menyelidik.Lisa menggeleng cepat, menghindari kontak mata. “Gak, Mas. Gak ada apa-apa,” jawabnya pelan, hampir berbisik.Namun, ia tahu betul suaminya tidak akan begitu mudah percaya. Pandangan Gandha yang tajam seolah dapat melihat apa yang tersembunyi di balik wajah gugupnya.Dalam diam, Lisa menunduk, berpura-pura sibuk merapikan kantong plastik di tangannya. Akan tetapi, di dalam hatinya, badai kecil telah pecah. Pandangannya tak sengaja kembali mencuri lihat ke arah
Pernyataan Gandha barusan membang sangat mengejutkan, tetapi walau demikian dia harus berpikir jernih, hingga akhirnya dia memejamkan mata dan menarik napas dalam. Mencoba memikirkan apa yang sebenarnya dia rasakan saat ini.Lisa kemudian membuka matanya, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak, Mas, ini harusnya sudah takdir. Aku menerimamu siapa pun kamu, terlepas latar belakangmu saat itu.” Lisa berkata sungguh-sungguh.Mendengar hal itu, wajah Gandha mulai terbentang. Bibirnya mengulas senyum.“Tapi, Mas … apa aku boleh bertanya padamu tentang hal yang sedikit lebih ke arah personal?” tanya Lisa pelan, suaranya terdengar ragu.“Katakan saja, Lisa, jangan seperti orang lain, kamu adalah istriku.” Gandha menjawab cepat.“Setelah mengetahui siapa kamu sebenarnya, rencanamu ke depan seperti apa? Apa kamu akan … pergi?” Lisa bertanya dengan tangannya terkepal erat tanpa diketahui oleh Gandha.Jujur saja, setelah sebulan bersama Gandha yang berstatus suaminya ini dan juga beber
Senyuman terlukis jelas di wajah Gandha saat ini, namun Lisa masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Kamu ... mendengarkanku?" Suara Gandha membuat Lisa tersadar kalau barusan bukan hanya ada dalam khayalannya saja. Jelas Lisa yang masih terkejut ini masih belum bisa berkata-kata.Detik berikutnya, Gandha meraih tangan Lisa, membuat pertahanannya runtuh. “Maaf membuatmu sangat terkejut dengan pernyataanku barusan, tapi … aku tidak akan memaksamu, Lis." Gandha menarik napas dalam. Tatapannya begitu dalam. "Lagipula, aku tidak ingin terburu-buru," sambung pria itu lagi. Membuyarkan pikiran Lisa yang sempat terdiam cukup lama. Lisa menunduk, dia tidak tahu bagaimana melukiskan kata-kata yang tepat untuk pria ini. Dia juga butuh waktu dan tidak mau salah arti dengan perasaannya sendiri. Barusan dia memang kagum, hanya saja kalau secepat ini ... dia takut kalau sebenarnya hanya manipulasi pikirannya saja. Dia kemudian menatap Gandha dengan wajah yang cukup serius
Gandha yang bertanya balik membuat Lisa menegakkan kepalanya. "Itu aku ... aku tidak bisa menebaknya." Lisa berkata jujur sambil menggigit bibirnya. "Maaf aku tidak bermaksud untuk-" “Jangan minta maaf, wajar kalau kamu berpikir begitu." Gandha menanggapinya dengan santai. "Tapi ... aku punya prinsip untuk tidak melakukan hal seperti itu jika bukan dengan istriku, karena aku tidak ingin terlibat banyak masalah karena skandal semacam ini.” Mendengar kata-kata 'istri' keluar dari mulut Gandha tiba-tiba saja wajah Lisa sedikit memanas, sebelum Gandha menyadarinya, dia kembali bertanya, “Apa orang tua Mas tidak sibuk untuk mencarikan Mas jodoh? Misalnya menjodohkan dengan anak rekan bisnis atau semacam itu lah, karena setahuku orang-orang kaya akan melakukan pernikahan untuk membesarkan lagi usaha mereka.” Gandha langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Itu ….” “Pasti pernah, kan?” Entah kenapa Lisa menjadi sedih mendengarnya, tiba-tiba ada ketakutan yang menjalar ke dalam ha
