Semua Bab Menikah Dengan Pria Gila: Bab 11 - Bab 20

72 Bab

Bab 11. Sehari sebelumnya Pernikahan Lisa

Yasmin yang baru saja pulang bulan lalu ke kampung ini mendadak pulang lagi, hal ini membuat Lisa heran, karena jarang-jarang Yasmin mau pulang dalam waktu dekat seperti ini, biasanya setelah pulang kampung makan dua tau tiga bulan lagi baru dia kembali lagi.Sebenarnya, saat Yasmin pulang dari kota, artinya tugas Lisa menjadi lebih banyak lagi! Selain bekerja di pabrik pengolahan garam milik Pak Pardi, dia bertugas menyuapi makan pria asing itu di rumahnya. Lalu, ditambah dengan Yasmin, sudah barang tentu makin menambah pekerjaannya.“Mbak Lisa, nanti baju kotorku yang putih ini, jangan lupa dicuci yang bersih, ya!” perintahnya pada Lisa dengan sangat santai sambil menyerahkan pakaian kotor miliknya yang dia bawa dari kota kemarin sebanyak satu kantong plastik besar.“Lisa, nanti kamu kasih makan orang gila itu jangan pakai lauk ikan! Ikannya cuma ada satu, dan itu punya Yasmin! Kalau mau makan yang enak-enak suruh ayahmu kerja lebih keras lagi, biar bisa beli makan yang bergizi untu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

Bab 12. Ketegangan Antara Lisa dan Gandha

Lisa berdiri mematung, ucapan Gandha masih terngiang-ngiang di telinganya. “Aku suamimu sekarang.” Kalimat itu terasa seperti gemuruh yang mengguncang dinding hatinya. Lisa yang tadi begitu yakin ingin meledakkan kemarahannya, kini terpaksa menelan emosi yang sudah sampai di ujung tenggorokan. Dia tak sanggup melawan ucapan Gandha barusan yang menyatakan dengan jelas kalau dia adalah suaminya. kata-kata itu menembus ke dalam jiwanya, dia akhirnya menundukkan wajahnya dan tenggelam dengan pikirannya sendiri.Benar, untuk apa dia marah pada mereka? Lagipula kalaupun dia mengatakan yang sebenarnya pada Andrian tentang kesalahpahaman yang terjadi hingga dia menikah dengan Gandha, apa yang diharapkannya?Menginginkan Andrian untuk menikahinya? Tentu tidak mungkin, karena dia sudah bersuami. Dan kalaupun dia melakukan hal itu, sudah barang tentu dia menyakiti suaminya sendiri. Bukankah ini sama saja dengan dia melakukan pengkhianatan? Lisa terdiam pikirannya berkecamuk hebat.Marah juga ti
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

Bab 13. Berita Mengejutkan

Suasana mendadak sunyi. Gandha diam, bibirnya terbuka seolah ingin berbicara, tapi tidak ada satu kata pun yang keluar. Tatapannya tetap tertuju pada Lisa, namun ada sesuatu di matanya—keraguan, atau mungkin rasa sakit yang tersembunyi. Waktu seolah berhenti di antara mereka, hanya diisi oleh detak jantung Lisa yang terasa menggema di telinganya sendiri."Katakan dengan jujur padaku Mas, apa kamu sudah mengingat semuanya?" tanya Lisa lagi dengan penuh penekanan.Sementara Gandha hanya diam, dia memejamkan mata, terlihat itu adalah caranya untuk menenangkan diri.Gandha terlihat mengepalkan tangannya, matanya menatap kosong, hal yang sedikit dibenci oleh LIsa. Selalu saja seperti ini."Mas, kamu sudah bisa berjalan ke sini sendiri dan kamu bisa melakukan aktivitas lainnya tanpa dibantu," ucap Lisa pada Gandha, "katakan padaku, apa kamu sudah mengingat sesuatu tentang dirimu?" tanya Lisa dengan sorot mata penuh harap.Ya berharap penuh kalau Gandha benar-benar mau menjawab dengan jujur.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