Namun, detik berikutnya, Gandha membisikkan sesuatu di telinga Lisa. “Katakan padaku, apa kamu menyukaiku?”Hal ini sontak membuat mata Lisa terbuka lebar, wajahnya langsung merona tanpa bisa dicegah! Ini sangat memalukan!!!Gandha masih memeluknya, hanya saja saat ini Gandha tersenyum dengan memiringkan sedikit kepalanya, dia terlihat sedang menggoda Lisa yang makin salah tingkah dan sangat malu.“Itu … aku ….” Lisa mendorong kuat tubuh Gandha hingga membuat jarak di antara keduanya, wajahnya benar-benar merah seperti udang rebus.“Terima kasih sudah mau mencoba membuka hatimu untukku.” Senyuman Gandha ini makin membuat Lisa luluh.“Itu …,” ucap Lisa terputus, dia tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Semuanya nampak samar, tetapi hal yang tidak kabur mulai terbuka jelas. Fakta penting yang cukup menarik. Benar Dia menyukai Gandha, mungkin dia juga sudah jatuh cinta dengan pria itu secara tidak dia sadari.“Mas jangan bicara yang aneh-aneh, aku ke dalam dulu!” Lisa beru
Lisa dengan malu-malu mengangguk. Hal itu jelas membuat Gandha tersenyum makin lebar pagi hari ini.“Terima kasih Lis, aku senang sekali mendengarnya.” Gandha berkata dengan penuh semangat.“Lalu … mas mau mengatakan apa?” tanya Lisa dengan cepat agar suasana canggung baginya ini cepat berlalu.Gandha masih tersenyum lebar."Mas, aku tanya mas mau bilang apa tadi?""Ah maaf aku terlalu senang. Kupikir kamu mau menjadi istriku yang sesungguhnya." Gandha terkekeh ringan."Tapi, aku memang istrimu, kan? Kita tidak sedang bermain nikah kontrak seperti di drama seri loh." Kali ini Lisa berkata dengan santai, membuat Gandha makin menyukai acara sarapan pagi bersama hari ini.“Ehm ... Lis," ucap Gandha pelan, "selama Pak Linggo tidak ada nanti, apa kamu bisa bantu aku untuk menjaga tokonya kalau aku ada urusan keluar?” tanya Gandha dengan wajah serius pada Lisa.Mendapati pertanyaan barusan membuat Lisa mengerutkan keningnya lalu dia mengangguk. Lisa segera menghubungkan semua masalah Gandha
Gandha terpaku. Pengakuan itu menghantamnya seperti ombak besar yang tiba-tiba muncul di laut yang tenang. Jantungnya berdegup kencang, dan ia nyaris tak percaya apa yang baru saja didengarnya. Tangannya, yang refleks memeluk erat tubuh Lisa, kini sedikit melemah. Ia butuh memastikan semuanya bukan sekadar khayalan.“Lisa …,” gumamnya lirih, berusaha mengurai pelukan itu untuk menatap wajah istrinya. Namun, Lisa menahannya.“Jangan lepas dulu,” bisik Lisa dengan nada mengayun, terdengar cukup manja untuk ukuran Lisa yang dia tahu selama ini wanita itu adalah orang yang cukup serius.Lisa memejamkan mata sejenak, masih meletakkan dagunya di pundak pria itu dengan tangan memeluk erat leher Gandha. “Aku mau sebentar lagi seperti ini,” ucapnya lirih.Gandha menelan ludahnya. “Kamu … Kamu sedang tidak berusaha membuatku senang, kan?” tanyanya hati-hati, seperti takut jawabannya akan menghancurkan detik-detik indah ini. Dia bisa merasakan kalau Lisa perlahan menggeleng tanpa berkata apa-apa
Yasmin segera menghampiri Andrian dan membantunya untuk berdiri, tetapi mereka sama-sama terpaku, tubuh mereka membeku saat mata mereka menangkap sosok pria yang berdiri dengan tatapan tajam dan postur tubuh penuh dominasi.“Jangan ikut campur kamu!” Teriak Yasmin pada Lisa dan Gandha. Hanya saja Andrian tidak banyak bicara, dia akhirnya mengenali dengan jelas siapa pria yang baru saja memukulnya ini. Ada rasa tidak percaya tapi tetap dia tahan.Lisa menyeringai, tatapannya menusuk, penuh perhitungan. “Ah, adikku sayang, apa kamu tidak mengenalinya?” katanya, nada suaranya menyentak Yasmin.Hal itu membuat Yasmin mengernyitkan keningnya."Apa sekarang suamiku sudah terlalu berbeda? Bukankah dia sudah mengatakan kalau aku ini istrinya?"Angin bertiup, membawa gelombang ketegangan yang menyesakkan. Yasmin merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, 'Apa mungkin?! Bahkan pria ini sangat jauh berbeda!'"Apa kalian lupa aku ini istri siapa?" Lisa berkata dengan nada tenang, tatapan matanya
“Nyonya?" Yasmin berkata dengan nyaris berbisik."Mbak apa kamu sudah dijual sama pria gila itu dan menjadi simpanan pria kaya?!” tanya Yasmin dengan nada pilu. “Mbak sudah Mbak, ayo kita pulang saja, aku dan ibu masih mau menerima Mbak Lisa kok, ayo Mbak kita mulai lagi dari awal dan–”“Yasmin hentikan mulut kotormu itu!" Lisa membentak dengan suara yang cukup keras."Iyam ayo kita pergi, buang-buang waktu kalau harus meladeni orang seperti itu," tambah Lisa lagi."Dan kamu Mas Andrian ….” Lisa tidak melanjutkan kalimatnya, dia menggantungnya begitu saja, menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Andrian dengan tatapan yang cukup rumit.“Mas, bantu aku untuk membuat Mbak Lisa pulang dong, Aku yakin sekali pasti dia saat ini sedang dikuasai oleh pikiran buruk karena pengaruh pria gila yang menjadi suaminya itu.” Suara Yasmin terdengar sayup-sayup di telinga Lisa.Hal ini jelas membuat Iyam menjadi heran apalagi saat ini Lisa mengatur ritme napasnya untuk mengolah emosinya agar tidak
Lisa terkejut lantaran bertemu dengan Andrian di tempat ini. Pria itu menatap Lisa dengan pandangan kecewa yang terasa sangat dalam. “Ternyata benar, kamu adalah orang yang sangat jahat dengan keluargamu sendiri. Aku Kecewa padamu, Lis” Lisa mengernyitkan keningnya heran. 'Kenapa pria ini tiba-tiba berkata seperti itu?' tanya Lisa dalam hati. Akan tetapi, detik berikutnya dia membalas ucapan Andrian barusan dengan tatapan tajam, menyadari pasti semua ini berkaitan dengan Ibu dan juga saudara tirinya. Siapa lagi yang bisa memutar balikkan fakta dalam waktu singkat! Apalagi saat ini dia melihat ke sekitar kalau Ibu Ida yang mengikutinya tadi sudah tidak terlihat. “Mas,” ucap Lisa dengan suara berat dan berjalan mendekati pria itu. “Kuberikan saran padamu untuk berhenti mendengarkan sebelah, cepat atau lambat semua akan terbuka." Lisa berkata dengan suara bergetar. "Dan ... Satu hal lagi, yang ingin aku beritahukan padamu, yang seharusnya kecewa itu adalah aku. Aku benar-benar kece
Pernyataan pria itu sontak membuat Lisa terkejut."Apa yang Mas bilang barusan?" tanyanya sekali lagi, seolah ingin memastikan bahwa ia tidak salah dengar.Gandha memintanya untuk belanja apapun yang ia mau. Bagi Lisa, itu terdengar seperti mimpi yang terlalu indah untuk jadi kenyataan. Bukankah hampir semua wanita menginginkan hal semacam ini?Dulu, ia pernah punya harapan yang sama. Tapi itu hanya sebatas angan yang akhirnya ia kubur dalam-dalam. Dan sekarang, Gandha—pria yang ia anggap jauh dari hal seperti ini—mengucapkannya padanya.Bagaimana mungkin ia tidak bahagia?“Lanjutkan saja, Sayang," ucap Gandha dengan santai."Kata orang-orang yang kudengar, belanjamu tidak menarik kalau kamu masih melirik tag price," lanjut Gandha lagi.Hal ini tentu membuat Lisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Pria ini benar-benar ...!"Dan jangan lupa tunggu aku di sana, aku sudah di jalan untuk menjemputmu.” Setelah Gandha mengatakan hal itu, pria itu memutuskan sambungan teleponnya. Wajah Lisa ber
Beberapa saat sebelumnya, di dalam mobil.[Mas aku bertemu dengan Ibu dan Yasmin dan sepertinya mereka sedang mengikuti mobil kami, aku sudah bilang dengan Tono untuk berputar-putar dulu tidak langsung pulang ke rumah.]Pesan itu dikirim Lisa untuk Gandha. Dia tahu, suaminya sedang tenggelam dalam urusan yang pasti tidak sepele. Karena itu, Lisa memilih menahan diri—tidak ingin mengganggu dengan hal-hal kecil. Tapi sampai akhirnya dia memutuskan melangkah ke mall mewah ini pun, belum ada kabar balik dari Gandha.Beruntungnya sesaat setelah dia masuk ke dalam mall ini, ponselnya berdering, nama “Suami Gila” terpampang di layarnya. Lisa mengulas senyum lebar.“Lisa! Kamu nggak apa-apa?" Jelas terdengar suara Gandha terdengar panik saat ini."Aku tidak apa-apa-""Apa yang mereka lakukan padamu? Apa kamu terluka?" potong Gandha cepat."Aku-""Sekarang kamu di mana? Apa masih sama Iyam dan Tono?” Suara Gandha di seberang telepon terdengar panik, bertubi-tubi melemparkan pertanyaan tanpa men