Bab 14. Duha Harus Mendapat Perawatan

Ingatan Lisa terputar beberapa saat yang lalu.Ditengah kedatangan Andrian ke rumah mereka, Duha dipanggil oleh Pak Munir untuk membantu kegiatan warga agar bisa bekerja gotong royong memperbaiki balai desa yang rusak karena hujan deras seharian kemarin sampai malam harinya. Tanpa banyak tanya Duha langsung memenuhi panggilan tersebut."Lisa, Ayah pergi dulu ke balai desa," pamit Duha pada Lisa yang saat itu masih ada di belakang, lalu dia juga berpamitan pada Andrian, Yasmin dan Ida yang ada di ruangan depan.Rasanya baru saja ayahnya pergi belum sampai satu jam dan dia mendapatkan kabar seperti ini, membuat Lisa cukup terkejut.Ingatan itu segera terpecah saat Ida bersuara. "Bagaimana keadaan suami saya?" tanya Ida dengan suara tercekat, sementara Lisa masih memapah tubuhnya yang nyaris ambruk."Pak Duha pingsan dan .…" kata seorang pria dengan gugup.Ah, entah kenapa firasatnya menjadi tidak enak saat melihat pembawa berita itu berkata seperti barusan."Di mana Ayah saya sekarang?"
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

Bab 15. Berita Duka

Sambil menunggu, Lisa memohon izin untuk masuk ke ruang perawatan, meskipun langkahnya terasa berat. Ketika pintu terbuka, aroma obat dan antiseptik langsung menyergap indra penciumannya, menambah sesak di dadanya. Matanya perlahan tertuju pada tubuh ayahnya yang terbaring tak berdaya di atas ranjang. Wajah pria itu, yang selalu menjadi sandaran hidupnya, kini pucat pasi seperti kertas tanpa warna. Napasnya terdengar pelan melalui alat bantu oksigen yang menutupi hidung dan mulutnya. Sangat tidak tega melihat pria itu di sana.Di kepala dan tubuhnya, perban membalut luka-luka yang tampak menyakitkan, bercampur noda darah yang mengering. Lisa melangkah mendekat, lututnya hampir tak sanggup menopang tubuhnya yang gemetar. Hatinya menangis melihat sosok itu, namun ia berusaha tetap tenang. Setiap detik yang berlalu terasa seperti jarum yang menusuk jiwanya."Ayah ... ini Lisa. Ayah dengar aku, kan?" bisiknya dengan suara bergetar. Tapi, tidak ada jawaban.Di belakangnya, Ida mendekat.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

Bab 16. Penghinaan

Ambulance yang membawa Duha ke rumah sakit akhirnya berputar arah kembali ke kediaman Duha. Sesampainya di sana semua warga bahu membahu bergerak cepat menyiapkan semuanya“Bu Ida, Bapaknya mau dimakamkan hari ini apa besok saja? Karena hari sudah makin siang dan apa kita harus menunggu Yasmin?” tanya Munir, sang kepala kampung.“Secepatnya, Pak.” Ida berkata dengan suara lemah. “Lagipula, sekarang Yasmin sudah jalan pulang kemari.” Dia berkata dengan sesegukan.“Artinya kita memakamkannya setelah Yasmin sampai?” Munir kembali bertanya.“Tidak perlu, Yasmin bilang kalau semuanya sudah selesai makamkan saja tanpa menunggunya.” Ida kembali memberikan keterangan.Di sampingnya, Lisa duduk dengan pikiran kosong, dia melihat semuanya berjalan begitu cepat sampai akhirnya mayat sang ayah sudah dikafani dan siap untuk dikuburkan.Sesaat sebelum mereka memasukkan mayat itu ke keranda, Yasmin menjerit-jerit dari ambang pintu.Dia tiba tepat sesaat sebelum jenazah dimasukkan keranda.“Ayaaaaah!
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

Bab 17. Dekap Hangat Suami

Kalimat menyakitkan ini benar-benar membuatnya sangat sakit hati. Apa mereka tidak sadar degan ucapan yang dilontarkan dari mulut-mulut mereka?! Namun, saat melihat mayat ayahnya yang belum dikubur membuatnya harus tetap menahan rasa amarahnya.'Ya Tuhan, apa harus menerima semua hinaan mereka?' Lisa berkata dengan lirih.Biarlah, yang jelas apa yang diucapkan mereka tidak benar dan juga, perasaan sedih kehilangan untuk ayahnya yang sesungguhnya tidak penting juga mereka ketahui. Betapa menyakitkan itu, dia tidak perlu validasi atas semuanya. Kalaupun mereka tahu, mereka tidak bisa membantu apa pun.Seperti yang selalu dikatakan ayahnya, tidak perlu melakukan validasi atas sikap kita untuk orang lain, karena Tuhan mengetahuinya, dan juga, manusia yang membenci kita tetap akan membenci kita walau kita mengatakan yang sesungguhnya. Jadi, untuk apa diperdebatkan.Lisa memilih diam dan melewati mereka.Proses ini begitu cepat, setelah Ashar, mayat Duha akhirnya dikuburkan di pemakaman umu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