Walaupun wanita itu menggunakan pakaian yang sangat berbeda, tetap saja wajah itu tidak berubah.“Eh iya bener, Bu! Kok dia bisa keluar dari sana? Terus itu kayaknya penampilannya beda banget?” Yasmin mengerutkan keningnya."Kita harus menemuinya sekarang, kita harus tahu darimana dia punya kekuatan untuk melaporkan kita!" Ida berkata dengan nada keras.Ida lalu menarik Yasmin keluar dengan cepat dan meraih es kopi milik Yasmin yang belum sempat diminumnya. “Kita cegat dia sekarang!”Keduanya berjalan cepat hingga akhirnya Yasmin lebih dulu berdiri di depan Lisa. Seperti dugaan Yasmin dia pasti sangat terkejut melihat mereka berdua.“Y-Yasmin?!” Melihat Lisa yang seperti ini, jelas sekali Yasmin berpikir kalau Lisa akan sangat ketakutan, apalagi dia sudah berani-beraninya melaporkan mereka berdua ke polisi.Lalu Ida menyiram Lisa dengan es kopi itu, Yasmin menyeringai saat melihat Lisa sudah dalam keadaan kotor seperti saat ini, dan dia Seperti biasanya, mulai bicara untuk merendahka
Selesai menjalani pemeriksaan di kantor polisi, langkah Ida terasa limbung. Meski dia bersama dengan Yasmin dan juga pengacara, matanya terus menelisik sekeliling—seolah merasa ada yang mengikuti dari belakang. Yasmin, yang biasanya cerewet, hanya terdiam menunduk, wajahnya tegang, nyaris pucat."Bu, apa Ibu baik-baik saja?" tanya Yasmin saat mereka ada di dalam mobil setelah pulang dari pemeriksaan itu."Tentu saja Ibu harus bak-baik saja." Ida berkata dengan nada sedikit meninggi."Bu, apa yang dikatakan Pak Munir semalam benar?" tanya Yasmin lagi.Semalam, memang Ida menghubungi Munir di kampung. Pernyataan Munir sangat membuatnya terkejut, karena pria itu mengatakan kalau Gandha, pria gila yang menikahi Lisa itu, saat diusir dari kampung, caranya bicara sangat berbeda dari sebelumnya.Dia seperti orang yang normal dan terlihat sangat berwibawa, terlepas dari wajahnya yang masih berantakan dan tidak enak untuk dilihat."Apa jangan-jangan pria itu ...." Yasmin menggantung kalimatnya
Benar saja, keesokan harinya tanpa menunggu lama Andrian membawa keduanya pada seorang pengacara terkenal yang bisa membantu mereka, keduanya sangat senang dengan bantuan yang diberikan oleh Andrian. Ucapan manipulasi dari mulut keduanya memberikan keyakinan yang sangat dalam untuk Andrian. Mereka juga mengatakan kalau hal ini tidak terbukti mereka harus balik menuntut Lisa.“Benar, kami harus menuntut balik Lisa agar dia mendapatkan pelajaran dari perbuatannya ini.” Andrian berkata dengan geram.“Masalah itu, akan dilakukan bertahap, Pak Andrian, saat ini kita harus membuat rencana untuk menghadapi kasus ini terlebih dahulu.” Pengacara itu berkata dengan tenang.“Selama klien bisa memberikan keterangan yang jujur dan benar serta bisa menyangkal semuanya, saya akan pastikan kita memenangkan kasus ini. Lalu, selanjutnya baru kita ke tahap berikutnya.” Kembali pria itu menjelaskan, Andrian menganggukkan kepalanya.Sementara, Ida mengepalkan tangannya di bawah meja, karena tatapan pengac
Beberapa hari sebelumnya di kediaman Ida dan Yasmin.“Berani sekali Lisa melakukan hal ini pada kita!” Ida berkata dengan meremas surat panggilan dari kantor polisi untuk penyelidikan kasus kematian suaminya.“Apa Ibu tahu dia sekarang tinggal dimana? Kita datangi saja dia, seenaknya dia berbuat seperti ini.” Yasmin turut geram dengan hal ini, badannya yang masih pegal-pegal karena pulang dari jaga malam di rumah sakit terasa makin sakit saja.Ida meletakkan gelas dengan kasar di atas meja, nadanya penuh frustrasi. "Kita harus minta tolong sama Andrian."Ia melirik tajam ke arah Yasmin yang duduk di seberangnya. "Dia pasti punya kenalan… orang-orang yang bisa kita manfaatin buat nekan Lisa."Wajahnya mengeras, penuh amarah yang nyaris tak tertahan. "Dasar anak itu!. Dia pikir dia bisa menang lawan kita?!"Dengan kesal, Ida meneguk habis minumannya. Matanya masih menyala, seperti belum puas memuntahkan kekesalan yang sudah lama mendidih.“Aku akan hubungi Mas Adrian, Bu, tenang saja, L