Bab 18. Keresahan

Langit sore perlahan berubah warna, dari jingga ke ungu, mengiringi langkah kaki Lisa yang mulai terasa lebih ringan setelah melepas segala beban di hatinya. Angin yang berhembus lembut di pemakaman umum itu membawa ketenangan, meskipun keheningan yang menyelimutinya terasa sedikit menyesakkan.Lisa akhirnya melepaskan diri dari dekapan Gandha. Ia mendongakkan kepala, menatap suaminya dengan saksama. Wajah Gandha, yang meskipun dihiasi luka lebam serta cambang yang mulai tumbuh liar, tetap memancarkan pesona yang sulit diabaikan. Gandha masih memegang bahunya, ibu jarinya perlahan menghapus sisa air mata yang mengalir di pipi Lisa. Sentuhan lembut itu membuat tubuhnya seolah tersengat, sebuah rasa aneh kembali menyeruak di dadanya.“Sudah lega?” tanya Gandha dengan suara pelan, senyum tipis menghiasi bibirnya. Meskipun singkat, senyum itu cukup untuk membuat Lisa terpana. Ada keteduhan dalam senyum itu, seperti sebuah jendela yang perlahan membuka rahasia di balik identitas pria yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

Bab 19. Kecurigaan Lisa

Lisa menelan ludah, mencoba mengatasi debaran di dadanya. Ia ingin mengatakan sesuatu, namun suara Gandha kembali terdengar sebelum ia sempat membuka mulut. “Sekarang, kita pulang. Kamu juga perlu tahu seperti apa wajah Ibu dan saudara tirimu yang sebenarnya.”Nada terakhir Gandha terdengar lebih tajam, seperti ada kemarahan terpendam di sana. Hal itu membuat Lisa terkejut dengan pernyataan itu. Perlahan, Gandha meraih tangannya, menggenggamnya erat. Sentuhan itu membuat Lisa merasakan campuran rasa hangat dan canggung, seolah menggenggam janji yang tak terlihat.Mendengar pernyataan barusan membuat Lisa terperangah. “Maksud Mas apa?” tanyanya bingung.Namun, Gandha hanya tersenyum kecil, Ia menggenggamnya dengan lembut lagi, membuat Lisa kembali dilanda rasa canggung. Jantungnya berpacu cepat, sementara pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Apakah ia mulai menyukai pria ini? Perasaan itu terasa aneh, tapi juga sulit ia abaikan.“Ayo kita pulang dulu,” ujar Gandha, sambil menarik
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

Bab 20. Tanda Tangan Dokumen

Mendengar hal tersebut membuat Gandha diam. Napasnya terdengar panjang dan berat, seperti sedang bergulat dengan sesuatu yang tak terucapkan. Lisa, yang duduk tak jauh darinya, menggigit bibir. Hatinya bergejolak.“Tapi… sepertinya tidak mungkin, karena waktunya terlalu cepat, kan?” Lisa berbisik, seolah berbicara pada dirinya sendiri. Suaranya melayang di udara, tapi tak ada jawaban dari Gandha.Gandha masih diam. Tatapannya tertuju pada lantai, kedua tangannya saling meremas di atas lutut. Lisa melirik ke arahnya. Pria itu terlihat semakin tenggelam dalam pikirannya, membuat Lisa bertanya-tanya apa yang sebenarnya ia sembunyikan."Kamu berpikir begitu, ya?" tanya Gandha.Namun kemudian, Lisa menggeleng cepat. “Tidak ... sepertinya tidak mungkin. Aku hanya kesal sampai berpikir seperti itu. Lagipula, siapa yang bisa mengendalikan hujan deras dan petir, lalu disusul dengan pemadaman listrik?” Lisa mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia mengingat malam itu dengan jelas—petir yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status